Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Iklim Tropis

2.1.1 Pengertian Iklim Tropis

Gambar 2.1 Pembagian Iklim Matahari


(Sumber : Pustekkom Kemdikbud, 2017)

Iklim atau Climate berasal dari bahasa Yunani, yaitu Klima yang berarti region
(daerah) dengan kondisi tertentu dari suhu dryness (kekeringan), angin, cahaya, dan
sebagainya. Menurut World Cilmate Conference menyatakan bahwa definisi iklim
adalah sintesis kejadian suatu cuaca selama jangka waktu yang lama atau panjang,
yang secara statistik cukup untuk digunakan sebagai menunjukkan suatu nilai
statistik yang berbeda dengan sebuah keadaan disetiap saatnya. Jadi Iklim
merupakan rata-rata kondisi cuaca tahunan yang meliputi wilayah relatif luas.
Untuk mengetahui tipe iklim suatu tempat, diperlukan rata-rata data cuaca tahunan
seperti suhu, kelembapan udara, pola angina dan curah hujan minimal 10-30 tahun.
Selain data cuaca, indikasi lain yang dapat dijadikan salah satu penentu tipe iklim
adalah vegetasi alam yang mendominasi suatu daerah tertentu. Secara garis besar
iklim dapat terbentuk karena adanya rotasi dan revolusi bumi serta perbedaan
lintang geografis dan lingkungan fisis. Maka dari itu setiap daerah mempunyai
iklim yang berbeda. Perbedaan tersebut karena bumi berbentuk bulat sehingga sinar
matahari tidak dapat diterima serbasama oleh setiap permukaan bumi. Selain itu,
permukaan bumi yang beraneka ragam jenisnya dan beraneka ragam bentuk
topografinya tidak sama caranya menanggapi sinaran matahari yang diterimanya.

Penjelasan lain tentang definisi iklim adalah kondisi fisik lingkungan


atmosferik yang merupakan karakteristik lokasi, geografi yang dipengaruhi oleh
unsur-unsur suhu udara, kelembaban, angin, curah hujan, dan radiasi matahari yang
saling ketergantungan satu sama lainnya. Dalam buku “Climate and Architecture”
disebutkan bahwa iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah
dipermukaan bumi yang berlangsung dalam waktu yang relatif panjang. Terdapat
beberapa pengertian Iklim menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :

a. Glenn T. Trewartha, 1980


Menurut Glenn mengungkapkan bahwa iklim adalah suatu konsep abstrak yang
menyatakan suatu kebiasaan cuaca dan juga sebuah unsur-unsur atmosfer pada
sebuah daerah selama jangka waktu yang lama.
b. Gibbs, 1978
Menurut Gibbs mengungkapkan bahwa iklim merupakan suatu peluang
statistik dalam berbagai keadaan atmosfer, antara lain yaitu suhu, tekanan, angin
kelembaban, yang terjadi pada suatu daerah selama dalam jangka waktu yang
panjang.

Kata Tropis secara harfiah berasal dari bahasa yunani yaitu “Tropos” yang
berarti berputar. Secara makna, Tropika atau Tropis adalah sebutan bagi daerah di
permukaan Bumi yang secara geografis berada di sekitar ekuator atau khatulistiwa.
Dibatasi oleh dua garis lintang 23.5 derajat LS dan 23.5 derajat LU. Dareah tersebut
memiliki luas sekitar 40 % luas bumi. Terdapat 2 jenis daerah dengan iklim tropis
didunia, yaitu daerah dengan iklim tropis kering dan iklim tropis lembab. Iklim
tropis kering terdapat di negara-negara Timur Tengah, Meksiko, dan sekitarnya.
Sedangkan untuk iklim tropis basah terdapat di negeara-negara Asia, termasuk
Indonesia.
2.1.2 Klasifikasi Iklim Tropis

Daerah tropis dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Iklim Tropis Kering

Gambar 2.2 Iklim Tropis Kering


(Sumber : pxhere.com, 2020)

Pada iklim tropis kering terdapat beberapa ciri-ciri seperti :

a. Kelembapan udara yang relative rendah (umumnya dibawah 50%)


b. Curah hujan rendah
c. Radiasi matahari ke wilayah yang memiliki iklim tropis kering langsung
tinggi dan maksimal karena jarang terdapat awan
d. Banyak terdapat gurun pasir karena pada daerah iklim tropis kering
jarang terjadi hujan

