Anda di halaman 1dari 15

PENCAPAN ZAT WARNA DISPERSI PADA KAIN SERAT POLIESTER

TANPA ZAT HIGROSKOPIS DENGAN VARIASI SUHU TERMOFIKSASI

I. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Melakukan proses pencapan zat warna dispersi pada kain serat polyester tanpa zat higroskopis
dengan variasi suhu termofiksasi.
b. Tujuan
 Mengetahui dengan baik prinsip dasar proses pencapan polyester dengan zat warna dispersi
 Memahami karakter serat polyester, zat warna dispersi, zat pembantu dan alat cap yang
akan dipakai
 Mengetahui faktor-faktor penting yang mempengaruhi hasil proses pencapan polyester
dengan zat warna dispersi
 Mampu mengevaluasi dan menganalisa hasil proses pencapan

II. Teori Dasar


a. Polyester
Poliester adalah suatu polimer (sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang) dimana masing-
masing unit dihubungkan oleh sebuah sambungan ester. Sebagai suatu poliester sintetis, bahan
utama yang digunakan adalah polyethylene terephthalate (PET), yang di buat dari asam
terephthalic dan ethilene glycol (EG).

nHOOC COOH + nHOCH2CH2OH OC COO(CH2)2O H+ (2n-1)H2O

Asam Terftalat Eilena Glikol

Serat poliester adalah serat hidrofob sehingga dalam proses pencapannya digunakan zat warna
yang hidrofob pula.
Poliester tahan asam lemah dan asam kuat dingin, tatapi kurang tahan terhadap basa kuat.
Poliester tahan terhadap zat oksidasi, alcohol, keton, sabun dan zat-zat untuk pencucian kering.
Poliester larut di dalam metakresol panas, asam triflourorasetat-orto-khlorofenol.
b. Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya
dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk
mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Dalam pemakaiannya, zat
warna dispersi memerlukan zat pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan
mendistribusikan zat warna secara merata.

Berdasarkan sturuktur kimianya, zat warna dispersi terbagi menjadi 3 golongan yaitu:
 Golongan Azo (-N=N-)

C2H5

O2N N N N

C2H4OH

 Golongan Antrakuinon
NO2 O OH

OH O NH

 Golongan Difenil amin

N SO2NH

NH

Meskipun struktur azobensen, antrakinon, di fenilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup
kedalam serat hidrofob, tetapi didalamnya mempunyai gugus alifatik atau aromatik yang
mengikat gugus fungsional seperti (-OH, NH2, -NHR) yang bertindak sebagai gugus pemberi
(donor) hydrogen.
Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwi kutub) dan juga bias membentuk
ikatan hydrogen dengan gugus karbonil (C=O) atau dengan gugus asetil (-C-O-C=O) dari serat
yang dicelup.
Ikatan yang utama antara zat warna dispersi dengan poliester adalah ikatan hidrofobik, namun
untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan hydrogen atau ikatan dwi kutub.
Dalam perdagangan umumnya zat warna dispersi mengandung gugus aromatic dan alifatik yang
mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -OH, -NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut
merupakan pengikat dipol atau dwi kutub juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus
karboknil atau gugus asetil. Berikut adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada proses
pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi.

δ- δ+ δ- δ+

O2N N N N H C
O
Ikatan hidrogen
H
OH

Secara umum zat warna dispersi mempunyai karakteristik sebagai berikut :


- Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
- Mempunyai titik leleh lebih dari 150 0C dengan kristalin yang tinggi.
- Pada dasarnya non ionic, meskipun dalam perdagangan ditambahkan gugus-gugus
fungsional seperti -NH2 , -NHR, dan –OH.
- Mempunyai kelarutan yang rendah, meskipun demikian sekurang-kurangnya masih dapat
larut ± 0,1 g /l dalam air pada kondisi celup.
- Mempunyai derajat kejenuhan dalam serat yang tinggi yaitu sebesar 30-200 mg zat
warna / gram serat.

