Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

NEFROLITIASIS

Disusun oleh:
dr. Fathia Sabila Umar

Pembimbing:
dr. Elisa Agustina B.A.P.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE IGD 7 OKTOBER 2018 – 7 FEBRUARI 2019
RS MARDI WALUYO METRO
LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Gigitan ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terkait lingkungan, pekerjaan
dan musim dan cukup banyak terjadi di berbagai belahan dunia khususnya di daerah pedesaan.
Pekerja di bidang pertanian dan anak-anak merupakan golongan yang serin tergigit. 1
Pada tahun 2009, WHO pertama kali dikenalkan WHO sebagai neglected tropical disease.2
Insidens gigitan ular ini terutama yang menyebabkan kematian masih cukup tinggi di dunia. Pada
tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk
100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia dengan jumlah kecacatan menetap yang tidak terhitung1
karena masih sulitnya ketersediaan dan akses Serum Anti Bisa Ular (SABU). Begitu pula di daerah
Asia Tenggara. Namun untuk jumlah pastinya masih belum diketahui karena angka kesakitan baik
akut maupun kronik masih tidak jelas dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan di
berbagai daerah. Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus
gigitan ular per tahun. 1
Mengetahui jenis ular yang menggigit karena penting untuk penanganan yang optimal.
Penanganan pertama pra hospital terhadap korban gigitan ular yang masih sering kita jumpai di
masyarakat menurut penelitian memiliki lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Oleh
karena itu laporan kasus ini disusun agar dapat lebih memahami dan mempelajari bagaimana
diagnosis dan tatalaksana pada pasien dengan gigitan ular.
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Alamat : Seputih raman – Lampung Tengah
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 26 Januari 2019

Anamnesis
 Keluhan utama : Bengkak dan nyeri tangan kanan
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSMWpada tanggal 26 Januari 2019 pukul 17.30 WIB dengan
keluhan bengkak dan nyeri pada tangan kanan sejak 30 menit yang lalu. Nyeri dirasakan
pasien setelah tangan kanannya pada jari telunjuk digigit ular sekitar pukul 17.00 WIB saat
pasien sedang bekerja di sawah.
Kemudian pasien merasakan panas dan kemerahan pada daerah bekas gigitan. Satu
jam kemudian jari telunjuk tangan kanan pasien bengkak dan semakin lama bengkak
dirasakan pada seluruh punggung tangan kanan pasien. Pasien juga merasa mual dan
muntah. Pasien mengatakan ular beracun yang menggigitnya bentuknya seperti ular kobra
berwarna hitam dengan leher warna putih. Pasien terkena gigitan 1 kali.
 Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
 Riwayat trauma
Tidak ada riwayat trauma

Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Kesan umum : Tampak sakit sedang, agak gelisah karena nyeri
Tanda-tanda vital
o GCS : 15
o Tekanan darah : 130/90 mmHg
o Nadi : arteri brachialis : 76x/menit, reguler, teraba kuat
Arteri radialis : 76x/ menit reguler, teraba kuat
o Pernafasan : 20x/menit
o Suhu : 36,5˚ C
 Kepala
o Edema palpebra : -/-
o Konjunctiva anemis : (-)
o Sklera ikterik : (-)
o Pernafasan cuping hidung : (-)
 Leher
o Trakea : tidak ada deviasi
o Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
o Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
o JVP : tidak meningkat
 Thoraks :
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi :
 Batas kiri : sesuai ictus
 Batas kanan : parasternal line dextra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
o Paru
 Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
 Palpasi : chest expansion simetris, tidak ada krepitasi
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi
v/v Rh -/- Wh -/-
v/v -/- -/-
v/v -/- -/-
 Abdomen
o Inspeksi : flat
o Auskultasi : Bising Usus (+) normal
o Palpasi : Soefl, hepar dan Lien tidak teraba besar
o Perkusi : Traube space Timpani, Liver spleen ± 8 cm
 Ekstremitas :
Akral hangat CRT < 2 detik, edema +/-, deformitas -/-, terdapat dua buah luka pada
digiti II manus dextra. Warna kulit sekitar luka hingga telapak tangan kanan berwarna
merah, edema (+), nyeri tekan (+).

