OLEH :
NIM : 06101381722049
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
1. Secara praktis dan teoritis PBL (Problem Based Learning) berbeda dengan
PS (Problem Solving). Mereka sama-sama berbeda.
a. Jelaskan
b. Berikan contoh
JAWAB
Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus dijadikan
pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan harus sesuai
dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua, permasalahan yang
disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dalam Problem Based
Learning pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru
harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah,
penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi
fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat
terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan.
Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that
results from the process of working towards the understanding of a resolution of a
problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara
Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBM
sebagai“Problem-based learning (PBL) has been defined as a teachingstrategy that
“simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and
skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a
structured problem which mirrors real-world problems".
Jadi, PBM atau PBL adalah suatu pendekatan peng mengmbelajaran yang
mengguanakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kririt dan keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau
materi pelajaran. Landasan teori PBM adalah kolaborativisme, suatu pandangan
yang berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan degan cara
membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimlikinya dan dari
semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesame individu.
Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dati transfer
informasi fasilitator mahasiswa ke prose konstruksi pengetahuan yang sifatnya
social dan individual. Menurut paham kosntruktivisme, manusia hanya dapat
memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. PBM memiliki
gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan
pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan
dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar mahasiswa memilki
pengalaman sebagaiamana anantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya.
Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif dimulai dari
pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyususan konsep
tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk
pembelajaran.
2. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang
disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu
dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam
kehidupan profesionalnya nanti.
4. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar
pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM
dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian
tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan
sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau
perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang
hendak dicapai.
Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari 5 tahap proses, yaitu :
a. Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah, dan mengajukan masalah.
b. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
b. Kelemahan
A, PROBLEM SOLVING
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam
menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yangtepat dan cermat
(Hamalik,1994:151).Berdasarkan konsep di atas, dapat dimaknai bahwa problem
solving yaitu suatu pendekatan dimana langkah-langkah berikutnya sampai
penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif yang umum sedangkan langkah-
langkah berikutnya sampai dengan penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif
dan spesifik.Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan
infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan masalah. Apabila
pemecahan yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti
telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap eserta didik harus mulai
kembali berpikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman
menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Jadi, dalam mempelajari
konsep matematika yang baru harus didasari konsep-konsep yang sebelumnya.
Mempelajari konsep B yang mendasari konsep A, seorang harus memahami dulu
konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti matematika
harus bertahap, dan berkaitan dengan konsep yang satu dengan konsep yang
lainnya. Berpikir pemecahan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah
kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu
masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah
memerlukan pemecahan yang baru bagi peserta didik atau kelompok belajar.
Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasangagasan) yang baru bagi
peserta didik, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti
informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui,
penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus
diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu
pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving (Slameto,
2003: 139) Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan
dengan cara memahami sejumlah pengetahuan dan ketrampilan kerja dan
merupakan hasil yang dicapai peserta didik setelah peserta didik yang
bersangkutan mengalami suatu proses belajar problem solving yang diajarkan
suatu pengetahuan tertentu.
Greeno (Matlin, 1984: 333; Jacob, 1998: 3) mengungkapkan bahwa
memahami masalah meliputi mengkonstruksi suatu representasi internal.
Selanjutnya Greeno yakin bahwa memahami masalah memiliki tiga tugas, yaitu:
a) Pertalian (coherence). Suatu representasi yang bertalian secara logis merupakan
pola yang terhubung, sehingga semua bagian dari materi ajar dapat dimengerti. b)
Korespondensi (correspondence). Pengertian membutuhkan suatu korespondensi
yang tepat antara representasi internal dan material yang dapat dimengerti. c)
Hubungan dengan latar belakang (Relationship to background knowledge)
Pengertian yang baik merupakan material untuk mengerti yang harus
dihubungkan dengan latar belakang pengetahuan orang yang mengerti.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengerti
permasalahan, peserta didik harus dapat menghubungkan data-data yang
diketahui, kemudian dihubungkan dengan yang akan dicari jawabannya. Semua
hal tersebut dilakukan dengan menggunakan modal pengetahuan yang telah
peserta didik miliki. Pada langkah keempat, peserta didik melakukan pengecekan,
mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang sama, dan mencari
kemungkinan adanya penyelesaian lain. peserta didik merefleksikan
pengalamannya, menelusuri proses berpikirnya, meninjau kembali strategi yang
dipilih, dan menyimpulkan mengapa suatu strategi berhasil sedangkan yang
lainnya tidak berhasil.
1) PROBLEM SOLVING
Tahap Perencanaan
Menuliskan persamaan reaksi
Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)
2) PROBLEM
3) BASED LEARNING
1. Merumuskan masalah
kepada siswa diberikan larutan kimia, dan mereka diminta untuk
1. Menyiapkan alat
2. Membuat rangkaian uji elektrolit dengan elektroda yang dipasang
pada masing-masing ujung kabel
3. Melarutkan dengan aquades di dalam wadah yang berbeda
misalnya beaker glass
4. Kemudian mulai menguji larutan tersebut satu persatu
5. Larutan diuji dengan cara mencelupkan ujung elektroda kedalam
larutan dan pastikan jangan sampai elektroda bersentuhan
6. Sebelum pindah untuk mencoba larutan lain elektroda harus di cuci
dengan aquades dan dilap dengan menggunakan tissue,dan tissue
yang digunakan harus baru atau jangan dipakai berulang, karena
apabila dipakai berulang maka larutan sebelumnya akan menempel
pada elektroda dan akan bercampur dengan larutan berikutnya
apabila hal ini terjadi maka akan membuat percobaan gagal
7. Terakhir mencatat hasil percobaan kedalam tabel pengamatan.
Zat kimia yang digunakan yaitu : larutan HCl 2M, larutan NaOH 2M,
larutan HNO3 2M , larutan Mg(OH)2 2M, larutan HCN 2M
2. Menganalisis masalah
Dari hasil pengamatan di atas siswa dapat mencari masalah-masalah yang
ada pada hasil larutan – larutan tersebut, contohnya mana larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik kuat, larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik lemah dan larutan yang tidak dapat mengantarkan arus listrik.
3. Merumuskan hipotesis
Siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah dari hasil
pengamatannya di atas, hipotesisnya antara lain adalah:
- Siswa memprediksikan bahwa
- Pada larutan HNO3 dan Mg(OH)2 merupakan larutan elektrolit lemah.
- Pada saat percobaan siswa memprediksi bahwa HCN termasuk dalam
larutan elektrolit kuat.
4. Mengumpulkan data
Siswa mencatat hasil pengamatan praktikum dalam bentuk tabel.
5. Pengujian hipotesis
Siswa mencoba menguji hipotesis yang diperoleh dari hasil pengamatan di
atas dengan kajian-kajian teoritis dari buku teks, kemudian sekaligus
melakukan diskusi antara mereka agar mendapatkan suatu hipotesa yang
benar-benar tepat.
6. Merumuskan rekomendasi masalah dan membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan di atas, kesimpulan
yang diperoleh antara lain adalah:
- Larutan elektrolit adalah elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik
dengan baik , sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak
dapat menghantarkan arus listrik dengan baik.
- Larutan elektrolit kuat ditandai dengan adanya gelembung dan nyalah
lampu yang terang , larutan elektrolit lemah ditandai dengan adanya
gelembung yang hanya sedikit dan lampu yang redup sedangkan untuk
larutan yang non elektrolit ditandai dengan tidak adanya gelembung dan
nyalah lampu tidak ada.
- Yang termasuk kedalam elektrolit kuat yaitu HCl,NaOH,
HNO3 ,Mg(OH)2
- Yang termasuk kedalam elektrolit lemah yaitu HCN.