Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi KLB...................................................................................................................5

2.2 Kriteria Kerja KLB..........................................................................................................8

2.3 Pengamatan KLB.............................................................................................................9

2.4 Penyelidikan KLB............................................................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................20

3.2 Saran..............................................................................................................................21

Daftar Pustaka

BAB I
1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB)
penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya
peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-
langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih
cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan.
Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki
pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan
kinerja para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga
mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan
penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi
tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya
buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi
berupaya menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu
penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan kesehatan
tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu
penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan
dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua
penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan
makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan
KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang
dilakukan secara teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan,
analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan
adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua
kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat
2
mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan
penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan
ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut
dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan
cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat
menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi
suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).
Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta PP No. 40
tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur agar setiap wabah
penyakit menular atau situasi yang dapat mengarah ke wabah penyakit menular (kejadian
luar biasa – KLB) harus ditangani secara dini. Sebagai acuan pelaksanaan teknis telah
diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Dalam pasal 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 disebutkan bahwa
upaya penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) jam
terhitung sejak terjadinya KLB. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan Pangan
sebagai pedoman bagi pelaksana baik di pusat maupun di daerah. Diperlukan program yang
terarah dan sistematis, yang mengatur secara jelas peran dan tanggung jawab di semua
tingkat administrasi, baik di daerah maupun di tingkat nasional dalam penanggulangan KLB
di lapangan, sehingga dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
2. Bagaimana kriteria kerja Kejadian Luar Biasa (KLB)?
3. Bagaimana pengamatan Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
4. Bagaimana penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi kejadian luar biasa.
2. Untuk mengetahui kriteria kerja kejadian luar biasa.
3
3. Untuk mengetahui pengamatan kejadian luar biasa.
4. Untuk mengetahui penyelidikan kejadian luar biasa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi kejadian luar biasa (KLB)


4
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia
untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus
dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga
menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka
mengantisipasi wabah secarad ini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai
pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah
penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga
seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah mengembangkan suatu system
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia kepusat EWORS secara
cepat (BadanLitbangkes, Depkes RI). Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen
A., 2003).
Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line
condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan
secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun
wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai
5
peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu
area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB
biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks),
keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi
KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).
Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia dicantumkan
Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit potensial wabah :
1. Kholera
2. Pertusis
3. Pes
4. Rabies
5. Demam Kuning
6. Malaria
7. Demam Bolak-balik
8. Influenza
9. Tifus Bercak wabah
10. Hepatitis
11. DBD
12. Tifus perut
13. Campak
14. Meningitis
15. Polio
16. Ensefalitis
17. Difteri
18. Antraks
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah
tertentu.

Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

6
 Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi.

 Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah
penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat
tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan
bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan
dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.

 Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk
menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi
dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.

 Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi
dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.

Dari pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KLB atau wabah
adalah terjadinya peningkatan jumlah masalah kesehatan di masyarakat (terutama penyakit)
yang menimpa pada kelompok masyarakat tertentu, di daerah tertentu, dan dalam periode
waktu tertentu.

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010
adalah :

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam


jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.

4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan duakali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
7
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.

6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

2.2 Kriteria Kerja Kejadian Luar Biasa (KLB)


Kriteria kerja KLB telah diatur dalam Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB,
yakni sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama kurun waktu


berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

3. Peningkatan kejadian atau kematian ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya.

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan ≥ 2 kali bila dibandingkan
dengan angka rata-rata perbulan tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan ≥ 2 kali dibandingkan
angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.

6. CFR suatu penyakit dalam tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih di banding CFR
periode sebelumnya.

7. Proposional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan ≥ 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.

8
8. Beberapa penyakit khusus: Kolera, DHF/DSS daerah endemis (setiap peningkatan kasus
dari periode sebelumnya) dan terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode
4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut.

9. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita: keracunan makanan, pestisida,
tetanus, gizi buruk, dipteri.

(Umaroh, 2015).

2.3 Pengamatan KLB

Pengamatan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara teratur, teliti, terus menerus untuk
mengetahui penyakit baik pada penderita maupun pada suspect KLB.

