Anda di halaman 1dari 7

Skenario Presentasi

1. LatarBelakang
1. Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans : merupakan salah satu tanaman yang banyak
dimanfaatkan di Indonesia secara tradisional meliputi sbg penambah nafsu makan,
penghilang nyeri (Wahyuni et al 2013). Dalam penelitian sukari et al, yang menyatakan
bahwa kandungan utama dalam zingiber amaricans adalah zerumbon. Senyawa ini
memiliki aktivitas antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan menurut singh et al 2014
dan wahyuni et al 2013. Untuk mendapatkan senyawa2 penting tersebut tentu saja perlu
suatu prosedur efektif untuk memisahkan zat aktif dengan simplisianya, yaitu dengan
ekstraksi
2. Ekstraksi merupakan metode untuk memisahkan zat aktif dengan simplisia berdasarkan
metode dan pelarut tertentu biasanya tergantung target senyawa. Ada beberapa metode
ekstraksi seperti sokletasi, perkolasi, dan yang biasa digunakan dalam penelitian2
karena dianggap lebih efektif adalah maserasi.
3. Menurut vongsak et al dalam penelitiannya yang berjudul maximizing total phenolics,
total flavonoids content and antioxidant activity of Moringa Oleifera leaf extract by the
appropriate extraction method, hasil dari total senyawa fenolik dan flavonoid pd
ekstrak lebih tinggi pada metode maserasi disbanding metode lain seperti perkolasi dan
sokletasi. Maserasi terbagi menjadi dua, tunggal dan bertingkat. Bedanya pada
bertingkat dengan pelarut 2 atau lebih, dan menurut NN 2015 kemurniannya lebih
tinggi karena pelarut yg digunakan juga berbeda polaritasnya. Terdapat faktor yang
mempengaruhi hasil dari maserasi itu sendiri seperti suhu, durasi, pelarut, dan yang tak
kalah penting adalah kecepatan agitasi.
4. Kecepatan agitasi atau yang sering dikenal sebagai kecepatan pengadukan dapat
mempengaruhi proses maserasi dengan pengadukan melalui peningkatan kontak antar
partikel pelarut dengan simplisia, selain itu juga menurut Sarkosh et al 2012 dapat
meningkatkan intensitas tumbukan antar partikelnya, hal itu akan berpengaruh pada
efektifitas ekstraksi yang berkaitan dengan rendemen ekstrak
5. Rendemen sendiri merupakan suatu output dari proses ekstraksi. Maserasi dikatakan
berhasil apabila rendemen yang dihasilkan pada ekstraknya tinggi. Rendemen
merupakan perbandingan antara bobot akhir ekstrak dengan bobot awal simplisia
dikalikan 100%
2. Rumusan masalah
- Bagaimana pengaruh perbedaan kecepatan agitasi terhadap besaran rendemen ekstrak
heksana, etil asetat, dan etanol lempuyang emprit?
- Apakah ekstrak heksana, etil asetat, dan etanol lempuyang emprit memiliki aktivitas
penangkapan radikal bebas?
