PENDAHULUAN
Saat ini tindakan operasi sesar atau cesarian section sangat berkembang di
operasi sesar lebih dapat menyelamatkan ibu dan anak tetapi, sebagian lagi
menyebutkan tidak ada hubungan antara keselamatan ibu dan anak dengan angka
keselamatan (WHO, 2015). Permasalahan yang masih menjadi momok adalah nyeri
menetap pascaoperasi sesar yang secara klinis sangat sulit untuk ditangani
Jika nyeri menetap lebih dari tiga bulan maka akan jatuh sebagai nyeri
sensasi sangat nyeri yang muncul hanya dengan stimulus nyeri yang sangat ringan.
Allodinia adalah sesasi nyeri yang muncul walau hanya diberi stimulus biasa seperti
besar berkisar 20% sampai 50 % dan nyeri kronik pascaoperasi sesar didapati
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi munculnya nyeri ini,
mulai dari pemilihan jenis anestesi sampai pemilihan obat anti nyeri pascaoperasi.
Tetapi, tetap saja angka nyeri pascaoperasi sesar tetap tinggi dan masih ditemukan.
Dari tahun 1997 jumlah nyeri kronik hanya 3% dan secara mengejutkan pada tahun
2004 nyeri kronik pascaoperasi sesar sebanyak 29,3% (Roelants, 2008). Hal ini juga
didukung oleh suatu penelitian pada 224 pasien yang dilakukan operasi sesar,
1
2
didapati 18 % pasien mengalami nyeri dalam waktu lebih dari 3 bulan dan 12,3 %
Weibel et al. (2016) pada 15 penelitian dengan 4475 sample. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa nyeri kronik pasca operasi sesar 3 bulan sampai 6 bulan
Dari data tersebut terlihat angka nyeri kronik terus meningkat dan pencegahan nyeri
penurunan kualitas hidup akibat nyeri kronik pascaoperasi (IASP, 2011). Selama
ini pengobatan nyeri kronik dianggap kurang memuaskan oleh karena terapi hanya
bersifat sementara (Ji et al., 2009). TIdak hanya itu dari pengalaman klinis cukup
sering juga ditemukan nyeri dibekas sayatan dan bekas suntikan anestesi spinal
al., 2008; Ji et al., 2009). Penyebab nyeri kronik ini sering disebabkan oleh
kerusakan saraf dari perifer atau sentral yang ini sering disebut sebagai kondisi
neuropatik.
Berdasarkan pada patogenesis nyeri kronik yang mendalam, ada enzim yang
sangat berperan yaitu metalloprotease (MMP) 9 dan 2. MMP-9 dan MMP-2 akan
3
meningkat di jaringan saraf yang telah rusak akibat tindakan operasi sesar
(Schomber et al,. 2012) sehingga hal ini memicu terjadinya nyeri neuropatik.
fase akhir dipengaruhi oleh MMP-9 dan MMP-2 (Ji et al., 2009).
Hal senada juga dibuktikan dari penelitian hewan coba yang dilakukan oleh
Kawasaki et al. (2008) dengan melakukan ligasi pada saraf lumbal 5 tikus (merusak
jaringan saraf). Pada penelitian ini menunjukkan kadar MMP-9 yang meningkat di
hari pertama tetapi peningkatannya ini bersifat sementara dan kadar MMP 9
yang terlambat yaitu pada hari ke-7 dan bertahan sampai hari ke-21.
Meningkatnya kadar MMP-9 dan MMP-2 ini pada hewan coba sejalan
terjadinya hiperalgesia dan allodinia pada hewan coba sehingga dianggap MMP-9
dam MMP-2 ini berberperan pada nyeri neuropatik (kronik) (Ji et al., 2009).
