Anda di halaman 1dari 4

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil alamin, washolatu wasalamu ala asyrafil anbiya’ wal mursalin, wa’ala
alihi washohbihi ajma’in. Amma ba’du. .faqalahu ta'ala fil quranil
karim...”Audzubillahiminasyaitanirrajim..Bismillahirahmanirrahim...”,”innama bu`istu lil
utamimal karimal akhlak”shadaqallah..shadaqallahul adzim...
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita
masih diberi kesempatan untuk bersilaturahmi dalam keadaan sehat wal afiat. Sholawat dan
salam mari kita panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa di
tempatkan oleh Allah di sisi-Nya sebagai umat yang memperoleh derajat yang paling tinggi
di akhirat, Amin.
Tanggal 12 Rabiul Awal 1433 H, seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad
SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun.
Apa latar belakang dari peringatan mauled nabi yang setiap tahun diperingati oleh segala
lapisan ummat Islam dan hamper dianggap wajib. Tidak lain hanya karena saat itu setelah
bertahun -tahun Rasulullah saw. wafat perjuangan islam hampir punah, disana sini hanya
mementingkan kepentingan pribadi belaka. Maka ada salah seorang pejuang Islam yang
mempunyai gagasan agar diadakan peringatan mauled (kelahiran) Nabi Muhammad saw.,
yang pada waktu itu dceritakan betapa pedihnya perjuangan Rasulullah saw, dalam
menyebarkan Agama Islam dengan tujuan membakar semangat para pemuda pada waktu itu
agar bisa bangkit semua orang islam untuk memperjuangkan agama Allah sebagaiman yang
telah dilaksanakan oleh Rasulullah saw., ketika masih hidup. Maka setelah diadakan
peringtan tersebut perjuangan ummat Islam menjadi semangat kembali sampai pada zaman
kita sekarang ini. Adapun nama orang yang merintis peringatan tersebut bernama :
“Shalahuddin Al-Ayyubiy” atau yang lebih dikenal dengan nama : ”Shaladin”.
Secara umum, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan
keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang
sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa
dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. perlu kita putar kembali ingatan kita kepada
besarnya kasih sayang dan pengorbanan beliau untuk umatnya. Kasih sayang itu, bahkan
menjadi sifat Rasulullah yang difirmankan Allah Ta'ala:

َ ِِ‫سولِِم ْنِِأ َ ْنفُس ُك ْمِِعَزيز‬


ِ‫علَيْه‬ َ ‫ِِرحيمِ لَقَ ْدِِجَا َء ُك ْم‬
ُ ‫ِِر‬ َ ‫علَ ْي ُك ْمِِبا ْل ُمؤْ من‬
َ ‫ينَِِر ُءوف‬ َ ِِ‫َماِعَنت ُّ ْمِِحَريص‬

Laqad jaa ‘akum rasoolum min angfusikum ‘azeezun ‘alayhi ma ‘anittum hareesun
‘alaykum bilmu’ mi neena ra’oofu raheem
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (QS. At-Taubat : 128)
Dalam menjelaskan ayat ini, Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur'an mengatakan,
"Allah tidak mengatakan 'rasul dari kalian' tetapi mengatakan 'dari kaummu sendiri'.
Ungkapan ini lebih sensitif, lebih dalam hubungannya dan lebih menunjukkan ikatan yang
mengaitkan mereka. Karena beliau adalah bagian dari diri mereka, yang bersambung dengan
mereka dengan hubungan jiwa dengan jiwa, sehingga hubungan ini lebih dalam dan lebih
sensitif."
1. Selalu Menginginkan Keselamatan dan Kebaikan bagi Umatnya

Rasulullah senantiasa menginginkan keselamatan dan kebaikan bagi umatnya, meskipun pada
saat itu mereka masih menentang dakwah Rasulullah. Bahkan memusuhi dan menyakiti hati
Sang Nabi. Rasulullah tidak ingin umatnya diadzab Allah, meskipun malaikat telah datang
menawarkan bantuan, seakan malaikat itu sudah tidak sabar dengan penderitaan Muhammad
akibat permusuhan kaum/kabilah tertentu.

Hari itu, Rasulullah berdarah-darah. Kakinya terluka oleh lemparan batu penduduk Thaif.
Bukannya menerima dakwah Rasulullah, mereka justru mengusir Rasulullah dengan cacian
dan batu. Betapa sedih hati Rasulullah saat itu. Kesedihannya bukan karena merasakan
sakitnya darah mengalir, tetapi karena umatnya belum mendapat hidayah. Jika air mata
Rasulullah berlinang pada saat itu, itu bukan karena perihnya luka, tetapi karena sayangnya
beliau kepada umat.

Rasulullah kemudian bersimpuh, berdoa kepada Allah dengan doa yang menyayat hati,
terutama bagi Zaid bin Haritsah yang menemani beliau saat itu: "Ya Allah, kepadaMu juga
aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan
manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah,
Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang
bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli
asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau
limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan
yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan
kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga
Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu"

Saat itulah kemudian malaikat datang kepada beliau dengan menawarkan bantuan untuk
menghukum penduduk Thaif. "Wahai Rasulullah, berilah aku perintahmu. Jika engkau mau
aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!"

Rasulullah menjawab, "Jangan... Jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari
tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya
dengan apa pun... !" Berkat doa Rasulullah ini, beberapa tahun kemudian penduduk Thaif
menjadi ahli tauhid. Bahkan ketika ada kasus murtad sepeninggal Rasulullah, Thaif
merupakan salah satu daerah yang steril dari kemurtadan.

Demikian juga dalam banyak kesempatan yang lain. Ketika orang-orang Quraisy dan kafir
lainnya menentang Rasulullah dan mencaci makinya, beliau kerap membalas kejahatan
mereka dengan doa: "Allaahummahdii qaumii, fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah,
ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka belum mengetahui).

Keinginan Rasulullah agar umatnya berada dalam keselamatan dan kebaikan serta terhindar
dari adzab ini diijabahi Allah dengan ketentuanNya. Dia mengistimewakan umat Muhammad
dengan tidak menurunkan adzab kepada mereka. Tidak seperti kaum terdahulu, di saat
mereka ingkar kepada ajaran Nabi, mereka dihukum dengan adzab yang menghancurkan dan
menghabisi riwayat kaum tersebut.
2. Memberi Syafaat bagi Umatnya

Inilah kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang
kedua, yang tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Yakni syafaat untuk umat.

Sebenarnya, setiap Nabi diberikan doa mustajab oleh Allah. Namun, nabi-nabi sebelumnya
telah menggunakan doa tersebut, sebagiannya sebagai senjata pamungkas untuk
menghancurkan orang-orang kafir dengan adzab Allah. Adapun Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam, beliau menyimpan doa tersebut sebagai syafaat bagi umatnya, kelak di hari
hisab.

Rasulullah bersabda:

ْ ‫شفَاعَةِِأل ُ َّمتىِيَ ْو َمِِا ْلق َيا َمةِِفَه َىِِ لكُلِِنَبىِِ َدع َْوةِِ ُم‬
ِ‫ستَجَابَة‬ َ ِ‫ىِاختَبَأْتُِِ َدع َْوتى‬
ْ ‫ِِوإن‬َ ُ‫فَتَعَ َّج َلِِ ُك ُّلِِنَبىِِ َدع َْوتَه‬
‫شيْئا‬ ُ َّ ‫نَائلَةِِإ ْنِِشَا َء‬
َّ ‫ِِّللاُِِ َم ْنِِ َماتَِِم ْنِِأ َّمتىِلَِِيُشْركُِِب‬
َ ِِ‫اّلل‬

"Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi menyegerakan doanya. Dan
sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa'at bagi umatku pada hari kiamat.
Dan insya Allah syafa'atku untuk setiap orang yang mati dari kalangan umatku dalam
keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun" (HR. Muslim)

Subhanallah… Rasulullah bersabar dengan kesabaran yang sempurna, bahkan tidak dimiliki
oleh Nabi sebelumnya, untuk tidak menggunakan "doa pamungkas" itu kecuali di akhirat
nanti, sebagai syafaat bagi umatnya.

Dalam hadits lain yang sangat panjang, dikisahkan bahwa nanti di hari kiamat manusia ingin
memperoleh syafaat. Mereka datang meminta syafaat kepada Nabi Adam, Ibrahim, Nuh,
Musa, dan Isa. Tetapi semuanya malu meminta syafaat kepada Allah. Maka mereka pun
mendatangi Rasulullah, dan beliau pun memintakan syafaat kepada Allah.

3. Meringankan Sakaratul Maut Umatnya

Kasih sayang dan pengorbanan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang tidak
kalah besarnya terjadi pada akhir hayat beliau. Saat itu, Malaikat maut ditemani Jibril datang
kepada beliau mengabarkan hendak mencabut nyawa beliau.

“Bolehkah aku masuk?” kata seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Saat itu
Fatimah menunggui sang Nabi.
“Maaf, ayahku sedang demam,” jawab Fatimah.
Tetapi, Rasulullah yang tahu bahwa tamu itu adalah malaikat, beliau menyuruh Fatiman
mempersilakan. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” Fatimah menahan tangis, sadar
akan berpisah dengan ayah tercinta.

Malaikat maut datang menghampiri, lalu mengajak Jibril setelah Rasulullah menanyakannya.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah, suaranya telah
melemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka
lebar menanti kedatanganmu, ” kata Jibril.
Di saat seperti itu, Rasulullah tetap memikirkan umatnya. Beliau tidak puas dengan jawaban
Jibril untuk beliau saja.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini wahai kekasih Allah?” tanya Jibril. “Wahai
Jibril, bagaimana dengan nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata
Jibril.
Setelah itu, sesuai perintah Allah, malaikat maut perlahan-lahan mencabut ruh Rasulullah.
Fatimah dan Ali yang duduk di dekat Nabi tak kuasa menahan air mata. Bahkan Jibril juga
tak "tega." Namun, Rasulullah justru meminta agar beliau menanggung sakaratul maut
umatnya.
“Ya Allah, dahsyat nian sakaratal maut ini, biarlah aku menanggung sakaratul maut ini,
jangan (beratkan sakaratul maut) pada umatku," pinta Rasulullah. Setelah berwasiat
“Ummatii, ummatii, ummatiii!” beliaupun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Sang Nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya itupun menghadap Allah untuk
selamanya. Fatimah dan Ali tak kuasa menahan duka dan kesedihan.

Kita pun sangat pantas bersedih, bahkan di saat kita belum melakukan apapun untuk Islam,
Rasulullah telah menanggung (sebagian) sakitnya sakaratul maut kita.

Anda mungkin juga menyukai