Cholelithiasis
Pembimbing:
Penyusun :
2017.04.200.185
DEPARTEMEN BEDAH
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
RESPONSI
Cholelithiasis
Disusun oleh :
Mengesahkan,
Dokter Pembimbing
i
DAFTAR ISI
ii
2.3 Anatomi Kandung Empedu .................................................... 11
iii
RESPONSI
NIM : 2017.04.200.185
BAB I
STATUS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Dupak Jaya 4/40
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 10/12/2019
1.2 ANAMNESIS
Mual, muntah
1
Pasien muntah 2 kali, isi makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien
mengaku sering merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun
semenjak sakit.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna
putih sejak 4 hari SMRS. Terakhir pasien buang air besar tadi pagi,
dan warnanya putih pucat. Frekuensi buang air besar 2 kali/hari,
padat, nyeri saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). Selain itu, menurut
pasien warna kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari
SMRS hingga saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat BAK
(-), kencing berpasir (-). Demam (-)
Sebelumnya pasien pernah berobat di Klinik dengan keluhan
yang sama dan disarankan untuk di lakukan USG. Pada tanggal 22
November 2019 pasien melakukan tes USG dengan hasil terdapat
batu pada kantung empedu.
2
1.2.6 Riwayat Psikososial
3
P : Supel, Nyeri tekan (+) di epigastrik dan
hipokondrium dextra , Hepar dan Lien
tidak teraba, Murphy sign (+)
+ + - -
+ + - -
Hitung jenis
Netrofil (%) 59 54 – 73
4
Limfosit (%) 30 18 – 34
Monosit (%) 8 2 – 18
BUN (mg/dl) 6 7 – 21
5
USG 22 November 2019
1.5 RESUME
Anamnesis
6
sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan pada perut kanan. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah.
BAB berwarna putih sejak 4 hari SMRS. Terakhir pasien buang air
besar tadi pagi, dan warnanya putih pucat. Warna kencing menjadi kuning
kecoklatan (gelap) sejak 4 hari SMRS. Demam (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kepala/Leher : dbn
Thorax : dbn
Abdomen : Nyeri tekan (+) di epigastrik dan hipokondrium dextra,
Murphy sign (+)
Ekstremitas : dbn
1.6 DIAGNOSIS
Cholelithiasis + Cholesistisis
1.7 PENATALAKSANAAN
Operatif : Cholecystectomy
Medikamentosa : asam mefenamat 500mg 3dd1
Keadaan umum
7
Tanda – tanda vital
Keluhan pasien
Nutrisi rendah lemak
1.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
2.2 Definisi
10
Gambar 2. 1 Batu pada kandung empedu15
11
terletak pada margo inferior hepar. Sebagian besar tersusun atas otot polos
dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan empedu. (2) corpus,
bagian paling besar, terletak di depan kolon transversum dan pars superior
duodeni dan ujungnya akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu.
(3) collum (leher), bentuknya dapat konveks, dan membentuk infundibulum
atau kantong Hartmann. Apabila kandung empedu mengalami distensi
akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong
(kantong Hartmann). 2,3
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada
letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang
duodenum, menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum,
membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan
duktus koledokus di dalam papila Vater, tetapi dapat juga terpisah. 1
12
Suplai arteri untuk vesica felea adalah arteria sistica cabang dari
arteria hepatica dextra (ramus dexter arteria hepatica propria). Pembuluh
limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum
vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici
coeliacus. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang
melewati plexus coeliacus (preganglionik T8-T9). Impuls dari liver, kandung
empedu, dan bile duct melewati aferen simpatik melalui nerves splanknik
dan menyebabkan nyeri kolik. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat visceral,
simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa
melalui cabang vagus dan ganglion seliaka. 2,3
Sekresi Empedu
13
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel- sel hati.5
Empedu Empedu
Komponen
Hati Kandung Empedu
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
14
Garam empedu ini di daur ulang melalui mekanisme yang disebut
sirkulasi enterohepatik, dimana garam empedu diekskresikan dalam
empedu masuk ke duodenum, yang nantinya akan diserap oleh ileum
melalui mekanisme transport aktif khusus di ileum terminal, setelah diserap
garam empedu dikembalikan ke sistem porta hati, untuk diekskresikan
kembali dalam empedu. 8
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu
oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin (CCK) dari mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam
darah, hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi
kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar dalam terjadinya
kontraksi kandung dan saluran empedu setelah makan. Ketika dirangsang,
kandung empedu mengeluarkan 50-70% isinya dalam waktu 60-90 menit. 5
Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
koledokus dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Relaksasi terjadi bila
terdapat peningkatan CCK, yang menyebabkan berkurangnya amplitude
kontraksi fasik dan mengurangi tekanan basal, sehingga terjadi
peningkatan aliran empedu ke duodenum. 5
15
Gambar 2. 4 Fisiologi sekresi cairan empedu ke duodenum1
16
VOLUME. Cardiac output = Stroke Volume x Frekuensi (1 menit) Aliran
darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 –1800 cc/ menit Darah
yang mengalir di dlm a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75%
dari seluruh aliran darah ke hati Tekanan darah v.porta ± 10 mmHg.