2. Iklim Tropis Lembap

Gambar 2.3 Iklim Tropis Kering


(Sumber : idntimes.com, 2020)
Iklim Tropis Lembab merupakan suatu kondisi di daerah tropika basah yang
terletak di antara 150 garis LU dan 150 garis LS. Daerah iklim tropis lembab
ditandai dengan kelembaban udara yang relatif tinggi, berkisar antara 75-90 %
curah hujan yang tinggi serta temperatur udara yang rata-rata tahunan berkisar
antara 230 C di sebelah bumi utara dan selatan. Selain karakteristik di atas
terdapat ciri-ciri iklim tropis lembab yang dikatakan oleh Lippsmeier, 1994: 18.
Adalah sebagai berikut:

a. Lansekap, daerah hutan hujan khatulistiwa dengan dataran rendah.


b. Permukaan tanah, landscape hijau. Tanah biasanya merah atau coklat.
c. Vegetasi, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang
tahun.Tumbuhan tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang
tinggi dan suhu udara yang panas.
d. Musim, terdapat perbedaan musim. Pada belahan bumi utara, bulan
“dingin” terjadi pada bulan Desember – Januari dan bulan “panas” terjadi
pada bulan Mei – Agustus. Sedangkan pada belahan bumi selatan, bulan
“panas” terjadi pada bulan Oktober – Februari dan bulan “dingin” terjadi
pada bulan April – Juli.
e. Kondisi langit, sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan
berkisar 60% - 90%. Luminance (lumansi) maksimal bisa mencapai 7000
cd/m2 sedangkan luminasi minimal 850cd/m2.
f. Radiasi matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan tinggi.
Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan,meskipun
demikian sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai
dampak yang besar dalam mempengaruhi suhu udara.
g. Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan
tahunan.Rata-rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,50C.
temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari adalah 250C tetapi umumnya
berkisar antara 21-270C. sedangkan selama siang hari berkisar 27-320c.
kadang-kadang lebih dari 320C.
h. Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat
tinggi dalam beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar
antara 2000-5000 mm, pada musim hujan dapat bertambah. Sampai 500 mm
dalam sebulan. Bahkan pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam.
i. Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata
tingkat kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya
adalah 55% sampai hampir 100%. Absolute humidity antara 25-30 mb.
j. Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang
dapat terjadi selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua.

2.2 Tinjauan Khusus

2.2.1 Arsitektur Tropis

Menurut Marcus Pollio Vitruvius (1486) Arsitektur adalah kesatuan dari


kekuatan/kekokohan (firmitas), keindahan (venustas), dan kegunaan/fungsi
(utilitas). Menurut Francis DK Ching (1979) arsitektur membentuk suatu tautan
yang mempersatukan ruang, bentuk, teknik dan fungsi. Menurut Amos Rappoport
(1981) arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik,
tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur
kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus
memperngaruhi arsitektur. Sedangkan menurut JB. Mangunwijaya (1992)
arsitektur sebagai vastuvidya (wastuwidya) yang berarti ilmu bangunan. Dalam
pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata gedung, tata lalu lintas (dhara,
harsya, yana).

Arsitektur tropis adalah suatu perancangan bangunan yang di rancang untuk


memecahkan permasalahan yang terdapat di daerah tropis, dimana permasalah itu
ditentukan oleh iklim yang hanya terdapat 2 musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau seperti di Indonesia. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan
sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi ikim yang panas inilah
muncul sebuah ide untuk menyesuaikan iklim dengan arsitektur bangunan gedung
maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Konsep
arsitektur tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis,
dimana kondisi pada iklim tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desain
bangunannya. Pengaruh utama berasal dari kondisi suhu tinggi dan kelembaban
tinggi, dimana pengaruhnya ada pada tingkat kenyamanan ketika pengguna berada
dalam ruangan. Tingkat kenyamanan seperti tingkat sejuk udara dalam bangunan,
oleh aliran udara, adalah salah satu contoh aplikasi konsep bangunan tropis.
Produktifitas manusia cenderung menurun pada kondisi udara yang tidak nyaman
seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Berdasarkan pendapat dari DR. Ir.
RM. Sugiyatmo, terdapat beberapa kondisi yang berpengaruh dalam perancangan
bangunan pada iklim tropis lembab, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal

Cara untuk mendapatkan kenyamanan thermal yaitu dengan mengurangi


perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan membawa panas keluar
bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi langsung matahari maupun
dari permukaan dalam yang panas. Perolehan panas juga dapat dikurangi dengan
menggunakan bahan atau material yang mempunyai tahan panas yang besar,
sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan terhambat. Cara
lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu :

a. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.


b. Melindungi dinding dengan alat peneduh.

