Tugas Audit Klinis
Tugas Audit Klinis
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah penatalaksanaan pasien dengan demam tifoid sudah sesuai dengan SOP yang
ada.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit akut ini merupakan
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah (WHO 2003).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin
orang yang terinfeksi. Kuman terbawa secara pasif oleh lalat dan mengkontaminasi makanan. Insiden
demam tifoid di Indonesia termasuk tinggi yaitu berkisar 352-810 kasus per 100.000 penduduk
pervtahun atau 600.000-1.500.000 kasus per tahun. Angka kematian diperkirakan 2,5-6% atau 50.000
orang per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur teta[I kebanyakan pada anak-anak umur 5-9
tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 (Widodo 2009).
2.2 Patofisiologi
Patofisiologi demam tifoid adalah sebagai berikut, kuman salmonella typhi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar (Kapita selekta kedokteran 2000).
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke
dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami
hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo
endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis demam tifoid, karena
membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak.
Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Corwin 2000).
2.3 Manifestasi klinis
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah
masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati, kandung
empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan
timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada
masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak (Corwin 2000).
Sedangkan manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada penderita demam tifoid biasanya
disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :
Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80-
100 per menit.
Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,
denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika
keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi
inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada
awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis
(Soedarto 2007).
2.4 Terapi
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan klorampenicol
Kotrimoksazol 2x 2tablet selama 2 minggu
Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4gram dalam dekstrose
100cc selama setengah jam per infus sekali sehari selama 3-5 hari
Dapat pula diberikan cefotaxim 2-3x 1gram, cefoperazon 2x 1gram.
Fluorokuinolon demam biasanya lisis pada hari ke III atau menjelang hari ke IV
Norfloksasin 2x400mg per hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2x 500mg per hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x 40mg per hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari (PAPDI 2005)
BAB 3
METODE
DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Penyakit sistematik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
Salmonella partatyphi.
DIAGNOSIS
Anamnesis : Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare.
Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardi relative (peningkatan
suhu 10C tidak di ikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali,
splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Laboratorium : Dapat ditmukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal,
aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati, kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji
Widal > 4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negative
tidak menyingkirkan diagnosis Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau
H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
Hepatitis Tifosa
Bisa memenuhi 3 atau lebih criteria Khosia (1990). Hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman salmonella typhi dalam biakan feses atau urine pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi Virus, Malaria
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pembuluh darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).
TERAPI
Non farmakologis: tirah baring, makanan lunak, rendah serat.
Farmakologi: simptomatis dan antimikroba
Antimikroba pilihan utama: kloramfenikol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas panas
Antimikroba alternatif lain :
tiamphenicol 4x 500mg komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorampenicol
Kotrimoksazol 2x 2tablet selama 2 minggu
Ampicillin dan amoxicillin 50-150mgkgBB selama 2 minggu
Cephalosporin generasi III yang terbukti efektif adalah ceftriakson 3-4gram
dalam dekstrose 100cc selama setengah jam per infus sekali sehari selama 3-5
hari
Dapat pula diberikan cefotaxim 2-3x 1gram, cefoperazon 2x 1gram.
Fluorokuinolon demam biasanya lisis pada hari ke III atau menjelang hari ke IV
Norfloksasin 2x400mg per hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2x 500mg per hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x 40mg per hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4x 500mg dengan ampicillin 4x 1gr
dan dexametason 3x 5mg.
Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toxic tifoid, peritonitis atau perforasi,
renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toxic tifoid atau demam tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3x 5mg.
