Anda di halaman 1dari 25

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kehidupan sehari-hari, banyak hal yang melibatkan pengambilan keputusan
berdasarkan konsep dasar statistika dengan penerapan statistika inferensia. Statistika
inferensia merupakan keilmuan statistik yang berperan dalam pengambilan keputusan dari
suatu permasalahan berdasarkan data yang dikumpulkan, diolah, dan dianalisis. Beberapa
jenis statistika inferensia yang dapat dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan adalah
analisis korelasi, regresi, dan statistik non-parametrik.
Dalam suatu penelitian, terkadang diperlukan analisis mengenai hubungan antara
beberapa variabel penelitian. Variabel penelitian merupakan faktor-faktor yang dapat
berubah-ubah ataupun dapat diubah untuk tujuan penelitian (Bungin, 2005). Secara umum
terdapat dua jenis variabel, yakni variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
(dependent variable). Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang
memberikan pengaruh atau dampak pada variabel terikat, sehingga dapat diartikan bahwa
variabel ini merupakan variabel penyebab. Variabel terikat atau dependent variable
merupakan variabel respon yang menjadi akibat dari variabel bebas. Salah satu cara untuk
menganalisis variabel penelitian adalah dengan menggunakan teknik analisis korelasi dan
regresi linear.
Menurut Bluman (2012), statistika non-parametrik atau distribution-free statistics
merupakan cabang dari statistika yang digunakan ketika populasi tidak terdistribusi normal.
Pada statistika non-parametrik, uji hipotesis dapat dilakukan tanpa melibatkan parameter
seperti mean, variansi, atau proporsi.
Pada modul ini, praktikan akan menyelesaikan studi kasus mengenai statistika
inferensia, yaitu korelasi, regresi, dan uji hipotesis. Dengan demikian, diharapkan praktikan
dapat memahami dan mengaplikasikan statistika inferensia setelah menyelesaikan studi
kasus yang diberikan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum korelasi, regresi, dan statistika non-parametrik adalah sebagai
berikut.
1. Mampu mengetahui jenis-jenis analisis korelasi, regresi, dan statistika non-
parametrik.
2. Mampu melakukan analisis regresi linear dengan menggunakan software SmartPLS
dan statistika non-parametrik secara manual.
3. Mampu menganalisis dan mengambil kesimpulan dari hasil pengujian yang
dilakukan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Korelasi
Korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mengukur
kekuatan hubungan antara dua variabel yang sifatnya kuantitatif (Walpole, 2012).
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur seberapa kuat atau derajat kedekatan suatu
relasi yang terjadi antar variabel (Harinaldi, 2005).

2.1.1 Macam-macam Korelasi


Terdapat dua macam korelasi, yaitu:
1. Korelasi Sederhana
Korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi
sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel.
2. Korelasi Berganda
Korelasi linear berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi
antara variabel terikat (variabel Y) dan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, …,
Xk) (Hasan, 2001).

2.1.2 Scatter Plot Diagram


Scatter Plot Diagram adalah grafik pasangan terurut (x, y) dari angka yang terdiri
dari variabel independen x dan variabel dependen y. Diagram ini merupakan cara visual
untuk menggambarkan sifat hubungan antara variabel independen dan dependen. Skala
variabel dapat berbeda, dan koordinat sumbu ditentukan oleh nilai data terkecil dan
terbesar dari variabel. (Bluman, 2012). Hubungan antar variabel digambarkan seperti
berikut.
1. Direct Correlation (Positive Correlation)
Dikatakan berkorelasi positif jika titik-titik pada scatter plot menggerombol
mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif (dari kiri bawah ke kanan
atas). Contoh: Korelasi antara jumlah mobil yang dimiliki perusahaan rental mobil
di Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir dengan jumlah pendapatan.
Gambar 2.1 Positive Correlation Scatter Plot Diagram
Sumber: Bluman (2012)

2. Inverse Correlation (Negative Correlation)


Dikatakan berkorelasi negatif jika titik-titik pada scatter plot menggerombol
mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif (dari kiri atas ke kanan
bawah). Contoh: Korelasi antara jumlah absensi dan nilai akhir yang diperoleh dari
tujuh siswa yang dipilih secara acak dari kelas statistik.

Gambar 2.2 Negative Correlation Scatter Plot Diagram


Sumber: Bluman (2012)

3. Korelasi Nihil (Tidak Berkorelasi)


Dikatakan tidak berkorelasi jika titik-titik mengikuti suatu pola acak atau dengan kata
lain tidak ada pola. Contoh: Korelasi antara jumlah jam yang digunakan sembilan
orang setiap minggu untuk berolahraga dengan jumlah susu (dalam ons) yang
dikonsumsi setiap orang per minggu.
Gambar 2.3 No Correlation Scatter Plot Diagram
Sumber: Bluman (2012)

2.1.3 Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur
keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel (Hasan, 2001). Koefisien
korelasi (r) mempunyai nilai akar dari koefisien determinasi dan dirumuskan sebagai
berikut.
r = ±√R (2-1)
Sumber: Harinaldi (2005)
r = koefisien korelasi
R = koefisien determinasi
Koefisien korelasi berhubungan dengan rumus regresi linear sederhana. Rumus dari
regresi linear sederhana adalah sebagai berikut.
y ′= ax+b (2-2)
Sumber: Bluman (2012)
a = intercept
b = kemiringan garis
Koefisien korelasi (r) dan tanda kemiringan garis regresi (b) akan selalu sama. Yaitu,
jika r positif, maka b akan positif; jika r negatif, maka b akan negatif. Alasannya adalah
pembilang dari rumus adalah sama dan menentukan tanda-tanda r dan b, dan penyebutnya
selalu positif. Garis regresi akan selalu melewati titik koordinat x yang merupakan rata-rata
dari nilai-nilai x dan koordinat y yang merupakan rata-rata dari nilai-nilai y, yaitu, (x, y)
(Bluman, 2012).

2.1.3.1 Jenis-jenis Koefisien Korelasi


Jenis-jenis koefisien korelasi yang sering digunakan adalah koefisien korelasi
Pearson, koefisien korelasi Rank Spearman, koefisien korelasi bersyarat (Kontingensi), dan
koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi (R).
1. Koefisien Korelasi Pearson
Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua
variabel yang datanya berbentuk data interval dan rasio. Disimbolkan dengan r dan
dirumuskan sebagai berikut.

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟= (2-3)
√{𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 }{(𝑛 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 )}
Sumber: Hasan (2001)
Keterangan:
r = koefisien korelasi Y = skor variabel Y
X = skor variabel X n = besar sampel/banyaknya responden

2. Koefisien Korelasi Rank Spearman


Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua
variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data bertingkat). Disimbolkan dengan
rs dan dirumuskan sebagai berikut.
2
6. ∑ 𝐷
𝑟𝑠 = 1 −
𝑛3 − 𝑛
Sumber: Hasan (2001)
Keterangan:
d= selisih ranking X dan Y
n= banyaknya pasangan data
rs =koefisien korelasi
3. Koefisien Korelasi Bersyarat (Koefisien Kontingensi)
Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua
variabel yang datanya berbentuk data nominal (data kualitatif). Disimbolkan dengan
C dan dirumuskan sebagai berikut.

𝑋2
𝑐 =√
𝑋2 + 𝑛

Sumber: Hasan (2001)

Keterangan:
𝑋2 = kai kuadrat
C = koefisien korelasi
n = jumlah semua frekuensi
4. Koefisien Penentu (KP) atau Koefisien Determinasi (R)
Apabila koefisien korelasi dikuadratkan, akan menjadi koefisien penentu (KP) atau
koefisien determinasi, artinya penyebab perubahan pada variabel Y yang datang dari
variabel X, sebesar kuadrat koefisien korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan
besarnya pengaruh nilai suatu variabel (variabel X) terhadap naik/turunnya (variasi)
nilai variabel lainnya (variabel Y). Dirumuskan sebagai berikut.
𝐾𝑃 = 𝑅 = K𝐾 2 𝑥100
Sumber: Hasan (2001)
Keterangan:
KP = Koefisien penentu
R = Koefisien determinasi
K𝐾 2 = Kuadrat koefisiensi korelasi
Nilai koefisien penentu ini terletak antara 0 dan + 1 (0 ≤ KP ≤ + 1). Jika koefisien
korelasinya adalah koefisien korelasi pearson (r), maka koefisien penentunya adalah:
𝐾𝑃 = 𝑅 = 𝑟 2 𝑥100
Sumber: Hasan (2001)
Keterangan:
KP = Koefisien penentu
R = Koefisien determinasi
2
𝑟 = Kuadrat koefisiensi korelasi pearson
Dalam bentuk rumus, koefisien penentu (KP) dituliskan:
[n∑XY − (∑X)(∑Y)]2
𝐾𝑃 =
[n∑X 2 − (∑X)2 ][n∑Y 2 − (∑Y)2 ]
Sumber: Noer (2010)

