Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326506535

Efek Plasmaferesis pada Hemostasis

Chapter · July 2018

CITATIONS READS

0 151

2 authors:

Sri S Adiyanti Rahayuningsih Dharma


University of Indonesia University of Indonesia
8 PUBLICATIONS   50 CITATIONS    6 PUBLICATIONS   67 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

microRNA 122 View project

Factors influence clopidogrel resistance View project

All content following this page was uploaded by Sri S Adiyanti on 20 July 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KASUS

Sampel darah dari pasien Ny A dari bangsal gedung A, usia 44 tahun, dikirim ke laboratorium pada
tanggal 11 Februari 2011, diagnosa tidak dicantumkan, untuk pemeriksaan sebagai berikut :

Hasil pemeriksaan laboratorium 11 Februari 2011

Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi rutin
Hemoglobin 10.3 g/dL 12.0-14.0
Hematokrit 31.3 % 37.0-43.0
Eritrosit 3.51 106/µL 4.00-5.00
MCV/VER 89.2 fL 82.0-92.0
MCH/HER 29.3 pg 27.0-31.0
MCHC/KHER 32.9 g/dL 32-36
Jumlah Leukosit 21.17 103/ µL 5.00-10.00
Jumlah Trombosit 100 103/ µL 150-400

Gambaran Darah Tepi


Eritrosit : normositik normokrom
Leukosit : kesan jumlah meningkat, hitung jenis 0/0/9/76/15/0, morfologi normal
Trombosit : kesan jumlah menurun, morfologi normal

Kesan : bisitopenia dan neutrofilia

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemostasis
Masa Protrombin (PT) >120 detik 9.8-12.6
Kontrol 12.0 detik
APTT >190 detik 31.0-47.0
Kontrol 36.4 detik
Kadar Fibrinogen 52.2 mg/dL 136.0-384.0
D-Dimer 2400 µg/L 0-300

Kimia Klinik
Albumin 3.62 g/dL 3.4-4.8

Kesan : PT dan APTT yang sangat memanjang, hipofibrinogenemia dan peningkatan D -Dimer
Hasil pemeriksaan hematologi dari alat hitung sel darah otomatis Sysmex XT-2000i

1
Resume :

Pasien, 44 tahun dengan hasil pemeriksaan hematologi bisitopenia dan neutrofilia


dan hemostasis PT dan APTT yang sangat memanjang, hipofibrinogenemia dan
peningkatan D -Dimer

2
DATA TAMBAHAN

Anamnesis:
Keluhan Utama : Pasien masuk dengan sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang : Dua tahun yang lalu pasien mengeluh lemas seluruh tubuh, memberat
hingga 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Tungkai lemah, berjalan diseret, semakin lama semakin
lemah hingga tidak dapat mengenakan pakaian, sulit menelan, kelopak mata setengah menutup.
Sesudah berobat ke rumah sakit S, dilakukan EMG dan dikatakan pasien menderita Myastenia
Gravis. Pasien kemudian berobat ke Bedah Thorax RSCM, dicurigai tumor dan dikatakan menderita
Thymoma.
14 hari yl dilakukan thymektomi di RSCM, post operasi tidak ada keluhan, kemudian pasien
mengeluh sesak nafas memberat, nyeri dada dan batuk batuk, berdahak, pelo -, tersedak -.
Kemudian dilakukan plasmaferesis.
Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat DM (-), Hipertensi (-), Riwayat penyakit asma (-), riwayat penyakit
jantung (-), riwayat merokok (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Pemeriksaan fisik
Kesadaran : normal Keadaan umum : sakit sedang
GCS E4M6V5
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : afebris
Kepala : tak
Mata : konjungtiva pucat - / sklera ikterik –
Pupil : bulat isokor, diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+ RCTL +/+
TRM : Kaku Kuduk -, Laseque > 70/> 70 Kernig >135/>135
Ekstrimitas : parese –
Motorik : hemiparese - RF +2 /+2 RP -/-
+2 / +2
Sensorik : hemihiperestesi -/-
Autonom : Inkontinensia urin –

3
THT : tak
Dada : Paru : inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : redup/sonor
Auskultasi : wheezing -/- , ronkhi +/+
Jantung : BJ I-II normal, murmur -, gallop –

Abdomen :
Inspeksi : rata
Palpasi : hati dan limpa tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus + normal

