Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kasus AIDS pertama kali di temukan di Indonesia pada tanggal 1 Juli 1987.
Situasi HIV/AIDS tahun 1987 sampai dengan Maret 2012 yakni kasus HIV/AIDS
tersebar di 386 (73,9%) dari 498 Kabupaten/ Kota diseluruh (33) provinsi di
Indonesia. Dari total populasi penduduk sebanyak 240 juta jiwa, Indonesia memiliki
prevalensi HIV sebesar 0,24% dengan estimasi ODHA 186.000, bahkan bisa
mencapai 200.000. sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS pada tahun 2011 mengalami
penurunan, tercatat sebanyak 15.509 dinyatakan positif HIV dan AIDS mencapai
4.917. turunya jumlah penderita itu juga berakibat pada angka kematian akibat
HIV/AIDS, dari tahun 1987 hingga data terakhir September 2011, Indonesia berhasil
menurunkan angka kematian hingga dibawah 2%. Hal ini menunjukkan program
perlindungan dan penyembuhan dikatakan berhasil. Target prevalensi penderita AIDS
Indonesia telah mencapai target Millenium Development Gols di tahun 2014 yakni
0,24 % dari target dibawah 0,5 %. Target lainya seperti penggunaan Kondom pada
hubungan seks berisiko tinggi belum tercapai. Saat ini baru 35% perempuan dan laki-
laki yang menggunakan kondom 20%, sementara target di tahun 2014 adalah 65%
untuk perempuan dan 50% untuk laki-laki (Depkes RI, 2011).
Penularan virus terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, paling
sering melalui semen atau darah. Penyebaran virus dapat terjadi melalui kontak
seksual, melalui pajanan parenteral (penyalahgunaan obat dan tranfusi), atau melalui
penularan perinatal. Penularan perinatal dapat terjadi selama kehamilan (penularan
melalui plasenta), saat kelahiran atau selama menyusui. Hanya 25% anak yang
dilahirkan dari ibu positiv HIV yang tidak diobati akan terinfeksi, walaupun angka ini
dapat menurun hingga kurang dari 2% denga terapi antenatal dan perinatal yang
agresif (Linda J dan Heffner 2006).
Gelombang penyebaran penyakit HIV/AIDS di Tanah Air terus menguat,
terutama di golongan orang-orang muda dan produktif. Jumlah keseluruhan kasus
HIV/AIDS dalam laporan triwulan pertama tahun 2009 oleh Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan RI mencapai 23.632
kasus, dengan angka kematian 3.492 jiwa, Tahun 2010 diperkirakan angka pengidap
virus HIV mencapai 500 ribu orang (Kompas, 2009).
Berdasarkan sasaran MDGs (Millenium Development Gold) yang ke enam yaitu
perlawanan terhadap HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya. Dengan target MDGs
tahun 2015 di bidang kesehatan adalah penurunan 3 epidemi HIV/AIDS (jumlah
kasus baru menurun). Penderita HIV/AIDS pada tahun 2010 berdasarkan laporan
Kemenkes RI sebanyak 21591 kasus HIV dan 5744 kasus AIDS, sedangkan Jumlah
kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2011 sampai bulan Desember 2011 adalah
sebanyak 21031 kasus HIV, 4162 kasus AIDS. Hal ini sudah menunjukkan
penurunan kasus baru sesuai targer MDGs (Kemenkes RI, 2011).
Kasus kumulatif HIV AIDS yang dilaporkan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
pada Tahun 2010, tercatat Kota Semarang sebagai kota dengan penderita terbanyak
650 orang, Kota Surakarta 323 orang, Cilacap 246 orang, Banyumas 242 orang,
Jepara 173 orang, Kabupaten Semarang 165 orang, Pati 158 orang, Grobogan 127
orang dan Temanggung 126 orang. HIV AIDS disebabkan oleh hubungan seks diluar
nikah (seks bebas) yaitu sebanyak 50 %, 40 % disebabkan oleh penggunaan narkoba
(jarum suntik), dan 10 % disebabkan oleh faktor-faktor lain (KPA Provinsi, 2010).
Berdasarkan data laporan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten
Temanggung Tahun 2011 penderita HIV AIDS mencapai 172 orang, dari jumlah
penderita menunjukkan bahwa rasio perbandingan pengidap HIV/AIDS antara laki-
laki dan perempuan adalah 2:1. Sedangkan ratio komulatif berdasarkan kelompok
usia menunjukkan bahwa 47,8% pengidap HIV/AIDS berada pada kelompok usia
produktif yaitu usia 19 - 29 tahun, disusul kelompok umur 30 – 39 tahun (31,0%),
dan kelompok umur 40-49 tahun (9,2%). Dari 172 penderita HIV AIDS di Kabupaten
Temanggung 4 Tahun 2011 terdapat 117 orang memiliki pekerjaan wiraswasta, 29
orang IRT, 2 Sopir, 3 Guru, 3 pelaut,18 lain-lain (KPA Temanggung, 2011).
Sejauh ini program yang telah dilaksanakan dalam upaya penanggulangan
HIV/AIDS di Kabupaten Temanggung sudah menjadi kegiatan rutin Dinas Kesehatan
maupun dari sektor lain (Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Komisi Penanggulangan
AIDS Kabupaten Temanggung), dengan melaksanakan berbagai kegiatan pencegahan
untuk menurunkan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Temanggung, penanggulangan
HIV/AIDS Kabupaten Temanggung tahun 2008-2012 telah menetapkan kebijakan
dengan menyusun rencana strategis (RENSTRA) yaitu, analisis situasi HIV/AIDS
yang meliputi: demografi, sosial budaya, pelayanan kesehatan, dan perkembangan
penyakit, dan program tersebut sudah terlaksana (KPA Temanggung, 2011).
Menurut Ahmadi (2008), pengolahan data tersebut sangat mungkin apabila data
tersebut digabungkan, dianalisis, dan pada akhirnya dipetakan menggunakan sistem