2.1.3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi


Penafsiran hasil analisis korelasi dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain:
1. Melihat kekuatan hubungan dua variabel
Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel dilakukan dengan
melihat angka koefisien korelasi hasil perhitungan. Kriteria-kriteria dari koefisien
korelasi tersebut adalah sebagai berikut (Hasan, 2001).
a. Jika KK bernilai positif, maka variabel-variabel berkorelasi positif. Semakin
dekat nilai KK ini dengan +1 semakin kuat korelasinya, demikian pula
sebaliknya
b. Jika KK bernilai negatif, maka variabel-variabel berkorelasi negatif. Semakin
dekat nilai KK ini ke -1 semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya
c. Jika KK = 0, maka variabel-variabel tidak menunjukkan korelasi
d. Jika KK bernilai +1 atau -1, maka variabel menunjukkan korelasi positif atau
negatif yang sempurna
2. Melihat pengaruh hubungan
Untuk melihat pengaruh hubungan dua variabel, didasarkan pada angka berpengaruh
yang dihasilkan dari penghitungan dengan ketentuan di atas. Interpretasi ini akan
membuktikan apakah hubungan kedua variabel tersebut berpengaruh atau tidak. Untuk
pengujian dalam SmartPLS digunakan kriteria sebagai berikut (Wasserstein & Lazar,
2016).
a. Jika P-Values < 0,05, maka hubungan kedua variabel berpengaruh secara
signifikan
b. Jika P-Values > 0,05, maka hubungan kedua variabel tidak berpengaruh
3. Melihat arah hubungan
Dalam korelasi ada dua arah korelasi, yaitu searah dan tidak searah. Pada SmartPLS
hal ini ditandai dengan pesan two-tailed. Arah korelasi dilihat dari angka koefisien
korelasi. Jika koefisien korelasi positif, maka hubungan kedua variabel searah. Searah
artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y juga tinggi. Jika koefisien
korelasi negatif, maka hubungan kedua variabel tidak searah. Tidak searah
artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka variabel Y akan rendah.
Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0 Tidak ada korelasi
0<KK≤0,20 Korelasi sangat rendah, lemah sekali
0,20 < KK ≤ 0,40 Korelasi rendah, lemah tapi pasti
0,40 < KK ≤ 0,70 Korelasi cukup berarti
0,70 < KK ≤ 0,90 Korelasi tinggi, kuat
0,90 < KK < 1,00 Korelasi sangat tinggi, kuat sekali
1 Korelasi sempurna
Sumber: Hasan (2001)

2.2 Regresi
Regresi adalah metode untuk menentukan hubungan satu variabel terikat dengan satu
atau dua variabel bebas dalam cara non-deterministik. Tujuan utama dalam penggunaan
analisis ini adalah untuk meramalkan atau menduga nilai dari suatu variabel dalam
hubungannya dengan variabel yang lain yang diketahui melalui persamaan garis regresinya.
Persamaan regresi juga dapat digunakan untuk pengoptimalan suatu proses, seperti mencari
tingkat maksimal dalam suatu proses (Montgomery, 2011).

2.2.1 Asumsi Regresi


Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar (Hasan, 2001). Asumsi-
asumsi dasar itu dikenal sebagai asumsi klasik, yaitu sebagai berikut:
1. Homoskedastisitas, berarti varians dari variabel bebas itu sama/konstan untuk setiap
nilai tertentu dari variabel bebas lainnya atau variasi residu sama di semua
pengamatan.
2. Nonautokorelasi, berarti tidak ada pengaruh dari variabel dalam modelnya melalui
selang waktu observasi.
3. Nonmultikolinearitas, berarti antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas
lainnya dalam model regresi tidak terjadi hubungan yang mendekati sempurna atau
sempurna.
4. Normalitas, Model regresi yang baik ditandai dengan nilai residual yang random.
Sesuatu yang random, biasanya ditandai dengan distribusi yang normal, dengan
demikian, model regresi yang baik, ditandai dengan nilai error term (residual) yang
berdistribusi normal.
5. Linearitas, Analisis regresi juga memiliki asumsi linearitas. Linearitas berarti bahwa
ada hubungan garis lurus antara variabel bebas dan variabel terikat. Asumsi ini penting
karena analisis regresi hanya tes untuk hubungan linier antara variabel bebas dan
variabel terikat.

2.2.2 Regresi Linear


Regresi linear adalah alat statistik yang dipergunakan untuk mengetahui pengaruh
antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel. Variabel yang mempengaruhi
sering disebut variabel bebas. Variabel yang dipengaruhi sering disebut dengan variabel
terikat. Regresi Linear dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu regresi linear sederhana
dan regresi linear berganda.
2.2.2.1 Regresi Linier Sederhana
Regresi linier sederhana adalah persamaan regresi di mana hubungan variabel bebas
X (satu variabel independen) dan variabel terikat Y berbentuk garis lurus (Montgomery,
2011). Berikut merupakan bentuk persamaan dari regresi linier sederhana.
𝑛
𝑏1 = ∑ (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑦𝑖 − 𝑦̅)
𝑖=1

Sumber: Walpole (2011:396)


Sehingga persamaan regresi linier sederhana adalah:

𝑦̂ = 𝑏0 + 𝑏1 𝑥
Sumber: Walpole (2011)
Dengan analisis determinasi R,

R2 = r2 x 100%, di mana r = koefisien korelasi


Kesalahan baku regresi nya adalah :

2.2.2.2 Regresi Linier Berganda


Regresi linier berganda adalah persamaan regresi di mana variabel terikatnya (Y)
dihubungkan oleh lebih dari satu variabel bebas (X1, X2, X, ..., Xn) namun masih
menunjukkan diagram hubungan yang linier (Montgomery, 2011: 468). Bentuk umum
persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut.
̂