dilakukan oleh Staci Goussev et al. (2003). Penelitian ini menggunakan hewan coba
tikus yang dibuat menjadi cedera saraf atau spinal cord injury (SCI) pada tulang
punggung dengan cara diberikan beban 1 gr, 2 gr dan 3 gr. Dari penelitian ini
didapati adanya kemunculan serta peningkatan kadar MMP-9 pada hari ke-1 setelah
cedera saraf dan bertahan sampai hari ke-14. Sementara itu, kadar MMP-2 muncul
pada hari ke-7 pascacedera saraf dan tetap meningkat sampai hari ke-21
pascacedera. Hasil yang sama juga diperoleh oleh penelitian yang dilakukan oleh
coba; tikus yang dibuat juga menjadi SCI. Pada penelitian ini kadar MMP-9
meningkat 24 jam setelah cedera saraf terjadi dan menurun kadarnya dalam waktu
3 hari dan bertahan dalam waktu 7 hari. Sebaliknya kadar MMP-9 turun setelah 24
jam dan kadar MMP-2 justru meningkat dalam kurun waktu hari ke-3 sampai hari
ke-7.
Kawasaki et al. (2008), Goussev et al. (2003), Yu et al. (2008) juga sesuai dengan
hasil dari 13 penelitian hewan coba yang ditelah oleh Zhang et al.2011. Dari hasil
telaah ini didapati kadar MMP-9 rata rata akan meningkat setelah cedera saraf pada
jam ke-12 sampai jam ke-24. Kemudian diikuti kadar MMP-2 yang akan meningkat
pada fase awal neuropatik sementara MMP-2 berperan pada fase akhir (late) dari
dari prointerleukin 1-β (tidak aktif) menjadi interleukin 1-β (aktif) dan hal ini akan
peningkatan kanal natrium dan kalsium yang berada disekitar jaringan saraf.
bertanggung jawab atas munculnya hipereksitabilitas sel saraf (Bennet GJ, 2000).
Keparahan ini akan ditambah dengan peningkatan canel natrium dan kalsium secara
5
keseluruhan pada pasien dengan nyeri yang tidak tertangani sehingga akan
karena adanya sensitisasi maka kondisi nyeri neuropatik akan tercapai (Lakhan et
al., 2012)
kejadian nyeri neuropatik yang merupakan bentuk dari nyeri kronik yang terjadi
pada pasien-pasien pascaoperasi sesar. Penelitian MMP-9 dan MMP-2 selama ini
hanya dlakukan ditingkat hewan tikus saja dengan meggunakan model spinal cord
pascaoperasi sesar.
pascaoperasi sesar
pascaoperasi sesar
Kalsium, Magnesium
selanjutnya.
dan MMP-2 inhibitor yang dapat diberikan langsung sebelum nyeri terjeadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Nyeri (pain) masih menjadi alasan utama pasien untuk datang mencari
pertolongan. Nyeri adalah suatu ilmu yang dinilai sangat berkembang dan
terkadang sulit dipahami tetapi, menjadi sesuatu hal yang sering dihadapi oleh
nyeri sebagai “whatever the experiencing person says it is, existing whenever she
Definisi ini memberikan pengertian bahwa nyeri adalah sesuatu yang terkait
dengan perasaan sehingga nyeri sifatnya sangat subjektif. Oleh karena itu apa yang
dirasakan oleh pasien belum tentu sama dengan apa yang dirasakan oleh pasien
yang lain. Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain
Dari definisi di atas terlihat bahwa nyeri adalah suatu pengalaman, sifatnya
sangat subjektif, penilaiannya sesuai dengan apa yang dirasakan dan dilaporkan
oleh pasien. Nyeri tidak hanya dapat dirasakan ketika ada kerusakan jaringan tetapi
juga tanpa adanya kerusakan jaringan. Hal ini dapat dilihat pada pasien nyeri yang
lama, dan luka telah sembuh, tetapi pasien masih dapat merasakan sakit diujung
7
8
bekas luka amputasi bahkan merasakan nyeri seolah olah kaki nya masih ada,
kondisi ini disebut sebagai nyeri phantom atau phantom pain (Subhedi B &
Grossbreg 2011).
stimulus noxius. Stimulus ini kemudian ditangkap oleh reseptor nyeri yang dikenal
sebagai nociceptor. (IASP 2011; Cervero & Merskey 1996). Nociceptor adalah
reseptor yang khusus menerima rangsangan nyeri (stimulus noxious). Reseptor ini
merupakan “free nerve ending” dari serabut saraf A delta (Aδ) dan Serabut C. Nyeri
yang ditangkap oleh reseptor ini akan dihantarkan ke tingkat pusat (sentral) melalui
proses yang kita kenal sebagai transmisi dan persepsi (pain pathway) (Dubin &
Patapoutan A 2010).