Perolehan panas dapat juga dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas


dari permukaan. Menggunakan warna terang pada bangunan juga dapat
menyebabkan penyerapan radiasi matahari yang kecil. Penyerapan panas yang
besar akan menyebabkan temperatur permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih
besar dari temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan temperatur yang
besar antara kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas yang
besar.

Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and


Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana
seseorang merasa nyaman dengan keadaan temperatur di sekitarnya. Pada teori
Humphreys dan Nicol, Lippsmeier (1994) menunjukkan beberapa penelitian yang
membuktikan batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE) berbeda beda
tergantung kepada lokasi geografis dan subyek manusia (suku bangsa) yang diteliti
seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.4 Batas kenyamanan George.Lippsmeier


(Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier)

Menurut penelitian Lippsmeier, batas-batas kenyamanan manusia untuk daerah


khatulistiwa adalah 19°C TE (batas bawah) – 26°C TE (batas atas). Pada temperatur
26°C TE umumnya manusia sudah mulai berkeringat. Daya tahan dan kemampuan
kerja manusia mulai menurun pada temperatur 26°C TE – 30°C TE. Sementara itu,
Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung
yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU (SNI 03-6572-2001) membagi
temperatur udara nyaman untuk orang Indonesia atas tiga bagian yaitu :

Gambar 2.2 Suhu Nyaman menurut Standar Tata Cara Perencanaan


Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung
(Sumber : Talarosha B, 2005)

Pada temperatur 26°C TE umumnya manusia sudah mulai berkeringat


sedangkan temperatur rata-rata di Indonesia dapat mencapai 35oC dengan
kelembaban yang cukup tinggi hingga 85% (iklim tropis panas lembab). George
Lippsmeier menjelaskan faktor-faktor (persyaratan) yang dapat mempengaruhi
kenyamanan dan kemampuan mental dan fisik penghuni yaitu :
a. Radiasi Matahari
b. Pantulan dan Penyerapan
c. Temperatur
d. Kelembapan udara
e. Gerakan udara

2. Pengaruh Pergerakan Udara dan Kecepatan Angin

Dalam perancangan bangunan pada daerah iklim tropis lembab, -pemanfaatan


penghawaan alami sangat perlu untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran
sirkulasi udara pada bangunan. Brown (1987 : 123) menyebutkan bahwa prinsip
terjadinya aliran udara adalah mengalirnya udara dari daerah bertekanan tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan ini terjadi diakibatkan adanya
perbedaan temperatur pada masing-masing daerah, dimana secara horizontal akan
menimbulkan perbedaan tekanan dan secara vertikal akan menimbulkan perbedaan
berat jenis. Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :

a. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk


pernafasan, membawa asap dan uap air keluar ruangan, mengurangi
konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.
b. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas,
membantu mendinginkan bagian dalam bangunan.

Hal yang harus diperhatikan dalam mengupayakan pemanfataan penghawaan


alami adalah pengaliran udara yang perlahan-lahan namun berkelanutan sangat
diperlukan, agar udara didalam ruangan selalu terganti dengan udara yang bersih
dan terasa nyaman. Jika pergantian udara didalam ruangan terjadi keterlambatan
atau kekurangan volume udara maka akan menimbulkan perasaan tidak nyaman,
selain itu udara kotor yang tidak cepat disalurkan keluar akan merugikan kesehatan
pengguna ruang. suatu ruang akan terasa nyaman untuk tubuh apabila kelembaban
didalam suatu ruang berkisar antara 40% - 60%. Pada ruang-ruang yang jarang
terkena panas sinar matahari, maka pengendalian kelembaban sangat ditentukan
oleh kelancaran sirkulasi udara yang mengalir didalam ruang tersebut. Kelembaban
tinggi disebabkan oleh kurang lancarnya sirkulasi udara didalam ruang dan
kurangnya pengaruh sinar matahari, juga disebabkan oleh beberapa faktor-faktor,
yaitu sebagai berikut :

a. Air hujan:
 Akibat merembesnya air hujan dari luar dinding kedalam dinding bangunan,
 Akibat merembesnya air hujan yang disebabkan oleh sistem talang air hujan
yang tidak benar, misalnya talang datar yang teletak diatas
dindingmemanjang,
 Penyusupan air hujan melalui sela daun pintu, jendela dan lain-lain yang
tidak rapat sempurna dan masih terkena tampias air hujan.
b. Kondisi air tanah
 Akibat merembesnya air dari tanah melalui pondasi dan dinding ke lantai
secara kapilerisasi.