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium 26 Januari 2019 :
PARAMETERS NILAI RUJUKAN
Hb : 13,1 g/dL L : 14,0 – 17,0 g/dL
P : 12,3 – 15,3 g/dL
Eritrosit : 4,7 L : 4,5 – 5,9 juta/uL
juta/uL P : 4,5 – 5,1 juta/uL
Hematocrit : 40% L : 42,0 – 50,0 %
P : 36,0 – 45,0 %
MCV : 86 fL 80 – 96 fL
MCH : 28 pg 28 – 33 pg
MCHC : 33 g/dL 33 – 36 g/dL
Leukosit : 3.600 – 11.000/uL
12.900/uL
Trombosit : 150.000 – 440.000/uL
242.000/uL
GDS : 94 mg/dl 70 – 200 mg/dl

Diagnosis Awal
Snake Bite Grade II

Penatalaksanaan
- Bed rest
- Perawatan luka/hari
- Observasi vital sign
- IVFD Nacl 0,9% 500cc + SABU 2 ampul drip/ 6 jam (extra) lanjut Nacl 500 cc/12 jam
- Cefadroxil 500 mg 2x 1 tab
- Inj. Ondansentron 1 amp/ 8 jam
- Lansoprazol 30 mg 2x1 caps
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Jenis Ular


Diagnosis dari spesies ular yang menggigit korban penting untuk diketahui. Bisa dilakukan
dengan mengidentifikasi ular yg sudah mati, ciri-cirinya atau dari manifestasi klinis yang muncul.1
Dari 2500–3000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500 ular yang beracun.3 Famili
Viperidae (vipers, adders, pit vipers, and mocassins), Elapidae (cobras, mambas, kraits, coral
snakes, Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae (burrowing asps) —
memiliki kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang telah termodifikasi
(taring). 2

Viperidae Elapidae Atractaspididae


Gambar 1 : Jenis-jenis ular berbisa

Gambar 2 : Spesies Ular berbisa di Indonesia


Kategori 1 : Ular berbisa yang tersebar luas dan mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan
kematian yang tinggi
Kategori 2 : Ular berbisa yang mengakibatkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang
tinggi tetapi berdasarkan data epidemiologi jarang terjadi karena habitat dan perilaku ular yang
jauh dari populasi manusia.

Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan dihubungkan ke taring
oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai dasar taring (fang).

Gambar 3 : Anatomi kantong bisa ular dan saluran bisa

Sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak.
Beberapa ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular beracun begitu pula sebaliknya
sehingga terlihat hampir sama. Meskipun dalam beberapa hal ular berbisa memiliki ciri-ciri tertentu
seperti ukuran dan bentuk tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika dalam keadaan
1
terancam. Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan tubuhnya,
menyemburkan racun dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi terancam.
Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya 90% merupakan
protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis yang mengandung karbohidrat dan
logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari 20 macam enzim yang berbeda termasuk
phospholipases A2, B, C, D hydrolases, phosphatases (asam sampai alkalis), proteases, esterases,
acetylcholinesterase, transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase, nucleotidase dan ATPase
serta nucleosidases (DNA & RNA).3

Bisa Ular
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
 Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan
perdarahan.
 Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang merupakan
zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi pembekuan darah
dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses ini membuat darah
menjadi sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-faktor pembekuan darah
tersebuat akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah gigitan ular.
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit, platelet,
saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain, menghasilkan aktifitas
neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan antikoagulan.
 Acetylcholinesterase
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1

Selain itu ada zat penyusun bisa ular yang bersifat neurotoksik post sinaps yaitu α-
bungarotoxin and cobrotoxin, yang terdiri atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan subunit
fosfolipase A yang melepaskan asetilkolin pada saraf tepi di neuromuscular junction dan
mencegah pelepasan neurotransmiter.

Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan


renjatan atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan kematian. Seringkali bisa
ular bersifat neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan (paralysis) dan terhentinya
pernapasan, serta pengaruh kardiotoksik menyebabkan denyut jantung berhenti juga
berpengaruh kepada terjadinya miotoksik.2
Tabel 1 : Protein pada bisa ular dan kepentingan klinis 1

Epidemiologi
Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun
termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.1 Di Amerika dilaporkan 4000-7000 kasus
gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun penelitian
retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan fasciotomi dan 2
memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada
umur 18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus
gigitan ular per tahun.1

Patogenesis
Gangguan pembekuan darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang
mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan
merusak endotel vaskular. Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet
menginduksi atau menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan mengaktifkan
protrombin, faktor V,X,XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi aktivitas
antikoagulan, terganggunya jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel pembuluh
darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien,
Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan dengan
jumlah trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin dan mengurangi
faktor V,VII, protein C dan plasminogen.Tekanan di sistem kardiovaskuler menyebabkan DIC atau
tekanan di otot jantung. 2

Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction
perifer dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk,
menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait dengan molekul kecil
non protein yang terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir sebagian besar neurotoksin akan
mengakibatkan pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis seperti ptosis,
ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan napas dan total flacid paralysis seperti pada
pasien dengan Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens yang sulit dijelaskan
secara patofisiologinya.

Gambar 4 : Neuromuscular junction dan protein neurotoksik bisa ular

Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa ular itu
sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa ular akan
memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan
lain. Melalui bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin
meningkat dengan tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin
dan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan
awal mula sintesis captopril dan ACE inhibitor lain.