2. 10-4- KU: Demam disertai menggigil HB: 13,3 -Infus RL 20 tts/m 14-4-
2013 sejak 5 hr yang lalu. Leu: 9800 -Inj cefotaxim 3x1 2013
PF: KU:cukup, GCS:4/5/6, LED: 18 -inj ranitidine 2x1
T:140/80. N:100x/m Trom: 216.000 PCT 3 x 500 mg
S: 38,8, RR:19 x/m PCV: 41,2
Widal:
-O: +(1:320)
-H: +(1:80)
-A: +(1:160)
-D: + (1:160)
3. 12-4- KU: demam sejak 2 hr yl -thyamfenicol 500 16-4-
2013 disertai nyeri perut, MUal dan 3x1 2013
muntah +. -Primadex F 2x1
PF: KU:cukup, T 120/80, N 96 -Procur Plus 2x1
x/m, GCS:4/5/6, S:36, RR: 20 -Mecola 1x1
x/m -Pamol
Status generalisata: dbn
4. 15-4- Ku: panas (+) naik turun sejam HB: 13,9 - RL: 20 tts/m 21-4-
2013 4 hr yl. Leu: 5.800 -Cyprofloxacin 2 x 500 2013
Mual (+), nyeri perut (+) Trom: 124.000 mg
Widal: Curcuma 3x1
-ST O:1/160 -Snoralfit syr 3x1
-ST H: 1/180 -Inj Ranitidin 2x1
-SP A: (-)
-SP B: (-)
5. 19-4- KU: Panas sejak 5 hari yl. 28-1-2013 29-1-2013 20-4-
2013 T:120/80, R:20 x/m Hb: 13, PCV: 36,8 -IVFD RL 1 liter dalam 2013
N:80 x/m, S:37 leuko:3500, 6 jam kemudian (dipul
Status generalisata: DBN Trombo:272.000, lanjutkan 20 gtt/m angka
Widal test: -Avelox n)
ST O: (+) 1/640 Inj Ozid 2x1
ST H: (+) 1/320 Inj Odan 3x4 mg
SP A: (+) 1/160
SP B: (+) 1/160 30-1-2013
-RL 20 gtt/m
30-1-2-13 -Biothycol
ST O: 1/160 -Inpepsa 3xC1
ST H: (-) -
SP A: (-)
SP B: 1/80
6. 13-4- KU: Nyeri ulu hati (+), mual 13-2-2013 -Infus RL 20 gtt/m 15-4-
2013 (+), muntah (-). Hb:14.9, -Ranitidiid 2x1 2013
T:120/70, N:80 x/m, RR:22 leu:8000, LED:9, -Ondan 2x1 (perm
x/m, S:36 trom:142000 -Ondancentrom 3x4 intaan
PCV:44.3, mg sendir
Widal: -as…… i)
ST O:1/160 -Ozid 2x1
ST H: (-)
SP A: (-)
SP B:1/80
Faal Hati:
-SGPT: 1970
-SGOT:1750
Urin:
-Prot/red:
+1/neg
-Bil/uro: +3/+2
-Sedimen
Leko/eri/epitel:
2-3/1-2/+
14-3-2013
HB: 14, leu:
7.200
LED: 8,
Trom:145.000
PCV:41,6
Faal hati: HbsAg
stik (+)
7. 17-4- KU: Panas sejak 1 mgg yl, 7-1-2013 -Infus RL: 20 gtt/m 20-4-
2013 mual +, muntah +, ST O: 1/80 -Inj Ceftriaxon 1x2 gr 2013
KU:cukup, T:90/60 ST H:1/640 Inj Nislev 1x500 (Dipul
N:90 x/m GCS:4/5/6 SP A:- PCT 3x1 angka
S:38, RR:20 x/m SP B: 1/640 n)
Hb:11.8,
8-1-2013 Leuko:18.900,
T:110/70, N:80, S:37,5 trom: 336.000,
RR:20 Eri:4.51,
Hematokrit: 39%
9-1-2013 Eo:2, Ba(-),st;6,
T:110/80, N:80 x/m, S:36, seg:76, lim:14,
RR:20 x/m mo:2.
Urin: normal
8-1-2011
-Faal ginjal:
ureum:21,
kreatinin:1.14
Faal hati:
SGPT:20,
SGOT:17
8. 23-4- Panas sejak 1 mgg yl, mual +, 13-3-2013 -Infus RL 20 gtt/m 28-4-
2013 muntah +. Hb:13.4, -Inj ceftri 2x2 gr 2013
KU:CM, T:11080, N:98 x/m, PCV:39.1, -Inj acran 2x1 amp
GCS:4/5/6, S:38.8, RR:20 x/m Leuko:7000, -Drips neurobion
St.generalisata:dbn Trom:151.000, 5000/hr
Diff count:1/- - Vomitas 3x1
/1/75/15/8 -Sanmag syr 4xC1
Widal tes: Pamol 3x500 mg
ST O: (+) 1/80
ST H: (-) 18-3-2013
SP A: (+) 1/160 -Procerplus 1x1
SP B: (+) 1/320 -Lapibal tab 1x1
14-3-2013
HB:13.7,
Leko:5.100,
Trom:149.000,
PCV:42.9,
Faal Ginjal:
Ureum:19,
Kreatinin:1.12
Faal Hati:
SGOT:23,
SGPT:17
NHS 2002, Principles of best practice in clinical audit, National Institute for Clinical Excellence, United
Kingdom.
Nicklin, W 2012, The value and impact of healthcare accreditation: a literature review, Accreditation
Canada, Canada.
PAPDI 2005, Standar pelayanan medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Jakarta.
WHO 2003, Background document: the diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever, World
Health Organization, Geneve, Switzerland.
Widodo, D 2009, 'Demam tifoid', in Aw sudoyo, b setyohadi & ms setiati (eds), Buku ajar ilmu penyakit
dalam, vol. 3, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.