Ketahanan sublimasi dari zat warna dispersi merupakan salah satu syarat zat warna yang
digunakan untuk metoda Carrier, High Temperature, Thermosol.
Tahan sublimasi zat warna dispersi ada kaitannya dengan tekanan uap molekulnya, semakin
tahan sublimasi zat warna maka tekanan uapnya semakin rendah, dan sebaliknya sedangkan
tekanan uap berkaitan dengan massa zat warna dan sifat polar zat warna dalam larutan, makin
tinggi kepolaran molekul makin rendah tekanan uapnya.
Berdasarkan ketahanan sublimasi zat warna dispersi dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Golongan I : Mempunyai berat molekul yang sangat kecil dan sangat mudah digunakan
untuk serat asetat dengan daya sublimasi yang rendah.
2. Golongan II : Mempunyai berat molekul yang sedang dengan daya sublimasi terbatas dan
mempunyai sifat kerataan yang baik.
3. Golongan III : Mempunyai berat molekul yang sedang dengan daya sublimasi yang lebih
tinggi dari golongan II serta mempunyai sifat kerataan yang cukup.
4. Golongan IV : Mempunyai berat molekul yang besar dan daya sublimasi yang tinggi tetapi
sifat kerataan kurang.
c. Pencapan Poliester dengan Zat Warna Dispersi
Pencapan pada kain poliester sebelumnya telah dilakukan proses persiapan antara lain
penghilangan kanji dan pemasakan untuk menghilangkan kanji danpelumas atau zat
penyempurnaan lain kemudian dilakukan penstabilan dimensiuntuk mengatur lebar kain
agar memperoleh lebar gambar screen yang diinginkandan permukaannya rata

Secara umum pencapan zat warna dispersi terdiri dari beberapa cara yaitu sebagai berikut;
 Pencapan dengan fiksasi steam tekanan normal
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu lainnya,
kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan fiksasi pada uap jenuh
dengan suhu 100-102OC selama 20-30’. Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat
warna tipe B, untuk mendapatkan kerataan warna digunakan zat warna dalam bentuk pasta
dan atau ditambahkan sedikit carrier.
 Pencapan dengan fiksasi steam tekanan tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu lainnya,
kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan fiksasi pada uap jenuh
dengan suhu 128-130OC (2,5-3atm) selama 20-30’. Jenis zat warna yang dapat digunakan
adalah zat warna tipe B dan C, untuk mendapatkan kerataan warna digunakan zat warna
dalam bentuk pasta dan atau ditambahkan sedikit carrier.
 Pencapan dengan fiksasi suhu tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu lainnya,
kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan fiksasi pada uap lewat
jenuh (termik) dengan suhu 160-185OC selama 8-1’. Jenis zat warna yang dapat digunakan
adalah zat warna tipe C. Untuk mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik
digunakan zat higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta cap (10% pasta cap) dan digunakan
pengental dengan kandungan high solid conten <12%.
 Pencapan dengan fiksasi udara panas
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat pembantu lainnya,
kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian dilakukan fiksasi pada uap lewat
jenuh (termik) dengan suhu 180-210OC selama 8-1’. Jenis zat warna yang dapat digunakan
adalah zat warna tipe C. Untuk mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik
digunakan zat higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta dan digunakan pengental
emulsi/semi emulsi.
d. Pasta cap
Penggunaan komposisi pasta cap dilakukan dengan memilih kesesuaian zat warna terhadap
jenis serat yang akan dicap. Selanjutnya adalah seleksi terhadap kesesuaian jenis pengental, zat-
zat pembantu, metoda pencapan yang digunakan dan kondisi-kondisi pengeringan, fiksasi zat
warna serta kondisi setelah pencapan, misalnya pencucian.Pasta cap dibuat dengan disesuaikan
selain terhadap jenis serat/kain juga terhadap jenis mesin yang akan digunakan, sifat ketahanan
warna yang diminta dan beberapa sifat hasil pencapan lainnya yang digunakan. Resep pasta cap
secara garis besar yaitu zat warna, zat pembantu pelarutan (misalnya urea), air, pengental
(misalnya tapioka), zat kimia untuk fiksasi zat warna, zat anti reduksi, zat anti busa.

Tingkat kekentalan/viskositas pasta cap tergantung beberapa faktor, antara lain metoda proses
pencapan, jenis dan struktur kain yang akan dicap, kehalusan motif cap dan lain-lain.Dalam
pencapan pengental berfungsi unutk mendapatkan kekentalan pasta cap, memindahkan atau
melekatkan zat warna kedalam bahan, memperoleh warna yang rata, penetrasi yang baik, dan
batas warna motif yang tajam.
 Syarat pengental:
- Daya lekat baik (basah maupun kering)
- Stabil selama proses pencapan
- Tidak berwarna dan berbusa
- Mudah kering dan rata
- Dapat menahan resapan larutan / uap sehingga diperoleh motif yang tajam
- Dapat memindahkan zat warna sebanyak mungkin kedalam bahan
- Dapat dicampur dengan zat pembantu dan tidak bereaksi
- Mudah hilang dalam pencucian.
 Pada pasta cap terdapat:
- Zat warna
- Pengental
- Zat pembantu tekstil
- Air

III. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :
1. Wadah plastic
2. Gelas plastic 1. Kain Poliester
3. Gelas ukur 2. Pengental (kanji)
4. Neraca 3. Zat warna dispersi
5. Kaca pengaduk 4. Zat Pendispersi
6. Screen Printing 5. Air
7. Meja printing
8. Rakel
IV. Resep

a. Pengental Induk c. Pencucian Reduksi


Pengental alginat : 8% Na2S2O4 : 1 gr/l
b. Pasta Cap NaOH : 2 grl
Zat warna dspersi : 20 gr Teepol : 1 ml/l
Zat pendispersi : 20 gr Suhu : 900C
Asam sitrat : 20 gr Waktu : 10 menit
Pengental : 700 gr
Balance (Air) : 240 ml
1000 gr

V. Perhitungan Resep
a. Pengental Induk
 Pengental (kanji) : 8% × 1 𝑙 = 80 𝑔𝑟
 Air : 1 liter

b. Pasta Cap
 Pasta cap 1
20 𝑔𝑟
- Zat warna dispersi Dianix yellow : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟

20 𝑔𝑟
- Zat pendispersi : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟

20 𝑔𝑟
- Asam sitrat : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟

700 𝑔𝑟
- Pengental (kanji) : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 42 𝑔𝑟

240 𝑔𝑟
- Balance (air) : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 14,4 𝑔𝑟
 Pasta Cap 2
20 𝑔𝑟
- Zat warna dispersi Dianix orange : × 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟
𝑘𝑔

20 𝑔𝑟
- Zat pendispersi : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟

20 𝑔𝑟
- Asam sitrat : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 1,2 𝑔𝑟

700 𝑔𝑟
- Pengental (kanji) : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 42 𝑔𝑟

240 𝑔𝑟
- Balance (air) : 𝑘𝑔
× 60 𝑔𝑟 = 14,4 𝑔𝑟

c. Pencucian Reduksi
2 𝑔𝑟
 Na2S2O4 : 𝑙
× 1 𝑙 = 2 𝑔𝑟

1 𝑔𝑟
 NaOH : × 1 𝑙 = 1 𝑔𝑟
𝑙

 Air : 1 liter

VI. Fungsi Zat


 Zat warna dispersi : Untuk mewarnai kain polyester
 Zat pendispersi : untuk mendispersikan zat warna dispersi ke dalam air
 Pengental : sebagai bahan perekat zat warna agar saat pencapan, zat warna tidak keluar dari
motif cap
 Na2s2o4 : membantu menghilangkan sisa zat warna yang tidak terfiksasi dan menempel pada
permukaan kain
 NaOH : membantu mengaktifkan Na2s2o4
 Sabun : untuk proses pencucian, menghilangkan sisa zat warna yang menempel pada
permukaan kain
 Air : sebagai pelarut dan pengatur viskositas pasta cap
VII. Diagram Alir

Persiapan meja printing, screen printing, bahan dan alat pencapan


lainnya

Membuat pengental induk

Pelarutan zat warna

Pembuatan pasta cap

Proses pencapan

Pengeringan motif cap

Termofiksasi (Variasi suhu)


1200C – 1900C

Pencucian reduksi

Pembilasan air dingin

Pengeringan kain

Evaluasi
VIII. Cara Kerja
a. Menyiapkan meja printing/cap, kain, screen printing (kasa), dan alat pencapan lainnya
b. Membuat pengental induk, dengan menambahkan sedikit demi sedikit pengental alginat ke
dalam air dingin atau hangat ke ember plastic sambil dilakukan pengadukan dengan stirrer
sampai kental dan homogen. Pengental harus jernih dan bebas gelembung udara dengan
kekentalan optimum.
c. Pelarutan zat warna: Zat warna dispersi ditambahkan air hangat dan zat pendispersi sambil
diaduk sampai zat warna terdispersi
d. Pembuatan pasta cap: pengental sesuai kebutuhan ditakar, kemudian zat warna yang
didispersikan dimasukkan ke dalam pengental sedikit demi sedikit sampai merata
e. Proses Pencapan:
 Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna dan konstan
pada meja cap.
 Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap
 Dengan bantuan rakel, pasta cap ditaburkan pada screen pada bagian pinggir kasa (tidak
mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
 Frame ditahan agar mengepres pada bahan, kemudian dilakukan proses pencapan dengan
cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
 Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar dapat
mendorong zat warna masuk ke motif.
 Screen dilepaskan ke atas.
 Untuk screen ke dua (jenis naftol berbeda-beda), screen dipasangkan dengan mempaskan
posisi motif , agar kedua motif dapat berimpit dengan tepat.
 Dilakukan proses pencapan seperti point di atas.
 Setelah selesai, biarkan pasta pada kain sedikit mengering kemudian angkat secara hati-hati
f. Pengeringan motif cap pada suhu 1000C selama 2 menit pada mesin stenter
g. Termofiksasi dengan variasi suhu 1200C, 1500C , 1700C , 1900C selama 1 menit
h. Pencucian reduksi, pembilasan air dingin dan pengeringan