Tekanan darah a.hepatica = tekanan darah arteri sistemik Tekanan
darah sinusoid (kapiler-kapiler, endotel mudah ditembus oleh sel
dengan molekul besar) ± 8,5 mmHg sedangkan v.hepatica 6,5
mmHg Tekanan darah vena cava inferior di level diafragma ± 5
mmHg O2yg terkandung di dlm v.porta lebih tinggi dari O2di dalam vena-
vena biasa Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh antibodi mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal Aliran darah berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock Hepar merupakan organ penting
untuk mempertahankan aliran darah.METABOLISME BILIRUBINBilirubin
adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari katabolisme protein
heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25%
berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya
seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme
bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. Langkah oksidase
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari hemedengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air
kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang
terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi
yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan
albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan
ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat
nontoksik.
17
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma
hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel.
Kemudianbilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan
dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan
sitotoksik lainnya.
18
Gambar 2. 5 Metabolisme bilirubin
2.6 Epidemiologi
Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen
atau batu bilirubin (terdiri atas kalsium bilirubinat), dan batu campuran. Di
negara barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka
kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya, ini negara Asia
Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol.
Sementara ini, di dapatkan kesan bahwa meskipun batu kolesterol di
Indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi
dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara Barat. 1
19
Di negara Barat, batu empedu banyak ditemukan mulai pada usia
muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun.
Pada usia diatas 60 tahun, insidens batu saluran empedu meningkat.
Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah lelaki. 1
a. Jenis Kelamin
b. Usia
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga menguras
garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung
empedu.
d. Makanan
20
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Batu Kolesterol
21
sampi hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini
sering bersatu membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat
besar dapat ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen hitam
terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan
keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa
didahului infeksi.1
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri
atas kolesterol (mengandung 20-50%), pigmen empedu, dan berbagai
garam kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada
penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua.
Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang
sama dengan batu kolesterol. Biasanya berganda dan sedikit mengandung
kalsium sehingga bersifat radioopaque.11
2.9 Patogenesis
22
cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol,
dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin.
Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.
2) Nukleasi atau pembentukan inti batu dan kristalisasi
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari
larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen
parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
3) Berkurangngnya motilitas kandung empedu
Pasien yang memiliki presentasi tinggi terkena batu empedu
menunjukan abnormalitas pengosongan kandung empedu. Suatu
studi menunjukkan pada batu empedu terjadi peningkatan volume
kandung empedu selama puasa dan juga setelah makan (volume
residu), dan karena stimulasi kandung empedu tersebut maka terjadi
penurunan pengosongan empedu tersebut. Selain itu, kelainan
pengosongan kandung empedu dapat juga terjadi karena
berkurangnya sekresi kolesistokinin (CCK) yang dibebaskan sehingga
mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas yang dihasilkan,
menyebabkan stimulus kontraksi kandung empedu melemah
4) Perubahan absorbsi dan sekresi kandung empedu.
23
Gambar 2. 8 Skema segitiga Small; perbandingan kolestrol, lesithin, dan
garam empedu dalam hal kelarutan1
24
Gambar 2. 9 Patogenesis Kolelitiasis di Kandung Empedu12
25
2.10 Diagnosa
Anamnesis
26
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium
dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan
menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin
berwarna gelap yang hilang timbul. Pruritus ditemukan pada ikterus
obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah
tungkai daripada di badan. 1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
27
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-
oksalat transaminase) dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum
glutamat-piruvat transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam
konstelasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum
sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali
normal atau kadang-kadang cukup tinggi tetapi sepintas) bisa timbul
bersamaan dengan penyakit saluran empedu, terutama obstruksi saluran
empedu. 1
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel
saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum
meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang
sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. 1
2. Pemeriksaan Radiologis
28
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1
29
Batu kandung empedu non opaque misalnya batu kolesterol yang
besar tidak dapat terdiagnosa dengan sinar x biasa maka akan
membutuhkan zat kontras di dalam pemeriksaan dengan cara di minum di
sore hari sebelum pemeriksaan. Pasien tetap melakukan diet bebas lemak
sampai dilakukan pemeriksaan sinar x kira-kira 16 jam kemudian setelah
minum kontras. Pada tingkat ini kandung empedu biasanya terisi dengan
baik dengan zat kontras. Pada pemeriksaan ini akan menimbulkan
bayangan filling defect yang radiolusen.15
5. CT-Scan
30
Gambar 2. 8 CT – Scan pada abdomen kuadran atas terhadap pasien
dengan kanker pada distal CBD
Kanker mengobstruksi CBD dan duktus pankreatikus. 1. Vena porta.
