“PEMBUATAN ...........................................”
DOSEN :
SUKIRMAN
ASISTEN DOSEN :
KELOMPOK :1
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK :
1. YUTI OSEF PASARIBU 19020001
2. NISWATUL MUKARROMAH 19020002
3. ANGGUN DWI LESTARI 19020003
4. TENDI SETIADI 19020004
5. NENG HELLIN L 19020005
POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2019
A. PENDAHULUAN
B. TEORI DASAR
1. BATIK
1.1. Teknologi Batik
Pengertian Batik secara umum adalah pembentukan gambar pada kain dengan menggunakan teknik
tutup celup dengan menggunakan lilin atau malam sebagai perintang dan zat pewarna pada kain
(Warsito, 2008 : 12). Seorang sarjana Belanda, J.L.A Brandes (1889) telah menyatakan bahwa ada
10 butir kekayaan budaya yang telah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) yang belum tersentuh oleh
budaya India yang salah satu diantaranya adalah membatik. Kata batik dalam bahasa Jawa berasal
dari akar kata “tik” yang mempunyai pengertian berhubungan dengan suatu pekerjaan halus,
lembut dan kecil yang mengandung unsur keindahan. Membatik berarti menitikkan malam dengan
canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan dan garisan. Secara teknis,
batik adalah suatu cara penerapan corak diatas kain melalui proses celup rintang warna dengan
malam sebagai medium perintangnya.
Jenis batik terbagi menjadi 2 yaitu berdasarkan motif dan asal pembuatannya dan berdasarkan
prosesnya. Berdasarkan motif dan asal pembuatannya, jenis batik dibedakan menjadi batik pesisir,
batik keraton, dan batik modern. Berdasarkan prosesnya, jenis batik dibedakan menjadi batik tulis,
batik cap, batik kuas dan batik kombinasi.
Batik tulis adalah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu
dalam melekatkan malam pada kain. Perkembangan teknik yang menghasilkan batik tulis bermutu
tinggi di kraton-kraton Jawa ditunjang oleh canting tulis dan kain halus. Ragam hias paling
rumit(detail) mampu di capai oleh canting, sesuai dengan keterampilan pembatik. Perbedaan
ukuran pada tiap corong mampu menghasilkan berbagai jenis rupa pembatikan. Batik jenis ini
harganya mahal, pembuatannya memakan waktu lama, akan tetapi desain yang diperoleh tidak
terbatas. Mengingat pembuatan batik tulis yang cukup lama, maka orang berusaha mencari cara
lain guna menyelesaikan pembatikan dalam waktu yang singkat dan diketemukanlah batik cap.
Tangkai Cap
Andang/Rangka
Rangka Motif
Gambar 1.2 : Canting Cap
Batik kuas adalah batik yang pengerjaannya ditorehkan dengan bantuan kuas, layaknya seperti
pelukis ketika menggunakan kuas untuk melukis pada kanvasnya, namun dengan media bahan-
bahan batik sehingga pembatik/pelukis batik harus menyesuaikan urutan prosesnya.
Ender
Panci tembaga/ender adalah tempat untuk melelehkan malam yang akan digunakan untuk
pembuatan batik cap, dan diatas ender biasanya ditempatkan kain kasa agar pada saat penempelan
malam pada canting cap tidak terlalu banyak sehingga kalau dicapkan pada permukaan kain mori
tidak mblobor.
2 Mori prima Golongan mori yang kedua, mori golongan ini digunakan untuk
batik halus dan batik cap.
3 Mori biru Merupakan mori kualitas ketiga, biasanya untuk batik kasar dan
sedang.
1.2.2. Malam/Lilin
Malam batik adalah bahan yang digunakan untuk menutup permukaan kain menurut desain
sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak zat warna yang diberikan pada kain. Malam
batik terdiri dari campuran pokok malam yaitu : gondorukem, damar/mata kucing, parafin,
microwax, lemak binatang minyak kelapa, malam tawon dan malam lanceng. Jumlah dan
pemakaiannya bervariasi tergantung tujuan penggunaannya. Pada akhir proses pembuatan batik,
seluruh lilin batik dihilangkan dari permukaan kain, dengan cara kain tersebut dimasukkan kedalam
bak yang berisi air panas, sehingga seluruh lilin batik lepas. Lilin batik pada bak disaring kemudian
didinginkan sehingga akan terbentuk lilin batik yang membeku. Lilin batik sisa lorodan biasanya
dipakai untuk menutup batik yang disebut tembokan yaitu menutup kain batik secara keseluruhan.
