Anda di halaman 1dari 18

UJIAN TENGAH SEMESTER

STRATEGI PEMBELAJARAN KIMIA

OLEH :

NAMA : MOHAMMAD AGUNG SATRIYA

NIM : 06101381722049

PRODI : PENDIDIKAN KIMIA PALEMBANG 2017

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
1. Secara praktis dan teoritis PBL (Problem Based Learning) berbeda dengan
PS (Problem Solving). Mereka sama-sama berbeda.

a. Jelaskan

b. Berikan contoh

JAWAB

1. PROGRAM BASED LEARNING

Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran


yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan
pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan
untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam
pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009 ,h. 124).
Model pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai
awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan
dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) :

1. Menurut Duch (1995,h. 201), Problem Based Learning (PBL) merupakan


model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”,
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud.

2. Menurut Arends (Trianto, 2007,h. 68), Problem Based Learning (PBL)


merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada
masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan tingkat tinggi dan
inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya.

3. Menurut Glazer (2001,h.89 ), mengemukakan Problem Based Learning


merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada
masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Dari beberapa uraian mengenai
pengertian Problem Based Learning dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan
salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar
aktif kepada siswa. Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum
dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang
menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan
berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang
sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari. Model Problem Based Learning bercirikan penggunaan
masalah kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan
model Problem Based Learning diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak
kecakapan daripada pengetahuan yang dihafal. Mulai dari kecakapan
memecahkan masalah, kecakapan berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam
kelompok, kecakapan interpersonal dan komunikasi, serta kecakapan pencarian
dan pengolahan informasi (Amir, 2007 h. 35).

Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus dijadikan
pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan harus sesuai
dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua, permasalahan yang
disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dalam Problem Based
Learning pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru
harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah,
penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi
fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat
terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan.

2. KONSEP DASAR PBM


Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)
didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret,2005) dan
pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University
Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran
diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran
dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk
memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan
pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti
bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga
harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam
pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya
diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that
results from the process of working towards the understanding of a resolution of a
problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara
Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBM
sebagai“Problem-based learning (PBL) has been defined as a teachingstrategy that
“simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and
skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a
structured problem which mirrors real-world problems".

Jadi, PBM atau PBL adalah suatu pendekatan peng mengmbelajaran yang
mengguanakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kririt dan keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau
materi pelajaran. Landasan teori PBM adalah kolaborativisme, suatu pandangan
yang berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan degan cara
membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimlikinya dan dari
semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesame individu.
Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dati transfer
informasi fasilitator mahasiswa ke prose konstruksi pengetahuan yang sifatnya
social dan individual. Menurut paham kosntruktivisme, manusia hanya dapat
memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. PBM memiliki
gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan
pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan
dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar mahasiswa memilki
pengalaman sebagaiamana anantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya.
Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif dimulai dari
pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyususan konsep
tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk

pembelajaran.

3. Karakteristik Problem Based Learning

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005)


menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :

1. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih


menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL
didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat
mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang
disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu
dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam
kehidupan profesionalnya nanti.

3. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses


pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua
pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui
sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

4. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar
pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM
dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian
tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitators. Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan
sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau
perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang
hendak dicapai.

4. Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning

Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari 5 tahap proses, yaitu :

a. Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah, dan mengajukan masalah.

b. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi
peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

c. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.


Pada tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.

d. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini


guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.

e. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil


pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang
mereka lakukan. (Trianto, 2007 h. 70 ) Kelima tahap yang dilakukan dalam
pelaksanaan model Problem Based Learning ini selengkapnya dapat disimpulkan
melalui tabel 2.1 yang dapat dilihat di bawah ini :

Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru


Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan,
Orientasi peserta didik
mengajukan fenomena atau demonstrasi
pada masalah atau cerita untuk
memunculkanmasalah,emotivasi siswa
untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah.

Tahap 2 Guru membagi siswa ke dalam kelompok,


membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasi peserta
mengorganisasikan tugas belajar yang
Didik berhubungan dengan masalah.

Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk


mengumpulkan informasi yang
Membimbing penyelidikan
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen
individu maupun kelompok dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 Guru membantu siswa dalam


merencanakan dan menyiapkan laporan,
Mengembangkan dan
dokumentasi, atau model, dan membantu
menyajikan hasil mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya

Tahap 5 Guru membantu siswa untuk melakukan


refleksi atau evaluasi terhadap proses dan
Menganalisis dan
hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
mengevaluasi proses dan

hasil pemecahan masalah

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning


a) Kelebihan
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya :

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan


pengetahuan baru bagi siswa.

2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami


masalah dunia nyata.

4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan


bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan


kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

6. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang


mereka miliki dalam dunia nyata.

7. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar sekalipun


belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna


memecahkan masalah dunia. (Sanjaya, 2007 h.45)

b. Kelemahan

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan


bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,maka mereka akan merasa
enggan untuk mencobanya.

2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi


yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha
untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar
apa yang mereka ingin pelajari. (Sanjaya, 2007 hlm 45).

A, PROBLEM SOLVING
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam
menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yangtepat dan cermat
(Hamalik,1994:151).Berdasarkan konsep di atas, dapat dimaknai bahwa problem
solving yaitu suatu pendekatan dimana langkah-langkah berikutnya sampai
penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif yang umum sedangkan langkah-
langkah berikutnya sampai dengan penyelesaian akhir lebih bersifat kuantitatif
dan spesifik.Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan
infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan masalah. Apabila
pemecahan yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti
telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap eserta didik harus mulai
kembali berpikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman
menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Jadi, dalam mempelajari
konsep matematika yang baru harus didasari konsep-konsep yang sebelumnya.
Mempelajari konsep B yang mendasari konsep A, seorang harus memahami dulu
konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti matematika
harus bertahap, dan berkaitan dengan konsep yang satu dengan konsep yang
lainnya. Berpikir pemecahan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah
kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu
masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah
memerlukan pemecahan yang baru bagi peserta didik atau kelompok belajar.
Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasangagasan) yang baru bagi
peserta didik, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti
informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui,
penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus
diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu
pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving (Slameto,
2003: 139) Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan
dengan cara memahami sejumlah pengetahuan dan ketrampilan kerja dan
merupakan hasil yang dicapai peserta didik setelah peserta didik yang
bersangkutan mengalami suatu proses belajar problem solving yang diajarkan
suatu pengetahuan tertentu.
Greeno (Matlin, 1984: 333; Jacob, 1998: 3) mengungkapkan bahwa
memahami masalah meliputi mengkonstruksi suatu representasi internal.
Selanjutnya Greeno yakin bahwa memahami masalah memiliki tiga tugas, yaitu:
a) Pertalian (coherence). Suatu representasi yang bertalian secara logis merupakan
pola yang terhubung, sehingga semua bagian dari materi ajar dapat dimengerti. b)
Korespondensi (correspondence). Pengertian membutuhkan suatu korespondensi
yang tepat antara representasi internal dan material yang dapat dimengerti. c)
Hubungan dengan latar belakang (Relationship to background knowledge)
Pengertian yang baik merupakan material untuk mengerti yang harus
dihubungkan dengan latar belakang pengetahuan orang yang mengerti.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengerti
permasalahan, peserta didik harus dapat menghubungkan data-data yang
diketahui, kemudian dihubungkan dengan yang akan dicari jawabannya. Semua
hal tersebut dilakukan dengan menggunakan modal pengetahuan yang telah
peserta didik miliki. Pada langkah keempat, peserta didik melakukan pengecekan,
mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang sama, dan mencari
kemungkinan adanya penyelesaian lain. peserta didik merefleksikan
pengalamannya, menelusuri proses berpikirnya, meninjau kembali strategi yang
dipilih, dan menyimpulkan mengapa suatu strategi berhasil sedangkan yang
lainnya tidak berhasil.

Dengan demikian, Pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian


materi pelajaran yang menghadapkan peserta didik pada persoalan yang harus
dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.
Dalam pembelajaran tersebut, peserta didik diharuskan melakukan penyelidikan
otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Mereka
menganalisis dan mengidentifikasikan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan dan menganalisis informasi dan membuat kesimpulan sebagai
hasil dari tujuan pembelajaran tersebut.

B. Pendekatan dan Tahapan Problem Solving

Terdapat pendekatan dalam problem solving. kedua pendekatan tersebut


yaitu Algorithm (Random search strategy) dan Heuristic strategies. Pendekatan
Algorithm (Random search strategy) terdiri dari Non-sistematic random search
dan Exhaustive search (sistematic random). Sedangkan pendekatan Heuristic
strategies tardiri dari Means-ends Heuristic dan Analogy. Penyelesaian masalah
menurut J.Dewey dalam W.Gulo (2002:115) dapat dilakukan melalui enam tahap
sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah. Mampu mengetahui dan merumuskan masalah


dengan jelas.

b. Menelaah masalah. Mampu menggunakan pengetahuan untuk memperinci,


menganalisis masalah dari berbagai sudut.

c. Merumuskan hipotesis. Mampu berimajinasi dan menghayati ruang lingkup,


sebab-akibat, dan alternative penyelesaian.

d. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian


hipotesis. Diperlukan kecakapan mencari dan menyusun data seraya
menyajikannya dalam bentuk diagram, gambar dan table.

e. Pembuktian hipotesis. Diperlukan kecakapan menelaah dan membahas data,


kecakapan menghubung-hubungkan serta menghitung, ketrampilan
mengambil keputusan dan kesimpulan.

f. Menentukan pilihan. Diperlukan kecakapan membuat alternatif


penyelesaian serta menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang
akan terjadi pada setiap pilihan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Problem Solving

Menurut Rahmat (2001: 145) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi


proses dalam problem solving yaitu motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah,
kebiasaan dan emosi.

a. Motivasi Motivasi belajar yang rendah akan mengalihkan perhatian,


sedangkan motivasi belajar yang tinggi akan membatasi fleksibilitas.
b. Kepercayaan dan Sikap yang Salah Asumsi yang salah dapat
menyesatkan pada pemahaman dalam pembelajaran. Bila terbentuk suatu
keyakinan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, hal
tersebut dapat menjebak ke arah kesulitan ketika memecahkan masalah
kehidupan. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektifitas
pemecahan masalah.

c. Kebiasaan Kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu


atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan
dan tanpa kritis pada pendapat otoritas menghambat pemecahan masalah yang
efisien. Ini menimbulkan pemikiran yang kaku ( rigid mental set ), lawan dari
pemikiran yang fleksibel ( flexible mental set ).

d. Emosi Dalam menghadapi berbagai situasi, tidak disadari terlibat


secara emosional. Emosi ini mewarnai cara berpikir disebagian manusia yang
utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Tetapi bila emosi itu sudah
mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah menjadi
sulit untuk berpikir efisien.

D. Kelebihan dan kekurangan metode problem soving

1. Kelebihan metode problem solving

a. Metode ini dapat membuat pendidikan disekolah menjadi lebih relevan


dengan kehidupan.

b. Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah


secara terampil.

c. Merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan


menyeluruh, karena dalam proses belajar siswa banyak melakukan mental
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dan mencari pemecahan
masalah.

2. Kekurangan metode problem solving


a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kualitasnya sesuai sengan tingkat
berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan san
pengalamanya yang tela memiliki siswa sangat memerlukan kemampuan
dan ketrampilan guru.

b. Memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil


waktu pelajaran lain.

c. Mengubah kebiasaan siawa belajar dengan mendengar dan menerima


informasi dari duru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan
permasalahan, kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar
merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

1.B (CONTOH PROBLEM BASED LEARNING DAN PROBLEM


SOLVING)

1) PROBLEM SOLVING

penerapan model pembelajaran problem solving dimana dosen akan


membahas tentang materi yield reaction

Dosen memberikan pengantar pada materi yield reaction


Terkadang mereaksikan zat kimia, hasil yang diperoleh lebih kecil dari
diharapakan/berdasarkan teori. Apakah yang menyebabkan demikian?

Jawaban yang diharapkan :


Reaktan yang digunakan tidak murni. atau mungkin saja teknik reaksi yang
digunakan tidak begitu baik. Tidak menutup kemungkinan, reaksi ini merupakan
reaksi kesetimbangan, sehingga kita tidak akan pernah memperoleh hasil 100%
dari perubahan reaktan menjadi produk, bahkan ada reaksi yang berlangsung
100% tetapi sulit untuk memperoleh kembali seluruh produk dari setengah reaksi.
Beberapa reaksi berlangsung kompleks, sehingga antar produk yang terbentuk
bereaksi kembali membentuk produk yang lain.
Kalau begitu bagaimana kita mengukur efisiensi dari suatu reaksi kimia? Untuk
menjawab pertanyaa tersebut, perhatikan contoh berikut:
Dosen memberikan contoh problem
Nitrogliserin (C3H5N3O9) merupakan bahan peledak yang memiliki kekuatan
sangat dahsyat. Reaksi dekomposisinya dapat ditunjukan sebagai berikut:
4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2
Reaksi berlangsung pada suhu sangat tinggi dan menghasilka banyak gas,
bersamaan dengan kecepatan ekspansinya dalam menghasilkan ledakan. (a)
Berapakah jumlah maksimum O2 yang dapat terbentuk dari 200 g nitrogliserin?
(b) berapakah persen hasil dari reaksi ini jika oksigen yang dihasilkan sebesar
6,55 gram?

Dosen mencontohkan pemecahan masalah menggunakan tahapan problem


solving

Mahasiswa dan dosen bersama-sama memecahkan contoh problem

Diharapkan mahasiswa memperhatikan penjelasan dosen dengan seksama,


serta mengajukan pertanyaan, apabila ada yang belum dimengerti dari penjelasan
dosen

Tahap Analisis Masalah


Diketahui :
Zat-zat yang terlibat dalam reaksi :
Nitrogliserin (C3H5N3O9) 200 g , massa molar: 227g/molGas Oksigen (O2) hasil
sebernarnya : 6,55 gram, massa molar 32 g/mol
Ditanya:
Hasil maksimum pembentukan O2% yield reaction jika hasil gas Oksigen (O2)
sebernarnya : 6,55 gram

Tahap Perencanaan
Menuliskan persamaan reaksi
Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)

Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2

Menghitung massa teoritik O2

Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritk

Tahap Pemecahan Masalah

1. Menuliskan persamaan reaksi

4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2

1. Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)


Mol C3H5N3O9
: 200gram x (1 mol CaCO3 / 227 gram)
: 0,88 mol
2. Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2
Mol O2 = 0,88 mol C3H5N3O9 x ( 1 mol O2/ 4 mol C3H5N3O9)
= 0,22 mol
3. Menghitung massa maksimum O2
Massa O2 = 0,22 mol x(32 gram/ 1mol)
= 7,048 gram
4. Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritik:
Yield reaction = (Hasil sesungguhnya/ Hasil teoritis x 100%)
Yield reaction = (6,55 gram/7,048 gram) x100%
= 92,9 %
Tahap pengecekan
Penyesuaian koefisen reaksi berdasarkan hukum kekekalan massa
Penentuan nisbah stoikiometri sudah benar.
Hasil reaksi teoritis selalu lebih besar dari hasil reaksi sebenarnya
Yield reaction biasanya selalu kurang dari 100%

2) PROBLEM
3) BASED LEARNING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING

Pokok bahasan : Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit


Kompetensi dasar : (1) Mendeskripsikan sifat larutan elektrolit dan non
elektrolit;

(2) Membedakan larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah


dan non elektrolit;

(3) Memahami faktor Van’t Hoff dan mengetahui derajat


pengionan.

Materi Pokok : (1) Pengertian Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit;

(2) Pengelompokan Larutan Elektrolit Berdasarkan


Kemampuan Menghantarkan Listrik;

(3) Mengetahui Faktor Van’t Hoff serta rumus derajat


pengionan.

Langkah-langkah sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah
 kepada siswa diberikan larutan kimia, dan mereka diminta untuk
1. Menyiapkan alat
2. Membuat rangkaian uji elektrolit dengan elektroda yang dipasang
pada masing-masing ujung kabel
3. Melarutkan dengan aquades di dalam wadah yang berbeda
misalnya beaker glass
4. Kemudian mulai menguji larutan tersebut satu persatu
5. Larutan diuji dengan cara mencelupkan ujung elektroda kedalam
larutan dan pastikan jangan sampai elektroda bersentuhan
6. Sebelum pindah untuk mencoba larutan lain elektroda harus di cuci
dengan aquades dan dilap dengan menggunakan tissue,dan tissue
yang digunakan harus baru atau jangan dipakai berulang, karena
apabila dipakai berulang maka larutan sebelumnya akan menempel
pada elektroda dan akan bercampur dengan larutan berikutnya
apabila hal ini terjadi maka akan membuat percobaan gagal
7. Terakhir mencatat hasil percobaan kedalam tabel pengamatan.

 Zat kimia yang digunakan yaitu : larutan HCl 2M, larutan NaOH 2M,
larutan HNO3 2M , larutan Mg(OH)2 2M, larutan HCN 2M
2. Menganalisis masalah
Dari hasil pengamatan di atas siswa dapat mencari masalah-masalah yang
ada pada hasil larutan – larutan tersebut, contohnya mana larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik kuat, larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik lemah dan larutan yang tidak dapat mengantarkan arus listrik.

3. Merumuskan hipotesis
Siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah dari hasil
pengamatannya di atas, hipotesisnya antara lain adalah:
- Siswa memprediksikan bahwa
- Pada larutan HNO3 dan Mg(OH)2 merupakan larutan elektrolit lemah.
- Pada saat percobaan siswa memprediksi bahwa HCN termasuk dalam
larutan elektrolit kuat.
4. Mengumpulkan data
Siswa mencatat hasil pengamatan praktikum dalam bentuk tabel.
5. Pengujian hipotesis
Siswa mencoba menguji hipotesis yang diperoleh dari hasil pengamatan di
atas dengan kajian-kajian teoritis dari buku teks, kemudian sekaligus
melakukan diskusi antara mereka agar mendapatkan suatu hipotesa yang
benar-benar tepat.
6. Merumuskan rekomendasi masalah dan membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan di atas, kesimpulan
yang diperoleh antara lain adalah:
- Larutan elektrolit adalah elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik
dengan baik , sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak
dapat menghantarkan arus listrik dengan baik.
- Larutan elektrolit kuat ditandai dengan adanya gelembung dan nyalah
lampu yang terang , larutan elektrolit lemah ditandai dengan adanya
gelembung yang hanya sedikit dan lampu yang redup sedangkan untuk
larutan yang non elektrolit ditandai dengan tidak adanya gelembung dan
nyalah lampu tidak ada.
- Yang termasuk kedalam elektrolit kuat yaitu HCl,NaOH,
HNO3 ,Mg(OH)2
- Yang termasuk kedalam elektrolit lemah yaitu HCN.

Anda mungkin juga menyukai