Diagnosis
Anamnesa
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk, ciri khas)
dapat ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak tahu. Selain itu
perlu ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan prognosis pasien, gejala
yang pasien rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan (antikoagulan) dan penyakit terdahulu
(jantung, paru, ginjal).5

Manifestasi Klinis
- Gigitan ular tanpa masuknya bisa ular
Pada korban gigitan ular atau yang masih disangka tergigit ular biasanya akan muncul
gejala panik, cemas serta gelisah dikarenakan kerakutan yang biasa sehingga dapat muncul gejala
kaku pada ekstremitas ataupun vasovagal shock. Tekanan darah dan nadi akan meningkat disertai
menggigil dan berkeringat.
- Gigitan ular dengan masuknya bisa ular
o Tanda dan gejala awal
Setelah masuknya taring ular pada kulit akan muncul nyeri yang kemudian berkembang
sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan bertambah hebat dan akan meningkat ke bagian
proksimal dari bagian yang tergigit. Pembesaran kelenjar getah bening regional sering
dijumpai (KGB ingunalis jika yang tergigit adalah ekstremitas inferior dan KGB axila jika
yang tergigit adalah ekstremitas superior.

Pemeriksaan Fisik 1,4,5


1. Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)
2. Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
3. Status generalis :
1) lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) hipotensi
3) penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia

4. Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang muncul
dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di sekitar
wajah atau tungkai dan lengan.

Gambar 5 : Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ular

Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 1
1. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang hanya
spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu
2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang
akibat korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah
pada transportasi
3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau
sepsis ,dan obstruksi jalan nafas
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi leukosit, trombosit,
Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis ( Prothrombin time,
Activated Partial Thromboplastin time, International Normalized Ratio), Cross Match, Serum
elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis
Gas darah
 Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
 Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen
.
Diagnosis Banding 5
- Anafilaksis
- Deep vein thrombosis (DVT)
- Gigitan kalajengking
- Syok septik
- Sengatan lebah
- Luka terinfeksi

Klasifikasi
Derajat gigitan ular :
1. Derajat 0
- Bekas gigitan 2 taring -
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan dan nyeri minimal
2. Derajat I (Minimal)
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 – 5 inchi
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
- Nyeri sedang sampai berat
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring
- Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi dalam 12 jam
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan
- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran kelenjar getah bening)
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan tanda-tanda sistemik
(gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi, hipotermia, ekimosis, petekia menyeluruh).
- Syok dan distres nafas
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul ekimosis,
nekrosis dan bulla
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran darah vena atau
arteri
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal

Penatalaksanaan
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr
toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan
adalah :
Pertolongan pertama
 Rujukan ke rumah sakit
 Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
 Mengenali spesies ular jika memungkinkan
 Melakukan pemeriksaan penunjang
 Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
 Observasi respon terhadap pemberian SABU
 Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
 Rehabilitasi serta terapi komplikasi

Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk
penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan :
 Menyedot bisa ular dengan mulut
 Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa mengakibatkan nyeri,
bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas perifer
 Melakukan ompres panas, dingin atau penyayatan luka
 Pemberian ramuan herbal atau kompres es 1,5

Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum ke
rumah sakit (pre hospital) :
 Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan Darah,
Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
 Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan
 Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai
 Jangan berikan SABU terlebih dahulu 1,2,5

Rumah sakit
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure
(hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi,
perubahan status mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular.1

Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan, pelepasan
mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis

Serum Anti Bisa Ular (SABU)