Ada empat proses yang harus dilalui dalam proses nyeri yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi (Reddi & Curran 2012; Das 2013). Proses pertama
bersifat mekanis atau termal atau kimiawi menjadi sinyal-sinyal listrik saraf atau
Jaringan yang telah rusak secara spontan akan melepaskan dua ion penting
dalam proses nyeri yaitu ion hydrogen, kalium walaupun pada akhirnya dalam
proses nyeri ditemukan ion kalsium dan natrium juga berperan dalam proses nyeri
mengandung asam arakhidonat dan terjadi aktivasi ujung nosiseptif aferen. Asam
membentuk cyclic endoperoxide (PGG2 dan PGH2) dan akan membentuk mediator
(PGE2, PG2α), prostasiklin (PGI2). Terbentuk pula leukotrien (LT) atas pengaruh
Sel mast juga aktif dan akan melepaskan histamin. Kombinasi senyawa ini
jaringan yang rusak. Proses ini mengawali mekanisme respon inflamasi yang
merupakan langkah pertama dalam proses pertahanan terhadap cedera jaringan dan
Pada akhirnya mediator juga mengaktifkan nosiseptor. PGs dan LTs tidak
oleh senyawa lain seperti bradikinin, histamin sehingga terjadi hiperalgesia, yaitu
respon stimuli yang meningkat, pada kondisi normal sudah menimbulkan sakit.
sensitisasi terus menerus pula sehingga terjadi hiperalgesia, allodinia dan proses ini
melepas substansi P dan secara tidak langsung bekerja pada neuron sensoris dengan
menstimulus sel lain untuk melepaskan bahan neuron aktif. Leukosit Poli Morfo
interleukin IL1β, IL6, TNF, IFN. Sitokin ini dengan cepat akan berinteraksi dengan
(Setiabudi A, 2005).
adalah unsur penting pada aktivasi reseptor nyeri yang ada di perifer dan berperan
untuk terjadinya sensitisasi perifer dan hal ini akan memicu munculnya nyeri kronik
transduksi tadi ke medula spinalis menuju thalamus. Di medula spinalis sinyal nyeri
akan disampaikan di lamina I, substansia gelaitnosa (lamina II, III), lamina IV dan
V. Lamina adalah inti atau tempat informasi akan diteruskan. Jika sinyal tidak
sampai ke lamina I maka sinyal tidak akan diteruskan ke talamus. Tipe saraf yang
terlibat dalam proses transmisi ini adalah saraf A delta (Aδ) dan serabut C (Steeds,
2016).
11
Serabut saraf A delta merupakan serabut saraf yang berselaput sedikit atau
Sedangkan serabut saraf C adalah serabut saraf yang tidak bermielin (selaput)
menghantarkan sinyal nyeri yang bersifat tumpul, bersifat difus dan hantarannya
Saraf A delta (Aδ) dan serabut C berakhir di limina I-II sementara itu serabut
saraf A-betha berakhir di lamina III-VI (Steeds, 2016). Dari dorsal horn (medulla
kunci awal diprosesnyan sinyal nyeri. Dari thalamus sinyal nyeri akan dikirimkan
ke sistem limbik, korteks insular, somatosensori korteks (S1 S2), prefrontal korteks,
anterior cingulate korteks (ACC), PAG (Periaqua ductal gray) dan RAS (Reticular
termal,
kimiawi)
Persepsi adalah kondisi dimana sinyal nyeri sampai di susunan saraf pusat
yaitu di sistem limbik, korteks otak, insular, somatosensori korteks (S1 S2),
aspek kognitif, diskriminatif, emosi dan motivasi dari nyeri (Setiabudi 2005;
Butterworth et al.2006).
Setelah itu sinyal nyeri akan sampai ke PAG (Peri Aquaductal Grey).
