Anda di halaman 1dari 27

i

TUGAS KEGAWATDARURATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOCK

Di susun oleh : kelompok 6

ARVIE NURIL IHKSAN


DESRI MELIA
ILGIA MELFA DIARA
MONA RAHMADILLA

Dosen Pembimbing :

Ns.VINO RIKA NOFIA,M.Kep.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES SYEDZA SAINTIKA
PADANG
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis kami yang berjudul “Asuhan
keperawatan pada pasien shock”

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan terima kasih
kepada ibu NS.VINO RIKA NOFIA,M.Kep. selaku dosen pengajar mata kuliah
kegawatdaruratan program studi S1 ilmu keperawatan STIKES syedza saintika padang.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharakan kritik dan saran demi pernaikan sempurnanya makalah ini sehingga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

i
DAFTAR ISI

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Syok merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan
cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok
paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal
akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi
akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab
utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme
aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari
darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan
jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan
pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok
hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara
pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang
Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di
dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan
dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien
dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu
dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan
tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah
timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock

i
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok, patofisiologi
terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock, jenis-jenis syock,
penatalaksanaan syock

i
BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SHOCK


1. PENGERTIAN
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga tidak
terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen
baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga
terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab
substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam
kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi
(Candido, 1996)
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan ini
disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi kapiler.
Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat
tubuh merupakan indikator dari tingkat berat- ringannya syock
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa
dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan
penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang
tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat

i
disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.
2. STADIUM SYOCK
a. Kompensasi

Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi


sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis normal,
dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan
skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit
pucat, kapir retil > 2 dok.
b. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah asidisif
yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat
kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada
syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut
akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
c. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian walau
sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma),
anuria.

3. PATOFISIOLOGI TERJADINYA SYOCK


Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4
sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan
sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi
secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan
pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan

i
kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari
subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin
yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan
pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan
penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus
karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga
merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah
dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan
rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian
terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal
bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH.
ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah
dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air
dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah
disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada
bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk
menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya
resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi
biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.

4. TANDA DAN GEJALA


a) Sistem Kardiovaskuler
 Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
 Nadi cepat dan halus.
 Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
i
 Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
 CVP rendah.
b) Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
c) Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat
sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien
memang karena kesakitan.
d) Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
e) Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60
ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

5. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma
tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu, Perubahan
suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. Menurunnya urin out put
3. Meningkatnya keeping darah
4. Asidosis metabolic
5. Hyperglikemi

6. JENIS – JENIS SYOCK


1) Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang
tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan
hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan
perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok

i
hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat
perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen.
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya terjadi
pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri, pangkreatitis
berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang
interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera
panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat dari
kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh
syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis
refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus
kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi
yang timbul seputar cara penanganannya. Kebanyakan trauma merbahaya
ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat
signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.
Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk
memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok
diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara
ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak
stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam
memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan
langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan
syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis
panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-
peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul
pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan
4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal
dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag
i
terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan
membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan
deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian
pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh
baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh
darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke
otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan
pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip
roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu
memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada
kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan
konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan
sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada
penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara
langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus
colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah
disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada
bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif
untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa
adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok,
kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.
c. Tahap Syok Hipovolemik
1. Tahap I :
 terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
i
 terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah
masih dapat dipertahankan
2. Tahap II :
 terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
 tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah,
pucat.
3. Tahap III
 bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
 terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan
secara cepat
 terjadi iskemik pada organ
 terjadi ekstravasasi cairan

2) Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.
Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri.
Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun

i
bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan
disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner
disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan
disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
1. Penyakit jantung iskemik (IHD)
2. Obat-obatan yang mendepresi jantung
3. Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri
dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
8. BMR mungkin naik
9. Kelainan pada foto rontgen
i
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah
jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ
vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke
jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan
lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran
setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi,
penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada
gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan
ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah
dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan
tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel
End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi
sebagai pompa yang efektif.

e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin
10. Albumin / transforin serum
11. HSD

i
3) Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti
cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas
terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti
imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi.
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
 Syock Neurogenik
a. Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil
dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada
sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di
daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri
hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok
pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis
akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
a. Etiologi
i
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

b. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat
tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia
atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar,
barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam
arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
 Syock anafilaktik
a. Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi
umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi,
kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan
terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock
anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa
penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi
tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda
biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami
reaksi anti gen- anti bodi sistemik
c. Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction). Mekanisme
anafilaksis melalui beberapa fase :
i
 Fase Sensitisasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat
kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia
akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen
tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan
basofil.
 Fase Aktivasi
Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.
Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke
dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut
dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran
sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase
Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga
dengan Leukotrien.
 Syok Septik
a. Pengertian
i
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang
cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik,
pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan
secara menyeluruh
a. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
b. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan
perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-
negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama
terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan
kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis
adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp.
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian
dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala
umum adalah:
1. Demam
2. Berkeringat
3. Sakit kepala
4. Nyeri otot

7.PENATALAKSANAAN SYOCK
A. Penatalaksanaan Syock

i
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh
darah, untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
 Membebaskan jalan nafas.
 Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
 Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
A. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
 pasang akses vaskuler secepatnya.
 resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau
kalois secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan
darah dan perfusi perifer baik.

Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).


 cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid
atau kristoloid.
 therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai
unsur.

B. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa


menambah konsumsi oksigen miocard.
 Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
 Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
 Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
 Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
 Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan
tekanan pembuluh darah sitemik.

i
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :


1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
3. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
8. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13. Sangat kehausan
i
14. Mual, muntah
15. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningat,
nitrogen urea serum meningkat
16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

B. Diagnosa keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan


penurunan curah jantung.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
4. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial.

C. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
1) Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
 Tekanan darah dalam batas normal
 Haluaran urine normal
 Kulit hangat dan kering
 Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
2) Rencana tindakan
 Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
 Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremit
as memudahkan sirkulasi
 Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah
lengkap, plasmanat, tambahan volume
 Ukur intake dan output setiap jam

i
 Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter
bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
 Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta
tanda toksisitas
 Pertahankan klien hangat dan kering
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Curah jantung dalam batas normal
 Perbaikan mental
2) Rencana tindakan
 Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
 Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
 Pantau EKG secara kontinu
 Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
 Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
 Berikan oksigen sesuai dengan terapi
 Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
 Pertahankan klien hangat dan kering
 Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
 Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
 Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal

i
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
 Klien bernafas tanpa kesulitan
 Paru-paru bersih
 Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
2) Rencana tindakan
 Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
 Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
 Pantau seri AGDA
 Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
 Lakukan penghisapan bila ada indikasi
 Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam

4. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
1) Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
 Klien mengungkapkan penurunan ansietas
 Klien tenang dan relaks
 Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Rencana tindakan
 Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
 Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang
ringkas bila klien tidak memahaminya
 Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
 Antisipasi kebutuhan klien
 Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
 Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika
kondisi klien memungkinkan
 Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
 Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan.
i
i
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-
gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi
kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok
terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk
kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang
rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)

B. SARAN

1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang
perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan
pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan
segera kepada pasien yang mengalami syock.

i
DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support
Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94

Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of


Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.

Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:


Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application.
USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.

Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:


Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993
- 1002.

Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 -
September 1, 1996 ; 1 - 4.

Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management


of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine,
1997.

i
i

Anda mungkin juga menyukai