3. Tujuan dari adanya rumusan masalah tersebut adalah untuk
- Mengidentifikasi pengaruh perbedaan kecepatan agitasi terhadap rendemen ekstrak
heksana, etil asetat, dan etanol lempuyang emprit
- Mengetahui aktivitas penangkapan radikal bebas ekstrak heksana, etil asetat, dan etanol
lempuyang emprit
4. Landasan teori dilakukannya penelitian ini
- Dari jurnal machado et al 2013 yang membandingkan beberapa parameter diantaranya
kecepatan agitasi 300 rpm dan 600 rpm pada proses maserasi daun copaifera langdorsfi,
hasilnya menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada hasil maserasi tersebut
- Metz and ganoor 2001, menyatakan bahwa disolusi kaolinit meningkat pada 800 rpm
dan turun pada 1000 rpm
- Singh et al 2014 pada uji antioksidan minyak atsiri lempuyang gajah dengan pelarut
etanol, methanol, isopropranolol menunjukkan adanya aktivitas penangkapan radikal
bebas
5. Sehingga didapatkan hipotesis dari penelitian tersebut adalah
- Kecepatan agitasi 800 rpm menghasilkan rendemen tertinggi pada ekstrak heksana, etil
asetat, dan etanol lempuyang emprit
- Ekstrak etanol lempuyang emprit memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang
lebih tinggi dibandingkan ekstrak yang lain
6. - Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental untuk mengetahui pengaruh
perbedaan kecepatan agitasi terhadap rendemen ekstrak serta aktivitas penangkapan
radikal bebasnya
- Variable bebas dalam penelitian ini adalah kecepatan agitasi 300 rpm, 600 rpm, dan
800 rpm. Variable tergantungnya adalah rendemen ekstrak heksana, etil asetat, dan
etanol pada lempuyang emprit, serta aktivitas penangkapan radikal bebasnya.
Sedangkan variable terkendalinya adalah durasi maserasi yaitu 1 jam, suhu maserasi
pada suhu ruang, pelarut yang digunakan yaitu heksana, etil asetat, dan etanol, waktu
inkubasi dpph 45 menit.
- Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95%, untuk
melihat perbedaan perlakuan.
7. Untuk mencapai tujuan penelitian terdapat langkah penelitian yang meliputi
1. Determinasi tanaman, dilakukan di lab biologi UMS untuk memastikan baik secara
taksonomi dan morfologi bahwa tanaman yg digunakan benar merupakan lempuyang
emprit (zingiber amaricans)
2. - Proses preparasi simplisia, sebelum dikupas rimpang dibersihkan pada air mengalir
- Dilakukan pemotongan rimpang
- Hasil potongan tersebut ditimbang dan dicatat sebagai bobot basah simplisia
- Dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari ditutupi dengan kain hitam
- Rimpang kering dihaluskan hingga berbentuk serbuk kasar
- Dilakukan penimbangan dicatat sebagai bobot kering
3. Proses maserasi bertingkat dilakukan dengan perbandingan 1:7,5 atau 100 gram dalam
750 mL. dilakukan dengan 3 perbedaan kecepatan agitasi yaitu 300 rpm, 600 rpm, dan
800 rpm. Dilakukan 3x replikasi
- Ditimbang 100 gram serbuk kasar lempuyang emprit
- Dilakukan maserasi dengan pelarut heksana terlebih dahulu selama 1 jam pada suhu
ruang, setiap selesai maserasi 1 jam dilakukan filtrasi dengan Buchner hingga
didapatkan endapan dan filtrat.
- Filtrate hasil maserasi tersebut dicek dengan cara ditotolkan pada silica GF254 dan
diamati pada lampu UV254. Apabila hasil pengamatan bercak sudah tidak nampak
maka maserasi dapat dilanjutkan pada pelarut yang berbeda dengan urutan yaitu etil
asetat, lalu etanol
- Filtrat2 tersebut diuapkan pada rotary evaporator dengan suhu 50-60 derajat, dan
dipekatkan pada waterbath suhu 60 derajat hingga didapatkan ekstrak kental yaitu
ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, dan ekstrak etanol
- Hasil Buchner tadi yang berupa endapan dilakukan remaserasi kembali dengan pelarut
yang sama hingga didapatkan hasil pengecekan yang dapat dilanjutkan ke pelarut lain.
Disini maserasi pada heksan sebanyak 6x, etil asetat 4x, dan etanol 6x dalam setiap
satu replikasinya.
4. Sebelum dilakukan uji penangkapan radikal bebas dilakukan uji kelarutan terlebih
dahulu. Untuk uji penangkapan radikal bebas yang pertama
- Dibuat larutan stok ekstrak dengan cara menimbang sebanyak 12 mg sampel ad 10 ml
etanol p.a, dilakukan sonikasi selama 10 menit. dibuat pengenceran dengan konsentrasi
awal 1200 ppm, lalu 600 rpm, dan 200 ppm. Dimana skrining awalnya dilakukan
dengan konsentrasi 200 ppm
- Dilakukan pembuatan larutan stok dpph konsentrasi 0,8 mM dengan penimbangan 15,8
mg ad 50 mL etanol p.a
- Penentuan panjang gelombang maksimal dilakukan dengan mengambil stok dpph
sebanyak 500 mikro liter lalu di ad kan pada microtube 1,5 ml dengan etanol p.a
dilakukan pencarian lamda maks pada spektrofotometer
- Pembacaan absorbansi dan sampel dilakukan pada panjang gelombang maksimal
DPPH dengan cara sampel mengambil stok sampel sebanyak 500 mikro liter
ditambahkan 500 mikro liter etanol pa dan ditambahkan stok dpph yg berwarna ungu
sebanyak 500 mikro liter, diinkubasi selama 45 menit terhindar dari cahaya, larutan
akan berwarna kuning yang menandakan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas,
lalu dilakukan pembacaan pada spektro vis
- Analisis fitokimia dilakukan dengan metode KLT dimana dilakukan penimbangan
tiap2 ekstrak sebanyak 100 mg di larutkan pada etanol p.a 1 mL dan disonikasi 10
menit. Dilakukan penotolan pada silica GF254nm. Dielusi menggunakan fase gerak
heksana : etil asetat perbandingan 9:1. Kemudian bercak nya diamati pada sinar
tampak, UV254, dan UV366nm, dan dilakukan identifikasi senyawa spesifik dengan
pereaksi semprot yang dibandingkan dengan kontrol positif
5. Dosen penguji yang terhormat, hasil penelitian yang sudah saya dapatkan
- Yang pertama adalah hasil determinasi tanaman, yang menyebutkan spesies tanaman
yang digunakan yaitu zingiber zerumbet l.j.e smith yang merupakan sinonim dari
zingiber amaricans blume atau lempuyang emprit, sehingga tanaman yang digunakan
dari desa bakalan, jumapolo, karanganyar sudah sesuai taksonomi dan morfologinya.
- Proses preparasi simplisia, mengapa dilakukan pencucian simplisia sebelum dikupas
dengan air mengalir tujuannya untuk mencegah interaksi langsung antara simplisia
dengan air yang dikhawatirkan mengganggu kandungan senyawa pada lempuyang.
Pemotongan simplisia tidak boleh terlalu tipis agar tidak terjadi terlalu banyak
penguapan, yang bisa juga menyebabkan hilangnya kandungan senyawa dan juga tidak
terlalu tebal karena akan memperlama proses pengeringan dan mempersulit proses
penghalusan. Pengeringan sendiri bertujuan agar simplisia lebih awet disimpan dalam
waktu yang lama. Hasil dari pengeringan tersebut didapatkan penyusutan bobot
simplisia sebanyak 50% dari bobot basah yang awal nya sekitar 4 gram menjadi hanya
2 gram. Penghalusan disini bertujuan untuk memudahkan penetrasi antara simplisia
dengan pelarut menurut jurnal husni et al tahun 2018.