Kegiatan yang dilakukan pada pengamatan KLB :

1. Pencatatan / Pengumpulan Data


a) Mengetahui sumber data
 Tingkat puskesmas : - Register rawat jalan
- Buku catatan lain

- W1*

- W2*

 Dati II* : - W2 puskesmas


- W2 rumah sakit

- W1 puskesmas

- Catatan lain

 Dati I* : - Laporan bulanan Dati II


- Laporan W1

- Catatan lain

*Keterangan : - Dati I : Provinsi

9
- Dati II : Kabupaten/kota
- Dati III : Kecamatan
- Laporan W1 : Laporan yang harus dilakukan puskesmas dan dikirimkan ke dinas
kesehatan tingkat II dalam waktu 24 jam setelah keadaan wabah tersebut
diketahui
- Laporan W2 : Laporan rutin mingguan yang harus dilakukan oleh puskesmas baik pada
keadaan tidak ada wabah dan apalagi pada keadaan wabah

b) Memilih jenis data yang dikumpulkan


 Data kesakitan dan kematian diare
 Data kesakitan dan kematian campak
 Data kesakitan dan kematian DBD
 Data kesakitan dan kematian tetanus neonatorum
 Data kunjungan posyandu
 Data imunisasi
 Data pengguna air bersih

c) Memilih variabel data


 Nama individu
 Umur / tanggal lahir
 Jenis kelamin
 Pekerjaan
 Alamat
 Tanggal kejadian / tanggal mulai sakit
 Status imunisasi
 Periode waktu

d) Variabel epidemiologi deskriptif :


1. Waktu
 Kejadian penyakit menurut waktu tertentu yaitu tanggal, jam, hari, minggu,
bulan dan tahun
 Tujuan mengetahui waktu adalah untuk dapat memperkirakan sumber

10
penyakit dengan melihat masa inkubasi penyakit, perkiraan terjadinya,
Kejadian Luar Biasa, melihat penurunan kasus
2. Orang
 Variabel dapat diartikan dengan ciri ciri yang dibawa sejak lahir, setelah
lahir, kegiatan
 Ciri sejak lahir adalah jenis kelamin, umur, ras, status kehamilan yang di
dapat dari ibu.
 Ciri setelah lahir adalah status kekebalan tubuh, status imunisasi
 Ciri kegiatan adalah pekerjaan, permainan yang digemari, agama, adat
istiadat
 Ciri ciri tersebut akan menentukan apakah seseorang berada pada risiko
tinggu untuk terkena suatu penyakit.
3. Tempat
 Tempat adalah wilayah geografis yang dapat dikategorikan menurut
luasmaupun tinggi lokasi
 Diartikan juga dengan alamat, kota, negara, wilayah, dan sebagainya
 Secara epidemiologis dikategorikan perkotaan, pedesaan, pemukiman-
bukan pemukiman, institusi-non institusi dan sebagainya
 Tempat merupakan faktor penting timbulnya penyakit pada orang-orang
yang berada di tempat tersebut

2. Pemantauan
 Berdasarkan pengolahan, analisa/interpretasi analisa berdasar epidemiologi
diskriptif waktu, tempat, orang memenuhi kriteria kerja KLB
 Grafik max-min
 Hilangkan kasus KLB sehingga gambar tidak ekstrim
 Harus berdasar akal sehat (common sense)
 Belum tentu kenaikan yang bermakna merupakan KLB
 Sebaliknya suatu kenaikan kecil sekalipun dapat merupakan KLB
 Kriteria tersebut akan berubah sesuai dengan kemajuan program kesehatan
yang dicapai

11
 Pemantauan tingkat puskesmas dilakukan setiap hari
 Pemantauan Dati II / Dati I dilakukan bulanan / grafik max-min

3. Pelaporan
a. Masyarakat ----> Puskesmas
 Isi laporan : - Penderita/tersangka
- Waktu kejadian

- Tanda gejala

- Tempat kejadian

 Pembuatan / penyampaian laporan : 24 jam


 Sarana : bebas
 Pembuat : - perorangan
- pamong

- polisi

- DPS, BPS

b. Puskesmas ----> Dati II


 Nama laporan : W1 (bila ada KLB)
 Isi laporan : - Tempat KLB
- Jumlah P/M

- Tanda / gejala

- Tempat

 Penyampaian : 24 jam
 Pembuat : Kepala puskesmas
 Nama laporan : W2
 Isi laporan : P/M penyakit tertentu
 Sarana : W2

12
 Waktu : Mingguan
 Pembuat : Kepala puskesmas

 Tindakan – tindakan yang dilakukan pasca bencana terkait dengan epidemiologi :


1. Surveilens penyakit pasca bencana
Surveilens harus dilakukan pada penyakit – penyakit :
a. Penyakit yang khas akibat adanya bencana (pengalaman bencana meningkatkan
jumlah kasus : diare, ISPA, campak, dan tetanus)
b. Penyakit – penyakit yang sebelum bencana bersifat indemis, karena dengan terjadinya
bencana dimungkinkan akan menjadi factor resiko terjadinya KLB penyakit yang
bersangkutan

2. Surveilens berbasis kesehatan lingkungan


 Tujuan :
a. Mengidentifikasi kerusakan – kerusakan fasilitas kesehatan lingkungan yang ada di
masyarakat
b. Menganalisis kemungkinan – kemungkinan kejadia penyakit yang akan muncul yang
diakibatkan rusaknya fasilitas lingkungan
c. Menentukan tindakan yang cepat dan tepat untuk intervensi lingkungan dakam rangka
penanggulangan terjadinya penyakit yang mengikuti akibat terjadinya bencana
 Tindakan konkrit upaya – upaya berbasis lingkungan pasca bencana :
a. Penyediaan tempat tinggal / penampungan sementara bagi masyarakat yang
membutuhkan, terutama pada masa tanggap darurat
b. Menyediakan fasilitas -fasilitas sarana sanitasi,antara lain :
- Sarana air bersih
- Sarana pembuangan tinja dan air limbah
- Sarana pembuangan sampah
c. Monitoring dan pengendalian perkembangbiakan vector penyakit

3. Upaya- upaya menanggulangi terjadinya masalah gizi akibat bencana


a. Menyediakan kebutuhan – kebutuhan pokok (makanan) terutama pada masa tanggap
darurat
b. Menyediakan makanan pendamping ASI untuk bayi, dan balita
c. Menyediakan susu formula
d. Meningkatkan upaya surveilens gizi buruk di masyarakat

4. Upaya – upaya rehabilitasi medik


Rehabilitasi medik ditujukan pada kasus – kasus :
a. Trauma fisik
b. Trauma mental (gangguan jiwa pasca bencana)

13
2.4 Penyelidikan KLB
Prinsip dasar penyelidikan wabah umumnya sama, pada penyakit menular dan tidak
menular, (khusus untuk penyakit menular ada beberapa terminologi yang harus dipahami,
yaitu: karier, kontak, masa penularan, menular, infeksi masa inkubasi, subklinis, isolasi,
karantina transmisi, reservoir, sumber penularan, vektor, konvalesent, zoonosis, dan
sebagainya) (Noor, 2008).
Sebelum melakukan penyelidikan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menentukan tujuan penyelidikan KLB. Menurut Weraman (2010), tujuan utama dari suatu
penyelidikan KLB adalah untuk mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya
KLB di masa yang akan datang (pengendalian), sedangkan tujuan khususnya dengan
memastikan diagnosis penyakit, menetapkan KLB, dan menentukan sumber dan cara
penularan.
Menurut Noor (2008), terdapat 3 langkah dalam penyelidikan KLB, antara lain:
1. Garis Besar Pelacakan Wabah / Kejadian Luar Biasa
Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai
kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di
lapangan/tempat kejadian, yang diikuti dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman
penelitian merupakan landasan dari keberhasilan pelacakan. Menurut Weraman (2010),
pertimbangan penetapan pelacakannya selain didasarkan pada perolehan informasi yang
akurat juga harus mempertimbangkan hal-hal lain seperti sumber daya yang ada (dana,
sarana, dan tenaga), luas wilayah KLB, asal sumber KLB, dan sifat penyakit.
Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan KLB, diperlukan langkah-langkah
yang merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh
investigator (pelacak) dalam menjawab pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan
pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah sangat tergantung tim pelacak,
namun prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus
mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan KLB, diperlukan sekurang -
kurangnya empat kegiatan awal yan bersifat dasar dari pelacakan.

14
a. Penentuan / penegakan diagnosis
Penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
kepentingan diagnosis. Laporan awal yang diperoleh harus diamati secara tuntas
apakah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya
yaitu kasus pasti: ada kepastian pemeriksaan laboratorium serologi, bakteriologi,
virologi atau parasitologi atau tanpa gejala klinis. Kasus mungkin: tanda/gejala
sesuai dengan penyakitnya tanpa dukungan laboratorium. Kasus tersangka:
tanda/gejala sesuai dengan penyakitnya tetapi pemeriksaan laboratorium negatif)
(Lapau, 2011). Seperti contohnya wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD),
harus jelas diagnosis secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa
gejala DBD dapat didiagnosis secara tidak tepat, disamping itu, pemeriksaan
laboratorium terkadang tidak cukup hanya satu kali.
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditetapkan kapan seseorang dapat
dinyatakan sebagai kasus. Hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah
yang sedang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis
saja atau dengan pemeriksaan laboratorium saja atau keduanya. Misalnya wabah
diare, bila kita mengarah pada masalah diare secara umum maka diagnosisnya hanya
dengan gejala klinis saja. Tetapi bial masalah ini diarahkan khusus untuk cholera
Eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan disamping gejala klinis
dan analisis epidemiologi.
Weraman (2010) mengemukakan cara diagnosis penyakit pada KLB adalah
dengan mencocokkan gejala atau tanda penyakit yang terjadi pada individu. Pada
tahap ini paling tidak dapat dibuat distribusi frekuensi gejala klinis. Cara
penghitungan distribusi frekuensi dari tanda dan gejala yang ada pada kasus antara
lain:
1) Membuat daftar gejala yang ada pada kasus

2) Menghitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut

3) Menyusun urutan menurut frekuensinya.

15
Selanjutnya melakukan uji hipotesis dengan menyelaraskan pola klinis,
laboratoris, dan pola epidemiologis dari kasus yang ditemukan dengan pengetahuan
tentang penyakit tersebut.

b. Penentuan adanya wabah


Langkah ini adalah saat tindakan deskriptif mulai berperan. Sebelumnya
harus dipastikan dulu bahwa memang benar terjadi epidemik (Magnus, 2010).
Penentuan adanya wabah dapat dilakukan dengan melakukan usaha perbandingan
keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi,
artinya apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih banyak dari sebelumnya, atau
jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.
Selain itu perbandingan periode waktu yang terdekat serta periode tahun
sebelumnya untuk mengidentifikasi pola penyakit perlu dilakukan. Contohnya, jika
seseorang melihat jumlah kasus saat musim panas, pada umumnya kasus campak
lebih banyak terjadi daripada di musim lainnya. Di samping itu, juga dapat
memeriksa rate yang disesuaikan menurut usia, jenis kelamin, dan ras untuk melihat
apakah ada perbedaan subpopulasi yang mengalami penyakit dan rate yang
disesuaikan dapat menunjukkan penjelasan alternatif wabah yang memang terjadi
(Magnus, 2010).
c. Uraian keadaan wabah
Uraian keadaan wabah dapat diuraikan berdasarkan tiga unsur utama, yakni
waktu, tempat, dan orang. Sebelumnya membuat kurva epidemi terlebih dahulu
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala
penyakit. Di samping itu, menggambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan
penyebaran kasus menurut tempat/secara geografis (spot map epidemi). Selanjutnya
melakukan perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit
pada populasi dengan risiko seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan
terhadap faktor tertentu (misalnya makanan, minuman atau faktor penyebab lainnya)
serta berbagai sifat orang yang berguna dalam analisis.
3. Analisis Lanjutan

16
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah,
selanjutnya ada beberapa pokok yang perlu diperhatikan pada tindak lanjut tersebut,
yaitu:
a. Usaha penemuan kasus tambahan
1) Pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek umum setempat untuk mencari
kemungkinan penderita penyakit yang diteliti dan belum termasuk dalam laporan.
2) Pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap orang-orang yang tanpa
gejala atau gejala ringan/tidak spesifik, tetapi memiliki potensi menderita atau
melakukan kontak dengan penderita, misalnya penyakit hepatitis.
b. Analisis lanjutan
Dilakukan dengan menambahkan informasi yang didapatkan dan laporan hasil
interpretasi tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah kesimpulan hasil analisis
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua
fakta yang telah ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum
dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai
dengan keadaan wabah yang terjadi. Tindakan pemadaman wabah harus disertai
dengan berbagai kegiatan tindak lanjut (follow up) sampai keadaan normal kembali.
Biasanyma kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2
kali masa tunas penyakit yang mewabah. Pada beberapa penyakit yang mempunyai
potensi menimbulkan KLB susulan, perlu disusun suatu program dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok risiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang
kemudian dikirim kepada semua instansi terkait.

Menurut Hasmi (2011), langkah - langkah yang dapat dilakukan untuk


penyelidikan wabah atau KLB antara lain:

1. Menetapkan diagnosis

17
Melakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium untuk memastikan diagnosa.
Selalu mempertimbangkan apakah laporan permulaan benar dan diperlukan
penetapan kriteria untuk menentukan seseorang kasus.

2. Menetapkan adanya suatu wabah

Menunjukkan adanya kelebihan suatu kasus pada waktu ini dibandingkan


dengan waktu - waktu sebelumnya.

3. Menguraikan wabah dalam hubungannya dengan orang, waktu, tempat Membuat


kurva epidemik, membuat spot map dan tabulasi penyebaran kasus menurut
sifat orang, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain - lain.