= +11+22
+33 + ⋯+ (2-13)
Sumber: Hasan (2001)
(Ʃ 2)(Ʃ )−(Ʃ )( ) (Ʃ 2)(Ʃ )−(Ʃ )( )
2 1 2 2 1 2 1 2 1

1=

2
)(Ʃ
1

2
)−(Ʃ
)
2
2=

2
)(Ʃ
2
)−(Ʃ
)
2
(2-14)
1 2 1 2 1 2 1 2

Sumber: Kuswanto (2012)


Di mana:
̂

= variabel terikat a = penduga bagi intercept (α)


1, 2, 3, … , = koefisien regresi 1, 2, 3, … , = variabel bebas

Koefisien korelasi antara X1 dan X2 (r12)


n ∑ x1x2−∑ x1 ∑ x2

(2-15)
r12= √(n ∑ x12−(∑ x1)2)(n ∑ x22−(∑ x2)2

Sumber: Sugiyono (2008)


Koefisien korelasi antara X 1 dan Y (ry,1)
n ∑ x1y− ∑ x1 ∑ Y

(2-16)
ry,1 = √(n ∑ y2−(∑ y)2)(n ∑ x12−(∑ x1)2)

Sumber: Sugiyono (2008)


Koefisien korelasi antara X 2 dan Y (ry,2)
n ∑ 2y−∑ x2 ∑ y

(2-17)
ry,2 = √(n ∑ y2−(∑ y)2)(n ∑ x22−(∑ x2)2

Sumber: Sugiyono (2008)


Koefisien korelasi berganda (R)
= b1(∑x1 y –n. ̅1. )̅ +b2(∑x2 −n. ̅2. ̅)
∑y2 -n( ̅2)

Sumber: Sugiyono (2008) (2-18)


Koefisien determinasi (R2)
Standart Error of estimate
S = √∑ y2−(b1(∑ x1y)+b2(∑ x2y))
yxn−m

Sumber: Nazir (2003)


Kesalahan baku untuk koefisien regresi b1 dan b2 :
Sb =
Syx

Sb
Syx (2-19)
1 2 =
2
̅ 2
̅
2 2 2 2

√(∑X1 −nX1 )(1−ry.1 )


√(∑X2 −nX2 )(1−ry.1 )

Sumber: Nazir (2003)


Keterangan :
(2-20)
n= jumlah data ∑ x1x2 = jumlah perkalian antara variabel bebas
m= k + 1 ∑x = jumlah variabel bebas
k = jumlah variabel bebas ∑ y = jumlah variabel terikat

b = koefisien variabel bebas


̅ = rata-rata variabel terikat
= rata-rata variabel bebas

2.2.3 Kriteria Statistik Regresi

Menurut Walpole (2011), kriteria statistik regresi terdiri dari tiga macam, yaitu:
1. Uji t
Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual.

68
∙√ −2

Rumus: = (2-21)
√1− 2

Sumber: Sugiyono (2008)


Keterangan :
r = koefisien korelasi n = jumlah data
2. Uji F
Tabel F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variabel terikat.
Rumus :
2 2 ̅2

JKT = ∑ y =∑Y − nY (2-22)


JKR = b1(∑ x1y) + b2(∑ x2y) (2-23)
JKE = JKT − JKR (2-24)
Sumber : Nugroho (2007)
Keterangan:
JKT = jumlah kuadrat total regresi dan eror
JKR = jumlak kuadrat dari regrsi
JKE = jumlah kuadrat dari eror n = jumlah data
K = jumlah variabel bebas
Tabel 2.2 Tabel Anova Regresi Linear Berganda
Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Df Rata-Rata Kuadrat F hitung
Regresi JKR (k-1)
= −1

Error JKE k(n-1) = ( − 1)

Total JKT (nk-1)


Sumber: Nugroho (2007)

3. R2
R square (R2) merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung
didasarkan pada model statistik.

2.2.4 Macam-macam Penyimpangan Asumsi Regresi


Penyimpangan yang mungkin terjadi pada regresi adalah sebagai berikut (Walpole,
2011).

2.2.4.1 Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan yang terjadi antara residual dari pengamatan satu
dengan pengamatan yang lain (Duwi, 2012). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi, maka nilai Durbin-Watson (DW) akan dibandingkan dengan DW tabel.
Kriterianya adalah.

Gambar 2.4 Penyimpangan Autokorelasi


Sumber: Lind (2007)

Statistik Durbin-Watson digunakan untuk mendeteksi autokorelasi. Statistik Durbin-


Watson memiliki rumus sebagai berikut.
∑(en−en−1)2

d= ∑ e2
(2-25)
n

Sumber: Hasan (2002)


Di mana:

en-1 en = residual tahun n


= residual satu tahun sebelumnya (n-1)
Setelah mendapatkan nilai d dari penghitungan rumus tersebut, nilai d dibandingkan
dengan nilai-nilai kritis dari dL dan dU dari tabel statistik Durbin-Watson.
Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai d
Nilai dW Keterangan
dW < dL Ada autokorelasi positif
dL < dW < dU Tidak ada kesimpulan
dU < dW < (4 –dL) Tidak ada autokorelasi
(4 –dU) Tidak ada kesimpulan
dW > (4 –dL) Ada autokorelasi negatif
Sumber: Gujarati (2003)

2.2.4.2 Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua pengamatan di
dalam model regresi (Duwi, 2012). Pengambilan keputusannya, yaitu:
1. Pada scatter plot jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi
heteroskedastisitas.
2. Pada scatter plot data menyebar pada empat kuadraan, sehingga data bersifat
homogen dan tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisistas
2.2.4.3 Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana ada hubungan linear secara sempurna atau
mendekati sempurna antara variabel independen dalam model regresi (Duwi, 2012). Model
regresi yang baik adalah yang terbebas dari multikolinearitas. Variabel yang menyebabkan
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance < 0,1 atau nilai VIF > 5 (Hair et al. 1992).
1

VIF = 1− Rj2 (2-26)


Sumber: Lind (2007)

Di mana: Rj2 adalah koefisien determinasi

2.3 Statistika Non-Parametrik


Statistika dikembangkan menjadi statistika non-parametrik atau statistika distribusi bebas
yang dipergunakan ketika sampel yang diambil dari populasi tidak berdistribusi normal. Statistika
non-parametrik juga digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis yang tidak melibatkan
parameter populasi spesifik seperti ̅,s, atau p (Bluman, 2009).
Statistika non-parametrik dapat digunakan dalam menganalisis data yang bersifat
ordinal dan nominal. Ciri utama dari metode statistika ini adalah parameter dari populasinya
tidak mengikuti suatu distribusi tertentu atau distribusi yang bebas persyaratan.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Statistika Non-Parametrik


Statistika non-parametrik tidak selalu dianggap lebih baik daripada statistika
parametrik. Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari statistika non-parametrik
(Bluman, 2009).

2.4.1 Kelebihan
Berikut merupakan beberapa kelebihan dari statistika non-parametrik.
1. Non-parametrik dapat digunakan untuk menguji parameter populasi dengan variabel
yang tidak berdistribusi normal.
2. Non-parametrik dapat digunakan untuk data nominal maupun ordinal.
3. Non-parametrik dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang tidak menyertakan
parameter populasi.
4. Pada beberapa kasus, perhitungannya lebih mudah dibandingkan menggunakan
parameter.
5. Non-parametrik mudah untuk dimengerti.

2.4.2 Kekurangan
Berikut merupakan beberapa kekurangan dari statistika non-parametrik.
1. Non-parametrik tidak terlalu sensitif jika dibandingkan pada saat asumsi-asumsi
terpenuhi dalam statistika parametrik. Oleh karena itu, dibutuhkan perbedaan data
yang besar untuk menolak H0.
2. Non-parametrik cenderung membutuhkan informasi yang lebih sedikit dibandingkan
dengan statistika parametrik. Contohnya, pada uji tanda peneliti hanya perlu untuk
menentukan apakah nilai berada di atas atau di bawah median, bukan seberapa besar
nilainya terhadap median.
3. Non-parametrik tidak terlalu efisien jika dibandingkan pada saat asumsi-asumsi
terpenuhi dalam statistika parametrik. Oleh karena itu, dibutuhkan jumlah sampel yang
lebih besar untuk mengatasi kekurangan informasi yang terjadi. Uji tanda non-
parametrik sekitar 60% efisien dibandingkan dengan statistika parametrik, seperti uji
Z. Oleh karena itu, 100 sampel yang dibutuhkan untuk uji tanda akan mendapatkan
hasil yang sama dibandingkan dengan 60 sampel yang digunakan untuk uji Z.

2.5 Pengujian Statistika Non-Parametrik


Pengujian statistika non-parametrik dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode
tersebut adalah uji deskriptif satu sampel, uji komparatif dua sampel berpasangan dan
independen, dan uji komparatif lebih dari dua sampel.
Tabel 2.4 Metode Pengujian Statistik Non Parametrik Dibandingkan dengan Pengujian Parametriknya
Tipe Analisis Uji Nonparametrik Setara dengan Uji Parametrik
Membandingkan dua sampel
Wilcoxon Signed-Rank Test T-Test Dependent Sample
berpasangan
Membandingkan dua sampel
Mann-Whitney U test T-Test Independent Sample
independen
Membandingkan tiga atau lebih
Friedman Test ANOVA
sampel berpasangan
Membandingkan tiga atau lebih
Kruskal-Wallis H-test One-Way ANOVA
sampel independen
Chi-square tests dan Fisher Exact
Membandingkan data berkategori -
Test
Membandingkan dua variabel Pearson Product-Moment
Spearman Rank-Order Correlation
rank-ordered Correlation
Membandingkan dua variabel
Pearson Product-Moment
ketika salah satu variabel Point-Biserial Correlation
Correlation
merupakan dikotomi diskrit
Tabel 2.4 Metode Pengujian Statistik Non Parametrik Dibandingkan dengan Pengujian Parametriknya
(Lanjutan)
Tipe Analisis Uji Nonparametrik Setara dengan Uji Parametrik
Membandingkan dua variabel
Pearson Product-Moment
ketika salah satu variabel Biserial Correlation
Correlation
merupakan dikotomi kontinyu
Pengujian kerandoman sampel Run Test -
Sumber: Foreman (2009)

Tabel 2.5 menunjukkan metode pengujian statistik non-parametrik.


Tabel 2.5 Metode Pengujian Statistik Non-Parametrik
Bentuk Hipotesis
Macam Data Deskriptif Komparatif Dua Sampel Komparatif Lebih dari Dua Sampel Asosiatif/
(Satu Sampel) Berpasangan Independen Berpasangan Independen Hubungan
• Fisher Exact
• Binomial
Probability • Chi Kuadrad k • Koefisien
Nominal • Chi-Kuadrad • Mc-Nemar • Cochran Q
• Chi-Kuadrat 2 Sampel Kontingensi
1 Sampel
Sampel
• Median Test
• Median
• Mann-Whitney U • Korelasi
• Sign Test Extension
Test • Friedman Two- Spearman Rank
Ordinal • Run Test • Wilcoxon • Kruskal-Wallis
Matched Pairs • Kolmogorov- Way ANOVA One Way • Korelasi Kendal
Smirnov Tau
ANOVA
• Wald Wolfowitz
Sumber: Sugiyono (2010)

2.5.1 Uji Sampel (Run Test)


Untuk menguji kerandoman suatu data sampel yang diambil, statistik telah memiliki
uji nonparametrik sendiri untuk menentukan kerandomannya yang disebut Uji Run
(Bluman, 2009).
Adapun prosedur run test adalah sebagai berikut (Corder, 2009).
1. Menetukan hipotesis pengujian
H0 : Urutan data pada sampel yang diambil bersifat acak
H1 : Urutan data pada sampel yang diambil tidak acak
2. Menentukan tingkat signifikansi (α)
Tingkat signifikansi (α) seringkali ditentukan sebesar 5% atau 0,05. Dengan kata
lain, terdapat 95% kepercayaan terhadap hasil pengujian.
3. Memilih metode statistik yang tepat
Untuk menguji keacakan sampel (randomness), maka digunakan uji run (run test).
4. Menghitung statistik uji
Untuk n1 dan n2 ≤ 20, H0 diterima jika ra ≤ r ≤ rb
Di mana:
r = banyaknya run dalam urutan
ra & rb = nilai r tabel dari n1 dan n2
Untuk n1 atau n2 > 20, H0 diterima, jika -Zα/2 ≤ Zhitung ≤ Zα/2
Perhitungan nilai Z adalah sebagai berikut:
̅= 2 +1
12

1+ 2

Sumber: Corder (2009) (2-27)


Di mana:
̅r= Rata-rata data

n1 = Run 1
n2 = Run 2
2 1 2(2 1 2− 1− 2)
=√( 2
1+ 2) ( 1+ 2−1)

Sumber: Corder (2009)


Di mana:
= Standar deviasi
(2-28)
+ℎ− ̅

Zhitung =
Sumber : Corder (2009: 202)

Untuk R < ,̅ maka h = -0.5, sedangkan jika R > ̅, maka h = 0,5.


(2-29)

5. Menentukan nilai yang dibutuhkan untuk menolak H0 menggunakan tabel nilai kritis.
Untuk sebuah uji two-tailed dengan α = 0,05, maka H0 diterima jika -1,96 < Zhitung <
1,96.
6. Interpretasi hasil
Menarik kesimpulan serta menentukan apakah H0 dapat diterima atau ditolak.

2.5.2 Uji Komparatif Dua Sampel Independen (Mann Whitney Test)


Uji komparatif dua sampel independen merupakan metode yang digunakan untuk
menguji kesamaan rata–rata dari dua data yang bersifat independen di mana peneliti tidak
memiliki informasi mengenai ragam populasi.
Wilcoxon Rank Sum Test atau Uji Mann Whitney berbeda fungsi dengan Wilcoxon
Signed-Rank Test. Uji Mann Whitney digunakan untuk data sampel yang independen
sedangkan Uji Wilcoxon Signed-Rank digunakan untuk data dependen (Bluman, 2009).
Adapun prosedur pengujian ini adalah sebagai berikut (Roger, 2008).
1. Menentukan hipotesis pengujian
2. Menentukan tingkat signifikansi (α)
3. Perhitungan statistik uji
a.Membuat peringkat (ranking)
Gabungkan kedua sampel dan beri peringkat atau ranking dari data terkecil
sampai terbesar. Bila ada peringkat/ranking yang sama, peringkat diambil dari
rata-ratanya. Hitung jumlah peringkat sampel 1 dan sampel 2 dan dinotasikan
dengan R1 dan R2.
b. Menghitung menggunakan uji statistik U . Rumus dari uji statistik ini adalah:
U1 = . + 1( 1+1)
− (2-30)
1 2 1
2

U2 = . +
2( 2+1)

(2-31)
1 2 2
2

U = min ( U1 ; U2 ) (2-32)
Sumber: Roger (2008)
Di mana :
n1 = Ukuran sampel 1
n2 = Ukuran sampel 2
R1 = Jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan jumlah
n1 R2 = Jumlah peringkat yang diberikan pada sampel dengan
jumlah n2 Menentukan penggunaan rumus dari hasil perhitungan
uji U
Untuk n1 + n2 ≤ 20 menggunakan tabel Mann-Whitney
Untuk n1 + n2 > 20 menggunakan tabel normal Z dengan rumus: (2-33)
.
µ = 12 2

=√ 1. 2( 1+ 2+1)

12
(2-34)
Z =

(2-35)
Sumber: Bluman (2009)
4. Menentukan kriteria
pengujian Untuk n1 + n2
≤ 20
H1 : µ1 ≠ µ2 , H0 akan ditolak jika U < Uα
H1 : µ1 > µ2 , H0 akan ditolak jika U1 < Uα
H1 : µ1 > µ2 , H0 akan ditolak jika
U2 < Uα Untuk n1 + n2 > 20
H1 : µ1 ≠ µ2 , H0 akan ditolak jika Zhitung < - atau Zhitung > 2 2

H1 : µ1 > µ2 , H0 akan ditolak jika Zhitung >


H1 : µ1 < µ2 , H0 akan ditolak jika Zhitung < −

5. Membuat kesimpulan

Menentukan apakah H0 dapat diterima atau ditolak.


2.5.3 Uji Komparatif Dua Sampel Berpasangan
Pada statistika parametrik, dua sampel berpasangan diuji menggunakan paired t-test
sedangkan pada non-parametrik dua sampel berpasangan dapat diuji menggunakan uji
peringkat bertanda wilcoxon.
Uji peringkat bertanda wilcoxon (wilcoxon signed-rank test) digunakan untuk menguji
hipotesis dua populasi yang berdistribusi identik, sehingga uji ini sesuai untuk sampel yang
dependen. Uji wilcoxon mengasumsikan bahwa populasinya kontinyu dan merupakan
sampel acak yang diperoleh dari elemen berpasangan ataupun elemen tersebut memang dari
kondisi acak (Roger, 2008:507).
Adapun prosedur langkah-langkah uji statistik pada uji wilcoxon adalah sebagai
berikut (Roger, 2008).
1. Menentukan formulasi hipotesis
H0:μ1=μ2
H1:μ1≠μ2
H1 : μ1> μ2
H1 : μ1< μ2
2. Menetukan tingkat signifikansi (α)
3. Perhitungan statistik uji
a. Hitung di yaitu selisih tiap pasangan
sampel di = selisih (x1 – x2)
di = 0, data dibuang
b. Beri peringkat atau rangking pada |di| dari terkecil hingga terbesar. Bila ada
peringkat/rangking yang sama maka beri peringkat dengan rata -ratanya.
c. Hitunglah jumlah

w + = total jumlah peringkat dari di yang positif


w - = total jumlah peringkat dari di yang negatif
w= min (w + ; w -)
d. Untuk nilai sampel n ≤ 15 w ~ wα (nilai wα~ dari tabel rangking bertanda
wilcoxon)
Untuk nilai sampel n > 15 w mendekati distribusi normal dengan rata-rata &
standar deviasi sebagai berikut.
( +1)

=
4
(2-36)

=√
( +1)(2 +1)
(2-37)
24

= (2-38)
Sumber: Walpole (1995)
Di mana:
μw = Rata-rata data
σw = Varian data
n = Banyak data

w = Nilai peringkat w + atau w -


4. Penentuan kriteria
pengujian untuk n ≤ 15
H1: μ1 ≠ μ2, H0 ditolak jika w ≤ wα
H1: μ1 > μ2, H0 ditolak jika w - ≤ wα
H1: μ1 < μ2, H0 ditolak jika w + ≤
wα untuk n > 15
H1: μ1 ≠ μ2, H0 ditolak Zhitung < -Zα/2 atau Zhitung > Zα/2
H1: μ1 > μ2, H0 ditolak Zhitung > Zα
H1: μ1 < μ2, H0 ditolak Zhitung > -Zα
Sumber: Walpole (1995)
5. Membuat kesimpulan
Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Diagram Alir Praktikum
Berikut adalah diagram alir praktikum analisis korelasi regresi dan uji hipotesis.
Mulai

Tinjauan
Pustaka

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan Praktikum


TAHAP
P
E
N
Pengumpulan Data Primer D
Data Ordinal: A
Menggunakan data yang diperoleh H
dari kuesioner yang dibagikan U
L
U
A
N

Pengolahan Data:
1. Dengan Software SmartPLS - Pembuatan model konstruk - Uji
inner dan outer model
2. Secara Manual
- Pengujian hipotesis menggunakan Mann Whitney Test TAHAP
PENGUM
PULAN
DATA

Analisis dan Pembahasan:


1. Dengan Software SmartPLS - Analisis outer model
- Analisis inner model
2. Secara Manual
- Analisis hasil pengujian hipotesis

TAHAP
P
E
Kesimpulan dan Saran N
G
O
L
A
H
Selesai A
N
D
A
T
A

TAHAP
ANALISIS DAN
P
E
M
B
A
H
A
S
AN

TAHAP
PENUTUP

Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum regresi dan korelasi.
1. Kuesioner
2. Alat Tulis
3.3 Prosedur Praktikum
Adapun prosedur untuk praktikum mengenai regresi dan korelasi adalah sebagai
berikut.
Studi Kasus:
Laboratirum Statistik dan Rekayasa Kualitas merupakan salah satu laboratorium yang ada
di jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya. Pada semester ganjil di periode
2019/2020 ini terdapat 135 praktikan dari angkatan 2018 yang mengambil Praktikum
Statistika Industri. Praktikum ini terdiri dari 3 modul, yaitu modul Statistika Deskriptif dan
Probabilitas, Analysis of Variance (ANOVA), dan Korelasi, Regresi, dan Statistika Non-
Paramterik. Setelah melalui praktikum pada modul 1 dan 2, Laboratorium SRK ingin
mengukur tingkat kepuasan praktikan terhadap praktikum yang telah dilaluinya dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan.
Langkah Praktikum:
1. Persiapkan alat dan bahan
2. Membagikan kuesioner untuk semua anggota kelompok
3. Setiap anggota kelompok mengisi kuesioner berdasarkan studi kasus di atas
4. Setiap kelompok saling melengkapi data hasil kuesioner dengan mengumpulkan data
hasil kuesioner kelompok lain hingga jumlah data sesuai
5. Memasukkan data hasil kuesioner ke dalam software SmartPLS
6. Mengolah data menggunakan software SmartPLS
7. Mengolah data dengan melakukan uji hipotesis secara manual menggunakan Mann
Whitney Test
8. Analisis dan interpretasi

3.4 Prosedur Pengolahan Data


Berikut merupakan prosedur pengolahan data menggunakan software SmartPLS.
3.4.1 Model Konstruk
Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan model konstruk.
1. Buka software smartPLS dan klik new project. Kemudian, isi nama project
2. Klik dua kali untuk import data pada folder project
3. Pilih file hasil data kuesioner dengan format .csv.
4. Klik icon ’latent variable’ pada menu bar dan letakan pada lembar kerja. Kemudian
hubungkan masing-masing variabel dengan menggunakan icon ’connect’
5. Drag and drop indikator kepada variabel terkait
3.4.2 Uji Outer Model
Outer Model biasanya disebut juga sebagai model pengukuran. Terdapat beberapa uji
diantaranya yaitu Outer Loadings, Crobach’s alpha, Composite Reliability, dan AVE
(Average Variance Extracted). Berikut merupakan langkah-langkah pengujian outer model
dari model kontruk yang telah dibuat.
1. Outer Loadings

a. Klik calculate PLS Algorithm. Klik ’start calculation’ pada kotak dialog
b. Pada kolom ’final results’. Klik pilihan ’outer loadings’. Pertanyaan tersebut
dikatakan reliabel apabila hasilnya > 0,7
2. Cronbach’s alpha
a. Klik Construct Reliability and Validity yang berada pada kolom Quality
Criteria
b. Klik bagian cronbach’s alpha
3. Composite reliability
a. Klik Construct Reliability and Validity yang berada pada kolom Quality
Criteria
b. Klik bagian composite reliability
4. Average Variance Extracted (AVE)
a. Klik Construct Reliability and Validity yang berada pada kolom Quality
Criteria
b. Klik bagian AVE

3.4.3 Uji Inner Model


Inner Model menganalisis hubungan antar konstruk yakni eksogen dan endogen serta
hubungan diantaranya. Terdapat beberapa uji diantaranya yaitu R Square, Path Coefficient,
dan P-value. Berikut merupakan langkah-langkah pengujian inner model dari model kontruk
yang telah dibuat.
1. R Square

a. Klik calculate PLS Algorithm. Klik ’start calculation’ pada kotak dialog
b. Klik Construct Reliability and Validity yang berada pada kolom Quality
Criteria
c. Klik bagian R Square
2. Path Coefficients dan P-value

a. Klik calculate bootsrapping. Klik ’start calculation’ pada kotak dialog
b. Klik calculations results, lalu path coefficients and P-value pada Inner
Model, dan P-value pada outer model
c. Kemudian lihat model konstruk

Anda mungkin juga menyukai