Setelah sampai ke PAG maka sistim modulasi menjadi aktif. Modulasi adalah
yang dimaksudkan disini adalah descending inhibitory pathway (Dafny, 1997). Ada
beberapa mekanisme yang berperan pada sistim modulasi, salah satu mekanisme
antara lain: endorphine, enkephalin dan dynorphin yang bekerja pada reseptor
opioid yang ada di medula spinalis (dorsal horn) dan menghasilkan inhibisi
presinaps. (Ossipov et al.2014; Sharma & Das 2013; Benarroch 2012). Kedua
adalah sistim inhibisi segmental yang ditandai adanya inhibisi lokal yang dilakukan
oleh GABA dan glisin (Paul 2000; Sharma & Das 2013).
control theory. Maksud dari teori ini adalah jika terjadi rangsangan pada saraf besar
13
Aβ mennyebabkan inhibisi atau hambatan pada serabut saraf kecil yaitu Aδ dan C.
Saraf ini merupakan saraf yang bertanggung jawab terhadap nyeri sehingga, jika
saraf besar terangsang otomatis nyeri akan terhambat. Saraf besar berfungsi sebagai
dalam menerima nyeri (Kirkpatrick et al. 2015). Terakhir adalah aktivasi sistim
juga merupakan bagian dari proses modulasi (Millan 2002; Pertovaraa 2006).
Jika dilhat dari segi waktu maka nyeri dapat dibagi menjadi nyeri akut dan
kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang muncul dalam kurun waktu kurang dari tiga
bulan atau muncul segera setelah kerusakan jaringan. Nyeri kronik adalah nyeri
yang terus muncul ketika lukanya telah sembuh dan umumnya mucul 3-6 bulan
(Turk & Okifuji 2010). Jika dilihat dari patofisiologinya nyeri dapat dibagi menjadi
nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang diakibatkan
adanya kerusakan jaringan yang bukan jaringan saraf (non neural) dan secara
patofisiologi nyeri ini diakibatkan oleh aktivasi dari nosiseptor (IASP, 2011).
Terjadi oleh karena kerusakan jaringan Terjadi oleh karena kerusakan jaringan yang
yang bukan jaringan saraf (non neural) merupakan jaringan saraf (neural)
Ada hubungan antara kerusakan jaringan Tidak ada hubungan antara kerusakan
dengan nyeri yang sedang terjadi jaringan dengan nyeri yang sedang terjadi
14
Mudah untuk didiagnosis dan diterapi Sulit untuk didiagnosis dan terapi
Tabel 2.3. Perbedaan nyeri nosiseptif dengan neuropatik (Haanpaa & Treede
2010)
mekanisme pertahanan tubuh. Melalui mekanisme ini tubuh hendak memberi tahu
bahwa tubuh sedang mengalami cedera (injury). Nyeri nosiseptif sebagian besar
adalah akut, dan jika nyeri akut ini tidak diterapi dengan baik maka nyeri akut akan
menjadi nyeri kronik atau sering dalam bentuk neuropatik. Nyeri neuropatik adalah
bentuk nyeri kronik yang diakibatkan oleh kerusakan saraf akibat banyak sebab.
(IASP, 2011). Berikut (Tabel 2.3.) perbedaan nyeri nosiseptif dan neuropatik dapat
dilihat pada tabel dibawah ini. Nyeri akut dan kronik dapat muncul bersama-sama
begitu juga nyeri nosiseptif bisa muncul bersama denga neuropatik. Misalnya pada
pasien nyeri kronik pascaoperasi sesar (nyeri krionik) yang pertama harus kembali
menjalani operasi sesar yang kedua (nyeri akut) atau pada pasien previous operasi
SC.
