China di perairan Natuna jelas melangggar batas kedaulatan Indonesia. Dalam ketegangan ini
munculah asumsi peta kekuatan militer masing masing negara jika perang meletus.
Sebanyak 800 ribu prajurit Indonesia akan menghadapi 2,7 juta prajurit China. Jadi jelas,
Alih-alih mengambil sikap tegas, pemerintah justru mencari ‘jalan damai’. Kepentingan
ekonomi menjadi pertimbangan, sebab, China menanam Investasi besar di Indonesia. Ironis,
tentunya, ketika kedaulatan negara tengah ‘diperkosa’ justru si korban yang mencari jalan
damai.
Kondisi ini seharunya tidak terjadi, jika kebijakan Indonesia turut mempertimbangkan
pengalaman historis. Taukah anda bagaimana cara umat islam di Asia Tenggara ini dalam
*Bukan Pengecut*
Dimasa lalu perairan Malaka menjadi lalulintas perdagangan dunia di Asia Tenggara di bawah
kekuasan Islam. Namun, tahun 1511 Portugis merebutnya dan bercokol selama lebih dari 100
tahun. Selama itulah Portugis memonopoli perdagangan dan menjalankan misi gereja.
Tapi taukah anda, hadirnya tamu Asing di Selat Malaka dan mencaplok wilayah wilayah Malaka
turut membuat Kesultanan Islam Demak yang jauh di Jawa Tengah harus mengambil sikap
tegas.
Sultan Fatah, raja kesultanan Demak yang pertama memberangkatkan pasukan pilih tanding
untuk untuk membebaskan Malaka. Ekspedisi jihad ini dipimpin langsung oleh Adipati Unus
Tidak tanggung tanggung, dalam ekspedisi jihad di tahun 1512 M itu, Adi Pati Unus memimpin
100 kapal bersenjata lengkap dengan kekuatan 5000 pasukan. Dalam ekspedisi jihad yang
pertama pasukan demak beraliansi dengan pasukan kerajaan Islam Aceh Darussalam.
Pembebasan Malaka kembali dilakukan Pati Unus tahun 1521. Berbekal 375 kapal lengkap
dengan persenjataan dan tiga kali lipat pasukan diberangkatkan. Namun ternyata nasib
kembali tidak memihak Demak. Pati Unus gugur dalam ekspedisi jihad itu.
Meskipun gagal dalam pembebasan Malaka, nama Pati Unus harum sepanjang masa. Langkah
politik jauh dari sikap pengecut. Keputusan dan pilihan politik untuk turut membebaskan
Malaka bukan dengan kalkulasi untung rugi, namun demi keselamatan dan kedaulatan negeri.
*“Apabila Demak ingin tetap hidup, jangan biarkan orang-orang Portugis menguasai
esok hari akan menggempur Demak, Aceh dan Palembang. Karena itu kita harus bersatu
Begitulah sabda Adipati Unus. Ia menyadari betul masuknya tamu asing dan pencaplokan
sementara waktu di daerah sungai Kampar, Wilayah sekitar Indragiri, Sumatera. Kemudian
Langkah jitu Adipati Unus membuahkan hasil. Ia berhasil mendapat bantuan pasukan dari
Palembang. Dalam Eskpedisi jihad yang pertama itu, total kekuatan demak dan Palembang
sebanyak 12 ribu pasukan. Konon Pati Unus sendiri yang menjadi panglima besar dari aliansi
Alhasil, kini Portugis harus berhadapan dengan negeri negeri-negeri muslim yang merasa
dan Demak.
Aliansi kerajaan-kerajaan Islam ini menjadi bukti bahwa persolan Malaka bukan hanya
persolan yang bersifat domestik atau berpengaruh bagi negeri negeri di semenanjung Malaka.
Kejatuhan Malaka di tangan Portugis, menjadi perhatian besar negeri negeri Muslim, bahkan
Kini, mampukah Indonesia membangun kembali Aliansi Muslim yang pernah kokoh melawan