Ekstremitas : akral hangat , edema +/-

Hasil laboratorium 4 Februari 2011

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi rutin
Hemoglobin 9.5 g/dL 12.0-14.0
Hematokrit 29.6 % 37.0-43.0
Eritrosit 3.27 106/µL 4.00-5.00
MCV/VER 90.5 fL 82.0-92.0
MCH/HER 29.1 pg 27.0-31.0
MCHC/KHER 32.1 g/dL 32-36
Jumlah Leukosit 12.48 103/ µL 5.00-10.00
Jumlah Trombosit 151 103/ µL 150-400

Hasil laboratorium 23 Februari 2011

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Masa Protrombin (PT) 11.0 detik 9.8-12.6


Kontrol 12.4 detik
APTT 37.4 detik 31.0-47.0
Kontrol 35.0 detik
Kadar Fibrinogen 137.3 mg/dL 136.0-384.0

4
Hasil laboratorium 24 Februari 2011

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi rutin
Hemoglobin 9.7 g/dL 12.0-14.0
Hematokrit 30.2 % 37.0-43.0
Eritrosit 3.26 106/µL 4.00-5.00
MCV/VER 92.6 fL 82.0-92.0
MCH/HER 29.8 pg 27.0-31.0
MCHC/KHER 32.1 g/dL 32-36
Jumlah Leukosit 14.13 103/ µL 5.00-10.00
Jumlah Trombosit 173 103/ µL 150-400

Hasil laboratorium 25 Februari 2011

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Masa Protrombin (PT) 10.7 detik 9.8-12.6


Kontrol 12.9 detik
APTT 33.3 detik 31.0-47.0
Kontrol 34.3 detik
Kadar Fibrinogen 141.0 mg/dL 136.0-384.0

TEORI SINGKAT

Plasmaferesis

Therapeutic Plasmaferesis merupakan suatu proses dimana suatu komponen dalam plasma,
yang dipercaya menyebabkan suatu penyakit atau menyebabkan kekambuhan suatu penyakit,
secara selektif dikeluarkan dari tubuh. Komponen darah yang masih tersisa kemudian akan
dikombinasikan dengan replacement plasma atau inert substitute dan kemudian akan dikembalikan
lagi kepada pasien tersebut. Komponen yang dikeluarkan dapat mencakup antibodi, kompleks imun,
mediator inflamasi atau komplemen, toksin, lemak dan molekul lainnya yang berpotensi bahaya bagi
tubuh.1,2 Biasanya, therapeutic plasmaferesis digunakan untuk menurunkan kadar antibodi dalam
sirkulasi atau kompleks imun selama episode autoimun. Plasmaferesis telah digunakan sejak
beberapa dekade yang lalu dan umumnya digunakan sebagai terapi untuk systemic lupus

5
erythematosus, myastenia gravis, sickle cell crisis dan penyakit onkologi seperti limfoma dan multiple
myeloma. 3

Komplikasi plasmaferesis yang terjadi dihubungkan dengan akses vaskular maupun


komposisi cairan pengganti (replacement fluids). Hematoma, pneumotoraks dan infeksi kateter
adalah komplikasi tersering dari vaskuler. Sedangkan komplikasi yang terjadi dihubungkan dengan
cairan pengganti adalah reaksi anafilaktoid terhadap fresh frozen plasma, koagulopati yang diinduksi
oleh penggantian faktor pembekuan yang tidak adekuat, transmisi hepatitis virus dan infeksi
lainnya.2, 4

Ketika plasma digantikan dengan cairan pengganti, terjadi koagulopati karena pengenceran
faktor pembekuan, sehingga PT dan APTT akan memanjang dan kadar fibrinogen akan menurun
sesuai dengan intensitas penggantian cairan tersebut. Redistribusi dan sintesis faktor pembekuan
akan meningkat dengan cepat setelah proses tersebut. Fibrinogen biasanya digantikan lebih lambat
walaupun produksi protein fase akut ini bervariasi. Kadar fibrinogen dapat menurun sampai di
bawah 100 mg/dL jika beberapa prosedur dilakukan pada hari yang berurutan. Kadar yang mencapai
100 mg/dL umumnya cukup untuk tidak menimbulkan perdarahan kecuali bila individu tersebut
mempunyai masalah hemostasis lain. 4

Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah penyakit yang ditandai dengan kelemahan pada otot rangka.
Kelemahan terjadi karena kegagalan transmisi neuromuskular yang disebabkan oleh berkurangnya
reseptor untuk neurotransmitter asetilkolin pada postsynaptic myoneuronal junction. Hal ini
disebabkan oleh adanya antibodi anti asetilkolin reseptor. Rasa lelah dan lemah yang memburuk
setelah beraktivitas adalah gejala klinik khas myasthenia gravis. Gejala klinis lain adalah ptosis dan
diplopia. Pada kasus yang berat, dapat terjadi gejala bulbar yaitu kesulitan menelan, yang
mengakibatkan risiko untuk terjadinya aspirasi. Kelemahan pada diafragma dapat menyebabkan
5,6
kegagalan respirasi yang membutuhkan ventilator. Pasien dengan myasthenia gravis banyak
ditemukan thymoma maligna, dan operasi pembedahan untuk menghilangkan timus dapat
memperbaiki gejala neurologis. 2, 6,7,8,

Pemberian terapi pada Myasthenia Gravis biasanya dilakukan secara bertahap, dimulai
dengan obat antikolinesterase. Terapi lainnya untuk pasien Myasthenia Gravis dewasa dengan gejala
6
menyeluruh yaitu thymektomi. Thymektomi lebih banyak memberikan keuntungan untuk pasien
muda dan dengan hiperplasia timus. Terapi dengan kortikosteroid digunakan pada pasien dengan
Myasthenia Gravis yang gagal berespon terhadap obat antikolinesterase maupun thymektomi dan
pada pasien yang memerlukan optimalisasi terhadap kondisi klinis dalam persiapan thymektomi. 6,7,8

Plasmaferesis tampaknya merupakan terapi yang paling menguntungkan pada pasien


dengan krisis myasthenia dan pada pasien dengan gejala yang makin memburuk dengan terapi anti
kolinesterase dan kortikosteroid. Plasmaferesis juga berguna untuk pasien yang akan menjalani
thymektomi dan yang mengalami komplikasi dengan keterlibatan otot bulbar dan pernapasan.
Mekanisme kerjanya adalah mengeluarkan autoantibodi yang patogenik, sehingga antibodi anti
asetilkolin reseptor (AchR) akan berkurang jumlahnya dan akan berkorelasi dengan perbaikan gejala
klinis. 6

DISKUSI

Sampel darah dari pasien Ny A dari bangsal gedung A, usia 44 tahun, dikirim ke
laboratorium pada tanggal 11 Februari 2011, diagnosa tidak dicantumkan, untuk pemeriksaan
hematologi rutin, hemostasis dan kimia klinik dengan hasil PT dan APTT yang sangat memanjang,
anemia, leukositosis, trombositopenia, hipofibrinogenemia dan D-Dimer yang meningkat.

Dari data hasil pemeriksaan laboratorium tersebut, sekilas dapat diduga pasien tersebut
mengalami DIC, karena dijumpai tombositopenia, hipofibrinogenemia, PT dan APTT yang
memanjang dan D-Dimer yang meningkat. Setelah mendapat data tambahan tidak ditemukan
perdarahan ataupun trombosis dan penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya DIC, kemudian
diketahui bahwa ternyata pasien ini baru dilakukan plasmaferesis. Data tambahan menunjukkan
bahwa pasien adalah penderita Myasthenia Gravis dan telah dilakukan thymektomi, baru dilakukan
plasmaferesis.

PT dan APTT yang sangat memanjang pada pasien ini disebabkan karena pemakaian
antikoagulan heparin yang digunakan selama proses plasmaferesis, efek pengenceran faktor
pembekuan, aktivasi koagulasi dan terjadi konsumsi faktor koagulasi. Anemia dapat disebabkan oleh
komplikasi plasmaferesis yaitu efek pengenceran 9, namun pada pasien ini sebelum plasmaferesis
memang sudah terdapat anemia normositik normokrom, bukan merupakan komplikasi
plasmaferesis. Kemungkinan terjadi karena proses inflamasi kronis pada pasien ini yaitu Myasthenia
Gravis, yang ditandai dengan anemia ringan dan non progresif (Hb jarang < 9 g/dL). Mekanisme
7
terjadinya anemia pada proses inflamasi kronis dapat terjadi karena penurunan pelepasan besi dari
‘pool’nya di RES,penurunan produksi eritropoietin dan penekanan eritropoiesis oleh sitokin yang
disebabkan oleh makrofag dan limfosit yang teraktivasi karena proses penyakit yang mendasarinya.
Mediator seperti Tumor Necrosis Factor (TNF-α), interferon alfa dan gamma (IFN-α, IFN-γ) dan
10,11
Interleukin-1 (IL-1) merupakan supresor eritropoiesis. Leukositosis, dalam hak ini neutrofilia,
terjadi kemungkinan disebabkan oleh komplikasi infeksi yang terjadi selama proses plasmaferesis.
Kemungkinan lain terjadi leukositosis karena pada pemakaian membran pada plasmaferesis, dapat
memicu aktivasi sitokin, koagulasi dan komplemen, serta interleukin-1.1. Trombositopenia yang
terjadi dapat disebabkan efek pengenceran dari plasmaferesis dimana trombosit pasien rendah saat
baru dilakukan plasmaferesis dan kemudian meningkat lagi dalam batas normal beberapa hari
setelahnya. Hal ini juga dapat terjadi karena trombosit menempel pada sirkuit apheresis sehingga
5
menyebabkan aktivitas koagulasi dan konsumsi faktor koagulasi. Kemungkinan penyebab
trombositopenia lain dapat disingkirkan, karena pada pasien ini tidak terdapat riwayat perdarahan
sebelumnya, tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu, kecuali mestignon.

Hipofibrinogenemia terjadi karena proses pengenceran dan sebagai bagian dari terjadinya
aktivitas koagulasi dan konsumsi faktor koagulasi yang terjadi selama proses plasmapheresis, pada
pemeriksaan berikutnya kadar fibrinogen sudah meningkat dan akhirnya mencapai nilai normal. D-
Dimer meningkat pada pasien ini kemungkinan sebagai petanda aktivasi koagulasi dan fibrinolisis
karena pada plasmaferesis darah terpapar dengan permukaan asing sehingga terjadi aktivasi
koagulasi. 5, 9

KESIMPULAN

Seorang pasien usia 44 tahun penderita Myasthenia Gravis yang telah dilakukan
plasmaferesis dengan PT APTT yang memanjang, bisitopenia, neutrofilia, hipofibrinogenemia dan D-
Dimer yang meningkat yang terjadi sebagai akibat dari efek pengenceran, aktivitas koagulasi,
konsumsi faktor koagulasi.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Cearlock DM, Gerteisen DC. Theurapeutic Apheresis for Autoimmune Disease. Advance and
Outcomes.Theurapetic Plasmapheresis;2000.p. 24-42
2. Madore F. Plasmapheresis. Technical aspects and indications. Crit Care Clin. 2002 (18): 375-92.
3. Kyles DM, Baltimore J. Adjunctive Use of Plasmapheresis and Intravenous Immunoglobulin
Therapy in Sepsis : A Case Report. American Journal of Critical Care. 2003;(14)2: 109-112.
4. Levinson, AI. Myasthenia Gravis. In : Clinical Immunology Principles and Practice. 3rd
eds.Philadelphia; Elsevier .2008.p 951-962.
5. Theurapeutic Plasma Exchange. In : Theurapeutic Apheresis. A Physician’s handbook. 1st eds.,
Maryland ; AABB .2005.p.55-100
6. El-Bawab H, Hajjar W, Rafay M, Bamousa A, Khalil A and Al-Kattan K. Plasmapheresis before
Thymectomy in Myasthenia Gravis : routine versus selective protocols.European Journal of
Cardio-thoracic Surgery 2009;(35): 392-97.
7. Introduction to Theurapeutic Apheresis : Principles, Physiology, and Patient Management. In :
Theurapeutic Apheresis. A Physician’s handbook. 1st eds. Maryland ;AABB.2005.p.1-28
8. Kes P, Ba ic-Kes V. Plasmapheresis and Specific Immunoadsorption in the Treatment of
Myasthenia Gravis. Acta Clinica Croatia. 2001;(40):39-41.
9. Agarwal N, Gupta BB, Singhal AK. Therapeutic Apheresis-A Clinical Spectrum.
JIACM.2007;(8)3:232-9.
10. Hoffbrand AV, Moss PAH, Petitt JE. Hypochromic Anaemias and Iron Overload. In: Essential
Hematology..Massachussets; Blackwell Publishing .2006.p.28-43
11. Turgeon ML. Hypochromic Anemias and Disorders of Iron Metabolism. In : Clinical
Hematology.Theory and Procedures..Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins.2005.p 131-
143.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai