Disusun Oleh:
Kasyfil Aziz Hafidh
H3A018011
Pembimbing:
dr. Noor Hidayati, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
A. Identitas
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. H
b. Usia : 15 tahun 2 bulan 5 hari
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Borobudur VI Semarang
e. Tanggal Masuk RS : 23 Mei 2019
f. Bangsal Rawat Inap : Melati
2. Identitas Ibu Pasien
a. Nama : Ny. A
b. Usia : 37 tahun
c. Pekerjaan : Swasta
3. Identitas Ayah Pasien
a. Nama : Tn. R
b. Usia : 40 tahun
c. Pekerjaan : Swasta
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo dengan keluhan muntah sejak 2
hari, hari pertama muntah 3x selama sehari & hari kedua pasien muntah >
10x/hari. Muntah berupa cairan dan makanan, tidak ada darah maupun
lendir. Mual dan muntah meningkat pada saat setelah makan dan minum.
Awal mulanya sebelum pasien mulai muntah, pasien memiliki riwayat
makan tidak teratur, sering makan di luar rumah dan terkadang makan
hidangan takjil buka puasa di masjid. Pasien sempat dibawa ke praktek
dokter diberi obat domperidon tetapi keluhan muntah tidak kunjung
hilang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB cair sejak 2 hari. Hari
pertama dan kedua pasien mengeluhkan BAB cair masing-masing 3x
dalam sehari. BAB warna kuning dengan konsistensi cair, tidak ada darah
maupun lendir. Tidak ada faktor yang memperberat dan memperingan
BAB cair. Keluhan lain seperti demam (-), lemas (+), pingsan (-), pusing (-
), pilek (-), batuk (-), sesak (-), rasa haus (-), sulit makan (+), nyeri perut
(+), nyeri saat berkemih (-), BAK jarang (-), BAK sedikit (-).
8. Riwayat Perkembangan
1) Pasien duduk di kelas 3 SMP
2) Pasien tidak pernah tinggal kelas
3) Pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik
4) Pasien dapat bergaul dengan teman-temannya dengan baik
Kesan : Perkembangan sesuai usia
9. Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan dan untuk seterusnya
menggunakan susu formula. Makanan tambahan diberikan sejak umur 6
bulan.
Kesan : Pemberian nutrisi baik
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : cukup
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital sign :
a. Heart Rate : 66x/menit,irama reguler, isi dan tegangan cukup
b. Respiratory Rate : 20x/menit
c. Suhu : 36,2°C
4. Status gizi
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 160 cm
1) BB/U : 48/56,5 x 100% = 84,95% (gizi sedang )
2) TB/U : 160/171.5 x 100% = 93,29% (perawakan normal)
Status gizi = baik
5. Kepala : mesocephal, ubun-ubun besar cekung (-)
6. Mata : konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-),
sklera ikterus (-/-), mata kering (-/-)
7. Telinga : sekret (-/-). darah (-/-), massa abnormal (-/-)
8. Hidung : pernapasan cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-),
massa abnormal (-/-)
9. Mulut : bibir kering (-), sianosis (–), mukosa mulut kering
(-), pernapasan mulut (-), lidah tifoid (+)
10. Leher : perbesaran kelenjar getah bening (-), bantuan
gerakan otot pernapasan (-)
11. Thorax
a. Cor:
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, arcus costae 90°
2) Palpasi : ictus cordis tidak teraba, pulsus (-)
3) Perkusi : batas jantung dalam batas normal
4) Auskultasi : irama jantung reguler, suara bising jantung (-)
b. Pulmo:
1) Inspeksi: pergerakan hemitorax dextra sinistra simetris, massa
abnormal(-), retraksi (-), nafas kussmaul (-)
2) Palpasi : nyeri tekan (-/-), pergerakan thorax teraba simetris tidak
ada yang tertinggal, massa abnormal (-/-), stem fremitus (-/-), ICS
dalam batas normal
3) Perkusi : sonor seluruh lapang paru
4) Auskultasi : suara dasar paru vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -
/-, hantaran -/-
12. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk datar, warna sama dengan sekitarnya, massa
abnormal (-)
b. Auskultasi : bising usus + normal
c. Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, turgor lambat (-)
13. Ekstremitas :
a. Atas: akral dingin -/-, edema -/-, sianosis -/-, capillary refill time >
2detik -/-
b. Bawah: akral dingin -/-, edema -/-, sianosis -/-, capillary refill time >
2detik -/-
14. Kulit: pucat (-), ikterus (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin (23/05/2019) 14:51 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit H 16,50 103/ul 4,5 – 13
Eritrosit H 6,11 6
10 /ul 4,4 – 5,9
Hemoglobin 17,00 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 50,10 % 40 – 52
MCV 82,00 Fl 80 – 100
MCH 27,80 Pg 26 – 34
MCHC 33,90 g/dl 32 – 36
Trombosit 311 103/ul 140 – 392
RDW 12,40 % 4,5 – 14,5
PLCR 27,0 %
Diff count
Eosinofil Absolute 0,23 103/ul 0,045 – 0,44
Basofil Absolute 0,03 3
10 /ul 0 – 0,3
Netrofil Absolute H 14,10 103/ul 1,8 - 8
Limfosit Absolute L 0,78 103/ul 0,9 – 5,2
Monosit Absolute H 1,36 103/ul 0,16 – 1
Eosinofil L 1,40 % 2-4
Basofil 0,20 % 0-1
Neutrofil H 85,50 % 50 – 70
Limfosit L 4,70 % 25 – 50
Monosit H 8,20 % 1–6
E. Daftar Masalah
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang
Fisik
1. Muntah 7. Lidah 8. Leukosit H 16,50
2. Mual typhoid (+) 9. Eritrosit H 6,11
3. BAB cair 10. Neutrofil absolute H 14,10
4. Lemas 11. Limfosit absolute L 0,78
5. Sulit makan 12. Monosit absolute H 1,36
6. Nyeri perut 13. Eosinofil L 1,40
14. Neutrofil H 85,50
15. Limfosit L 4,70
16. Monosit H 8,20
17. S.Typhi O 1/160
18. S.Typhi H 1/320
F. Diagnosis Banding
1. Diare Akut tanpa dehidrasi
2. Demam Typhoid
G. Diagnosis Kerja
1. Diagnosis klinis : Diare akut tanpa dehidrasi
2. Diagnosis tumbuh kembang : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai
usia
3. Diagnosis Gizi : Gizi sedang, perawakan normal
4. Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
5. Diagnosis Sosial Ekonomi : Kesan ekonomi cukup
H. Initial Plan
1. Ip. Diagnosis :
a. Feses Rutin
b. Ig M, Ig G typhoidot
2. Ip. Terapi
a. Cairan
Cairan rehidrasi intravena KaEN 3B maintenance
Kebutuhan cairan BB 48 kg = 1000 + 500 + 560 ml = 2060 ml
2060 x 15 / 24 x 60 = 21 tpm
b. Zinc
1 x 20 mg per hari
c. Nutrisi
Menu nutrisi seperti saat pasien sehat sesuai umur dengan sayuran
yang rendah serat seperti bayam, wortel, buncis dan buah-buahan
seperti pisang, diberikan sedikit-sedikit tetapi sering.
d. Medikamentosa
1) Antibiotik ceftriaxon 2 x 1 gr
2) Inj. Ondansetron 4 mg
3) Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
4) Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
3. Ip. Monitoring
1) Keadaan Umum
2) Tanda-Tanda Vital (khususnya suhu tubuh)
3) Frekuensi dan konsistensi muntah
4) Frekuensi dan konsistensi BAB
5) Tanda-tanda dehidrasi
4. Ip Edukasi
1) Menjelasakan penyebab, pengobatan dan komplikasi Diare dan
Demam Typhoid
2) Menjelaskan dan menginform consent kepada pasien bahwa perlunya
pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan feses rutin dan IgM, IgG
typhoidot untuk mengetahui penyebab diare dan keperluan
penegakkan diagnosis demam typhoid dan memaksimalkan terapi
3) Menjelaskan terapi yang telah diberikan
4) Tirah baring
5) Memberikan makanan rendah serat, hindari makanan yang
merangsang pencernaan
6) Menjelaskan pencegahan diare dan demam typhoid dengan menjaga
kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum dan sesudah makan,
menjaga kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban,
penyediaan air minum bersih, dan mengonsumsi makanan-minuman
yang sudah dimasak
I. Prognosis
1. Quo Ad Vitam : ad bonam
2. Quo Ad Fungsionam : ad bonam
3. Quo Ad Sanam : ad bonam
J. Follow Up
Tanggal Hasil Pemeriksaan
24/05/2019 S: muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(19.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : cukup, HR : 95x/menit, RR : 20x/menit, T: 37,5ºC.
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
25/05/2019 S: muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(07.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : cukup, HR : 90x/menit, RR : 24x/menit, T: 36,8ºC.
Ubun-ubun besar cekung (-)
Mata cekung (-/-), mata kering (-/-)
Bibir kering (-), mukosa mulut kering (-), lidah typhoid
(+)
Thorax : Ronkhi -/-, hantaran (-/-), nafas kussmaul (-)
Turgor abdmen lambat (-), kembung (-)
Akral hangat
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
25/05/2019 S: muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(18.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : cukup, HR : 80x/menit, RR : 20x/menit, T: 37,2ºC.
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
26/05/2019 S: muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(08.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : cukup, HR : 90x/menit, RR : 24x/menit, T: 36,2ºC.
Ubun-ubun besar cekung (-)
Mata cekung (-/-), mata kering (-/-)
Bibir kering (-), mukosa mulut kering (-), lidah typhoid
(+)
Thorax : Ronkhi -/-, hantaran (-/-), nafas kussmaul (-)
Turgor abdmen lambat (-), kembung (-)
Akral hangat
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
26/05/2019 S: muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(18.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : cukup, HR : 94x/menit, RR : 24x/menit, T: 37,4ºC.
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
27/05/2019 S : muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(07.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : baik, HR : 85x/menit, RR : 22x/menit, T: 36,6ºC.
Ubun-ubun besar cekung (-)
Mata cekung (-/-), mata kering (-/-)
Bibir kering (-), mukosa mulut kering (-), lidah typhoid
(+)
Thorax : Ronkhi -/-, hantaran (-/-), nafas kussmaul (-)
Turgor abdmen lambat (-), kembung (-)
Akral hangat
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Inf. KAEN 3B 24 tpm
Zinc 1x20 mg
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x1 tab 500 mg p.r.n
27/05/2019 S : muntah (-), mual (-), BAB cair (-), lemas (-), sulit makan
(12.00) (-), nyeri perut (-)
O: KU : baik, HR : 90x/menit, RR : 20x/menit, T: 37,2ºC.
A: Diare akut dehidrasi ringan sedang dan demam typhoid
P:
Cefixime 2x1 tab 200 mg
Zinc 1x20 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. DIARE
A. Definisi Diare
Diare ialah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari
biasanya, ≥ 3 kali per hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu.
Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak
tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja daripada jumlah.
Seringkali, buang air besar yang berbentuk bukanlah diare. Hanya bayi yang
diberi ASI sering buang air besar, buang air besar yang "pucat" juga bukan
diare.
B. Jenis-jenis Diare
Diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu :
1. Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau
hari. mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan
juga dapat terjadi jika makan tidak dilanjutkan.
2. Diare akut berdarah, yang juga disebut disentri, mempunyai bahaya utama
yaitu kerusakan mukosa usus,sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi
seperti dehidrasi.
3. Diare persisten, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya
utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai
bahaya utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung
dan kekurangan vitamin dan mineral.
C. Etiologi Diare
Tabel 1. Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus,
VNAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas,
Aeromonas, Proteis, dll
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV
Parasit – Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.
Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S.