- Hasil maserasi bertingkat didapatkan 3 ekstrak yang secara visual berbeda warna dan
konsistensinya. Ekstrak heksana berwarna coklat tua cair, etil asetat coklat kemerahan
cair, dan etanol coklat kekuningan kental. Ekstrak tersebut dihitung rendemennya dan
bisa kita lihat bahwa rendemen tertinggi didapatkan pada esktrak HE (heksana) dengan
rata-ratanya 2,7% sedangkan etil asetat hanya memiliki rata-rata 0,62% yaitu 25% HE,
dan etanol hanya 1,76 % yaitu 60% HE. Mengapa demikian? Hal ini terkait dengan
senyawa utama lempuyang yaitu zerumbon, dimana menurut wahab et al 2008,
senyawa ini bersifat non polar. Sehingga akan banyak terlarut pada pelarut non polar
yaitu heksana. Jika dilihat dengan sudut kecepatan agitasi sendiri, baik pada HE, EA,
dan ET rendemen tertinggi terletak pada kecepatan agitasi 600 rpm. Akan tetapi pada
800 rpm cenderung mengalami penurunan kembali. Mekanisme kecepatan agitasi
mempengaruhi hasil maserasi sendiri dengan cara memperluas daerah kontak pelarut
dan simplisia, semakin tinggi kecepatan agitasi maka semakin tinggi rendemen yang
dihasilkan. Akan tetapi menurut dewi et al 2010 kecepatan agitasi memiliki batas
optimal dimana jika terlalu besar akan berpengaruh pada kontak simplisia dan pelarut
yang belum sempurna karena terlalu cepat. Dan jika terlalu kecil akan memperlama
proses ekstraksi khawatirnya menjadi tidak efektif (Syauqiah et al 2011) hal tersebut
bisa berpengaruh pada rendemen.
- Skrining penangkapan radikal bebas dilakukan dengan metode DPPH dimana metode
ini cenderung lebih cepat, sederhana, dan biaya terjangkau. Sebelum skrining
dilakukan uji kelarutan yang bertujuan untuk melihat kelarutan masing-masing ekstrak
karena syarat pembacaan spektro adalah jernih, tidak berkabut. Hasilnya heksan sudah
larut dalam 3 ml etanol pa, etil asetat dlm 1 ml, dan etanol dalam 4 ml. panjang
gelombang hasil pembacaan diperoleh 516 nm. pada konsentrasi 200 ppm, ketiga
ekstrak memiliki prb kecil dibawah 50%, akan tetapi ekstrak etanol memberikan hasil
PRB yang tertinggi dibandingkan ekstrak yang lain yaitu dengan rata2 33,96%
sedangkan pada heksana hanya 10,35%, dan EA hanya 27,72% walaupun hesana
memiliki rendemen yang lebih tinggi. Mengapa demikian? Etanol sendiri merupakan
suatu pelarut yang universal menurut aditama and sitepu, sehingga mampu melarutkan
banyak senyawa baik yg sifatnya polar, non polar, semi polar. Dari senyawa polar
sndiri seperti contohnya fenolat dan flavonoid, dalam penelitian2 telah disebutkan
bahwa berkontribusi besar pada penangkapan radikal bebas akibat gugus OH yang
dimiliki. Sedangkan pada pelarut heksana hanya dapat melarutkan senyawa non polar
yang dimungkinkan senyawa-senyawa yang terlarut tidak memiliki aktivitas
antioksidan kuat, begitu pula pada etil asetat dengan rendemen yang kecil yang hanya
dapat melarutkan senyawa antioksidan semi polar menurut sulmartiwi et al 2018.
Jika kita bandingkan dari kecepatan agitasi nya, baik pada HE maupun ET hasil prb
tertinggi diperoleh dari 600 rpm sejalan dengan rendemen yang tinggi. Namun pada
EA rendemen yang tinggi pd 600 rpm tdk menghasilkan prb tinggi, prb tinggi ea
didapatkan pada 800 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya semakin tinggi
rendemen, maka PRB pun tinggi. Akan tetapi menurut anggraeni et al tahun 2015
terdapat faktor yang menyebabkan hal itu tidak selalu terjadi, yaitu perbedaan senyawa
yang terlarut pada masing-masing ekstrak.
- Analisis fitokimia dilakukan dengan metode KLT, digunakan beberapa pereaksi
semprot untuk mengidentifikasi senyawa spesifik.