IX. Data Hasil Praktikum


Kain hasil pencapan : terlampir
Variasi Suhu Termofiksasi
Data Kain 1200C 1500C 1700C 1900C
√ - √ - √ - √ -
1 2 1 4 3 6 5 8 7
2 2 1 4 3 6 5 8 7
3 2 1 4 3 6 5 8 7
4 2 1 4 3 6 5 8 7
Keterangan:
- (√) : penggunaan zat higroskopis
- (-) : tanpa zat higroskopis
- Skala ketuaan warna : 1-8
X. Diskusi
Pada praktikum kali ini dilakukan pencapan kain polyester dengan zat warna dispersi tanpa zat
higroskopis dengan variasi suhu termofiksasi 1200C, 1500C , 1700C , 1900C. Kemudian dilakukan
pengujian evaluasi ketuaan warna secara grading dengan metoda visual.
Dari hasil evaluasi visual diperoleh hasil pencapan terhadap pengaruh berikut:

a. Pengaruh Suhu Termofiksasi


Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kain hasil pencapan dengan variasi suhu termofiksasi,
semikin tinggi suhu semakin tua warna motif yang dihasilkan.
Hal ini menunjukkan bahwa variasi suhu termofiksasi sangat mempengaruhi ketuaan warna
motif pada hasil pencapan.

Karena suhu yang tinggi dapat membantu zat warna dispersi fiksasi kedalam serat sehingga
ketuaan warna semakin baik. Namun perlu diperhatikan golongan zat warna dispersi yang
digunakan karena setiap golongan zat warna mempunyai berat molekul yang berbeda dengan
suhu sublimasi tertentu serta titik leleh zat warna maupun serat polyester juga harus
diperhatikan.

b. Pengaruh Zat Higroskopis


Zat higroskopis seperti urea, gliserin, dan sebagainya berfungsi untuk mengatur kelembaban
pasta cap pada proses pencapan zat warna dispersi pada kain polyester. Saat pasta cap
diaplikasikan pada kain, permukaan kain polyester harus benar-benar lembab agar zat warna
yang telah terdispersi dapat terfiksasi dengan baik pada serat polyester.
Sebaliknya, jika pasta cap tanpa zat higroskopis, maka bisa dikatakan permukaan serat masih
kaku/tegang sehingga zat warna yang telah terdispersi sulit untuk fiksasi terhadap serat
polyester dan hal ini mengakibatkan zat warna tidak terfiksasi, hanya menumpuk di permukaan
kain,

Dengan adanya cuci reduksi, zat warna yang tidak terfiksasi dan menumpuk di permukaan kain
kemudian akan luntur dan mengakibatkan hasil pencapan yang tidak maksimal dengan warna
yang muda dan ketajaman motif yang rendah.
Sementara zat warna yang luntur mewarnai permukaan kain yang lain. Hal ini bisa terjadi
kemungkinan karena pada cuci reduksi dilakukan pada suhu 900C dimana serat polyester
mengalami penurunan tegangan sehingga sebagian zat warna dispersi yang luntur masuk ke
dalam “permukaan” kain polyester.
XI. Kesimpulan
 Pencapan kain polyester dengan zat warna dispersi tanpa zat higroskopis menghasilkan warna
muda dan ketajaman motif yang rendah serta seluruh permukaan kain menjadi ternodai zat
warna dispersi yang tidak terfiksasi ke dalam serat yang kemudian luntur saat pencucian
reduksi.
 Suhu termofiksasi dalam proses fiksasi zat warna dispersi ke dalam serat polyester sangat
berpengaruh terhadap ketuaaan warna motif cap pada hasil pencapan. Semakin tinggi suhu
termofiksasi, semakin tua warna motif yang dihasilkan.

XII. Daftar Pustaka


 Agus Suprapto,dkk.1998. “Teknologi Pencapan Tekstil”.Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil.
 Lubis, Arifin. 1998. “Teknologi Pencapan Tekstil”. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
LAMPIRAN
A. Kain 1 (suhu termofiksasi 1200C)
B. Kain 2 (suhu termofiksasi 1500C)
C. Kain 3 (suhu termofiksasi 1700C)
D. Kain 4 (suhu termofiksasi 1900C)

Anda mungkin juga menyukai