Sterocoralis, cestodiasis dll
Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diartthea:
E.Coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat,
makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus,
S. aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dll
Alergi: susu sapi, makanan tertentu
Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa,
fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang
trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten
malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin &mineral
Imunodefisiensi
Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi
radiasi
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)
Tabel 2. Etiologi Diare kronik berdasarkan patofisiologi
Jenis Diare Etiologi
1. Diare osmotik A. Eksogen
1. Makanan cairan yang aktif osmotik, sulit
diabsorbsi seperti katartik sulfat dan fosfat,
antasida, laktulosa dan sorbitol
2. Obat-obatan lain: kolkisin, paraamino asam
salisilac, antibiotika, anti kanker, anti depresan,
anti hipertensi, anti konvulsan, obat penurun
kolesterol, obat diabetes mellitus, diuretika,
theofilin
B. Endogen
1. Kongenital: kelainan malabsorpsi spesifik,
penyakit malabsorpsi umum
2. Didapat: kelainan malabsorpsi spesifik, penyakit
malabsorpsi umum
E. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Mula – mula bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Pada diare oleh karena
intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum / sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lembung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun – ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyak cairan yang hilang dapat dibagi menjadi :
- Dehidrasi ringan
- Dehidrasi sedang
- Dehidrasi berat
Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi :
- Dehidrasi hipotonik
- Dehidrasi isotonik
- Dehidrasi hipertonik
Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala – gejala yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut
nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah,
kesadaran menurun (apatis, somnolen sampai soporokomatous). Akibat
dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis
metabolik, tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan
Kussmaul).
Asidosis metabolik terjadi karena :
1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja
2. Ketosis kelaparan
3. Produk – produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan
(karena oliguria atau anuria).
4. Berpidahnya ion Na dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel
5. Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponetremia) yaitu kadar Na dalam plasma <
130 mEq/l, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar Na dalam
plasma 130 – 150 mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila
kadar Na dalam plasma > 150 mEq/l.
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010 :
1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% BB)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan.
Keadaan umum baik, sadar
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah.
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
F. Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-
satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus
dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk
itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
Bayi 4-5 mg
Pria 13-19mg
D. Pemeriksaan Laboratorium
1. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman
S.Typhi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antigen kuman S.Typhi
dan antibodi yang disebut aglutinin. Maksud uji widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita suspek demam
tifoid yaitu Aglutinin O dari tubuh kuman dan Aglutinin H dari flagel
kuman.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat dan secara cepat mencapai puncak pada
minggu ke 4, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada orang
yang sudah sembuh aglutinin O masih dapat dijumpai setelah 4-6 bulan,
sedangkan aglutinin H menetap antara 9-12 bulan.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin
yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering
dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini
bahkan berbeda di berbagai laboratorium setempat.
2. Uji Typhoidot
Uji typhoidot mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhoidot
didapatkan pada hari ke 2-3 setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi
secara spesifik.
Didapatkan sensitivitas uji sebesar 98% dan spesifitas sebesar
76,6% pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan (2002).
IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pemeriksaan IgG saja
tidak direkomendasikan.
3. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut : telah mendapa terapi
antibiotik, volume darah sampel yang kurang, riwayat vaksinasi dan
waktu pengambilan darah setelah minggu pertama pada saat aglutinin
semakin meningkat.
E. Tatalaksana
Kloramfenikaol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan
penderita demam tifoid. Dosis yang digunakan adalah 50-100 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah
demam turun, sedangkan pada kondisi malnutrisi atau penyakit lain, dapat
diperpanjang sampai 21 hari.
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, stupor, koma, syok,
pemberian deksametason intravena (3 mg/kgBB diberikan dalam 30 menit
untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kgBB tiap 6 jam sampai 48 jam) dapat
menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang jika
dibandingkan dengan kloramfenikol. Amoksisilin dapat memberikan hasil
yang setara dengan kloramfenikol meskipun penurunan demam terjadi lebih
lama. Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol memberikan hasil yang
kurang baik dibanding kloramfenikol.
F. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a) Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk luka
berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan
b) Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat dan
biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama.
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, peningkatan
prothrombin time sampai koagulasi intravaskuler disseminata
(KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi
karena turunnya produksi trombosit di sumsum tulang belakang
selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di
sistem retikuloendotelial.
b. Hepatitis tifosa
Pada hepatitis tifosa, kenaikan enzim transaminase tidak
relevan dengan kenaikan jumlah bilirubin serum. Hepatitis tifosa
dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dna sistem imun yang
kurang.
c) Pankreatitis tifosa
Pankreatitis dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi,
virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologik.
d) Miokarditis
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala
kardiovaskuler atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung,
aritmia, sampai syok kardiogenik. Biasanya ditemukan pada pasien
yang sakit berat pada infeksi akut.
BAB IV
PEMBAHASAN