Sifat –sifat pokok malam batik adalah sebagai berikut :
1. Malam tawon
Disebut juga kote atau malam klenceng berwarna kuning suram, mudah meleleh, titik didihnya
rendah 590C, mudah melekat pada kain, tahan lama, tak berubah oleh iklim, dan mudah
dilepaskan, penggunaannya banyak dicampurkan pada lilin klowong.
2. Gondorukem
Berasal dari pinus merkusu yang telah dipisahkan terpentin dan airnya. Gondorukem dalam
perdagangan disebut dengan gondo, pabrik pengolahan gondo tersebar di daerah Pekalongan,
Pemalang, Ponorogo dan sebagainya. Dalam pembatikan dikenal beberapa jenis gondorukem
seperti gondorukem Amerika, Hongkong, Aceh, dan Gondorukem Pekalongan.
Sifat-sifat gondorukem yaitu :
Titik lelehnya yang tinggi sehingga memerlukan waktu sedikit lama untuk melelehkannya.
Tidak tahan alkali.
Mudah menembus kain dalam keadaan encer.
Mudah patah setelah dingin dan melekat.
Titik lelehnya 700C - 800C.
Penggunaannya dicampurkan dengan malam klowong sehingga menjadi lebih keras dan tidak
mudah membeku.
3. Damar mata kucing
Diambil dari pohon shoria apec, langsung dipecah menjadi kecil-kecil. Sifatnya sukar meleleh,
lekas membeku dan tahan alkali, penggunaannya sebagai campuran malam batik agar malam
dapat membentuk keras yang ajam dan melekat dengan baik.
4. Parafin atau malam BPM
Berwarna putih atau kuning muda, mempunyai daya tolak tembus basah yang baik, mudah
encer dan cepat membeku, daya lekat kecil, mudah lepas dan titik lelehnya rendah.
Penggunaannya dalam campuran malam batik, agar malam mempunyai daya tahan tembus
basah yang baik dan mudah lepas pada waktu dilorod.
5. Microwax atau malam mikro
Adalah jenis parafin yang lebih halus, warnanya kuning muda, sukar meleleh, mudah lepas
dalam rendaman air, sukar menembus kain dan tahan alkali, penggunaannya dalam campuran
malam batik sebagai malam tembok atau campuran malam klowong terutama untuk batik
halus.
6. Lemak binatang/kendal atau gajih.
Disebut juga lemak, warnanya seperti mentega, mudah menjadi encer, penggunaannya sebagai
campuran malam batik dalam jumlah kecil dan berfungsi untuk menurunkan titik leleh,
membuat lemas dan mudah lepas waktu dilorod.
7. Campuran lilin batik
Lilin batik terdiri dari campuran bahan-bahan pokok lilin batik, dengan perbandingan
sedemikian rupa sehingga mencapai sifat-sifat yang dikendaki. Cara membuat campuran lilin
batik dilakukan dengan memperhatikan hal berikut :
Bahan batik yang mempunyai titik leleh tinggi, dilelehkan terlebih dahulu, kemudaian
berturut-turut yang lebih rendah.
Dalam pengerjaan mencampur ini, setelah semua bahan pokok dimasukkan dan menjadi
cair, diaduk dengan baik dan rata agar campuran benar-benar homogen.
Campuran lilin yang masih cair disaring, kemudian dicetak sesuai dengan ukuran yang
diinginkan.
2. PENCELUPAN
2.1. Selulosa
2.2. Zat Warna
3. PENYEMPURNAAN
3.1. PENYEMPURNAAN PELEMASAN
Setiap kain mempunyai cara penyempurnaan tersendiri yang prosesnya dipengaruhi oleh jenis
serat, anyaman, sifat-sifat fisika dan kimia serta tujuan penyempurnaan. Untuk memberikan
efek pegangan yang lebih lembut dan lemas pada kain tertentu, terutama untuk kebutuhan
garmen/konveksi diperlukan penyempurnaan dengan penambahan zat pelumas tertentu
seperti : gliserin, TRO, minyak-minyak dan lain-lain. Penyempurnaan pelemas ini termasuk
penyempurnaan kimia, karena dalam pengerjaannya dipergunakan zat-zat kimia. Sifat yang
dihasilkan ada yang bersifat sementara dan permanen. Bersifat sementara apabila hasilnya
hanya tahan beberapa kali pencucian, yaitu kurang dari 4 kali pencucian, bersifat semi
permanen apabila hasilnya tahan 4-10 kali pencucian dan bersifat permanen hasilnya tahan
lebiih dari 10 kali pencucian.
3.1.1. Zat Pelemas
Zat pelemas adalah zat yang biasa digunakan dalam penyempurnaan untuk memperoleh
kelemasan, kehalusan, pegangan yang penuh dan lembut serta kesupelan bahan tekstil.
Sifat yang dihasilkan pada bahan tekstil dari penyempurnaan tersebut adalah terjadinya
penurunan koefisien gesekan antara serat atau filamen dalam benang. Zat pelemas yang
biasanya digunakan merupakan suatu zat yang mengandung lemak atau minyak. Zat
pelemas ini dapat dipergunakan sebagai zat penyempurnaan sendiri atau ditambahkan
dengan penyempurnaan lain. Pada dasarnya pelemas dibuat dari bahan alam, minyak,
malam dan berbagai jenis sabun. Sejalan dengan perkembangan teknologi, bahan pelemas
dibuat dari bahan sintetik yang penggunaannya lebih praktis dan memberikan hasil yang
lebih baik dari zat pelemas alam. Zat –zat yang dibuat dalam bentuk minyak-minyak
sulfonat yang lebih stabil dalam air sadah, sekarang telah berhasil dibuat suatu senyawa
lemak yang lebih substantif dan dapat digunakan dalam bentuk larutan yang diencerkan
dengan cara pengerjaan secara perendaman. Dua jenis utama dari asam-asam lemak
adalah CnH2n+1 dan CnH2n-1COOH pada umumnya alkohol lemak adalah senyawa
jenuh dengan rumus CnH2n+1OH.
Pada daerah kristalin jarak antar rantai-rantai molekulnya begitu dekat sehingga
ikatan yang terbentuk antara satu rantai dengan rantai di dekatnya cukup kuat
untuk menahan pergeseran tersebut, dan bahkan bila terjadi sekalipun, gaya-gaya
ikatan akan menarik rantai-rantai molekul yang bergeser kembali ke posisi semula
bila gaya-gaya yang menyebabkan pergeseran tersebut dilepaskan.
Pada daerah amorf susunan rantai-rantai molekulnya lebih bejarak dan memiliki
orientasi yang relatif berbeda sehingga gaya-gaya ikatan antar rantai molekulnya
tidak sekuat daerah kristalin dan akan mudah putus oleh gaya-gaya luar seperti
gaya tekuk. Sebagai akibatnya, rantai-rantai molekul pada daerah amorf akan
bergeser relatif satu terhadap lainnya mengikuti arah gaya tekuk, dan selanjutnya
membentuk ikayan-ikatan hidrogen dan van der Waals yang baru yang
mempertahankan susunan rantai pada posisinya yang baru. Ini tercermin dalam
bentuk kusut pada kain yang bersifat permanen kecuali ada energi dan gaya-gaya
luar yang dibrikan untuk memutus ikatan-ikatan baru tersebut dan membawa
rantai-rantai molekul pada posisi baru yang berhubungan dengan keadaan kain rata
(smooth), misalnya dengan penyetrikaan.
Magnesium klorida dan seng klorida merupakan katalis dari jenis garam asam yang paling
banyak digunakan pada penyempurnaan resin, terutama dari jenis reaktan, dengan teknik
pemanasawetan kering untuk kain-kain selulosa dan campurannya dengan serat sintetik.