didasari atas adanya perubahan pada susunan saraf baik perifier atau pusat serta
kronik setelah operasi kemungkinan terjadi sebagai akibat dari mekanisme biokimia
1. Nyeri yang sudah ada sebelumnya ditempat atau daerah yang akan dilakukan
tindakan pembedahan
2. Faktor psikososial
3. Jenis anestesi
4. Jenis kelamin
6. Faktor pembedahan
d. Tipe pembedahan
saraf dan menyebabkan fase nyeri akut pascaoperasi akan berubah ke fase kronik
membran sel saraf yang konstan, kehilangan mekanisme inhibisi saraf dan terjadi
yang bersifat persisten sampai di medula spinalis. Sehingga sistem inhibisi sel saraf
yang seharusnya mampu menghambat sinyal ini menjadi mati atau tidak bekerja
mengintensifkan impuls nyeri. Sel glial merupakan sel yang banyak berperan dalam
16
mempertahankan kondisi fisik dan metabolik sel saraf. Sel glial ini juga banyak
berperan dalam proses penghantaran sinyal di sel saraf. Akibat aktivasi dari sel
glial, maka neuron yang menimbulkan rasa sakit akan menjadi lebih sensitif,
bereaksi lebih intens terhadap rangsangan, dan tumbuh lebih banyak (Ceruti, 2017).
kejadian respon yang tidak normal atau respon yang tidak sesuai terhadap stimulus
stimulus (IASP, 2011). Ada dua jenis sensitisasi, pertama sensitisasi perifer yang
adalah perubahan yang terjadi pada saraf perifer berupa peningkatan respon dan
diterima di perifer (IASP, 2011). Ada beberapa mekanisme yang berkaitan dengan
1. Up regulation dari nosiseptor yang aktif. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
dan diproses akan lebih cepat dan juga karena banyaknya resepor nyeri yang
karena pelepasan mediator ini tidak dikendalikan (nyeri tidak ditangani) maka
banyak mediator yang keluar secara besar ini akan mensensitisasi atau
tepatnya di sepanjang axon serabut saraf afferen primer, terminal presinap dan
di DRG (dorsal root ganglion). Umumnya hal ini diakibatkan oleh peningkatan
reseptor simpatis tetapi, pada proses ini ketokalamin tidak bekerja ditempat
Proses dari sensitisasi perifer akan berlanjut menjadi sensitisasi sentral jika
nyeri tidak juga ditanggulangi. Sensitisasi sentral bertempat di susunan saraf pusat.
Sensitisasi sentral adalah perubahan yang terjadi pada saraf sentral (susunan saraf
pusat) berupa peningkatan respon dan menurunnya ambang rangsang nyeri neuron
nosiseptif terhadap stimulus yang diterima di sentral yang semula berasal dari
perifer (IASP, 2011). Ada beberapa mekanisme yang berkaitan dengan munculnya
saraf di tingkat medula spinalis sekaligus terjadi kehilangan fungsi dari jalur
inhibisi.
Umumnya hal ini diakibatkan oleh peningkatan dari kanal natrium dan
bertanggung jawab terhadap nyeri termasuk glisin, GABA dan termasuk juga
5. Aktivasi dari WDR neuron. Sel Wide Dynamic Range (WDR) ikut kedalam
jalur nyeri
neuropatik ini terjadi oleh karena adanya sensitisasi secara terus-menerus yang
diakibatkan oleh adanya impuls-implus nyeri yang muncul secara konstan yang
berasal dari kerusakan jaringan saraf perifer atau perubahan fungsional di dorsal
horn atau di dorsal root ganglion sebagai hasinya terlihat adanya simpatik
metzincin dari golongan enzim protease yang memiliki tempat ikatan ion zinc
sebagai tempat aktivasi enzim ini. MMP memiliki fungsi dasar untuk
penelitian baru-baru ini telah membawa kita untuk menggunakan MMP sebagai
MMP ini dikontrol oleh aktivitas dari tingkat transkripsi RNA, aktivasi propeptida
didasarkan atas stuktur dan spesifikasi substrat yang dibagi menjadi beberapa,
Secara umum MMP terdiri dari 3 struktur domain yang terdiri dari: Domain
Pada umumnya MMP diproduksi dalam keadaan tidak aktif dengan residu sistein
al.2011)
Gambar 2.4. Struktur protein secara umum dari seluruh MMP (Catania,
2006)
Keterangan: S, urutan sekresi; prodomain (zimogen); kotak hitam antara Pro dan
GPI, glycosylphosphatidylinositol.