Dengan demikian pemecahan teknis akibat adanya kelembaban tinggi secara rinci
juga tergantung dari penyebab utama timbulnya hal tersebut.

Dalam perancangan bangunan harus memperhatikan kelancaran sirkulasi yang


dapat masuk kedalam ruang-ruang yang ada. Kelancaran sirkulasi udara bisa
diperoleh dengan membuat ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan
(cross ventilation)

Gambar 2.3 Cross Ventilation


(Sumber : architectaria.com, 2019)

Mangunwijaya (1980) menyebutkan perencanaan penghawaan alami dalam


sebuah bangunan akan lebih efektif apabila menggabungkan antara sistem ventilasi
horizontal dan sistem ventilasi vertikal,karena kedua sistem tersebut akan
menunjang satu sama lain.

3. Penerangan alami pada siang hari

Gambar 2.4 Pencahayaan Alami


(Sumber : https://www.wbdg.org/resources/daylighting, 2019)

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar


matahari. Pencahayaan alami dimanfaatkan untuk mendapatkan pencahayaan
didalam ruangan pada siang hari agar menghemat energi. Soegijanto (1998)
menjelaskan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merancang pencahayaan
alami yaitu ketersediaan cahaya alami yang diterima oleh bangunan. Yang
dimaksud dengan cahaya alami adalah cahaya matahari langsung dan cahaya
matahari difus (cahaya langit). Ketersediaan cahaya dipengaruhi oleh :

a. Letak geografis, terutama adalah jarak terhadap khatulistiwa atau derajat


lintangnya.
b. Iklim, terutama kondisi langit.
Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan
jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas lantai.

Menurut Lechner, N (2001), cahaya alami yang masuk melalui jendela


dapat berasal dari beberapa sumber sinar matahari langsung, langit cerah, awan atau
pantulan permukaan bawah dan bangunan sekitarnya. Cahaya dari masingmasing
sumber tersebut bervariasi tidak hanya dari jumlah dan panas yang dibawanya,
tetapi juga pada kualitas lainnya, seperti warna, penyebaran dan penghematan.
Gambar 2.5 Sumber Cahaya Alami.
(Sumber : Lechner, Norbert. (2001), 2019)

Sedangkan menurut Sanjaya (2011) menjelaskan pengaruh bentuk jendela


terhadap pencahayaan alami yang datang. Cahaya yang datang melalui jendela
banyaknya ditentukan oleh besar dan bentuk jendela pada sebuah bangunan. Jika
jendela memanjang keatas maka akan menyebabkan cahaya masuk cukup banyak
namun distribusi cahayanya kurang baik. Namun bentuk jendela memanjang ke
samping lebih efektif untuk memberikan pencahayaan optimal.

2.2.3 Karakteristik Bangunan Tinggi Iklim Tropis Lembab

Adapun adaptasi arsitektur tropis menghadapi iklim yang menjadi ciri-ciri


arsitektur tropis adalah sebagai berikut :
a. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat
b. Melindungi facade bangunan dengan sun shading pada bagian barat dan
timur untuk mengatasi persoalan panas yang muncul karena paparan sinar
matahari.

Gambar 2.5 Penerapan Sun Shading


(Sumber : payette.com, 2019)
c. Mempunyai banyak bukaan atau jendela untuk memasukkan pencahayaan
alami dan penghawaan alami.
d. Mempunyai ventilasi atau kisi-kisi untuk mengalirkan udara.

Gambar 2.5 Penghawaan Alami


(Sumber : Google Images, 2019)

e. Terdapat overstek pada bangunan untuk mencegah tampias dan silau.


f. Orientasi bukaan jendela ke arah utara/selatan.

Anda mungkin juga menyukai