1. Pada sinar tampak, hasil elusi HE lebih jelas dibandingkan dengan EA maupun ET.
Pada HE bisa diamati terdapat hasil yang terbawa dengan fase geraknya. Hal ini
berkaitan dengan sistem KLT yaitu sistem normal fase diamnya silica GF yang
bersifat polar dengan fase geraknya non polar. Sehingga senyawa yang terbawa
tersebut mengindikasikan bahwa banyak senyawa non polar yang terlarut dalam
heksana, hal ini juga bisa dikaitkan pada senyawa utama lempuyang emprit yaitu
zerumbon yang mana sifatnya non polar sehingga rendemen HE juga tinggi. Pada
EA maupun ET sendiri tidak ada senyawa yang terbawa fase gerak dan cenderung
tertahan pada totolan awal yang artinya tertahan pada fase diam, senyawa yg
terlarut pada EA dan ET banyak yang bersifat polar. Berdasarkan kecepatan agitasi,
hasilnya tidak terlalu dominan akan tetapi jika diamati pada totolan awal pada
ketiga ekstrak 600 rpm dan 800 rpm memiliki intensitas lebih tinggi disbanding 300
rpm.
2. Pada UV 254 nm, bercak terlihat lebih jelas pada ketiga ekstrak. Pada HE terdapat
pemisahan 2 bercak yang menunjukkan adanya juga senyawa semi polar dan non
polar dengan intensitas yang tebal, sedangkan pada EA dan ET terjadi pemisahan
2 bercak juga namun intensitas nya tipis, dan bercak non polar sangat tipis pada ET
dan cenderung lebih tebal pada penotolan awal yang artinya merupakan senyawa
polar. Hal ini sejalan dengan pembahasan pada sinar tampak, perbedaan kecepatan
agitasi dapat kita lihat pada 600 dan 800 rpm walaupun tidak dominan juga, dari
hasil pemisahan lebih nampak yang 600 dan 800 rpm.
3. Pada UV 366 nm, terlihat bercak pada EA memiliki fluoresensi yang lebih kuat
dibandingkan ekstrak lain, terlihat fluoresensi bercak pemisahan pada HE dam EA
sementara pada ET tidak terlalu nampak. Bercak tersebut dimungkinkan sebuah
senyawa yang cenderung polar.
4. Pada penyemprotan dengan pereaksi FeCL3 diamati pada sinar tampak,
dibandingkan dengan kontrol positif asam galat untuk mendeteksi senyawa fenolik.
Baik heksana, etil asetat, maupun etanol tidak menunjukkan ada perubahan warna
abu2 biru artinya tidak ada kandungan fenol pada ekstrak hasil maserasi bertingkat.
Pengaruh dari perbedaan kecepatan agitasi terlihat jelas pada penotolan awal di 600
rpm dan 800 rpm EA dengan intensitas yang lebih tebal. Sedangkan pada HE dan
ET tidak terlalu nampak signifikan.
5. Pada deteksi senyawa flavonoid dengan pereaksi sitroborat dengan kontrol positif
quersetin yang berfluoresensi, diamati pada UV366nm. Pada HE tidak dihasilkan
perubahan warna kuning kehijauan, sedangkan pada EA dan ET terdapat perubahan
warna kuning kehijauan dengan intensitas cukup tinggi yang mengindikasikan
adanya kandungan senyawa flavonoid pada ekstrak tersebut. Pemisahan bercak
pada EA dan ET tidak jauh dari penotolan awal yang menunjukkan terdapat
flavonoid bersifat cenderung polar. Dari perbedaan kecepatan agitasi, 600 dan 800
rpm terlihat pada EA dan ET dimana bercak dan pemisahannya lebih terlihat. Jika
dikaitkan dengan PRB, hal ini sejalan karna EA dan ET memiliki Prb lebih tinggi
disbanding heksan, dimana flavonoid berkontribusi dalam hal tersebut.