21
Spektrum MMP ini sangat luas, maka MMP merupakan satu kumpulan
enzim yang saling memiliki fungsi yang terintegrasi dengan fungsi homeostasis
tubuh serta terkait dengan sistem imunitas antara jaringan dan sel. Sejak diketahui
bahwa fungsi MMP yang berlebihan dapat menyebabkan banyak kerusakan maka
sistem fisiolois tubuh mengatur aktivasi dari MMP ini. Akivasi MMP secara garis
besar diatur oleh 4 mekanisme, mekanisme tersebut antara lain (Loffek et al.2011):
pasca transkripsi
2. Produksi MMP ditentukan oleh lokasi serta jenis atau jaringan yang
macroglobulin
Dari 23 jenis MMP yang paling banyak dibahas terkait dengan proses
inflamasi adalah MMP-9 dan MMP-2. Kedua jenis MMP ini banyak ditemukan di
matriks ekstraselular, cairan di otak dan serum dalam pembuluh darah (Zang et al.
2011).
22
Saat ini banyak mekanisme yang dapat mengaktifkan MMP-9 dan MMP-2
9 sangat mudah terangsang oleh mekanisme yang lain. Aktivitas MMP diatur oleh
2008).
TIMP-2. MMP terutama MMP-9 dan MMP-2 juga memainkan peran penting dalam
peradangan saraf dan terlibat dalam berbagai penyakit CNS termasuk Alzheimer,
Dengan mengganggu homeostasis sel-sel dan matriks sel, MMPs juga dapat
memicu jalur anoikis-seperti kematian sel otak. Secara konsisten, MMP-9 dan
ekstraseluler yang banyak terlibat dalam berbagai reaksi biokimiawi tubuh. Selain
itu, proses patologis MMP-9 dan MMP-2 banyak berperan pada proses fisiologis
dua bagian. Yang pertama fase awal atau early phase (beberapa hari) dan kedua
adalah fase lanjut atau late phase (mulai dari hitungan minggu sampai bulan dan
23
tahun). Diketahui luka operasi akan menyebabkan kerusakan saraf di perifer dan
nyeri yang berlama lama akan menyebabkan perubahan proses hantaran saraf di
perifer dan sentral. Hal ini mendasari terjadinya nyeri neuropatik perifer (Ji et
al.2009).
kulit akan menyebabkan juga rusaknya jaringan saraf perifer. Rusaknya jaringan
dilanjutkan menjadi sensitisasi sentral. Setelah terjadi kerusakan sel saraf diperifer
menginsiasi untuk infiltrasi sel makrofag. Kemudian akan terjadi degradasi dari
protein dasar myelin. Adanya axon yang rusak tadi akan menyebabkan peningkatan
sinyal ektopik dari serabut saraf afferent. Hasilnya adalah potensial aksi yang terus
kerusakan jaringn saraf yang berperan dalam sensitisasi pada nyeri neuropatik.
Setelah terjadi cedera jaringan saraf maka kadar MMP-9 pada awa-awal cedera
sebenarnya MMP-9 dan MMP-2 dapat ditemukan di serum dan cairan cerebrospinal
Tidak hanya MMP-9 kadar pro interleukin (IL)-1β juga meningkat diawal
munculnya nyeri neuropatik yang disebabkan oleh aktivasi interleukin (IL)-1β yang
sebelumnya telah diaktivasi oleh MMP-9 dari bentuk inaktif (pro- interleukin (IL)-
1β) menjadi bentuk aktif interleukin (IL)-1β. Interleukin (IL)-1β ini nantinya akan
hiperkesitabilitas saraf dengan bekerja pada sel reseptor nosiseptif yang saling
yaitu CD 11b dan Iba1) di medulla spinalis. Aktivasi mikroglia akan menyebkan
degradasi matriks ekstraseluler jaringan saraf yang akan diikuti dengan degradasi
hiperksitabilitas sel saraf sehingga ini akan memicu timbulnya gejala neuropatik (Ji
interleukin (IL)-1β dan aktivasi dari sel mikroglial. Mikroglial munucul setelah dua
hari pascacedera saraf dimana mikroglia ini berasal dari aktivasi p38MAPK
interleukin (IL)-1β dari bentuk pro interleukin (IL)-1β yang semula tidak aktif.