Terapi anti bisa ular pertama kali diperkenalkan oleh Albert Calmette dari Institut Pasteur di
Saigon pada 1890.1 Terdapat dua jenis antiracun ular yaitu yang pertama terbuat dari serum
kuda setelah kuda diinjeksi dengan dosis racun ular subletal. Antiracun ini kemudian diproses
dan dimurnikan tetapi masih mengandung protein serum yang mungkin masih memiliki sifat
antigenik. Jenis kedua adalah yang direkomendasikan FDA tahun 2000 yaitu fragmen
imunoglobulin monovalen dari domba yang dimurnikan untuk menghindari protein antigenik. 5
SABU harus diberikan pada pasien jika memang diperlukan jika memberikan keuntungan lebih
besar. Indikasi pemberian SABU :
- Adanya abnormalitas hemostatis
Secara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari faal hemostasis),
- Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan)
- Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal)
- Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum dan atau creatinin)
- Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna coklat gelap dan adanya
tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan hiperkalemia)
Lebih dari seratus tahun, serum antibisa ular telah diterima secara luas dan digunakan sebagai
terapi. Terapi antidotum spesifik untuk bisa ular adalah hyperimmune globulin dari binatang
yang telah diimunisasi dengan bisa ular dan memproduksi antibodi. Pada pasien gigitan ular
yang emngalami gangguan pembekuan darah atau telah terbentuk clot maka pemberian SABU
akan memperbaiki d\an menghilangkan clot dalam waktu 2-28 jam. Dalam suatu penelitian
acak terkontrol, 40 dari 46 pasien yang diberikan SABU akan membaik dalam waktu 6 jam
meskipun tanda-tanda perdarahan masih didapatkan hingga 88 jam kemudian.
SABU diberikan intravena kadang akan memunculkan reaksi alergi mulai dari yang ringan
seperti pruritus atau urtikaria sampai yang berat (syok anafilaksis). Berdasarkan dosis, rute
pemberian dan kulaitas SABU, resiko-resiko tersebut akan muncul pada 3-30% dan hanya 5-
10% diantaranya merupakan gejala sistemik yang berat. Hampir semua reaksi alergi yang
muncul dapat diatasi dengan pemberian epinefrin. Pencegahan timbulnya reaksi alergi meliputi
premedikasi dengan antihistamin atau kortikosteroid sebelum pemberian SABU dan
memperhatikan kepekatan konsentrasi SABU yang akan diberikan.1,2,4
Dua cara pemberian anti bisa ular :
- Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan karena jika
muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani.
- Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10 ml/kg dan
habis dalam waktu 1 jam
- Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya rendah dan
sulit untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko hematom pada
tempat injeksi pada pasien dengan abnormalitas hemostasis.
Dipertimbangkan pemberian secara intramuskular jika jarak ke tempat layanan kesehatan
yang lebih memadai sangat jauh atau akses intravena sulit.
Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin intramuskular
pada sepertiga atas paha 0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg untuk anak-anak dan dapat
diulang 5-10 menit.
Penatalaksanaan terkait pembedahan biasanya jika ditemukan kompartemen sindrom yang
ditandai dengan 5 P (pain, pallor, paresthesia, paralysis, pulselesness. Jika ditemukan tanda-
tanda tersebut dicurgai ada komparten sindrom sehingga dilakukan fasciotomi (diindikasikan
pada pasien yang terbukti mengalami peningkatan tekanan intrakompartemen) 5

Antibiotik
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin generasi
tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan pertumbuhan bakteri
yang mengakibatkan infeksi sekunder.

Analgesik
Jika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin dengan
dosis dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan dosis dewasa 5-10
mg dan anak-anak 0,03-0,05 mg/kg
Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen. Nekrosis
yang luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada
jaringan yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul osteomyelitis, dan ulkus kronis.
Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot pernapasan yang mengakibatkan hipoksia
otak dan bisa mengakibatkan defisit neurologis menetap.

Monitoring
Pada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging manual dan
biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan anticholinesterase. Tirah baring
dan pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan gangguan
hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan Cryoprecipitate dengan
konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diebrikan Whole Blood. Kadang diperlukan
vasopressor sejenis dopamin atau norepinefrin pada pasien dengan syok atau kerusakan
miokardium dan dialisi jika terjadi AKI. Adanya rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis
metabolik seperti pada crush injury dapat dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis
BAB IV
PENUTUP

Pada pasien dengan gigitan ular akan lebih baik jika diidentifikasi jenis ularnya apakah
jenis berbisa atau tidak. Kemudian berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dilakukan penilaian derajat gigitan ular meskipun sampai saat ini belum ada aturan
baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak. Bisa ular mengandung beberapa enzim yang
bersifat neurotoksik, kardiotoksik, mengakibatkan rhabdomyolisis dan menggangu hemostasis
sesuai jenis enzim yang terkandung. Selain itu ditanyakan pula riwayat dan mekanisme
kejadian, waktu kejadian, serta gejala yang pasien rasakan saat ini.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan 2 tanda bekas gigitan, muncul nyeri, bengkak sekitar
gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) dan dapat disertai gejala sistemik
lain. Perlu dilakukan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Darah lengkap meliputi
leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis (
Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time, International Normalized Ratio),
Cross Match, Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat
myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah.
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr
toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Imobilisasikan ekstremitas
atau daerah yang terkena menggunakan bidai dan posisikan lebih rendah dari jantung
Pemberian SABU, anti tetanus serum, dan antibiotik disarankan. Tatalaksana lain terkait efek
dari bisa ular juga harus dilakukan.
Komplikasi yang sering terjadi adalah nekrosis lokal dan sindroma kompartemen yang
mungkin emmerlukan tindakan bedah. Jika terjadi gangguan dan paralisis otot nafas akibat
efek neurotoksik maka dapat terjadi defisit neurologis yang menetap.
DAFTAR PUSTAKA

1. Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO Regional
Office for South-East Asia
2. Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University of
Oxford,
3. Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan dalam
pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat racun gigitan ular.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 14, No. 1,
November 2007.
4. Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of Surgeons
Committee on Trauma.
5. Snake Bite. Daley, Brian James. 2011 .
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview

Anda mungkin juga menyukai