informasi geografis. Secara konsep sistem informasi geografis merupakan alat bantu
yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan kembali
kondisi alam dengan menggabungkan data spasial (peta wilayah, termasuk sungai,
rawa, persawahan dan lain-lain) dan non spasial atau atribut (angka mortalitas,
morbiditas, kebiasaan atau pola hidup masyarakat dan lain-lain). Hasil pengolahan
data tersebut disajikan dalam bentuk digital.
Persebaran penyakit dapat di gambarkan melalui Sistem Informasi Geogrfis
(Geographic Information System/GIS). SIG merupakan sistem informasi berbasis
komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi
geografis, analisa tersebut adalah analisis spasial. Analisis spasial adalah sebuah data
yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data
lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (Atribute) yang
dijelaskan sebagai berikut: 1) Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu
koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk
diantaranya informasi datum dan proyeksi. 2) Informasi deskrptif (Atribute) atau
informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang
berkaitan dengannya, contohnya: jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan
sebagainya (Prahasta, 2012).
Menurut WHO (2012) Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam
kesehatan adalah Perencanaan Prasarana Kesehatan & Evaluasi, menganalisis
distribusi dan karakteristik populasi tangkapan dalam kaitannya dengan infrastruktur
kesehatan yang ada memberikan wawasan yang lebih dalam kecukupan dan
aksesibilitas dari fasilitas kesehatan di suatu daerah, Pengendalian dan Surveilans
Penyakit Infeksi/penyakit menular, Menentukan distribusi geografis penyakit,
Menganalisis secara spasial tren temporal penyakit, Memetakan populasi berisiko,
Menstratafikasi penyakit dan faktor risiko, Menilai alokasi sumber daya kesehatan,
Merencanakan dan menargetkan intervensi kesehatan, Memperkirakan terjadinya
wabah, Memantauan perkembangan penyakit dan intervensi dari waktu ke waktu.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji analisis spasial temporal
persebaran kasus HIV/AIDS melalui pendekatan aplikasi sistem informasi geografis
(SIG) yang ditinjau dari aspek karakteristiknya yaitu persebaran penyakit dan jarak
pelayanan kesehatan. Sehingga Dinas Kesehatan diharapkan dapat menunjukkan
dukungan sistem pelayanan dengan 6 mutu dan kualitas yang baik yaitu dengan
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara profesional.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah ini yaitu :
- Bagaimana definisi penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana etiologi penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana manifestasi klinis penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana patofisiologi penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana penatalaksanaan penyakit AIDS pada Anak?
- Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit AIDS?
1.3. Tujuan
- Untuk mengetahui definisi penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui etiologi penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui patofisiologi penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit AIDS pada Anak?
- Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit AIDS?
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Definisi AIDS
AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh
manusia yang berakibat turun atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terjangkit dan meninggal karena infeksi, kanker dan lain-lain, sampai saat ini belum
ditemukan vaksin dan pencegahnya. Pengobatan yang ada saat ini hanya untuk
menghambat perkembangan virus dalam darah. Pada umumnya jangka waktu antara
terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu
rata-rata 6-10 tahun. Cara penularan HIV adalah melalui hubungan seksual yang tidak
aman, menggunakan jarum suntik secara bergantian, transfusi darah yang terinfeksi
HIV dan penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dan bayi. Semua cara
penularan HIV dan AIDS berkaitan dengan perilaku, sehingga perlu adanya
intervensi untuk mengidentifikasi perilaku pada sasaran kelompok beresiko (Depkes
RI, 2010).
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan kekebalan
tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat
kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi
bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat oportunistik. Selain itu
penderita AIDS sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan
limpoma yang hanya menyerang otak (Djuanda, 2007).
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan
alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel
limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang
diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya
(Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler
yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan
yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan
virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)

2.1.2 Etiologi

Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus


immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1)
yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga ditemukan dalam
jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.

HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga


sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam bentuknya
yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai
sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).

1. Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein


struktur yang dirujuk pada ukurannya.
2. Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang
terinfeksi dengan beban virus tinggi.
3. Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa
molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus
yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus
sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )
4. HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
5. Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang
terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan
gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk
memulai infeksi virus.
6. Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat,
vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya
dapat dipakai sebagai target terapi.
7. Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua sekresi
dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).

2.1.3 Patofisiologi

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme
infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti,
meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis
melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel
yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening.
HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak
seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi,
dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan
hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus,
epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang
paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada
replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan
imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik
kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan
beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun
simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan
dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“priode inkubasi“ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan
dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

2.1.4 Manifestasi klinis

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3
tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan
kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.

2.1.5 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes
ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah
dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction)
atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. ED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.1.7 Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan
yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya


yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < >3.
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
 Didanosine
 Ribavirin
 Diedoxycytidine
 Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.2 Konsep Dasar Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal
sekitar usia 9 –17 tahun.
1. Keluhan utama dapat berupa :
a. Demam dan diare yang berkepanjangan
b. Tachipnae
c. Batuk
d. Sesak nafas
e. Hipoksia
2. Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
a. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
b. Diare lebih dan satu bulan
c. Demam lebih dan satu bulan
d. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
e. Limfadenopati yang menyeluruh
f. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
g. Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
h. Dermatitis yang menyeluruh
3. Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang
terinfeksi
HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat penyakit
keluarga dapat dimungkinkan :
a. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
b. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
c. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari
kehamilan
d. Adanya penularan pada proses melahirkan
e. Terjadinya kontak darah dan bayi.
f. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
g. Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )

Ø Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
· Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
· Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
· Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
· Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang
berulang
· Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang
tidak steril
· Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan

Ø Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :


· Gagal tumbuh
· Berat badan menurun
· Anemia
· Panas berulang
· Limpadenopati
· Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit,
jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular
seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus, adanya
keradangan paru, encelofati dll

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
o Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
o Retinitis sitomegalovirus
o Khoroiditis toksoplasma
o Infeksi pada tepi kelopak mata.
o Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
o Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal /
multiple
2. Pemeriksaan Mulut
· Adanya stomatitis gangrenosa
· Peridontitis
· Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian
menjadi biru dan sering pada platum (Bates Barbara 1998)
3. Pemeriksaan Telinga
· Adanya otitis media
· Adanya nyeri
· Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
· Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
· Sesak nafas
· Tachipnea
· Hipoksia
· Nyeri dada
· Nafas pendek waktu istirahat
· Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
· Berat badan menurun
· Anoreksia
· Nyeri pada saat menelan
· Kesulitan menelan
· Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
· Faringitis
· Kandidiasis esophagus
· Kandidiasis mulut
· Selaput lendir kering
· Hepatomegali
· Mual dan muntah
· Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
· Suhu tubuh meningkat
· Nadi cepat, tekanan darah meningkat
· Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
· Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
· Haemorargie
· Herpes zoster
· Nyeri panas serta malaise
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
· Didapatkan air seni yang berkurang
· Annuria
· Proteinuria
· Adanya pembesaran kelenjar parotis
· Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
· Adanya sakit kepala
· Somnolen
· Sukar berkonsentrasi
· Perubahan perilaku
· Nyeri otot
· Kejang-kejang
· Encelopati
· Gangguan psikomotor
· Penururnan kesadaran
· Delirium
· Meningitis
· Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
· Nyeri persendian
· Letih, gangguan gerak
· Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )
C. Pemeriksaan Laboratorium
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya
anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah
200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes
Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti
HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian
elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan
positif harus dibuktikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 (dengan
polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV / AIDS
antara lain :
1. Resiko infeksi
2. Resiko Defisit Nutrisi
3. Hipovolemia
4. Gangguan intregitas kulit

E. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
1 Resiko Infeksi Tingkat infeksi Manajemen
menurun. Dengan Imunisasi/Vaksinasi
kriteria hasil : Observasi
1. Demam 1. Identifikasi riwayat
2. Kemerahan kesehatan dan riwayat
3. Nyeri alergi
4. Bengkak 2. Identifikasi kontraindikasi
5. Kadar sel darah putih pemberian imunisasi (mis.
Reaksi anafilasis terhadap
sebelumnya dan atau sakit
parah dengan atau tanpa
demam)
3. Identifikasi status
imunisasi setiap kunjungan
kepelayanan kesehatan

Terapeutik
1. Berikan suntikan pada bayi
dibagian paha anterolateral
2. Dokumentasikan informasi
vaksinisasi (mis. Nama
produsen tanggal
kadarluarsa)
3. Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu dan tempat

Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal,
dan efek samping
2. Informasikan imunisasi
yang dijadwalkan
pemerintah (mis. Hepatitis
B, BCG, difteri, tetanus,
pertussis, H. influenza,
polio, campak, measles,
rubela)
3. Informasikan imunisasi
yang melindungi terdapat
penyakit namun saat ini
tidak dijadwalkan
pemerintah (mis.
Influenza, pneumokokus)
4. Informasi vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis.
Rabies, tetanus)
5. Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
6. Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin gratis
2 Resiko Defisit Nutrisi Status nutrisi membaik. Manajemen gangguan
Dengan kriteria hasil : makan
1. Porsi makanan Observasi
yang dihabiskan 1. Monitor asupan dan
2. Berat badan keluarnya makanan dan
3. Indeks Masa Tubuh cairan serta kebutuhan
(IMT) kalori
Terapeutik
1. Timbang berat badan
secara rutin
2. Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktivitas fisik
(olahraga) yang sesuai
3. Lakukan kontrak
perilaku (mis. Target
berat badan, tanggung
jawab perilaku)
4. Dampingi kekamar
mandi untuk
pengamatan perilaku
memuntahkan kembali
makanan
5. Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan target dan
perubahan perilaku
6. Berikan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
7. Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan dirumah
(mis. Medis, konseling)
Edukasi
1. Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis.
Pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
2. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
3. Ajarkan ketrampilan
koping untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan
kalori dan pilihan
makanan
3 Hipovolemia Status cairan, Manajamen hipovolemia
membaik. Dengan Observasi
kriteria hasil : 1. periksa tanda dan
1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia
2. Output urine (mis. Frekuensi nadi
3. Membran mukosa meningkat, nadi teraba
lembap lemah, tekanan darah
4. Ortopnea menurun, tekanan nadi
5. Dispnea menyempit, turgor kulit
6. Paroxysmal menurun, membran
nochturnal dyspnea mukosa kering, volume
(PND) urine menurun,
7. Edema anasarka hematokrit meningkat,
8. Edema perifer haus, lemah)
9. Frekuensi nadi 2. monitor intake dan
10. Tekanan darah output cairan
11. Tekanan nadi Terapeutik
12. Turgor kulit 1. hitung kebutuhan
13. Jugular venous cairan
pressure (JVP) 2. berikan posisi modified
14. Hemoglobin trendelenburg
15. hematokrit 3. berikan asupan cairan
oral
Edukasi
1. anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
2. anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
2. kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
4. kolaborasi pemberin
produk darah
4 Gangguan Integritas Integritas kulit dan
Kulit/Jaringan jaringan meningkat
dengan kriteria hasil :
1. kerusakan jaringan
2. kerusakan lapisan
jaringan

Anda mungkin juga menyukai