4. Merumuskan dan menguji hipotesa terjadinya wabah. Menunjukkan bentuk


wabah, apakah dari orang ke orang atau berasal dari satu sumber. Berdasarkan
pengetahuan yang didapat, kemudian menentukan siapa yang mempunyai
risiko tertinggi untuk mendapatkan serangan penyakit. Mempertimbangkan
kemungkinan - kemungkinan sumber - sumber dari mana penyakit berasal.
Membandingkan kasus - kasus dan penduduk lainnya yang tidak terserang
(kontrol) dari segi pemaparan terhadap sumber yang tersangka. Melakukan
uji statistik untuk menentukan sumber penularan yang mungkin. Bila
memungkinkan mengusahakan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
hasil penyelidikan epidemiologi.

5. Mencari kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan
membuat uraian deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan
sebelumnya.

6. Menganalisis data.

7. Menentukan apakah fakta - fakta yang telah dikumpulkan mendukung hipotesa


terjadinya wabah.

8. Membuat laporan penyelidikan wabah yang memuat pembahasan mengenai


faktor - faktor yang menyebabkan wabah, penilaian terhadap usaha - usaha

18
pemberantasan yang telah dilakukan dan rekomendasi - rekomendasi untuk
pencegahan di waktu mendatang.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia
untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.

Kejadian luar biasa adalah peningkatan frekuensi penyakit sehingga jumlah penderita
melampaui keadaan normal yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu dan tempat tertentu.
Terdapat 9 kriteria kerja kejadian luar biasa menurut Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu ;
Toksin, infeksi, toksin biologis, dan toksin kimia. Sedangkan berdasarkan sumbernya yaitu ;
Sumber dari manusia, kegiatan manusia, binatang, serangga, udara, permukaan benda,
makanan dan minuman. Ada 18 penyakit yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa
yaitu ; kolera, pes, demam kuning, demam bolak - balik, tifus, demam berdarah dengue,
campak, polio, difteri, pertusis, rabies, malaria, influenza, hepatitis, tifus perut, meningitis,
ensefalitis, antraks. Faktor yang memengaruhi kejadian luar biasa adalah Herd Imunity yang
rendah, patogenesis, dan lingkungan yang buruk. Langkah dalam penanggulangan kejadian
luar biasa dapat dilakukan dengan kajian epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini,
peningkatan kewaspadan dan kesiapsiagaan, dan tindakan penanggulangan dengan cepat dan
tepat. Adapun langkah dalam penyelidikan kejadian luar biasa yaitu ; menetapkan diagnosis,
menetapkan suatu wabah, menguraikan wabah dalam hubungannya dengan waktu dan
tempat, merumuskan dan menghipotesa terjadinya wabah, mencari kemungkinan adanya
kasus - kasus lain yang belum diketahui dan membuat uraian deskriptif bagi mereka seperti
yang sudah dilakukan sebelumnya, menganalisis data, menentukan faktor - faktor yang
mendukung, serta membuat laporan penyelidikan wabah.

20
3.2 Saran

Penyusun mengetahui bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu saran dan kritik sangat kami harapkan. Agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan
bisa menjadi pembelajaran untuk kami di kemudian hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

Hasmi. 2011. Dasar - dasar Epidemiologi. Jakarta: Trans Info Media.

Heukelbach, Jorg. et al. 2016. “Zika Virus Outbreak in Brazil”. JIDC (The Journal of Infection in
Developing Countries), Vol. 10(2):116-120.

Kristina. 2014. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).

http://www.diskes.baliprov.go.id/id/SISTEM-KEWASPADAAN-DINI-KEJADIAN-LUAR-
BIASA--SKD-KLB-, diakses 13 November 2016.

Lapuu, B. 2011. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lednicky, John.et al. 2016. “Zika Virus Out breakin Haitiin 2014: Molecular and Clinical Data”.
PLOS Neglected Tropical Diseases. DOI:10.1371/journal.pntd.0004687.

Magnus, M. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: EGC.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Rajab, W. 2008. Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sinaga, N, Siti. 2015. “Kebijakan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia”.


Jurnal Ilmiah “Research Sains”. Vol 1: 1.

Sulistyaningsih, 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

22
Umaroh, A.K., Badar, K., Dwi, A. 2015. “Kejadian Luar Biasa (KLB) BDB Berdasarkan Time,
Place, Person di Puskesmas Boyolali (2011-2013)”. University Research Colloquinum.
ISSN 2407-9189. Semarang: Kesehatan Masyarakat FIK UMS.

Weraman, P. 2010. Dasar Surveilans Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Gramedia Publishing.

23

Anda mungkin juga menyukai