Tetapi, aktivasi interleukin (IL)-1β ini akan mengaktifkan MMP-2 secara langsung
akan dikeluarkan oleh sel astrosit dan secara autokrim (gambar 2). MMP-2 ini akan
mengaktivasi kerja dari pada astrosit tetapi astrosit juga dapat diaktivasi melalui
dan S-100) dapat muncul dalam keadaan level puncak pada fase lanjut (Ji et
Gambar 2.4.3. MMP di DRG model ligase saraf lumbal (Lakhan et al.2012)
seperti alpha aminoadipate dan JNK inhibitor dapat sangat efektif menurunkan
nyeri neuropatik difase lanjut. Inhibisi pada jalur pERK juga menunjukkan
penghambatan pada fase awal atau lanjut dari nyeri neuropatik yang dapat sangat
neuropatik di fase awal dan peran astrosit pada fase lanjut. Dari keterangan tadi
27
hipereksitabilitas (hipersensitiasi) sel saraf adalah IL-1β, MMP-9 pada fase awal,
MMP-2 pada fase akhir dan terakhir adalah sel mikroglia dan astrosit. (Ji et
Dari keseluruhan teori tadi maka dapat disimpulkan bahwa luka operasi
yang disebabkan akan menyebabkan peningkatan kadar MMP-9 dan MMP-2 baik
di perifer (tempat sayatan). Hal ini berdasarkan banyak percobaan yang melakukan
“injury” pada jaringan saraf dalam hal ini saraf lumbal tikus. Kesemua percobaan
dan astrosit ditempat saraf yang diberikan “injury” tadi. Sehingga dalam hal ini
dijaringan perifer. Walaupun pada operasi SC tidak dilaukan “injury” pada saraf
lumbal pasien tetapi, MMP-9, MMP-2 dapat ditemukan meningkat di ganglion atau
DRG. Hal ini sejalan dengan sumber yang menyebutkan bahwa inflamasi yang
muncul di bagian wajah (orofacial) menyebabkan peningkatan sel glia dalam hal
ini astrosit di ganglion trigeminal (Ren K & Dubner R 2008). Sehingga luka operasi
SC di daerah perut bagian bawah akan menyebabkan peningkatan sel glia di medula
ringannya nyeri tergantung dari alat ukur yang dipakai. Secara universal alat ukur
nyeri dapat menggunakan angka (numeric rating scale), kata-kata (verbal rating
28
scale), wajah (wong backer faces scale), dan garis lurus (visual analoug scale).
Modifikasi dari alat ukur diatas banyak telah dibuat berupa pertanyaan-pertanyaan
yang menggambnarkan nyeri. Dalam tulisan ini yang dibahas adalah nyeri kronik
dalanm bentuk neuropatik. Untuk nyeri neuropatik sendiri ada beberapa modifikasi
alat ukur yang dipakai seperti Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and
et al. 2015), PainDETECT dan masih ada yang lain dengan sensitfitas dan spesifitas
yang berbeda beda. Berikut beberapa metode yang dipakai dalam pengukuran nyeri.
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana
pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka
0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau
lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat (Breivik H el al 2008).
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat
(Breivik H el al 2008).
29
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya mudah
hanya menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.
Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan
menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling baik dalam menilai derajat
nyeri. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan
digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia.Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu
adalah adalah alat yang bertujuan membedakan nyeri neuropatik dari nyeri non-
neuropatik. Alat ini membutuhkan waktu 30 menit untuk diterapkan dan didasarkan
pada analisis deskripsi sensitivitas dan evaluasi defisit sensoris. Lima kelompok
evaluasi fisik, dua item dipertimbangkan: allodynia dan perubahan ambang nyeri
pada penusukan jarum. Area kontralateral tempat nyeri disebut digunakan sebagai
kontrol. Jawaban untuk kuesioner ini adalah biner dan merujuk pada rasa sakit yang
dirasakan pada minggu terakhir. Skor bervariasi dari nol hingga 24, karena skor di
bawah 12 menunjukkan bahwa tidak mungkin nyeri berasal dari neuropatik (Eckell
FD et al. 2015). Di sisi lain, skor yang sama dengan atau di atas 12 berarti bahwa
mekanisme neuropatik akan terlibat dalam rasa sakit pasien. Alat ini terdiri dari
sensorik. Lima grup gejala yang dievaluasi dalam alat ini terdiri dari dystesia,
nyeri. Secara statistic LANS memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 80%
(Bennett M, 2001).