2. Duktus intrahepatik yang berdilatasi. 3. Dilatasi duktus sistikus dan
leher kandung empedu. 4. Dilatasi duktus hepatikus komunis. 5. Bifurkasi
aarteri hepatic komunis ke dalam arteri gastroduodenal dan. 6. Dilatasi
duktus pankreatikus. 7. Vena spllenikus9
31
Gambar 2. 9 Diagram skematik PTC dan drainase untuk obstruksi
proksimal kolangiokarsinoma
A. Dilatasi duktus bilier intrahepatik dimasuki oleh jarum secara
perkutan. B. Kawat kecil dimasukkan melalui jarum ke duktus. C. Kateter
yang masukkan bersama kawat, kawat lalu dilepaskan. Kolangiogram
dilakukan melalui kateter. D. kateter drainaase eksternal dipasang. E.
kawat panjang dipasang melalui kateter dan melewati tumor ke
duodenum. F. sten internal dipasang9
32
sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosa batu saluran
empedu.9
Studi terkini MRCP menujukan nilai sensitifitas antara 91% sampai
100%, nilai spesifitas antara 92% sampai 100% dan nilai prediktif positif
antara 93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu
saluran empedu. Nilai diagnosis MRCP yang tinggi mengakibatkan teknik
ini sering dikerjakan untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu
khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil mengandung batu. 9
MRCP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang
berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras dan radiasi. 9
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan
merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada
operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana diagnostik dan
terapi yang sama. 9
33
Gambar 2. 10 Gambaran MRCP
menunjukkan penebalan pada duktus bilier ekstrahepatik (garis) dan
duktus pankreatikus (garis berkepala). 9
34
Gambar 2. 11 Gambaran ERCP
endoskop masuk ke duodenum dan kateter pada duktus koledokus
2.11 Komplikasi
a. Kolesistitis Akut
35
minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda
radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai
berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada.
Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi
menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu pernah
menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak pernah
merasa ada keluhan. 1
b. Kolesistitis Kronik
c. Kolangitis Akut
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu
karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis
kolangitis akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen
kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang didapatkan pad 50% kasus.
Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang disertai hipotensi,
oliguria, dan gangguan kesadaran.7
36
d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu
Pankreatitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu baru akan terjadi
bila ada obtruksi transien atau persisten di papilla Vater oleh sebuah batu.
Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau
menambah beratnya pankreatitis.7
37
Gambar 2. 12 Gambaran Komplikasi pada Batu Empedu dan Saluran
Empedu1
2.12 Tatalaksana
Tindakan Operatif
Indikasi pembedahan1,6
Kolelitiasis asimtomatik
Kolelitiasis simtomatik
38
1) Kolesistektomi
a) Kolesistektomi terbuka
b) Kolesistektomi laparaskopi
39
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut
serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Dengan menggunakan teknik laparoskopi, kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
Komplikasi kolesistektomi
40
Proses pemulihan biasanya berlangsung selama 1 sampai 3 hari di
rumah sakit dan pasien dapat beraktivitas normal kembali setelah 1 minggu.
Apabila ada peradangan yang parah, luka atau infeksi kandung empedu,
key-hole surgery mungkin tidak dapat dilakukan sehingga perlu dilakukan
operasi terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi 5-6 inchi
pada sisi kanan abdomen dan kantong empedu dapat dibuang. Proses
pemulihannya lebih panjang dibandingkan metode key-hole karena rasa
sakit akibat insisi. Operasi terbuka dilakukan pada 5-8% operasi
kolesistektomi. 18
2) Kolesistostomi
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi
41
1 2 3
4
5
Tindakan Non-Operatif
42
2) Terapi Disolusi Kontak
a) Kriteria Munich :
43
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Batu radiolusen
b) Kriteria Dublin :
- Batu radiolusen
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif
namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang
dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier,
pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan
atropi kandung empedu. 19
44
Gambar 2. 16 extracorporeal shock wave lithotripsy19
3) Dietik
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
45
BAB III
ANALISIS KASUS
46
pasien ini. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
47
DAFTAR PUSTAKA
4. Snell, RS. 2002. Anatomi Klinik. Bag. 1. Edisi 3. Jakarta: Penerbit EGC.
265–6.
5. Guyton, AC, Hall, JE. 1997. Sistem Saluran Empedu. Dalam: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC. 1028-32.
10. Devid,C., Sabiston, Jr. 1994. Sistem Empedu. Sars MG, L John
Cameron, Dalam: Buku Ajar Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC. 121
11. Price, SA, Wilson, LM. 1995. Kolelitiasis dan Kolesistisis. Dalam :
Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta :
EGC. 502-3
48
Principles of Surgery. 8 th.Ed. New York: McGraw-Hill.p.578-598
49