6. Pada analisis senyawa alkaloid, dengan pereaksi dragendorf digunakan kontrol
positif piperin. Diamati pada sinar tampak. Perubahan warna oranye kecoklatan
menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Pada HE hasilnya lebih nampak ada 2
pemisahan bercak dengan intensitas bercak semi polar lebih nampak dibandingkan
yang non polar, sehingga menunjukkan alkaloid semi polar. Sedangkan pada EA
dan ET tidak ada bercak pemisahan dan cenderung tertahan pada bercak awal
artinya senyawa terlarut pada ET dan EA adalah alkaloid polar. Dari perbedaan
kecepatan, pada HE tidak kuat tetapi pada EA dan ET 600 dan 800 rpm hasil
bercaknya lebih tebal dari 300 rpm.
7. Pada terpenoid dibandingkan dengan kontrol positif mentol yang merupakan
senyawa golongan monoterpen, dianalisis dengan pereaksi anisaldehid h2so4, baik
heksana etil maupun etanol menunjukkan banyak bercak pemisahan berwarna biru
violet sesuai dengan kontrol positif. Terutama pada HE, selain terkait sistem KLT
sendiri juga terkait senyawa utamanya dimana zerumbone menurut kitayama
merupakan senyawa seskuiterpen monosiklik sehingga intensitas pada pelarut HE
sangat tinggi, pada etil intensitas pemisahan lebih tipis disbanding HE dan EA
artinya tidak banyak senyawa terpenoid yang terlarut dalam pelarut tersebut. Jika
dibandingkan dari kecepatan agitasi, 600 dan 800 rpm lebih tinggi intensitasnya
dibandingkan dengan 300 rpm pada ketiga ekstrak. Jika dikaitkan dengan
penangkapan radikal bebas, pada HE kecil karena banyak terdapat senyawa
terpenoid seperti zerumbon yang menurut banyak penelitian aktivitas
antioksidannya tidak terlalu tinggi, sehingga ketika kandungannya banyak pada
heksan pun prb heksan tetap rendah
8. Pada uji kualitatif DPPH, kontrol positif dengan vitamin E menunjukkan 2 bercak.
Pada HE tidak terlihat adanya perubahan warna kuning hal ini sejalan dengan prb
heksan yang kecil, artinya senyawa yang terkandung tidak memiliki aktivitas prb.
Sedangkan pada EA dan ET cukup jelas bercak pemisahan dan perubahan warna
kuning terutama pada bercak pertama yang menandakan senyawa polar akan tetapi
ET lbih jelas disbanding EA, sejalan dengan prb ET yang tergolong tinggi. Dengan
kecepatan agitasi yang berbeda menghasilkan perbedaan pada 600 dan 800
dibanding 300 akan tetapi tidak terlalu kuat.
9. Hasil analisis data dg ANOVA, didapatkan nilai signifikansi rendemen HE dan ET
>0,05 yang artinya perbedannya tidak signifikan pada perlakuan perbedaan
kecepatan agitasi. Sedangkan pada etil <0,05 yang artinya ada perbedaan signifikan
rendemen karna perbedaan kecepatan agitasi. Pada PRB, ketiga ekstrak memiliki
signifikansi <0,05 artinya ada perbedaan signifikan pada perbedaan kecepatan
agitasi.
6. Kesimpulan: Jadi, jika dilihat dari grafik ini terdapat hasil perbandingan masing-
masing kecepatan agitasi 300 600 dan 800 rpm. Perbedaan kecepatan agitasi memberi
pengaruh pada rendemen ekstrak. Dimana total rendemen tertinggi seluru ekstrak pada
600 rpm, sedangkan pada PRB antara 600 dan 800 memiliki selisih tidak jauh.
Rendemen tertinggi pada 600 rpm yaitu HE 2,86%, EA 0,68, dan ET 1,83%. Ekstrak
yang memiliki PRB tertinggi yaitu ekstrak etanol dengan rata-rata 33,96% lebih besar
dari heksana maupun etil asetat.

Anda mungkin juga menyukai