6. DN4
digunakan untuk menilai nyeri neuropatik. Alat ini terdiri dari 7 pertanyaan yang
tekait dengan gejala dan 3 yang lain terkait dengan evaluasi fisik. Setiap item diberi
skor 1 jika jawabannya positif dan nol jika negatif, mengarah ke skor minimum nol
dan maksimum 10. Poin cut off adalah empat, karena skor yang sama dengan atau
lebih dari 4 menunjukkan nyeri neuropatik ) (Eckell FD et al. 2015). DN4 memiliki
Ini merupakan alat yang sederhana, berguna dan dapat dilakukan sendiri
oleh tenaga medis yang sudah dilatih. Alat ini memiliki sensitivitas 85%,
spesifisitas 80% (Freynhagen R et al. 2006). Alat ini terdiri dari pertanyaan yang
terkait dengan intensitas nyeri, dan perjalanan nyeri, di samping kehadiran dan
keparahan yang dirasakan dalam tujuh gejala nyeri neuropatik. Untuk tujuan
diagnostik, skor total dihitung bervariasi antara nol dan 38 berdasarkan jawaban
pasien. Ketika skor total di atas 18, ini berarti bahwa kemungkinan komponen nyeri
2.6. Hipotesis
MMP 9
Nyeri neuropatik
MMP2
Variabel bebas
Variabel tergantung
METODE PENELITIAN
Magnesium pada waktu 24 jam sebelum operasi, 24 jam, 72 jam, 168 jam pasca
b. Waktu penelitian akan dilaksanakan setelah mendapat ijin dari komite etik
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien ibu hamil yang akan dan telah
32
33
Pasien ibu hamil yang akan dan telah dilakukan operasi sesar di Rumah
Pasien ibu hamil yang akan dan telah dilakukan operasi sesar sesar di
untuk rancangan penelitian kohort atau prospektif. Oleh karena penulis belum
menemukan penelitian yang secara langsung menilai kadar MMP-9 dan MMP-2
dengan nyeri neuropatik menggunakan PAIN DETECT tool skoring, maka peneliti
2
2,92
𝑛= [ ] +3
0,5 𝑥1,386
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus besar sample diatas maka diperoleh
Semua pasien hamil physical status ASA 2 yang akan dilakukan tindakan
Sumatera Utara.
1
Belum ditemukan data pengukuran kadar normal
36
7 Matrix Protein yang berguna untuk memicu Pemeriksaa Pemeriksaa Data belum tersedia2. Rasio
Metaloproteina proses penghancuran matriks n darah n darah
se 2 (MMP-2) ekstraseluler, proses pro apoptoisis (ELISA)
(National Center for Biotechnology
Information 2017a; National Center for
Biotechnology Information 2017b;
GeneCards 2017).
8 SC (secsio Suatu metode melahirkan bayi dengan Wawancara Kuesioner Bekas operasi diaerah perut Nominal
Cesaria) teknik operasi dengan melakukan sayatan bagian bawah
di utrerus (U.S. Department of health and
Human Services, 2017)
2
Belum ditemukan data pengukuran kadar normal
3.8 Pelaksanaan penelitian
berikut :
37
38
Populasi
Inklusi Eksklusi
Sampel
24 jam sebelum operasi: Cek kadar MMP-9, MMP-2, IL-1β, Neutrofil, Limfosit,
Natrium, Kalsium, Magnesium
Operasi SC
168 jam pascaoperasi (hari ke 7): Cek kadar MMP-9, MMP-2, IL-1β,
Neutrofil, Limfosit, Natrium, Kalsium, Magnesium
Analisa data
Pengolahan data dilakukan dengan menganalisa data yang telah di ambil. Data
adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan
statistik, yaitu SPSS. Data akan dianalisa melalui metode uji ANOVA, dimana