Keduanya memiliki kestabilan sangat baik di dalam larutan, tidak menimbulkan maupun
mengubah warna kain, serta kompatibel dengan hampir semua pemutih optik. Jumlah
pemakaiannya 12-20% dari jumlah resin.
4. EVALUASI TEKSTIL
4.1. Pengujian Langsai Kain (Drape)
Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur
kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak
dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran,
kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas
diperluakn dalam pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba,
kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan
merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut
Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau
lunak, dan kasar atau halus.
Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah
waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai drape yang baik. Kain untuk
Bullet Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai drape yang baik. Untuk menentukan
besarnya kekakuan dan drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk
menentukan metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan drape.
Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :
1. Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan drape, dan disain
instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
2. Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil
pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.
Bila tidak ada drape yang terjadi maka proyeksi contoh akan tetap 25 cm,karena adanya drape
maka terlihat seperti gambar B.
F = As – Ad F = koefisien drape
AD – Ad AD = luas contoh
As = luas proyeksi contoh setelah diatas cakra
Ad = luas cakra penyangga
4.2. Pengujian Kemampuan Kain Untuk Kembali Dari Kekusutan Atau Lipatan
Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki
kekurangan ini banyakdilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat yang
elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk
mengukur sudut kembali dari kekusutan.
Kemampuan kembali dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkan untuk kembali
dari lipatan. Alat uji untuk ketahanan terhadap kekusutan ada dua jenis, yaitu :
1. Pengujian Tootal
Prinsip pengujian dengan cara ini adalah kain dipotong dengan ukuran 4 cm x 1 cm, kemudian
dilipat dan ditekan dengan beban 500 gram untuk mengusutkan selama 5 menit. Kain diambil
dan digantungkan pada kawat selama 3 menit supaya kembali dari kekusutannya, setelah itu
jarak antara dua ujung pita (V) diukur. Untuk wol yang mempunyai mutu crease recovery
yang baik jarak antara kedua ujung pita 33 – 35 mm.
4. EVALUASI
4.1. Pengujian Langsai Kain (Drape)
4.1.1. Peralatan
1. Drape Tester
2. Alat pengukur contoh uji
3. Gunting
4. Printer
4.1.2. Cara Pengujian
1. Gunting kain contoh uji sesuai pola piringan estándar diameter 25 cmatau 10 inchi
sebanyak 1 lembar. Veri tanda muka dan belakang kain, buat lubang pada titik pusat
lingkaran diameter 3 mm,kondisikan dalam ruangan standar pengujian.
2. Nyalakan komputer.
3. Nyalakan drape tester, dengan cara membuka kaca, kemudian tekan saklar kanan
bawah alat sampai lampunya menyala.
4. Klik icon drape tester, sampai keluar menu drape tester.
5. Pasang contoh uji pada landasan contoh uji, sehingga titik pusatnya berada pada titik
tengah landasan uji.
6. Jalankan alat sehingga contoh uji berputar 30 detik atau 60 detik putaran. Biarkan
beberapa saat.
7. Klik reset, tunggu sampai lampu merah pada alat menyala.
8. Beri nama operator dan nama kain.
9. Klik start untuk memulai pengujian, photo sensor bekerja membaca drape kain,
biarkan sampai pengujian selesai.
10. Klik print untuk mencetak hasil pengujian. Hasil pengujian dapat dibaca pada layar
monitor komputer dan atau pada kertas hasil print.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. N.M. Susyami Hitariat, Widayat, Totong. 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III
(Evaluasi Kain). Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2. P. Soepriyono, S.Teks, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
3. Wibowo Moerdoko, S.Teks, dkk. 1975. Evaluasi Tekstil bagian Kimia. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.
4. Hendrodyantopo, S., S.Teks. M.M, dkk. 1998. Teknologi Penyempurnaan. Bandung :
Sekolah Tinggi Tekstil.
5. Susyami, N.M., S.Teks., M.Si., dkk. Bahan Ajar Praktek Teknologi Penyempurnaan Kimia.
Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil