DOSEN :
SUKIRMAN, S.ST., MIL
ASISTEN DOSEN :
DESRIANA
BRILIYAM M. R. R., SST
KELOMPOK :1
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK :
1. YUTI OSEF PASARIBU 19020001
2. NISWATUL MUKARROMAH 19020002
3. ANGGUN DWI LESTARI 19020003
4. TENDI SETIADI 19020004
5. NENG HELLIN L 19020005
POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2019
A. PENDAHULUAN
Hijab sudah menjadi sebuah kewajiban untuk menutup aurat. hijab digunakan di setiap waktu
di segala aktivitas.
Namun, di saat aktivitas tertentu dengan cuaca terik, para pengguna hijab akan merasa gerah
dan berkeringat. hijab akan basah oleh keringat, dan hal ini dapat mengganggu aktivitas
pengguna hijab. selain keringat, hal yang dapat membuat hijab basah adalah saat aktivitas
wudhu maupun saat diguyur hujan.
Untuk kasus diatas, penulis mencoba untuk melakukan penelitian penyempurnaan kain untuk
hijab dengan sifat bahan yang mampu menolak air. Dalam penelitian ini, penulis akan
menggunakan bahan katun.
Bahan katun jarang digunakan dalam hijab karena sifatnya yang gampang kusut, dan ini akan
berpengaruh terhadap keindahan pemakaian. Untuk hal ini, penulis akan menambahkan sifat
anti kusut pada bahan.
Untuk menambah keindahan pada bahan, sebelum melakukan proses penyempurnaan, terlebih
dahulu bahan akan dilakukan proses pembatikan.
seperti yang kita ketahui, dalam beberapa proses penyempurnaan diatas, pemberian resin tolak
air akan menyebabkan bahan menjadi kaku. maka perlu penambahan resin pelembut agar kain
menjadi lembut dan langsai.
Terakhir, akan dihasilkan kerudung batik langsai yang tahan kusut dan tolak air.
B. TEORI DASAR
1. BATIK
1.1. Teknologi Batik
Pengertian Batik secara umum adalah pembentukan gambar pada kain dengan menggunakan teknik
tutup celup dengan menggunakan lilin atau malam sebagai perintang dan zat pewarna pada kain
(Warsito, 2008 : 12). Seorang sarjana Belanda, J.L.A Brandes (1889) telah menyatakan bahwa ada
10 butir kekayaan budaya yang telah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) yang belum tersentuh oleh
budaya India yang salah satu diantaranya adalah membatik. Kata batik dalam bahasa Jawa berasal
dari akar kata “tik” yang mempunyai pengertian berhubungan dengan suatu pekerjaan halus,
lembut dan kecil yang mengandung unsur keindahan. Membatik berarti menitikkan malam dengan
canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan dan garisan. Secara teknis,
batik adalah suatu cara penerapan corak diatas kain melalui proses celup rintang warna dengan
malam sebagai medium perintangnya.
Jenis batik terbagi menjadi 2 yaitu berdasarkan motif dan asal pembuatannya dan berdasarkan
prosesnya. Berdasarkan motif dan asal pembuatannya, jenis batik dibedakan menjadi batik pesisir,
batik keraton, dan batik modern. Berdasarkan prosesnya, jenis batik dibedakan menjadi batik tulis,
batik cap, batik kuas dan batik kombinasi.
Batik tulis adalah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu
dalam melekatkan malam pada kain. Perkembangan teknik yang menghasilkan batik tulis bermutu
tinggi di kraton-kraton Jawa ditunjang oleh canting tulis dan kain halus. Ragam hias paling
rumit(detail) mampu di capai oleh canting, sesuai dengan keterampilan pembatik. Perbedaan
ukuran pada tiap corong mampu menghasilkan berbagai jenis rupa pembatikan. Batik jenis ini
harganya mahal, pembuatannya memakan waktu lama, akan tetapi desain yang diperoleh tidak
terbatas. Mengingat pembuatan batik tulis yang cukup lama, maka orang berusaha mencari cara
lain guna menyelesaikan pembatikan dalam waktu yang singkat dan diketemukanlah batik cap.
Tangkai Cap
Andang/Rangka
Rangka Motif
Gambar 1.2 : Canting Cap
Batik kuas adalah batik yang pengerjaannya ditorehkan dengan bantuan kuas, layaknya seperti
pelukis ketika menggunakan kuas untuk melukis pada kanvasnya, namun dengan media bahan-
bahan batik sehingga pembatik/pelukis batik harus menyesuaikan urutan prosesnya.
Ender
Panci tembaga/ender adalah tempat untuk melelehkan malam yang akan digunakan untuk
pembuatan batik cap, dan diatas ender biasanya ditempatkan kain kasa agar pada saat penempelan
malam pada canting cap tidak terlalu banyak sehingga kalau dicapkan pada permukaan kain mori
tidak mblobor.
2 Mori prima Golongan mori yang kedua, mori golongan ini digunakan untuk
batik halus dan batik cap.
3 Mori biru Merupakan mori kualitas ketiga, biasanya untuk batik kasar dan
sedang.
1.2.2. Malam/Lilin
Malam batik adalah bahan yang digunakan untuk menutup permukaan kain menurut desain
sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak zat warna yang diberikan pada kain. Malam
batik terdiri dari campuran pokok malam yaitu : gondorukem, damar/mata kucing, parafin,
microwax, lemak binatang minyak kelapa, malam tawon dan malam lanceng. Jumlah dan
pemakaiannya bervariasi tergantung tujuan penggunaannya. Pada akhir proses pembuatan batik,
seluruh lilin batik dihilangkan dari permukaan kain, dengan cara kain tersebut dimasukkan kedalam
bak yang berisi air panas, sehingga seluruh lilin batik lepas. Lilin batik pada bak disaring kemudian
didinginkan sehingga akan terbentuk lilin batik yang membeku. Lilin batik sisa lorodan biasanya
dipakai untuk menutup batik yang disebut tembokan yaitu menutup kain batik secara keseluruhan.
Sifat –sifat pokok malam batik adalah sebagai berikut :
1. Malam tawon
Disebut juga kote atau malam klenceng berwarna kuning suram, mudah meleleh, titik didihnya
rendah 590C, mudah melekat pada kain, tahan lama, tak berubah oleh iklim, dan mudah
dilepaskan, penggunaannya banyak dicampurkan pada lilin klowong.
2. Gondorukem
Berasal dari pinus merkusu yang telah dipisahkan terpentin dan airnya. Gondorukem dalam
perdagangan disebut dengan gondo, pabrik pengolahan gondo tersebar di daerah Pekalongan,
Pemalang, Ponorogo dan sebagainya. Dalam pembatikan dikenal beberapa jenis gondorukem
seperti gondorukem Amerika, Hongkong, Aceh, dan Gondorukem Pekalongan.
Sifat-sifat gondorukem yaitu :
Titik lelehnya yang tinggi sehingga memerlukan waktu sedikit lama untuk melelehkannya.
Tidak tahan alkali.
Mudah menembus kain dalam keadaan encer.
Mudah patah setelah dingin dan melekat.
Titik lelehnya 700C - 800C.
Penggunaannya dicampurkan dengan malam klowong sehingga menjadi lebih keras dan tidak
mudah membeku.
3. Damar mata kucing
Diambil dari pohon shoria apec, langsung dipecah menjadi kecil-kecil. Sifatnya sukar meleleh,
lekas membeku dan tahan alkali, penggunaannya sebagai campuran malam batik agar malam
dapat membentuk keras yang ajam dan melekat dengan baik.
4. Parafin atau malam BPM
Berwarna putih atau kuning muda, mempunyai daya tolak tembus basah yang baik, mudah
encer dan cepat membeku, daya lekat kecil, mudah lepas dan titik lelehnya rendah.
Penggunaannya dalam campuran malam batik, agar malam mempunyai daya tahan tembus
basah yang baik dan mudah lepas pada waktu dilorod.
5. Microwax atau malam mikro
Adalah jenis parafin yang lebih halus, warnanya kuning muda, sukar meleleh, mudah lepas
dalam rendaman air, sukar menembus kain dan tahan alkali, penggunaannya dalam campuran
malam batik sebagai malam tembok atau campuran malam klowong terutama untuk batik
halus.
6. Lemak binatang/kendal atau gajih.
Disebut juga lemak, warnanya seperti mentega, mudah menjadi encer, penggunaannya sebagai
campuran malam batik dalam jumlah kecil dan berfungsi untuk menurunkan titik leleh,
membuat lemas dan mudah lepas waktu dilorod.
7. Campuran lilin batik
Lilin batik terdiri dari campuran bahan-bahan pokok lilin batik, dengan perbandingan
sedemikian rupa sehingga mencapai sifat-sifat yang dikendaki. Cara membuat campuran lilin
batik dilakukan dengan memperhatikan hal berikut :
Bahan batik yang mempunyai titik leleh tinggi, dilelehkan terlebih dahulu, kemudaian
berturut-turut yang lebih rendah.
Dalam pengerjaan mencampur ini, setelah semua bahan pokok dimasukkan dan menjadi
cair, diaduk dengan baik dan rata agar campuran benar-benar homogen.
Campuran lilin yang masih cair disaring, kemudian dicetak sesuai dengan ukuran yang
diinginkan.
2. PENCELUPAN
2.1. Selulosa
Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer selulosa, dengan
derajat polimerisasi (DP) bervariasi, contoh DP rayon 500 – 700, sedang DP kapas sekitar
3000. Makin rendah DP daya serap airnya makin besar, contoh : MR rayon 11-13 % sedang
kapas 7-8%.
Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan
ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen. Serat selulosa umumnya lebih tahan
alkali tapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan proses persiapan penyempurnaan
dan pencelupannya lazim dalam suasana netral atau alkali.
Bahan yang akan dicelup biasanya sudah melalui proses proses persiapan penyempurnaan
seperti pembakaran bulu, penghilangan kanji, dan pemasakan, bahkan untuk pencelupan
warna biasanya sudah dikelantang dan dimerser.
Secara molekuler zat warna reaktif mempunyai zat warna asam, akan tetapi ikatannya dengan
serat membentuk ikatan kovalen dan celup. Ikatan kovalen tersebut menurut cara reaksinya
ada cara adisi dan substitusi. Reaksi substitusi ketahanan terhadap alkali lebih baik, tetapi
tidak tahan terhadap asam, Biasanya reaksi ini terjadi pada zat warna reaktif yang sistem
reaktifnya triazin, pirimidin, dan lain-lain. Sedangkan pada reaksi adisi ketahanan terhadap
asam lebih baik, akan tetapi kurang tahan terhadap alkali. Umumnya terjadi pada zat warna
reaktif yang sitem reaktifnya vinil sulfon.
Dalam pencelupan zat warna reaktif selain terjadi reaksi hidrolisa antara zat warna dengan
serat , molekul air juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna.
Sehingga memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Akan tetapi kecepan
hidrolisa tersebut tidak secepat pemasukan zat warna kedalam serat. Namun kecepatannya
akan lebih besar bila dalam selama proses pencelupan dipengaruhi :
Suhu optimum
Waktu optimum
Alkalinitas optimum
Pada umumnya struktur zat warna reaktif yang larut dalam air mempunyai bagian-bagian
dengan fungsi tertentu dan dapat digambarkan sebagai berikut:
S–K–P–R–X
S = susunan pelarut, misal gugusan asam sulfonat, karboksilat.
K = Khromofor, misalnya sistem-sistem yang mengandung gugusan azo,
antrakinon dan halosianin.
P = gugusan penghubung antara khromofor dan sistem yang reaktif misalnya
gugusan amina, sulfoamina, dan amida.
R = sistem yang reaktif, misalnya triazin, pirimidin, kinoksianin dan vinil.
X = gugusan reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif misalnya
gugusan klor dan sulfat.
Menurut cara pemakaian zat warna reaktif dikenal dua golongan yaitu zat warna reaktif dingin
dan zat warna reaktif panas.
Kelarutannya dalam air sangat baik dan karena adanya asam yang ditimbulkan, maka jika
terlalu lama setelah dilarutkan tiadak segera digunakan, zat warna ini akan terhidrolisa.
Sehingga untuk mencegah hal tersebut penambahan alkali pada pencelupan dilakukansetengah
jam sebelum pencelupan berakhir.
Pada umumnya supaya reaksi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan penambahan
alkali atau asam sehingga mencapai suatu pH tertentu. Disamping terjadi reaksi antara zat
warna dan serat dengan membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo
ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul
zat warna dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi
hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan suhu.
Hasil reaksi zat warna dengan air pada umumnya tidak dapat bereaksi dengan serat,
terutama pada sistem-sistem reaktif yang mengadakan reaksi substitusi kromofor pada
bentuk sederhana seperti molekul zat warna asam celupan rata, sehingga akan
memberikan warna yang cerah san mudah dihilangkan apabila tidak terikat pada serat
selulosa mempunyai gugusan alkohol primer dan sekunder yang kedua-duanya mampu
mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.
Suhu
Suhu dalam pencelupan memberikan pengaruh sebagai berikut:
Mempercepat pencelupan
Menurunkan jumlah zat warna yang terserap
Mempercepat migrasi, yakni perataan zat warna dari bagian-bagian yang tercelup tua
hingga kebagian-bagian yang tercelup lebih muda hingga terjadi keseimbangan.
Mendorong terjadinya reaksi antara serat dan zat warna pada pencelupan zat warna
reaktif.
Kenaikan mempengaruhi reaksi hidrolisa.
Bentuk dan ukuran zat warna
Daya tembus
Molekul-molekul zat warna yang datar memberikan daya tembus pada serat tetapi setiap
penambahan gugusan kimia yang merusak sifat datar molekul tersebut akan
mengakibatkan daya tembus zat warna berkurang.
Kecepatan celup
Besar kecilnya atau penambahan suatu zat warna akan mempengaruhi kecepatan
celupnya. Molekul zat warna yang memanjang mempunyai daya untuk melewati pori-pori
dalam serat lebih baik daripada molekul-molekul yang melebar.
Ketahanan
Molekul yang besar mempunyai ketahanan cuci yang lebih baik.
pH
pH dalam pencelupan dengan zat warna reaktif panas sangat berpengaruh, karena zat waran
reaktif memerlukan suasana yang cocok untuk bereaksi.
Perbandingan larutan
Perbandingan larutan adalah perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil
yang diproses, kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akna menambah besar
penyerapan untuk pancelupan zat wana diusahakan untuk memakai perbandingan larutan
celup yang kecil sehingga zat warna yang terbuang atau hilang sedikit.
Elektrolit
Perbandingan elektrolit kelarutan celup untuk memperbesar jumlah zat warna yang terserap
oleh serat, meskipun zat warna yang memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Elektrolit yang
ditambahkan berfungsi akan mengurangi atau menghilangkan muatan negatif yang ada pada
zat warna.
3. PENYEMPURNAAN
3.1. PENYEMPURNAAN PELEMASAN
Setiap kain mempunyai cara penyempurnaan tersendiri yang prosesnya dipengaruhi oleh jenis
serat, anyaman, sifat-sifat fisika dan kimia serta tujuan penyempurnaan. Untuk memberikan
efek pegangan yang lebih lembut dan lemas pada kain tertentu, terutama untuk kebutuhan
garmen/konveksi diperlukan penyempurnaan dengan penambahan zat pelumas tertentu
seperti : gliserin, TRO, minyak-minyak dan lain-lain. Penyempurnaan pelemas ini termasuk
penyempurnaan kimia, karena dalam pengerjaannya dipergunakan zat-zat kimia. Sifat yang
dihasilkan ada yang bersifat sementara dan permanen. Bersifat sementara apabila hasilnya
hanya tahan beberapa kali pencucian, yaitu kurang dari 4 kali pencucian, bersifat semi
permanen apabila hasilnya tahan 4-10 kali pencucian dan bersifat permanen hasilnya tahan
lebiih dari 10 kali pencucian.
3.1.1. Zat Pelemas
Zat pelemas adalah zat yang biasa digunakan dalam penyempurnaan untuk memperoleh
kelemasan, kehalusan, pegangan yang penuh dan lembut serta kesupelan bahan tekstil.
Sifat yang dihasilkan pada bahan tekstil dari penyempurnaan tersebut adalah terjadinya
penurunan koefisien gesekan antara serat atau filamen dalam benang. Zat pelemas yang
biasanya digunakan merupakan suatu zat yang mengandung lemak atau minyak. Zat
pelemas ini dapat dipergunakan sebagai zat penyempurnaan sendiri atau ditambahkan
dengan penyempurnaan lain. Pada dasarnya pelemas dibuat dari bahan alam, minyak,
malam dan berbagai jenis sabun. Sejalan dengan perkembangan teknologi, bahan pelemas
dibuat dari bahan sintetik yang penggunaannya lebih praktis dan memberikan hasil yang
lebih baik dari zat pelemas alam. Zat –zat yang dibuat dalam bentuk minyak-minyak
sulfonat yang lebih stabil dalam air sadah, sekarang telah berhasil dibuat suatu senyawa
lemak yang lebih substantif dan dapat digunakan dalam bentuk larutan yang diencerkan
dengan cara pengerjaan secara perendaman. Dua jenis utama dari asam-asam lemak
adalah CnH2n+1 dan CnH2n-1COOH pada umumnya alkohol lemak adalah senyawa
jenuh dengan rumus CnH2n+1OH.
Teknik-Teknik Pemanasawetan
Teknik Kelembaban kain
Suhu Waktu pH larutan
Pemanasawetan (%)
Kering 0,5-2,0 140-115 4-6 menit 5-6
Kapas: 6-8
Lembab 25-35 16-24 jam 1-2
Rayon: 10-16
Basah 60-80 10-30 16-24 jam <1
Magnesium klorida dan seng klorida merupakan katalis dari jenis garam asam yang paling
banyak digunakan pada penyempurnaan resin, terutama dari jenis reaktan, dengan teknik
pemanasawetan kering untuk kain-kain selulosa dan campurannya dengan serat sintetik.
Keduanya memiliki kestabilan sangat baik di dalam larutan, tidak menimbulkan maupun
mengubah warna kain, serta kompatibel dengan hampir semua pemutih optik. Jumlah
pemakaiannya 12-20% dari jumlah resin.
4. EVALUASI TEKSTIL
4.1. Pengujian Langsai Kain (Drape)
Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur
kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak
dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran,
kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas
diperluakn dalam pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba,
kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan
merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut
Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau
lunak, dan kasar atau halus.
Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah
waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai drape yang baik. Kain untuk
Bullet Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai drape yang baik. Untuk menentukan
besarnya kekakuan dan drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk
menentukan metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan drape.
Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :
1. Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan drape, dan disain
instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
2. Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil
pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.
A B
Bila tidak ada drape yang terjadi maka proyeksi contoh akan tetap 25 cm,karena adanya drape
maka terlihat seperti gambar B.
F = As – Ad F = koefisien drape
AD – Ad AD = luas contoh
As = luas proyeksi contoh setelah diatas cakra
Ad = luas cakra penyangga
4.2. Pengujian Kemampuan Kain Untuk Kembali Dari Kekusutan Atau Lipatan
Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki
kekurangan ini banyakdilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat yang
elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk
mengukur sudut kembali dari kekusutan.
Kemampuan kembali dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkan untuk kembali
dari lipatan. Alat uji untuk ketahanan terhadap kekusutan ada dua jenis, yaitu :
1. Pengujian Tootal
Prinsip pengujian dengan cara ini adalah kain dipotong dengan ukuran 4 cm x 1 cm, kemudian
dilipat dan ditekan dengan beban 500 gram untuk mengusutkan selama 5 menit. Kain diambil
dan digantungkan pada kawat selama 3 menit supaya kembali dari kekusutannya, setelah itu
jarak antara dua ujung pita (V) diukur. Untuk wol yang mempunyai mutu crease recovery
yang baik jarak antara kedua ujung pita 33 – 35 mm.
Resep Pelorodan :
- Air = 4000 ml = 4 L
2. PENCELUPAN
2.1. Pencelupan Warna Muda (Pencelupan 1)
Resep Pencelupan :
- Vlot 1 : 20
- Zat warna reaktif dingin 1%
- Pembasah 1 ml/L
- NaCl 30 g/ L
- Na2CO3 8 g/L
- Waktu 50 menit
- Suhu 30 0C (suhu kamar)
Resep Pencucian :
- Vlot 1 : 20
- Sabun 2 ml/L
- Na2CO3 1 g/L
- Waktu 15 menit
- Suhu 70 0C
Resep Pencucian :
- Vlot 1 : 20
- Sabun 2 ml/L
- Na2CO3 1 g/L
- Waktu 15 menit
- Suhu 70 0C
3. PENYEMPURNAAN
3.1. Penyempurnaan Pelemasan
Resep Penyempurnaan:
Resep Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3
Leosoft A-301 15 g/L 30 g/L 60 g/L
Silicon AM-25 15 g/L 30 g/L 40 g/L
Vlot 1 : 20 1 : 20 1 : 20
4. EVALUASI
4.1. Pengujian Langsai Kain (Drape)
4.1.1. Peralatan
1. Drape Tester
2. Alat pengukur contoh uji
3. Gunting
4. Printer
4.1.2. Cara Pengujian
1. Gunting kain contoh uji sesuai pola piringan estándar diameter 25 cmatau 10 inchi
sebanyak 1 lembar. Veri tanda muka dan belakang kain, buat lubang pada titik pusat
lingkaran diameter 3 mm,kondisikan dalam ruangan standar pengujian.
2. Nyalakan komputer.
3. Nyalakan drape tester, dengan cara membuka kaca, kemudian tekan saklar kanan
bawah alat sampai lampunya menyala.
4. Klik icon drape tester, sampai keluar menu drape tester.
5. Pasang contoh uji pada landasan contoh uji, sehingga titik pusatnya berada pada titik
tengah landasan uji.
6. Jalankan alat sehingga contoh uji berputar 30 detik atau 60 detik putaran. Biarkan
beberapa saat.
7. Klik reset, tunggu sampai lampu merah pada alat menyala.
8. Beri nama operator dan nama kain.
9. Klik start untuk memulai pengujian, photo sensor bekerja membaca drape kain,
biarkan sampai pengujian selesai.
10. Klik print untuk mencetak hasil pengujian. Hasil pengujian dapat dibaca pada layar
monitor komputer dan atau pada kertas hasil print.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. N.M. Susyami Hitariat, Widayat, Totong. 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III
(Evaluasi Kain). Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2. P. Soepriyono, S.Teks, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
3. Wibowo Moerdoko, S.Teks, dkk. 1975. Evaluasi Tekstil bagian Kimia. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.
4. Hendrodyantopo, S., S.Teks. M.M, dkk. 1998. Teknologi Penyempurnaan. Bandung :
Sekolah Tinggi Tekstil.
5. Susyami, N.M., S.Teks., M.Si., dkk. Bahan Ajar Praktek Teknologi Penyempurnaan Kimia.
Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil