Anda di halaman 1dari 105

i

Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan antar Propinsi di Pulau Jawa

Tahun 2007-2011

SKRIPSI

Oleh:

Nama : Ilham Farih Muhaimin

Nomor Mahasiswa : 10313003

Jurusan : Ilmu Ekonomi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2014
ii

Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan antar Propinsi di Pulau Jawa

Tahun 2007-2011

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir

guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1

Jurusan Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia

Oleh:

Nama : Ilham Farih Muhaimin

Nomor Mahasiswa : 10313003

Jurusan : Ilmu Ekonomi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2014
iii
iv
v
vi

Moto

Saya menganggap orang yang bisa mengatasi keinginannya lebih berani daripada

orang yang bisa menaklukkan musuhnya, karena kemenangan yang sulit diraih

adalah kemenangan atas dirinya sendiri (Aristoteles).

Jangan sampai tertundanya karunia Tuhan kepadamu,

Setelah kau mengulang-ulang doamu, membuatmu putus asa.

Karena Dia menjamin pengabulan doa sesuai pilihan-Nya,

bukan sesuai pilihanmu; pada waktu yang diinginkan-Nya,

bukan pada waktu yang kau inginkan.

(Ibnu Atha’ illah al-iskandari)


vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis dipersembahkan untuk:

1. Allah SWT yang selalu memberiku cinta, kesabaran, kekuatan, ilmu,

kemudahan dan segala hal yang tidak dapat dituliskan karena sangat

banyaknya. Karena Allah lah segalanya terjadi dan segalanya menjadi

mudah begitu juga skripsi ini karena kemurahanNya skripsi ini selesai.

2. Ibu dan ayahku yang sangat kucintai, sangat berharga untukku dan sangat

kuhormati. Ibu dan ayahku yang selalu ingin kubahagiakan, meskipun

semua tidak akan dapat membalas kasih sayangnya, karena doa dan

pengorbanan mereka juga skripsi ini dapat selesai.

3. Adik-adiku Fitriana Hanifa dan Arina Haq Kusuma Hanifa yang

kusayangi semoga menjadi orang yang sholehah, sukses, berguna bagi

bangsa dan selalu berbakti pada orang tua.

4. Sahabat-sahabatku yang aku sayangi yang telah memberikan cerita dalam

hidup ini sehingga akan lebih bermakna.


viii

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat serta salam

semoga selalu dilimpahkan oleh Allah SWT dan kepada junjungan kita Nabi

besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, karena dengan

syafaatnya kita dapat hijrah dari zaman jahiliyah menuju zaman yang di ridhoi

Allah SWT.

Penelitian yang berjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan

antar Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007-2011”. Penelitian ini bertujuan untuk

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 pada Fakultas

Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Dalam penyusunan laporan penelitian penulis banyak kelemahan maupun

kekurangan, segala bentuk kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga penilitian ini

bermanfaat bagi diri penulis dan pihak-pihak terkait. Penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Hadri Kusuma M.B.A. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Islam Indonesia


ix

2. Dra. Sarastri Mumpuni Rucbha, M.Si selaku Dosen Pembimbing

Skripsi, yang banyak membantu sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini.

3. Bapak Suharto S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas

Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Dosen pembimbing dan dosen wali

penulis. Terimakasih telah memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Rokhedi Priyo Santoso S.E., MIDEc selaku Sekertaris Jurusan

Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

5. Bapak Dwi Anjar Suseno, terimakasih sudah membantu dan

memudahkan segala urusan selama penulis kuliah.

6. Seluruh pengajar dan Staff di Fakultas Ekonomi Universitas Islam

Indonesia khususny Jurusan Ilmu Ekonomi. Terimakasih atas semua ilmu

pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

7. BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang

menyediakan data publikasi sehingga penulis lebih mudah menyelesaikan

skripsi ini.

8. Semua peneliti dan penulis lain yang karyanya dijadikan referensi dan

membantu skripsi ini.

9. Calon orang-orang hebat dimasa akan datang (anak-anak IE 2010) terima

kasih udah jadi teman terbaikku disaat senang maupun susah selama

kuliah. Kalian semua hebat kawan kalian luar biasa.


x

10. Teman-teman se permainan yang aku kenal baik di lingkungan kampus

ataupun diluar lingkungan kampus.

11. Teman-teman di lingkungan rumah : mas dodi, mas indra, yogi, adit,

angga. Terima kasih atas pertemanan yang selalu dijaga sejak kecil.

12. Teman-teman dari CMS010 : Aldo, Ajek, hanung, harun dan bawang.

Terima kasih atas waktu selo yang kalian luangkan semoga tercapai

semua cita-cita kita.

13. Anak-anak KKN unit 107 : Hilmy, Dara, Septi, Anggit, Vikri, Nofri dan

Reza. Terima kasih buat kenangan indahnya selama kita di Dusun

Pesantren.

14. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penelitian maupun penyelesaian skripsi ini, yang

tidak dapat disebutkan satu per satu. Karena keterbatasan yang ada, kritik

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin

Wassalamu „alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 8 Juli 2014


Penulis,

Ilham Farih Muhaimin


xi

DAFTAR ISI

Halaman sampul depan.........................................................................................i

Halaman Judul Skripsi ......................................................................................... ii

Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme ........................................................... iii

Halaman Pengesahan Skripsi ..............................................................................iv

Halaman Pengesahan Ujian ................................................................................. v

Motto ...................................................................................................................vi

Halaman Persembahan ....................................................................................... vii

Halaman Kata Pengantar ................................................................................... viii

Halaman Daftar Isi ..............................................................................................xi

Halaman Daftar Tabel ........................................................................................ xv

Halaman Abstrak ................................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... ..1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... .1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... .7

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... .8

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

1.5. Sistematika Penulisan .............................................................................. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI............................ 11

2.1. Kajian Pustaka ........................................................................................ 11

2.1.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 11

2.2. Landasan Teori ...................................................................................... 16

2.2.1. Definisi Ketimpangan ............................................................................. 16

2.2.2. Ketimpangan antar Propinsi ................................................................. 17


xii

2.2.3. Distribusi Pendapatan ........................................................................... 17

2.2.4. Ukuran Ketimpangan Distribusi Pendapatan ....................................... 20

2.2.5. Faktor-faktor Ketimpangan .................................................................. 21

2.2.6. Inflasi .................................................................................................... 27

2.2.7. Produk Domestik Regional Bruto ........................................................ 30

2.2.8. Upah Minimum Propinsi ...................................................................... 33

2.2.9. Kemiskinan ........................................................................................... 35

2.2.10. Hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat ................. 37

2.2.10.1. Hubungan antara Inflasi dengan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan ....................................................................... 38

2.2.10.2. Hubungan antara PDRB dengan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan ....................................................................... 38

2.2.10.3. Hubungan antara UMP dengan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan ....................................................................... 39

2.2.10.4. Hubungan antara Kemiskinan dengan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan ....................................................................... 39

2.3. Hipotesis ............................................................................................ 41

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 43

3.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 43

3.2. Definisi Operasional ............................................................................. 43

3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 46

3.4. Metode Analisis Data ........................................................................... 47

3.4.1. Metode Common Effect ...................................................................... 50

3.4.2. Metode Fixed Effect ............................................................................ 51


xiii

3.4.3. Metode Random Effect....................................................................... 51

3.5. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data .......................................... 52

3.5.1. Uji Chow Test...................................................................................... 52

3.5.2. Uji Hausman Test ............................................................................... 53

3.6. Pengujian Hipotesis ............................................................................. 53

3.6.1 Uji T (pengujian variabel secara individu) .......................................... 53

3.5.3 Uji F (uji hipotesis koefisien regresi secara menyeluruh) ................... 54

3.6.3 Koefisien Determinasi R² ................................................................... 55

3.6.4. Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 56

3.6.4.1. Uji Multikolinieritas ........................................................................... 56

3.6.4.2. Uji Heterokedastisitas ......................................................................... 56

3.6.4.3. Uji Autokolerasi ................................................................................ 57

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................... 58

4.1. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ...................................... 58

4.2. Uji Menentukan Model Panel ............................................................... 58

4.2.1. Uji Chow .............................................................................................. 58

4.2.2. Uji Hausman ......................................................................................... 60

4.3. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 61

4.3.1. Uji T...................................................................................................... 61

4.3.2. Uji F ...................................................................................................... 64

4.3.3. Koefisien Determinasi (R2) .................................................................. 64

4.3.4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ............................................................ 65

4.3.4.1. Uji Multikolinieritas .......................................................................... 65

4.3.4.2. Uji Heteroskedastisitas ...................................................................... 66


xiv

4.3.4.3. Uji Autokorelasi ................................................................................ 68

4.4. Pembahasan dan Analisis ..................................................................... 69

4.4.1. Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan........................................................................................... 72

4.4.2. Analisis Pengaruh PDRB terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan........................................................................................... 73

4.4.3. Analisis Pengaruh UMP terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan........................................................................................... 73

4.4.4. Analisis Pengaruh Kemiskinan terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan........................................................................................... 74

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI ........................................................ 76

5.1. SIMPULAN .............................................................................................. 76

5.2. IMPLIKASI .............................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79

LAMPIRAN ...................................................................................................... 82

PENENTUAN METODE REGRESI ................................................................ 85


xv

DAFTAR TABEL

1.1 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Atas Harga

Konstan 2000 tahun 2007-2011 (1.000) ..................................................... 5

1.2 Indeks Gini menurut Propinsi di Pulau Jawa tahun 2007- 2011(%) ........... 6

3.1 Tabel Hipotesis ........................................................................................... 41

4.1 Uji Chow .................................................................................................... 59

4.2 Uji Hausman .............................................................................................. 60

4.4 Tabel Hasil Uji T ........................................................................................ 63

4.5 Tabel Uji Multikolinieritas ......................................................................... 66

4.6 Tabel Uji Heterokedastisitas....................................................................... 67

4.7 Hasil Uji Autokorelasi ................................................................................ 69

4.8 Tabel Intersep Masing-Masing Kota

dengan Nilai Koefisien -7431788 ................................................................ 70


xvi

Abstraksi

Ketimpangan merupakan permasalahan pembangunan yang belum dapat


dihapuskan terutama pada Negara sedang berkembang. Pulau Jawa memiliki
tingkat ketimpangan yang tinggi diantara propinsi-propinsi lainnya di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan distribusi pendapatan
antar propinsi di Pulau Jawa, dan membuktikan Hipotesis, serta menganalisis
pengaruh variabel inflasi, PDRB, upah minimum propinsi, kemiskinan dalam
kurun waktu 2007 sampai dengan 2011.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari 5 tahun,
mulai tahun 2007 sampai dengan 2011 yang di peroleh dari media informasi
internetBAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Metode
analisis yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan uji chow test, husman
test, uji f, determinasi R2 , uji asumsi klasik baik uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas maupun uji autokolerasi.
Hasil analisis dari penelitian ini ada satu variabel yang berpengaruh
negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau
Jawa yaitu variabel PDRB, sedangkan yang berpengaruh positif adalah variabel
inflasi, ump dan kemiskinan.
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

tersebut maka diperlukan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang

lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tergantung kepada

banyak faktor, salah satunya adalah kebijakan pemerintahyang harus dikenali dan

didentifikasi secara tepat supaya faktor tersebut dapat mempengaruhi laju

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan

melihat Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya

atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan berdampak

terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan.

Didalam pembangunan ekonomi selalu muncul polemik dalam menentukan

strategi dasar pembangunannya, yaitu memprioritaskan pada pertumbuhan

ekonomi atau pemerataan pendapatan. Beberapa pakar ekonomi berpendapat

bahwa prioritas pada laju pertumbuhan ekonomi tinggi sudah tidak dapat lagi

dipakai untuk mengurangi kemiskinan, sementara kemiskinan merupakan realita

dalam kehidupan ekonomi di negara yang sedang berkembang. Sebaliknya, di

negara yang maju semangat untuk meningkatkan pendapatan merupakan tujuan

yang paling penting dari segala kegiatan ekonomi. Tingginya ekonomi suatu

daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun pertumbuhan


2

ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul dalam

pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986).

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan

laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat

akan berdampak terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Apalagi

dengan diberlakukannya UU RI No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, peranan

pemerintah daerah sangat dominan dalam menentukan kebijakan

didaerahnya sehingga memungkinkan terjadi ketimpangan regional terjadi.

Kedua ketentuan perundangan ini memberikan kesempatan yang luas bagi

pemerintah daerah, baik dalam penggalian maupun optimalisasi pemanfaatan

berbagai potensi yang dimiliki (Masli, 2008).

Indonesia adalah salah satu negara sedang berkembang yang pernah

mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi selama beberapa periode. Tingginya

pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari strategi pembangunan yang

berpilar pada trilogi pembangunan, dengan prioritas pertumbuhan ekonomi di

awal pembangunan orde baru. Mantapnya laju pertumbuhan ekonomi, selain

meningkatkan perbaikan ekonomi juga diikuti oleh ketimpangan distribusi

pendapatan di beberapa daerah. Dinamika spasial pembangunan Indonesia

memperlihatkan ketimpangan antar daerah.

Ketimpangan antar daerah seringkali menjadi permasalahan yang serius.

Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan yang cepat, sementara beberapa

daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Perbedaan tingkat


3

pertumbuhan ini disebabkan kurangnya sumber-sumber daya yang dimiliki.

Adanya kecenderungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau

daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik,

jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi juga tenaga terampil. Di samping

itu juga adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah

Pusat atau propinsi kepada daerah seperti propinsi atau kecamatan (Kuncoro,

2004).

Di negara sedang berkembang ada korelasi positif antara laju pertumbuhan

ekonomi dengan ketimpangan kesenjangan pendapatan (diukur dengan

menggunakan indeks gini). Sekitar tahun 1970-1980 di negara-negara Asia

Tenggara terjadi penurunan kesenjangan pendapatan, pada saat itu negara-negara

tersebut mengalami laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun yang tinggi.

Namun pada awal tahun 1990 kesenjangan pendapatan tersebut mulai menaik.

Di Indonesia, ketimpangan pembangunan tidak terlepas dari adanya

keragaman potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya

manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah

keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber

instabilitas sosial dan politik nasional. Selain itu juga disebabkan karena

mekanisme pasar, baik input maupun output terutama kapital dan tenaga kerja

dengan ketrampilan atau pendididkan tinggi yang terdistorsi oleh kebijakan

pemerintah yang bias ke propinsi dan di sektor-sektor tertentu. Akibat distorsi


4

tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar

propinsi (Tambunan, 1996:206-207).

Toloak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan

antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Suatu ekonomi dikatakan

mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya

lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan

ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Disini,

proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para

teoretikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus

menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para

teoretikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan

pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) dan PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto) saja, akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial

seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan

tentram yang dirasakan oleh masyakat luas (Arsyad, 1999).

Pulau Jawa adalah salah satu pulau terbesar yang ada diwilayah Indonesia

yang terdiri atas 6 Propinsi. Sebagai wilayah yang secara umum memiliki

kemajuan ekonomi yang relatif baik, juga terlihat adanya perbedaan kemajuan

antar propinsi. Secara umum pendapatan masyarakat di Pulau Jawa setiap

tahunnya cenderung terjadi peningkatan yang disebabkan oleh meningkatnya

Upah Minimum Propinsi (UMP), sehingga pendapatan perkapita masyarakat


5

menjadi meningkat. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari respon masyarakat

terhadap peningkatan konsumsi riil perkapita. Laju pertumbuhan ekonomi antar

propinsi di Pulau Jawa menunjukan tingkat yang beragam dan akan berdampak

kepada ketimpangan yang harus diatasi oleh pemerintah dengan mendorong

daerahyang miskin untuk mampu mengejar ketertinggalan perekonomiannya

terhadap daerah yang sudah kaya.

Pertumbuhan ekonomi itu sendiri artinya adalah suatu perubahan tingkat

ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1994). Ini berarti bahwa

untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, harus membandingkan

pendapatan riil daerah yang bersangkutan dari tahun ke tahun. Indikator yang

digunakan adalah PDRB. Dari PDRB, kita dapat melihat seberapa jauh

pembangunan telah berhasil menyejahterakan masyarakatnya, dengan kata lain

pemerataan pendapatan. Berikut ini disajikan tabel PDRB dan pertumbuhan

ekonomi Propinsi Jawa.

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Atas Dasar Harga Konstan

2000 tahun 2007-2011(Rp. 1000)

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Atas Dasar Harga Konstan


No Provinsi
2007 2008 2009 2010 2011
1 DKI Jakarta 332.971.254,83 353.723.390,53 371.469.499,10 395.622.437,36 422.237.210,44
2 Jawa Barat 274.180.307,83 291.205.836,70 303.405.250,51 322.223.816,79 343.111.243,18
3 Jawa Tengah 159.110.253,77 168.034.483,29 176.673.456,57 186.992.985,50 198.270.117,94
4 D.I Yogyakarta 18.291.511,71 19.212.481,03 20.064.256,65 21.044.041,54 22.131.774,05
5 Jawa Timur 288.404.312,28 305.538.686,62 320.861.168,91 342.280.765,51 366.984.301,20
6 Banten 75.349.610,92 79.700.684,04 83.453.729,29 88.552.188,22 94.206.710,58
Sumber: www.simreg.bappenas.com
6

Tabel 1.1 menunjukkan peningkatan PDRB perkapita atas dasar harga

konstan 2000 di Pulau Jawa satu sisi dapat diartikan tercapainya pertumbuhan

ekonomi yang telah disusun dengan baik, namun distribusi pendapatan apabila

dilihat dari indeks Gini propinsi di Pulau Jawa masih terjadi ketimpangan baik

antar propinsi maupun antar masyarakat atau rumah tangga. Sehingga kebijakan

pemerintah dalam menangani permasalahan ketimpangan distribusi di setiap

propinsi perlu kecermatan agar ketimpangan yang terjadi tidak berada pada angka

yang tinggi. Angka ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Pulau Jawa

terlihat dengan indeks Gini pada Tabel 1.2 :

Tabel 1.2

Indeks Gini menurut Propinsi Di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (%)

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011


1 DKI Jakarta 0,34 0,33 0,36 0,36 0,44
2 Jawa Barat 0,34 0,35 0,36 0,36 0,41
3 Jawa Tengah 0,33 0,31 0,32 0,34 0,38
4 D.I Yogyakarta 0,37 0,36 0,38 0,41 0,4
5 Jawa Timur 0,34 0,33 0,33 0,34 0,37
6 Banten 0,37 0,34 0,37 0,42 0,4
Sumber: www.simreg.bappenas.com

Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan

distribusi pendapatan adalah Ratio Gini. Nilai Ratio Gini berkisar antara nol

dan satu bila Ratio Gini sama dengan nol berarti distribusi pendapatan

sangat merata sekali karena setiap golongan penduduk menerima bagian

pendapatan yang sama. Namun, apabila ratio gini sama dengan satu maka

menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan distribusi pendapatan yang


7

sempurna karena seluruh pendapatan hanya dinikmati satu orang saja (Kuncoro,

1997:133).

Tabel 1.2 menjelaskan distribusi pendapatan di Pulau Jawa pada tahun

2007 sampai dengan 2011 terindikasi terjadinya ketimpangan atau distribusi

pendapatan tidak merata, tingkat ketimpangan semua propinsi di Pulau Jawa

setiap tahunnya diatas angka 1%. Hal ini berarti pembangunan ekonomi belum

mampu menjangkau keseluruh lapisan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, perlu kajian serta analisis tentang

ketimpangan distribusi pendapatan antar Propinsi di Pulau Jawa serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya dan merencanakan program pembangunan daerah

untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi dalam sebuah skripsi yang berjudul

‖Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan antar Propinsi di Pulau Jawa tahun

2007-2011 ‖

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah inflasi mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan

antar propinsi di Pulau Jawa?

2. Apakah PDRB mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan

antar propinsi di Pulau Jawa?

3. Apakah UMP mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan antar

propinsi di Pulau Jawa?


8

4. Apakah kemiskinan mempengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa?

5. Apakah inflasi, PDRB, UMP dan kemiskinan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar

propinsi di Pulau Jawa.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

2. Menganalisis pengaruh PDRB terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

3. Menganalisis pengaruh UMP terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

4. Menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak

antara lain :

a. Bagi penulis sendiri, dengan harapan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam tentang ilmu


9

ekonomi khususnya ekonomi pembangunan disamping pemahaman

tentang teori dan konsep yang telah diperoleh dalam perkuliahan.

b. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi masukan dalam pengembangan daerah khususnya di

Yogyakarta.

c. Bagi Fakultas Ekonomi, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

ekonomi pembangunan.

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika penulisan skripsi

adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Isi dari Pendahuluan adalah latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Kajian pustaka merupakan pengkajian dari hasil-hasil penelitian yang

pernah dilakukan. Sedangkan landasan teori merupakan teori-teori yang

digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada. Kerangka penelitian

berfungsi sebagai penjelasan alur dari inti penelitian ini. Serta hipotesis

guna dugaan sementara yang penulis dapatkan dari penelitian terdahulu,

teori dan analisis sementara yang penulis gunakan.


10

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang jenis dan sumber data, definisi

operasional, metode pengumpulan data, metode analisis data dan cara

pengolahan data yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Dalam bab ini terdapat dua subbab yaitu diskripsi data penelitian yang

berupa pemaparan data yang digunakan dalam penelitian dan hasil serta

analisis yang merupakan temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan merupakan hasil analisis yang dilakukan sebagai jawaban

atas rumusan masalah, sedangkan saran berisi solusi yang ditawarkan

untuk perbaikan kedepan.


11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Penelitian terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan variabel serta analisis

dalam penelitian ini, maka perlu kiranya merujuk pada penelitian-penelitian

terdahulu yang membahas tentang ketimpangan distribusi pendapatan baik di

tingkat nasional, propinsi maupun di tingkat daerah.

Adrian (2006) dalam thesisnya yang berjudul ―Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum dan Tingkat

Pendidikan terhadap Kesenjangan Pendapatan di Indonesia ‖ menggunakan

metode estimasi fixed effect yang memungkinkan perbedaan tingkat kesenjangan

pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia.

Lyndon (2001) melakukan studi mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan data

tahun 1980-1996 untuk 26 propinsi di Indonesia. Variabel terikat yang digunakan

sebagai ukuran kesenjangan pendapatan adalah Indeks Gini, sedangkan variabel

bebas yang digunakan adalah proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas, proporsi

anggota rumah tangga terdidik, proporsi jumlah rumah tangga yang bekerja di

sector industri, pertumbuhan pendapatan nasional dan distribusi sektor industri

pengolahan terhadap PDRB. Estimasi yang digunakan adalah metode GLS

dengan menggunakan fixed effect, dengan hasil sebagai berikut :


12

1. Kenaikan penduduk usia 60 tahun ke atas secara signifikan

menurunkan kesenjangan pendapatan, karena penduduk usia lanjut

mayoritas berada pada kelompok rumah tangga berpenghasilan

menengah ke atas.

2. Kenaikan proporsi penduduk yang bekerja dan terdidik akan

meningkatkan kesenjangan pendapatan rumah tangga, karena

ketidakmerataan distribusi pendidikan.

3. Kenaikan proporsi anggota rumah tangga yang bekerja di sektor

industri akan meningkatkan kesenjangan pendapatan rumah tangga,

karena adanya kesenjangan tingkat upah yang cukup tinggi antar

pekerja yang bekerja di sektor industri pengolahan, dimana sebagian

kecil pekerja bekerja sebagai manajer, teknisi, dan atau yang memiliki

keahlian tinggi.

4. Kenaikan PDRB menurunkan kesenjangan pendapatan rumah tangga.

Hal ini sesuai dengan teori Kuznets yang menyatakan bahwa pada awal

tahap pembangunan, kesenjangan pendapatan akan meningkat seiring

dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Pada tingkatan pertumbuhan

tertentu, kesenjangan pendapatan akan semakin menurun walaupun

pertumbuhan ekonomi terus meningkat.

Metode GLS (Generalized Least Squares) memiliki nilai lebih

dibandingkan OLS dalam mengestimasi parameter regresi. metode OLS yang

umum tidak mengasumsikan bahwa varians erroe adalah homoskeda,Pada

kenyataannya variasi data pada data khususnya data time series cenderung
13

heterogen (heteroskedas). Metode GLS sudah memperhitungkan heterogenitas

yang terdapat pada variabel independen secara eksplisit.

Albanesi (2007), menjelasan secara teoritis mengapa ditemukan hubungan

positif antara inflasi dan ketimpangan pada data lintas negara. Albanesi

mengemukakan bahwa korelasi positif tersebut merupakan buah dari konflik

yang terjadi antara bagian yang berseberangan pada distribusi pendapatan yang

disebabkan oleh kerapuhan golongan berpendapatan rendah terhadap inflasi.

Rendahnya inflasi dalam jangka panjang serta stabilnya ekonomi makro

merupakan situasi positif yang mendorong investasi sehingga dipercaya dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan memperbaiki distribusi

pendapatan, sehingga kesejahteraan orang miskin dapat meningkat secara

permanen.

Musfidar (2012) dalam skrpisinya membahas tentang Ketimpangan

Distribusi Pendapatan dengan menggunakan tiga variabel independen yaitu

Populasi penduduk, Upah Minimum Regional (UMR) dan kontibusi sektor

industri. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa populasi penduduk di Propinsi

Sulawesi Selatan yang berusia produktif baik yang bekerja maupun yang sedang

mencari pekerjaan atau tidak bekerja lebih banyak yang berada di perdesaan

dibandingkan di perkotaan. Sementara itu UMR di Propinsi Sulawesi selatan

berpengaruh negatif dan signifikan, sehingga UMR di tetapkan oleh pemerintah

dengan angka yang cukup tinggi agar dapat mengurangi angka ketimpangan

distribusi pendapatan masyarakat. Kontribusi sektor industri berpengaruh positif

dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendaptan, artinya kontribusi


14

sektor industri di Propinsi Sulawesi selatan baik dari industri migas maupun non

migas dapat meningkatkan angka ketimpangan distribusi pendapatan.

Safrida, dkk (2011), ―Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar‖

menggunakan data primer dan data sekunder, dengan sampel penelitian yaitu 45

orang sampel. Gini rasio dan kriteria Bank Dunia sebagai metode dalam

menganalisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan. Hasil yang di peroleh yaitu

Indeks Gini (gini rasio) di Kabupaten Peukan Bada sebesar 0,386 yang berarti

ketimpangan distribusi pendapatannya sedang. Sementara itu, berdasarkan

kriteria bank dunia, secara keseluruhan Kecamatan Peukan Bada masih kurang

merata (ketimpangan sedang) hal ini di tunjukkan oleh 40 % penduduk

pendapatan rendah menerima 11,4 % pendapatan pertahun.

Arintoko, dkk. yang berjudul ―Ketimpangan Distribusi Pendapatan di

Kabupaten Banyumas Jawa Tengah‖ metode yang dilakukan dalam penelitian ini

melalui survei daerah yang akan digunakan untuk sampel penelitian dengan

mengelompokkan 3 wilayah yaitu kota (urban), pinggiran kota (sub urban) dan

pedesaan (rural), pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Analisis dalam

penelitian ini menggunakan perhitungan indeks Gini yang digambarkan dengan

kurva Lorenz. Hasil penelitian ini adalah kenaikan ketimpangan distribusi

pendapatan antar rumah tangga di Kabupaten Banyumas terjadi karena semakin

menurunnya pendapatan relatif dan pendapatan rill oleh 40 % kelompok

masyarakat berpendapatan rendah yang disebabkan oleh inflasi, kesempatan


15

kerja, dan rendahnya modal dalam usaha. sementara 20 % masyarakat

berpendapatan tinggi yang umumnya pengusaha besar, professional dan

wirausaha yang memperoleh pengahasilan tinggi .

Negara (2013) dalam penelitiannya yang berjudul ―analisis pengaruh

kondisi inflasi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan pada negara

berkembang‖ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi inflasi

mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di negara berkembang.

Analisis ini menggunakan analisis panel data dari tahun 1970 hingga 1990 di

tujuh belas negara berkembang. Tujuh belas negara tersebut adalah Barbados,

Ekuador, Fiji, Filipina, Indonesia, India, Kenya, Kolombia, Malaysia, Malta,

Mesir, Mauritius, Pakistan, Suriah, Turki, Venezuela dan Zimbabwe Analisis

yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) pengaruh inflasi terhadap Distribusi

Pendapatan tergantung kepada kondisi awal inflasi, dimana dengan kondisi

inflasi rendah, inflasi berpengaruh negatif terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan. Namun, negara berkembang yang memiliki kondisi awal inflasi

tinggi maka inflasi berpengaruh positif terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan (2) ambang batas inflasi atau tingkat inflasi yang moderat di negara

berkembang agar kebijakan restrictive monetary policy menjadi efektif terhadap

penurunan ketimpangan distribusi pendapatan adalah rata-rata sebesar 17,31%

dengan kata lain tingkat inflasi tidak boleh melebihi sekitar 17,31% agar kondusif

bagi penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. (3) pengaruh variabel


16

Makroekonomi lainnya yaitu tingkat pertumbuhan PDB Riil secara signifikan

berpengaruh positif terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di negara

berkembang dalam jangka panjang.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Definisi Ketimpangan

Ketimpangan adalah mengacu pada standar hidup relatif dari

seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan maksimum, kekayaan hanya

dimiliki satu orang saja dan tingkat ketimpangan sangat tinggi (Kuncoro,

1997:103).

Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dengan

tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang

sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal

pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan

terkosentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih ―matang‖, dilihat

dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antardaerah dan

disparitas berkurang dengan signifikan.

Adelman dan Moris berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan

di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan

oleh ukuran Negara, sumber daya dan kebijakan yang di anut. Dengan kata lain,

faktor kebijakan dan dimensi struktural perlu diperhatikan selain laju

pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 1997:111-112).


17

2.2.2. Ketimpangan antar Propinsi

Menurut Sjafrizal (2012), ketimpangan antar daerah (propinsi) merupakan

fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah.

Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber

daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing

wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga

menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bila mana pada setiap

daerah biasanya terdapat daerah maju (developed region) dan wilayah relatif

terbelakang (underdeveloped region). Namun dengan adanya ketimpangan dari

penyebab adanya pembangunan disetiap daerah, perlu adanya evaluasi untuk

merumuskan kebijakan agar ketimpangan antar daerah tidak terjadi.

2.2.3. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan suatu konsep mengenai penyebaran

pendapatan diantara setiap orang atau rumah tangga dalam masyarakat. Konsep

pengukuran distribusi pendapatan dapat ditunjukkan oleh dua konsep pokok,

yaitu konsep ketimpangan absolut dan ketimpangan relatif. Ketimpangan absolut

merupakan konsep pengukuran ketimpangan yang menggunakan parameter

dengan suatu nilai mutlak. Ketimpangan relatif merupakan konsep pengukuran

ketimpangan distribusi pendapatan yang membandingkan besarnya pendapatan

yang diterima oleh seseorang atau kelompok anggota masyarakat dengan


18

besarnya total pendapatan yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan.

(Sadono, 2006).

Arsyad (2004) mengemukakan 8 sebab ketidakmerataan distribusi

pendapatan, yaitu :

1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya

pendapatan per kapita.

2. Inflasi, dimana pendapatan uang bertmbah tetapi tidak diikuti secara

proporsional dengan pertambahan produksi barang – barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak pada proyek – proyek yang padat modal

(capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari harta

tambahan lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan

yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan

kenaikan harga – harga barang industri untuk melindungi usaha –

usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang

berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju,

sehingga akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap

barang-barang ekspor NSB.

8. Hancurnya industri – industri kerajinan rakyat seperti pertukangan,

industri rumah tangga, dan lain – lain.


19

Para ahli ekonomi pada umumnya membedakan antara dua ukuran utama

dari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun kuantitatif, yaitu:

1. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribusi of income).

Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang

distribusi pendapatan yang diterima oleh individu atau perorangan

termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan

adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang

tidak dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu atau rumah

tangga yang mencari penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau

sumber lainnya seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan.

Demikian pula tempat dan sektor dari sumber pendapatan pun turut

diabaikan.

2. Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan bagian dari

pendapatan yang diterimaoleh tiap faktor produksi. Faktor produksi

tersebut terdiri dari tanah atau sumberdaya alam, tenaga kerja, dan

modal. Pendapatan distribusi sesuai dengan fungsinya seperti buruh

menerima upah, pemilik tanah menerima sewa dan pemilik modal

menerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh

imbalan sesuai dengan kontribusinya pada produksi nasional tidak

lebih dan tidak kurang.

Distribusi pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi ini

akan berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan, adapun pertumbuhan


20

pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi

dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:

1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji dan

besarnya tergantung tingkat prooduktifitas.

2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau

warisan.

Akan tetapi relevansi teori fungsional tidak mempengaruhi pentingnya

peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan diluar pasar (faktor-faktor non-

ekonomis) misalnya kekuatan dalam menentukan faktor-faktor harga. (Sadono,

2006).

2.2.4. Ukuran Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Menurut Dumary (1996), distribusi pendapatan nasional mencerminkan

merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan

penduduknya. Terdapat beberapa kriteria atau tolak ukur untuk menilai

kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan) distribusi dimaksud. Dua

diantaranya yang paling lazim digunakan ialah:

1. Indeks Gini

Indeks Gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga

1, menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional atau

daerah. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya,

pertanda semakin baik atau merata distribusinya. Dilain pihak

koefisien yang kian besar (semakin mendekati satu) mengisyaratkan

distribusi yang kian timpang atau senjang.


21

2. Kriteria Bank Dunia

Kriteria ketimpangan versi bank dunia didasarkan atas porsi

pendapatan nasionalyang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni

40% penduduk berpendapatan terendah (penduduk miskin), 40%

penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk

berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan Distribusi

Pendapatan dinyatakan parah apabila 40 % penduduk berpendapatan

terendah menikmati kurang dari 12 % pendapatan nasional.

Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40 % penduduk

termiskin menikmati antara 12 % hingga 17 % pendapatan nasional.

Sedangkan jika 40 % penduduk yang berpendapatan menikmati lebih

dari 17 % pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan

dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup

merata (Word Bank, 2004).

2.2.5. Faktor-faktor Ketimpangan

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar

daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash

effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap

pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan.

Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung

meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar

daerah.
22

Adapun faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah

(Manik, 2009 : 23) yaitu :

1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

Terdapatnya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan

sumber daya alam pada masing-masing daerah akan mendorong

timbulnya ketimpangan antar daerah. Kandungan sumber daya alam

seperti minyak, gas alam, atau kesuburan lahan tentunya

mempengaruhi proses pembangunan di masing-masing daerah. Ada

daerah yang memiliki minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak

memilikinya. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang

cukup besar, tetapi daerah tidak ada. Demikian pula halnya dengan

tingkat kesuburan lahan yang juga sangat bervariasi sehingga

mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada

masing-masing daerah.

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan

mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan.

Daerah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi akan

dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya yang relatif

murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan

sumber daya alam yang lebih rendah. Kondisi ini akan mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan menjadi lebih cepat

dibandingkan dengan daerah lain.


23

2. Perbedaan Kondisi Demografi

Faktor utama lain yang juga dapat mendorong terjadinya

ketimpangan antar daerah adalah jika terdapat perbedaan kondisi

demografi yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografi meliputi

tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, tingkat pendidikan

dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan dan tingkah laku masyarakat

daerah tersebut.

Perbedaan kondisi demografi ini akan dapat mempengaruhi

ketimpangan antar daerah karena hal ini akan berpengaruh terhadap

produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Daerah

dengan kondisi demografi yang baik akan cenderung memiliki

produktivias kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong

peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan

lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.

Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografinya

kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya

produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi

yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan

ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.

3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa (perdagangan) antar daerah jelas akan

mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah.


24

Sebagaimana kita ketahui bahwa bila kegiatan perdagangan (baik

internasional maupun antar wilayah) kurang lancar maka proses

penyamaan harga faktor produksi (Factor Price Equilization) akan

terganggu. Akibatnya penyebaran proses pembangunan akan terhambat

dan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung menjadi

tinggi.

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan

antardaerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah

(transmigrasi) atau migrasi spontan. Bila mobilitas barang tersebut

kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual

ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan

migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja di

suatu daerah yang tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang

sangat membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan antar daerah akan

cenderung tinggi. Mobilitas barang dan jasa ini mengacu pada

penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas di dalam suatu

daerah, seperti : jalan, jembatan, alat transportasi baik darat, laut

maupun udara dan lain-lain.

4. Perbedaan Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Daerah

Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah yang cukup

tinggi akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan

pembangunan antar daerah karena proses pembangunan daerah akan


25

lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang

lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi pada daerah dengan

konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih rendah.

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada daerah

dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar.

Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan

daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat

pendapatan masyarakat. Demikian pula, apabila konsentrasi kegiatan

ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga

mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan

masyarakat setempat.

Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama, terdapatnya sumber daya alam yang lebih

banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan

bahan mineral lainnya. Terdapatnya lahan yang subur juga turut

mempengaruhi, khususnya menyangkut pertumbuhan kegiatan

pertanian. Kedua, meratanya fasilitas trasnportasi, baik darat, laut, dan

udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar

daerah. Ketiga, kondisi demografi (kependudukan) juga ikut

mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung

terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas

yang lebih baik.


26

5. Alokasi Dana Pembangunan Antar Daerah

Investasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat

menarik lebih banyak investasi pemerintah dan swasta akan cenderung

mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat.

Selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui

penyediaan tenaga kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan per

kapita yang lebih tinggi. Demikian juga sebaliknya terjadi bila

investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah

ternyatalebih rendah.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan

oleh sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem

pemerintahan daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi

dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada

pemerintah pusat, sehingga ketimpangan antardaerah cenderung tinggi.

Akan tetapi sebaliknya bilamana sistem pemerintahan yang dianut

adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak

dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar

daerah akan cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak

ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan

banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah

keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah, sedangkan keuntungan


27

lokasi tersebut ditentukan pula oleh ongkos transportasi baik untuk bahan

baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan

upah buruh, konsenstrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah.

Termasuk ke dalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan

aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa

kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu,

tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak

terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah

pedesaan. Kondisi ini menyebabkan perkotaan cenderung tumbuh lebih

cepat dibandingkan dengan daerah pedesaan.

2.2.6. Inflasi

Inflasi di definisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua

definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001) memberikan

definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat

harga umum, baik harga barang-barang, jasa-jasa maupun faktor produksi. Dari

definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti

dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara.

Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat

kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran

agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat dari pada penawaran agregat.

Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang

atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih besar dari arus uang maka akan
28

timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih besar dari arus barang maka

tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi.

Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang

menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang dan jasa besar

kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang dan

jasa tersebut. Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga

umum diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu

dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain

sebagainya.

Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Munandar dkk (2007)

menjelaskan dalam penelitiannya bahwa secara teoritis kebijakan moneter yang

berhati-hati, yang mengusahakan inflasi yang rendah dan ekonomi makro yang

stabil, justru merupakan kebijakanyang menurunkan tingkat kemiskinan dan

menghasilkan distribusipendapatan lebih baik.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan,

sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga

berada di bawah angka 10% setahun, inflasi sedang antara 10% - 30% setahun,

inflasi berat antara 30% - 100% setahun dan hiperinflasi atau inflasi tak

terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Ada dua macam sebab yang dapat menimbulkan terjadinya inflasi, yaitu :
29

Pertama, demand pull inflation adalah kenaikan harga-harga yang

disebabkan oleh adanya gangguan pada sisi permintaan barang dan jasa.

Kenaikan mendorong harga naik sehingga terjadi inflasi. Dalam demand pull

inflation, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga

barang input dan harga faktor produksi (misalnya tingkat upah). Inflasi ini

bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan

produksi sudah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir

mendekati keadaan kesempatan kerja penuh (full employment). Dalam keadaan

mendekati full employment, kenaikan permintaan total disamping menaikkan

harga juga dapat menaikkan hasil produksi atau output. Akan tetapi, bila keadaan

full employment telah tercapai, penambahan permintaan tidak akan menambah

jumlah produksi melainkan hanya akan menaikkan harga sehingga sering disebut

inflasi murni.

Kedua, cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya

gangguan dari sisi penawaran barang dan jasa atau yang biasa juga disebut

dengan supply shock inflation, hal ini biasanya ditandai dengan kenaikan harga

yang disertai oleh turunnya produksi atau output. Jadi, inflasi yang dibarengi

dengan resesi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan

penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi.

Perubahan kenaikan tingkat upah disebabkan oleh harga barang didalam negri

dan harga barang impor atau karena kekakuan struktural.


30

Kekakuan struktural sendiri terjadi karena anggapan bahwa sumber daya

ekonomi tidak dapat dengan cepat diubah pemanfaatannya dan juga bahwa upah

dan tingkat harga mudah naik tapi sukar untuk turun kembali (rigidity of price).

Dengan asumsi ini, bila terjadi perubahan pola permintaan dan biaya, maka

mobilitas sumber daya dari sektor yang kurang berkembang kesektor yang

berkembang akan sulit sekali, sehingga suatu sektor yang kurang berkembang

akan terjadi idle capacity, sedangkan sektor yang berkembang akan kekurangan

sumber daya. Dan hal ini justru mendorong peningkatan harga pada sektor yang

berkembang. Kekuatan di sektor yang lemah dan kenaikan harga di sektor yang

berkembang menyebabkan inflasi.

2.2.7. Produk Domestik Regional Bruto

PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh

berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Sasana, 2006). PDRB

dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam

yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-

masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor

produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor

tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB

per kapita dapat dihitung dari PDRB harga kosntan dibagi dengan jumlah

penduduk pada suatu wilayah. Di dalam perekonomian suatu negara, masing-

masing sektor tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling

memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor
31

industri memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil

sektor industri dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa.

PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi atau usaha di suatu daerah dalam

periode waktu tertentu. Untuk menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan

yang dapat digunakan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu

daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

2. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan

akhir seperti:

a. pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba,


b. konsumsi pemerintah,
c. pembentukan modal tetap domestik bruto,
d. perubahan stok, dan
e. ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Penyajian PDRB melalui pendekatan ini dapat digunakan untuk

melihat gambaran komposisi penggunaan barang dan jasa, baik yang

diproduksi di wilayah tersebut maupun wilayah lain (barang – barang impor).

Y=C+G+I+X–M

Dimana :
32

C = Konsumsi Rumah tangga

G = Konsumsi Pemerintah dan Pertahanan

I = Investasi

X = Ekspor

M = Impor

Y = PDRB

3. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa

yang diterima oleh faktor-faktor produksi di suatu daerah dalam jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun).

PDRB merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan

oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Sasana,

2006). Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi

sumber penerimaan daerah tersebut.

Menurut Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah

pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi disuatu wilayah, yaitu kenaikan

seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan

itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga

menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di

wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) yang berarti secara

kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu

wilayah selain di tentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta diwilayah
33

tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu begian

pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana di luar

wilayah.

Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya kesenjangan pendapatan antar

penduduk, antar daerah serta antar sektor. Tujuan utama dari usaha-usaha

pembangunan ekonomi selain untuk menciptakan pertumbuhan yang setinggi-

tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,

kesenjangan pendapatan dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000).

2.2.8. Upah Minimum Propinsi

Menurut Sadono (2006), upah dapat diartikan sebagai pembayaran atas

jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para

pengusaha. Sementara itu menurut Sumarsono (2003), perubahan tingkat upah

akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Apabila

digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal-hal sebagai

berikut.

Pertama, naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi

perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit barang yang

diproduksi. Konsumen akan memberikan respon apabila terjadi kenaikan harga

barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak lagi mau membeli barang

yang bersangkutan. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan terpaksa

produsen menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi,


34

mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang di butuhkan. Penurunan jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi tersebut

dengan efek skala produksi atau scale effect.

Kedua, apabila upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal lain

tidak berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi

padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga

kerja dengan kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya.

Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya pergantian atau

penambahan penggunaan mesin-mesin disebut dengan efek substitusi tenaga

kerja (substitution effect).

2.2.9. Kemiskinan

Kemiskinan adalah masalah yang menyangkut banyakaspek karena

berkaitan dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat kesehatan yang

rendah dan ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan

hidup (Word Bank, 2004). Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya

terletak di bawah garis kemiskinan nasional yang disepakati resmi pemerintah.

Garis kemiskinan ini merupakan batas pendapatan yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan minimal kalori yang diperlukan tubuh untuk beraktivitas,

ditambah dengan kebutuhan non makanan (perumahan, pakaian, pendidikan,

kesehatan, transpor dan kebutuhan pokok lainnya). Karena data pendapatan tidak

tersedia, maka dipakai pendekatan data konsumsi (pengeluaran). Termasuk


35

pengeluaran adalah perkiraan nilai barang dan jasa yang dikonsumsi berasal dari

hasil produksi sendiri dan pemberian dari pihak lain.

Menurut Siregar dan Wahyuniarti (2008) dengan menggunakan variabel

jumlah penduduk, inflasi, share sektor pertanian dan share sektor industri serta

tingkat pendidikan. Menjelaskan secara umum diketahui pertumbuhan ekonomi

merupakan indikator yang lazim digunakan untuk memperlihat keberhasilan

pembangunan. Hasil analisis dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan

jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa pertumbuhan berpengaruh

signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut

relatif tidak besar. Inflasi maupun jumlah penduduk juga berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil.

Peningkatan share sector pertanian dan share sector industri signifikan

mengurangi kemiskinan.

Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Kemiskinan absolut, kemiskinan ini diukur dari pendapatan seseorang,

yaitu jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk

memenuhi kebutuhan pokok, kebutuhan pokok sendiri terdiri dari

sandang, pangan, pendidikan, tempat tinggal, dan kesehatan.

b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga

menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.


36

c. Kemiskinan kultural, disebabkan oleh perilaku hidup individu, atau

gaya hidup seseorang atau sekelompok orang yang mendukung

terjadinya kemiskinan. Kemiskinan ini terindikasi pada perilaku hidup

boros, tidak ada kterampilan bekerja dan tingkat tabungan rendah serta

adanya sikap pasrah terhadap keadaan miskin atau malas.

d. Kemiskinan struktural, kemiskinan yang disebabkan sistem struktural

ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada penduduk miskin,

sehingga memunculkan masalah struktural ekonomi yang makin

meminggirkan perananan orang miskin.

Menurut Ravallion (2001) kemiskinan adalah ―kelaparan, tidak

memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat‖.

Jadi kemiskinan dapat diartiakan dimana kondisi suatu individu atau kelompok

yang dihadapi pada sebuah kondisi dimana ketidakmampuannya individu atau

kelompok tersebut untuk memenuhi kebutuhan akan kepentingan pribadinya

seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan yang dipengaruhi karena

pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat kesehatan yang rendah dan

ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan hidup. Dan

kemiskinan juga mempengaruhi perkembangan dari prekonomian daerah itu

sendiri dimana terhambatnya proses pembangunan daerah itu sendiri, dan juga

menghambat arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan

yang ingin dicapai disamping sebagai tolak ukur keberhasilan proses

pembangunan yang dilakukan. Sedangkan pembangunan sendiri dapat diartikan

sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan Produk


37

Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) di tingkat daerah.

Jumlah penduduk miskin antar propinsi di Indonesia berbeda, akan tetapi

yang menjadi sorotan adalah jumlah penduduk miskin propinsi di Pulau Jawa

yang cukup tinggi dibandingkan dengan propinsi lain di luar Pulau Jawa. Padahal

setiap propinsi memiliki akses dan fasilitas untuk pemenuhuhan kebutuhan hidup.

Terutama propinsi-propinsi yang ada di pulau jawa dimana akses untuk kepusat

pemerintahan lebih mudah begitu juga sebaliknya dari pusat ke daerah yang ada

di pulau jawa dibandingkan dari daerah yang berada diluar pulau jawa.

2.2.10. Hubungan antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

Pada dasarnya pembangunan merupakan perubahan variabel seperti

penduduk, pendapatan perkapita, output selama kurun waktu tertentu dalam suatu

daerah yang dibatasi secara jelas. Namun dalam proses pembangunan ekonomi

masalah percepatan pertumbuhan ekonomi antar propinsi adalah berbeda,

sehingga mengakibatkan ketimpangan regional yang tidak dapat dihindari

mengingat adanya perbedaan kekayaan sumberdaya alam dan faktor lain yang

terjadi antar daerah dan dasar pelaksanaan pembangunan itu sendiri serta

konsentrasi yang berbeda.

Berdasarkan rumusan masalah, penyebab ketimpangan distribusi

pendapatan maka dapat diambil suatu kerangka penelitian yakni ketimpangan

distribusi pendapatan antar propinsi di pengaruhi dari variable inflasi, PDRB,

UMP dan kemiskinan.


38

2.2.10.1. Hubungan Inflasi dengan Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Inflasi merupakan variabel yang mempengaruhi distribusi pendapatan

antar propinsi. Rendahnya inflasi dalam jangka panjang serta stabilnya ekonomi

makro merupakan situasi positif yang mendorong investasi sehingga dipercaya

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan memperbaiki

distribusi pendapatan, sehingga kesejahteraan orang miskin dapat meningkat

secara permanen. (Haris Munandar dkk, 2007)

2.2.10.2. Hubungan PDRB dengan Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Menurut Kuncoro (1997) pendekatan pembangunan tradisional lebih

dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan

PDRB suatu propinsi, kabupaten, atau kota.

Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan

antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Suatu ekonomi dikatakan

mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya

lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan

ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Disini,

proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para

teoretikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus

menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para

teoretikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan

pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) dan PDRB (Produk Domestik


39

Regional Bruto) saja, akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial

seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan

tentram yang dirasakan oleh masyakat luas (Arsyad, 1999).

Di samping penjelasan tersebut, salah satu mekanisme pokok untuk

mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara

sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan

kesempatan-kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Arsyad, 2004).

2.2.10.3. Hubungan UMP dengan Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Musfidar (2012). Melalui penelitian distribusi pendapatan di Filipina

menggunakan data tahun 1961-1991 mengatakan bahwa pendapatan dari upah

yang merupakan penghasilan bagi pekerja merupakan bagian terbesar dari

pendapatan rumah tangga dan memiliki kontribusi utama dalam mempengaruhi

distribusi pendapatan rumah tangga. Jadi apabila pendapatan dari rumah tangga

terhenti disebabkan oleh pemberhentian kerja maka pengahasilan rumah tangga

akan menurun berdampak pada lemahnya pendapatan daerah tersebut.

2.2.10.4. Hubungan antara Kemiskinan dengan Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

Kemiskinan sering dimengerti hanya sebagai penyebab dari rendahnya

pendapatan seseorang, padahal kemisikinan merupakan masalah yang disebabkan

dari berbagai faktor. Rendahnya kesejahteraan biasanya dijadikan ukuran

kemiskinan. Ada banyak konsep dan definisi mengenai kemiskinan. Kemiskinan


40

dapat di tinjau dari beberapa sudut pandang. Secara umum kemiskinan adalah

ketidakmampunan seseorang untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari paling

tidak untuk makan. Dengan adanya angka kemiskinan yang tinggi maka sumber

penerimaan daerah akan berkurang sehingga akan menghambat pembangunan

yang berujung pada pendapatan daerah, ketimpangan distribusi pendapatan antara

propinsi di Pulau Jawa akan semakin kentara. (Todaro, 1998)

Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran,

luasnya kemiskinan dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Bagi sebagian

besar mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya bekerja paruh

waktu (part-time) selalu berada di antara kelompok masyarakat yang sangat

miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan

swasta biasanya termasuk di antara kelompok masyarakat kelas menengah ke

atas. Namun demikian, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang

tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara penuh

adalah orang kaya, karena kadangkala ada juga pekerja di perkotaan yang tidak

bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih

sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan-pekerjaan yang

mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka

mempunyai sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka

(Arsyad, 2004).
41

Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka hubungan antara

variabel independen (bebas) dengan variabel dependent (terikat) dapat di lihat

pada Gambar 3.1 :

Gambar 3.1
Kerangka Penelitian

PDRB (X2)

Ketimpangan Distribusi
Inflasi (X1) Pendapatan (Y) UMP (X3)

Kemiskinan (X4)

2.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga inflasi berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

2. Diduga PDRB berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

3. Diduga UMP berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.


42

4. Diduga kemiskinan berpengaruh positif terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.

5. Diduga variabel inflasi, UMP, PDRB dan kemiskinan secara

bersama-sama berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa.


43

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data dikumpulkan dari beberapa sumber antara lain Badan Pusat

Statistik dan sumber-sumber lainnya. Data digunakan adalah:

1. Data indeks Gini menurut propinsi di Pulau Jawa periode tahun 2007-

2011.

2. Data inflasi menurut propinsi di Pulau Jawa periode tahun 2007-

2011.

3. Data PDRB menurut atas harga konstan 2000 propinsi di Pulau Jawa

tahun 2007-2011.

4. Data UMP menurut propinsi di Pulau Jawa periode tahun 2007-2011.

5. Data kemiskinan menurut propinsi di Pulau Jawa periode tahun 2007-

2011.

3.2. Definisi Operasional

Mencegah kekaburan pengertian dari masing-masing variabel dalam

hipotesa maka akan dikemukakan definisi konsep dari masing-masing variabel

tersebut.
44

Adapun pengertian tentang variabel penelitian menurut Sugiyono

(2006:42-43) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel (Sugiyono:43) yaitu :

1. Variabel Dependent disebut juga sebagai variabel output, kriteria,

konsekuen, dalam bahasa Indonesia disebut variabel terikat, variabel ini

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas.

Variabel Dependent penelitian ini adalah ketimpangan distribusi

pendapatan (Y). Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa

sejauh mana ketimpangan distribusi pendabatan berpengaruh pada

proses pembangunan daerah. Ketimpangan Distribusi Pendapatan dalam

penelitian ini adalah data indeks Gini disetiap Propinsi se-Pulau Jawa

dari tahun 2007-2011 dalam satuan persen (%), data tersebut di peroleh

dari Sistem Informasi dan manajemen data regional yang dikelola oleh

BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang

menyajikan data Badan Pusat Statistik yang diambil dari media internet.

2. Variabel Independent biasa disebut variabel stimulus, prediktor,

anticedent dalam bahasa Indonesia disebut variabel bebas. Variabel

bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).


45

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah indikator

inflasi, pertumbuhan ekonomi, upah minimum propinsi dan

kemiskinan (X);

a. Inflasi (X1)

Dalam penelitian ini adalah data inflasi tahunan di setiap

propinsi se-Pulau Jawa dari tahun 2007-2011 dalam satuan persen

(%), data yang diperoleh dari sistem informasi dan manajemen

data regional yang dikelola oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional) yang disajikan oleh Badan Pusat

Statistik.

b. PDRB (X2)

Data PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut

propinsi di Pulau Jawa dalam satuan persen (Rp 1.000), data

tersebut di peroleh dari Sistem Informasi dan manajemen data

regional yang dikelola oleh BAPPENAS yang disajikan oleh

Badan Pusat Statistik.

c. Upah Minimum Propinsi (X3)

UMP merupakan garis minimal dari pendapatan

masyarakat yang berkerja sesuai dengan waktu yang di tentukan

dalam bekerja, apabila UMP meningkat maka konsumsi dan

tabungan masyarakat juga akan meningkat. Akan tetapi UMP di

setiap daerah berbeda-beda nilainya, jadi distribusi pendapatan


46

antar propinsi juga akan di pengaruhi oleh tingkat UMP. Data

UMP yang digunakan dalam penelitian ini adalah data UMP di

Pulau Jawa dari tahun 2007-2011 dalam satuan ribu rupiah (Rp),

data tersebut di peroleh dari Dit. Pengupahan & Jamsostek, Ditjen

PHI & Jamsostek, Depnakertransyang diambil dari media internet.

d. Kemiskinan (X4)

Kemiskinan yang terjadi di setiap propinsi di Pulau Jawa

berbeda-beda, sehingga menyebabkan tingkat ketimpangan

distribusi pendapatan suatu propinsi menjadi meningkat yang

berujung pada meningkatnya jumlah masyarakat miskin. Data

kemiskinan yang digunakan adalah data kemiskinan propinsi se-

Pulau Jawa dari tahun 2007-2011 dalam satuan persen (%), data

tersebut di peroleh dari sistem informasi dan manajemen data

regional yang dikelola oleh BAPPENAS yang disajikan oleh

Badan Pusat Statistik.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini

sepenuhnya melalui data sekunder. Data yang diperoleh merupakan data-data dari

literatur yang berkaitan baik berupa dokumen artikel catatan-catatan arsip. Data

yang diperoleh kemudian disusun dan diolah sesuai dengan kepentingan dan

tujuan penelitian. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian

ini sepenuhnya diperoleh melalui studi pustaka sebagai metode pengumpulan


47

data, sehingga tidak diperlukan teknik sampling serta kuesioner. Periode data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2007-2011. Secara umum data

dalam penelitian ini di peroleh dari Badan Pusat Statistik nasional maupun

daerah, buku, jurnal, serta dari browsing website internet yang berkaitan dengan

penelitan.

3.4. Metode Analisis Data

Studi ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data

dengan menggunakan Eviews 6. Analisis dengan menggunakan panel data adalah

kombinasi antara deret waktu (time series) dan kerat lintang (cross section).

Analisis menggunakan data panel adalah penggabungan kombinasi data antara

data berbagai waktu (time series) yaitu data yang diambil dari satu variable untuk

beberapa unit sampel dalam suatu waktu. Sedangkan data kerat lintang (cross

section) merupakan variabel yang diambil pada beberapa waktu.

Regresi dengan menggunakan data panel disebut regresi model data

panel. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan data

panel. Pertama data panel yang merupakan gabungan dua data time series dan

cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan

menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan

informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi nasalah yang

timbul ketika ada masalah penghilangan variable (ommited-variabel).

Misalnya kita ingin mengetahui perilaku investasi perusahaan. Investasi

dalam pengertian riil bukan investasi finansial adalah penambahan stok kapital
48

seperti mesin dsb atau penggantian kapitl yang sudah usang. Secara teoritis

investasi sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang diharapkan dan

kebutuhan kapital yang diinginkan. Akan tetapi kedua data tersebut sulit

didapatkan sehingga kita hanya bisa mengambil data untuk mewakili atau proksi

(proxies) dari variabel tersebut. Variabel keuntungan biasanya diwakili dengan

data harga nilai sahamperusahaan (Vt) dan variabel kebutuhan kapital yang

diinginkan diprosi dengan nilai aktual awal tahun (Kt). Model ekonomi perilaku

investasi dengan demikian dapat ditulis sbb:

I = ƒ (Vt , Kt)

Adapun model regresinya dalam bentuk log linier dapat ditulis sbb:

In Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + eit

Dimana: Yit = nilai investasi, X1 = nilai harga saham, X2 = nilai kapital awal

periode, i = jenis perusahaan dan t = waktu. Residual dalam metode ini

sebagaimana biasanya mengikuti asumsi metode OLS. (Widarjono, 2009 : 229)

Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004-2008.

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang bukan

diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya diambil dari Badan

Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dokumen-dokumen perusahaan atau

organisasi dan majalah atau publikasi lainnya (Marzuki, 2005)

Data sekunder yang digunakan adalah data panel, yaitu penggabungan

dari data silang tempat (cross section) sebanyak 35 data mewakili kabupaten/kota
49

di Jawa Tengah dan data silang waktu (time series) dari tahun 2004-2008.

Penggabungan dari data tersebut menghasilkan 175 observasi. Pemilihan periode

ini disebabkan karena pada tahun tersebut terjadi peningkatan PDRB, tetapi tidak

diikuti dengan tingginya PDRB per kapita propinsi, sehingga pada periode

tersebut menarik untuk diteliti serta ketersediaan data pada. Secara umum, data-

data pada penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa

Tengah.

Menurut (Widarjono, 2009 : 250) Data panel merupakan data gabungan

dari data time series dan data cross section, maka model persamaan dapat ditulis

sebagai berikut:

Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit

I = 1,2,….,N

t = 1,2,…..N

dimana:

N : banyaknya observasi

T : banyaknya waktu

N dan T: banyaknya data panel

Data panel menurut Hsiao (2003) dan Baltagi (2005), keunggulan

penggunaan data panel dibandingkan data time series dan data cross section

adalah:
50

1. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam

tiap individu.

2. Dengan data panel data lebih informasif, lebih berfariasi, mengurangi

kolonearitas antar variable, meningkatkan derajat kebebasan (degree

of freedom), dan lebih efisien.

3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan

dinamis dibandingkan dengan studi berulang cross section.

4. Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara

sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.

5. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih

kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan

teknologi.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi

individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

Dalam analisis, model data panel sering dikenal dengan dua

macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan efek tetap (fixed effext)

dimana dengan asumsi bahwa intersep maupun slopnya sama baik anatara

waktu maupun individu atau perusahaan, dan pendekatan efek acak

(random effect). Kedua pendekatan ini dilakukan dalam analisis data

panel yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.4.1. Metode Common Effect

Metode Common Effect merupakan metode yang paling sederhana untuk

mengestimasi data panel yaitu hanya dengan mengkombinasikan data time series
51

dan cross section dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Metode ini

diasumsikan bahwa perilaku data antara ruang sama dalam berbagai kurun waktu.

Model persamaan regresinya dalam bentuk linear adalah sebagai berikut.

Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit

3.4.2. Metode Fixed Effect

Model ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar ruang

dan waktu. Dalam estimasi model Fixed Effect dapat dilakukan dengan

menggunakan dummy untuk menjelaskan perbedaan intersep tersebut. Model

estimasi ini sering disebut dengan Least Squares Dummy Variables (LSDV) dan

ketika terdapat heteroskeditisitas menggunakan fixed effect dengan cross section

weight.

Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + ….+ eit

Teknik model Fixed Effect adalah teknik mengestimasi data panel dengan

menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.

Pengertian Fixed Effect ini didasarkan adanya perbedaan interep antara variabel

independen namu intersepnya sama antar waktu (time invariant). Disamping itu,

model ini juga mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar daerah

dan antar waktu. (Widarjono, 2009 : 232)

3.4.3. Metode Random Effect

Metode ini memilih estimasi data penel dengan residual yang mungkin

saling berhubungan antara waktu dan individu, dengan mengasumsikan setiap


52

propinsi mempunyai intersep. Namun demikian diasumsikan bahwa intersep

adalah variable random. Model random effect ditulis dalan model regresi linear

sebagai berikut:

Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit

3.5. Pemilihan Model dalam Pengolahan data

Pemilihan model yang akan digunakan dalam sebuah penelitian sangat

perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini ditujukan untuk

memperoleh dugaan yang efisien. Untuk memutuskan model manakah yang

paling tepat digunakan untuk penelitian ini akan digunakan pengujian yang

formal yaitu Chow Test dan Hausmann Test.

3.5.1. Uji Chow Test

Uji chow test dilakukan untuk memilih apakah model yang digunakan

pooled least square atau fixed effect. Hipotesis dari chow test adalah:

H0 : F stat < F tabel, maka model PLS yang valid digunakan.

H1 : F stat > F tabel, maka model fixed effect yang valid digunakan.

Apabila nilai Chow statistik (F statistik) dari hasil pengujian lebih kecil

dari F-tabel, maka hipotesis nol diterima. Sehingga model yang akan diterima dan

digunakan adalah model PLS, begitu pula sebaliknya.

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah

denganmenggunakan F- statistik seperti yang di rumuskan oleh chow :

( RRSS  URSS ) /( N  1)
Chow 
URSS /( NT  N  K )
53

Keterangan :

RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square

Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode Pooled

Least Square/ common Intercept).

URSS = Untresticted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square

Residual yang diperoleh dari estimasi data panel metode Fixed Effect

Model)

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

3.5.2. Uji Hausman test

Uji ini selanjutnya membahas tentang pemilihan metode mana yang

terbaik di antara fixed effect dan random effect Uji Hausman dilakukan dengan

menggunakan alat bantu Eviews 6. Jika nilai Hausman test (χ2 statistik) hasil

pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka hipotesis nol ditolak sehingga model

yang akan diterima dan digunakan adalah model fixedeffect dan sebaliknya.

Untuk melakukan uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

H0: Model Random Effect

H1: Model Fixed Effect

3.6. Pengujian Hipotesis

3.6.1. Uji t (Pengujian variabel secara individu)

Uji t merupakan pengujian masing-masing variabel independen yang

dilakukan untuk mengetahui apakah secara individu variabel independen


54

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dapat

dilakukan dengan membandingkan hasil dari t hitung dengan t tabel atau dapat

juga dilakukan dengan membandingkan probabilitasnya pada derajat keyakinan

tertentu.

Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel

independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.Sebaliknya,

jika Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.

Bila dengan membandingkan probabilitasnya pada derajat keyakinan 5%

maka bila probabilitas < 0.05, berarti variabel independen berpengaruh terhadap

variabel dependen secara signifikan.. Sebaliknya, bila probabilitas > 0.05, berarti

independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

3.6.2. Uji f (Uji Hipotesis Koefisien Regresi Secara Bersama-sama)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya secara

bersama-sama variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen

secara signifikan.Sebaliknya, jika Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha

diterima. Artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen secara signifikan.


55

Bila dengan membandingkan probabilitasnya pada derajat keyakinan 5%

maka bila probabilitas < 0.05, berarti variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Sebaliknya, bila

probabilitas > 0.05, berarti variabel independen secara bersama-sama tidak

mempengaruhi variabel terhadap variabel dependen secara signifikan.

Hipotesis yang digunakan :

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0

Ha : paling tidak terdapat satu β tidak sama dengan nol

3.6.3. Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur seberapa baik garis regresi cocok

dengan datanya atau mengukur persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh

garis regresi. Semakin angkanya mendekati 1 maka semakin baik garis regresi

karena mampu menjelaskan data aktualnya.Semakin mendekati angka nol maka

kita mempunyai garis regresi byang kurang baik. (Widarjono, 2009)

Nilai R2 menunjukkan besarnya variabel-variabel independen dalam

mempengaruhi variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1(0 ≤ R2 ≤ 1).

Semakin besar nilai R2 maka semakin besar variasi variabel dependen yang

dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Sebaliknya semakin kecil

nilai R2, maka semakin kecil variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan

oleh variasi variabel independen.


56

Apabila R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel

independen dengan variabel dependen. Semakin besar nilai R 2 maka semakin

tapat garis regresi dalam menggambarkan nilai observasi.

3.6.4. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mendeteksi apakah metode OLS

menghasilkan estimator yang BLUE, sehingga tidak ada gangguan dalam OLS

seperti maslah multikolinieritas, masalah heteroskedastisitas dan masalah

autokolerasi sehingga uji t dan uji F menjadi valid.

3.6.4.1. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan suatu masalah dimana adanya hubungan

antar variabel independen.Tetapi hasil estimasi masih menghasilkan estimator

yang BLUE.

Untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini dengan

menggunakan uji Klien yaitu membandingkan nilai R2 model utama dengan

regresi parsial dari masing-masing variabel bebasnya. Jika nilai R2 parsial dari

masing-masing variabel bebas lebih tinggi dari R2 model utama maka model

mengandung unsur multikolinieritas anatar variabel independen dan jika

sebaliknya maka tidak ada korelasi antar variabel independen. (Agus Widarjono,

2009 : 109).

3.6.4.2. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan masalah pada varian dari variabel

gangguan yang tidak konstan sehingga estimator tidak lagi mempunyai varian
57

yang minimum tetapi masih estimator yang linier dan tidak bias (LUE).

(Widarjono, 2009 : 101).

Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dengan

menggunkan uji Park. Yaitu dengan mengkuadratkan residual yang telah

diperoleh dari regresi log linier.Kemudian residual kuadrat tersebut diregresi

dengan variabel independen. Apabila dengan menggunkan uji t semua variabel

tidak signifikan maka tidak terdapat masalah heterokedastisitas dan sebailknya

jika signifikan maka terdapat masalah heteroskedastisitas.

3.6.4.3. Uji Autokorelasi

Autokerelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan

waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional. Uji autokorelasi bertujuan

menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode waktu atau ruang dengan kesalahan pengganggu pada

waktu atau ruang (sebelumnya). Pengujian menggunakan uji Durbin Watson

untuk melihat gejala autokorelasi.

Autokolerasi merupakan kolerasi antara satu variabel gangguan dengan

variabel gangguan lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS

berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara

variabel gangguan satu dengan variabel gangguan lainnya. (Widarjono, 2009 :

141)
58

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah ketimpangan pendapatan antar

propinsi di pulau Jawa tahun 2007-2011, ketimpangan distribusi pendapatan

sebagai dependent variable dan independent variable terdiri dari variabel inflasi,

PDRB, upah minimum propinsi, dan kemiskinan.

1. Y adalah ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa

2. X1 adalah persentase inflasi antar propinsi di Pulau Jawa

3. X2 adalah PDRB antar propinsi di Pulau Jawa

4. X3 adalah tingkat UMP antar propinsi di Pulau Jawa

5. X4 adalah persentase kemiskinan antar propinsi di Pulau Jawa.

4.2. Uji Menentukan Model Panel

Untuk menentukan model data panel yang sesuai dilakukan pengujian

melalui tahap Uji Chow dan Uji Hausman.

4.2.1. Uji Chow

.Uji ini digunakan untuk memilih model yang akan digunakan antara

model estimasi Common Effect atau model estimasi Fixed Effect, dengan uji

hipotesis:
59

1. H0 : memilih menggunakan model estimasi Common Effect.

2. H1 : memilih menggunakan model estimasi Fixed Effect.

Uji ini dilakikan dengan melihat p-value, apabila p-value signifikan

(kurang dari 5%) maka model yang digunakan adalah estimasi Fixed Effect,

sebaliknya bila p-value tidak signifikan (lebih besar dari 5%) maka model yang

digunakan adalah estimasi Common Effect.

Tabel 4.1
Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Pool: PANEL
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 9.701714 (5,20) 0.0001


Cross-section Chi-square 36.936796 5 0.0000

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0

Dari hasil dari perhitungan F-hitung diatas adalah 9.701714 dan nilai F–Kritis

dengan numerator 5 dan denumerator 20 pada tingkat signifikasi adalah

2.71. Hal itu menunjukan bahwa nilai F-Hitung lebih besar dari F-Kritis sehingga

menolak hipotesisi nul sehingga model panel data yang tepat digunakan adalah

fixed effect di banding dengan common effect.


60

4.2.2. Uji Hausman

Uji ini digunakan untuk memilih model yang akan digunakan antara

model estimasi Fixed Effect atau model estimasi Random Effect, dengan uji

hipotesis:

1. H0 : memilih menggunakan model estimasi Fixed Effect.

2. H1 : memilih menggunakan model estimasi Random Effect

Uji ini dilakikan dengan melihat p-value, apabila p-value signifikan

(kurang dari 5%) maka model yang digunakan adalah estimasi Fixed Effect,

sebaliknya bila p-value tidak signifikan (lebih besar dari 5%) maka model yang

digunakan adalah estimasi Random Effect.

Tabel 4.2

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Pool: PANEL
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 30.904469 4 0.0000

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0

Berdasarkan pengujian Hausman yang telah dilakukan dengan

menggunakan program eviews maka diperoleh nilai chi-squares uji hausman


61

sebesar 30.904469 dan nilai chi-square kritis diperoleh dengan derajat kebebasan

4 pada tingkat signifikasi α 0,05 adalah 9,49. Hal ini menunjukkan nilai chi-

square uji hausman lebih besar dibanding nilai chi-squares kritis sehingga

menolak hipotesisi nul. Sehingga berdasarkan uji hausman tersebut model yang

lebih tepat digunakan adalah metode fixed effect dibandingkan dengan Random

effect.

4.3. Pengujian Hipotesis

4.3.1. Uji T (Pengujian Variabel Secara Individu)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masin-

masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Dengan α = 5% dan degree of freedom (df) = 25, maka

diperoleh nilai t table sebesar1.708

1. Variabel inflasi (X1)

H0 : X ≥ 0

Ha : X < 0

Untuk nilai t tabel uji satu sisi dengan derajat kebebasan 25 dan α

= 5% maka diperoleh nilai sebesar 1,708 . Sedangkan untuk nilai t-hitung

sebesar 2.300824. Berdasarkan hasil diatas maka dapat diketahui bahwa t-

hitung > t-tabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel

inflasi berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara

signifikan. Selain itu nilai probabilitas sebesar 0.0323 dengan α = 5%. Hal
62

ini berarti 0.0323 < 0.05 berarti inflasi berpengaruh terhadap variabel

ketimpangan distribusi pendapatan secara signifikan.

2. Variabel PDRB (X2)

H0 : X ≤ 0

Ha : X > 0

Untuk nilai t tabel uji satu sisi dengan derajat kebebasan 25 dan α

= 5% maka diperoleh nilai sebesar 1,708 . Sedangkan untuk nilai t-hitung

sebesar -1.448438. Berdasarkan hasil diatas maka dapat diketahui bahwa

t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel

PDRB tidak mempengaruhi variabel ketimpangan distribusi pendapatan

secara signifikan. Selain itu nilai probabilitas sebesar 0.1630 dengan

α=5%. Hal ini berarti 0.1630 > 0.05 berarti PDRB tidak mempengaruhi

ketimpangan distribusi pendapatan secara signifikan.

3. Variabel tingkat UMP (X3)

H0 : X ≥ 0

Ha : X < 0

Untuk nilai t tabel uji satu sisi dengan derajat kebebasan 25 dan α

= 5% maka diperoleh nilai sebesar 1,708. Sedangkan untuk nilai t-hitung

sebesar 3.415652. Berdasarkan hasil diatas maka dapat diketahui bahwa t-

hitung > t-tabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel

UMP berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara

signifikan. Selain itu nilai probabilitas sebesar 0.0027 dengan α = 5%. Hal
63

ini berarti 0.0027 < 0.05 berarti variabel UMP berpengaruh terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan secara signifikan.

4. Variabel Kemiskinan (X4)

H0 : X ≥ 0

Ha : X < 0

Untuk nilai t tabel uji satu sisi dengan derajat kebebasan 25 dan α

= 5% maka diperoleh nilai sebesar 1,708 . Sedangkan untuk nilai t-hitung

sebesar 5.548007. Berdasarkan hasil diatas maka dapat diketahui bahwa t-

hitung > t-tabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya kemiskinan

berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara

signifikan. Selain itu nilai probabilitas sebesar 0.0027 dengan α = 5%. Hal

ini berarti 0.0000 < 0.05 berarti variabel kemiskinan berpengaruh

terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara signifikan.

Tabel Hasil 4.4


Uji T

Variabel t-hitung t -tabel Keterangan


Inflasi (X1) 2.300.824 1.708 Signifikan
PDRB (X2) -1.448.438 1.708 Tidak Signifikan
UMP (X3) 3.415.652 1.708 Signifikan
Kemiskinan (X4) 5.548.007 1.708 Signifikan
64

4.3.2. Uji F (Uji Hipotesis Koefisien Regresi secara Bersama-sama)

Dari hasil regresi yang telah dilakukan maka diperoleh nilai F-hitung

sebesar 15.00167 dan nilai f-tabel yang diperoleh sebesar 2,76 dengan tingkat

signifikasi α = 0,05 nilai itu diperoleh dengan numerator (k – 1) atau 4 – 1 = 4

dan denumerator (n – k) atau 30 – 5 = 25. Maka dapat disimpulkan bahwa

variabel inflasi, UMP, PDRB dan kemiskinan secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen (F hitung > F tabel).

4.3.3. Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur seberapa baik garis regresi cocok

dengan datanya atau mengukur persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh

garis regresi. Semakin angkanya mendekati 1 maka semakin baik garis regresi

karena mampu menjelaskan data aktualnya.Semakin mendekati angka nol maka

kita mempunyai garis regresi byang kurang baik. (Widarjono, 2009)

Hasil regresi yang telah dilakukan, variabel inflasi, PDRB, UMP dan

kemiskinan terhadap indeks gini diperoleh nilai R 2 untuk weighted sebesar

0.870980 atau 87%. Hal ini menunjukan variasi variabel indeks gini sebesar 87%

dapat dijelaskan oleh variasi variabel ketimpangan distribusi pendapatan (model

regresi yang digunakan semakin baik). Sedangkan sisanya sebesar 13%

dijelaskan oleh variabel lain diluar model tersebut. Sedangkan Dari hasil regresi

yang telah dilakukan, variabel inflasi, PDRB, UMP dan kemiskinan terhadap

indeks gini diperoleh nilai R2 untuk unweighted sebesar 0.861777 atau 86,1%.

Hal ini menunjukan variasi variabel indeks gini sebesar 86,1%. Dapat dijelaskan
65

oleh variasi variabel ketimpangan distribusi pendapatan (model regresi yang

digunakan semakin baik). Sedangkan sisanya sebesar 18,9% dijelaskan oleh

variabel lain diluar model tersebut.

4.3.4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Hasil pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan dengan menggunakan

program eviews maka diperoleh hasil sebagai berikut.

4.3.4.1. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan suatu masalah dimana adanya hubungan

antar variabel independen. Tetapi hasil estimasi masih menghasilkan estimator

yang BLUE.

Untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini dengan

menggunakan uji klien yaitu membandingkan nilai R2 model utama dengan

regresi parsial dari masing-masing variabel bebasnya. Jika nilai R2 parsial dari

masing-masing variabel bebas lebih tinggi dari R2 model utama maka model

mengandung unsur multikolinieritas anatar variabel independen dan jika

sebaliknya maka tidak ada korelasi antar variabel independen. (Widarjono, 2009 :

109).

Metode ini dilakukan dengan dengan membandingan R 2 asli dengan

koefisien determinasi regresi auxilary. Dengan kata lain apabila nilai koefisien

determinasi regresi auxilary lebih besar dari R 2 asli maka terjadi

multikolinearitas.
66

Hasil uji klien diatas dapat disimpukan bahwa terdapat dua koefisien

determinasi regresi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi regresi asli

maka terdapat masalah multikolinieritas. Masalah multikolinieritas tetap

menghasilkan estimasi yang BLUE, karena estimator BLUE tidak memerlukan

asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas hanya

akan menyebabkan kesulitan memperoleh standar error yang kecil. Masalah ini

timbul akibat jumlah observasi yang sedikit. Dalam kasus ini, tidak ada pilihan

selain tetap menggunakan model untuk analisis regresi walaupun mengandung

masalah multikolinieritas (Widarjono, 2009 : 101).

Tabel 4.5
Uji Klien
R2 asli = 0.798472

Summary regresi auxilary


Regresi klien R2 Ket
parsial
Log(x1) dengan x2 x3 log(x4) 0.656302 Tidak multiko
x2 dengan Log(x1) x3 log(x4) 0.257237 Tidak multiko
x3 dengan Log(x1) x2 log(x4) 0.990287 Terjadi multiko
Log(x4) dengan x2 x3 log(x1) 0.999031 Terjadi multiko

4.3.4.2. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan masalah pada varian dari variabel

gangguan yang tidak konstan sehingga estimator tidak lagi mempunyai varian

yang minimum tetapi masih estimator yang linier dan tidak bias (LUE).

(Widarjono, 2009 : 101).


67

Tabel 4.6

Uji Heterokedastisitas

Dependent Variable: Y?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/21/14 Time: 10:56
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.431788 1.417825 -5.241681 0.0000


LOG(X1?) 0.002762 0.001200 2.300824 0.0323
X2? -0.001439 0.000994 -1.448438 0.1630
X3? 0.012114 0.003547 3.415652 0.0027
LOG(X4?) 0.399769 0.072056 5.548007 0.0000
Fixed Effects (Cross)
_JKT--C -0.214860
_JABAR--C -0.085086
_JATENG--C -0.045898
_JOGJA--C 0.934162
_JATIM--C -0.274874
_BANTEN--C -0.313444

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.870980 Mean dependent var 0.460878


Adjusted R-squared 0.812921 S.D. dependent var 0.190899
S.E. of regression 0.016850 Sum squared resid 0.005678
F-statistic 15.00167 Durbin-Watson stat 2.235996
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.861777 Mean dependent var 0.362000


Sum squared resid 0.006083 Durbin-Watson stat 2.476202

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0


68

Generalized Least Squares (GLS)

Varian lain dari metode least squares adalah Generalized Least Squares

(GLS). Metode ini digunakan ketika asumsi-asumsi yang disyaratkan oleh

metode OLS (heterokedastisitas dan nonautokorelasi) tidak terpenuhi.

Sebagaimana telah saya sebutkan sebelumnnya, penggunaan OLS pada kondisi

seperti ini akan menghasilkan penduga parameter regresi yang tidak lagi efisien

dan dapat memberikan penarikan kesimpulan (inferensi) yang menyesatkan.

4.3.4.3. Uji Autokorelasi

Uji klasik dengan metode autokorelasi biasanya cara yang populer

digunakan adalah dengan uji durbin watson. Dari hasil uji regresi metode fixed

effect dengan melihat hasil nilai statistik durbin watson (d) Weighted dan

Unweighted masing-masing adalah 2.235996 dan 2.476202. Nilai dL dan du

dengan jumlah observasi 30 dan jumlah variabel inflasi, PDRB, UMP dan

kemiskinan tanpa konstanta k adalah 4 pada tingkat signifikasi 5%, dan nilai

masing-masing adalah sebagai berikut :

- DL adalah 1,143

- Du adalah 1.739

- 4 - dL adalah 2.857

- 4 - du adalah 2.261

Dari gambar 4.7 terlihat bahawa nilai statistik Durbin Watsom (d)

Weighted dan Unweighted masing-masing adalah 2.235996 dan 2.476202 untuk


69

wieghted dan Unweighted besarnya antara 4- dU dan 4-dL sehingga berada di

daerah tidak ada keputusan atau ragu-ragu. Sehingga tidak mengandung

autokolerasi.

Sehingga keputusan dapat diambil dari hasil uji durbin watson ditunjukan

oleh gambar sebagai berikut :

Gambar 4.7
Keputusan Hasil Uji Autokorelasi

Tidak ada keputusan Tidak ada keputusan

Tidak ada autokorelasi

Autokorelasi Autokorelasi
positif negatif

0 dL dU 4-dU 4-dL 4
0 1,143 1,739 2,261 2,857 4
2.235996
2.476202
Sumber : olahan data eviews

4.4. Pembahasan dan Analisis

Hasil olah data yang telah dilakukan dengan menggunakan program

eviews maka dapat dilihat perbedaan dari 6 propinsi dengan melihat intersep dari

masing-masing propinsi yang ada di Pulau Jawa yaitu seperti pada tabel di bawah

ini :
70

Tabel 4.8

Tabel intersep masing-masing kota dengan nilai koefisien -7.431788

Belum Diurutkan Sudah Diurutkan


Propinsi Intersep Propinsi Intersep
_JKT—C -7.216928 _JATENG—C -7.385890
_JABAR—C -7.346702 _JABAR—C -7.346702
_JATENG—C -7.385890 _JKT—C -7.216928
_JOGJA—C -6.497626 _JATIM—C -7.156914
_JATIM—C -7.156914 _BANTEN—C -7.118344
_BANTEN—C -7.118344 _JOGJA—C -6.497626
Sumber : olahan data eviews

Y_JKT = -0.214859732524 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_JKT) - 0.00143933372136*X2_JKT +

0.0121138086625*X3_JKT + 0.399768848809*LOG(X4_JKT)

Y_JABAR = -0.0850863003865 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_JABAR) - 0.00143933372136*X2_JABAR +

0.0121138086625*X3_JABAR + 0.399768848809*LOG(X4_JABAR)

Y_JATENG = -0.0458984622673 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_JATENG) - 0.00143933372136*X2_JATENG +

0.0121138086625*X3_JATENG + 0.399768848809*LOG(X4_JATENG)
71

Y_JOGJA = 0.934162155192 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_JOGJA) - 0.00143933372136*X2_JOGJA +

0.0121138086625*X3_JOGJA + 0.399768848809*LOG(X4_JOGJA)

Y_JATIM = -0.274873984079 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_JATIM) - 0.00143933372136*X2_JATIM +

0.0121138086625*X3_JATIM + 0.399768848809*LOG(X4_JATIM)

Y_BANTEN = -0.313443675935 - 7.43178755732 +

0.00276200488705*LOG(X1_BANTEN) - 0.00143933372136*X2_BANTEN +

0.0121138086625*X3_BANTEN + 0.399768848809*LOG(X4_BANTEN)

Keterangan :

JKT : Jakarta

JABAR : Jawa Barat

JATENG : Jawa Tengah

JOGJA : DI Yogyakarta

JATIM : Jawa Timur

BANTEN : Banten
72

Berdasarkan hasil regresi metode GLS yang telah dilakukan di atas maka

diperoleh nilai intersep dari masing-masing kota. Hasil regresi metode GLS yang

sudah dilakukan setiap wilayah memiliki coefisisent intersep yang berbeda-beda,

hal itu menunjukan bahwa model GLS mampu menjelaskan adanya perbedaaan

perilaku ke enam propinsi tersebut. Terlihat nilai koefisien berdasarkan urutan

terbesar sampai terkecil, dan kota yang memiliki indeks gini terbesar adalah Jawa

Tengah dan yang memiliki Indeks Gini terkecil adalah Jogjakarta.

4.4.1. Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

Hasil estimasi regresi berganda model linier menunjukkan inflasi

berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di

Pulau Jawa. Yang berarti bahwa peningkatan inflasi akan meningkatkan

ketimpangan pada propinsi di Pulau Jawa.

Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa inflasi memiliki kolerasi

positif terhadap angka ketimpangan. Ini menunjukan semakin tinggi inflasi suatu

daerah semakin tinggi jumlah ketimpangan distribusi pendapatan. Hasil tersebut

sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam

penelitian ini. (Munandar dkk, 2007), Inflasi merupakan variabel yang

mempengaruhi distribusi pendapatan antar propinsi. Rendahnya inflasi dalam

jangka panjang serta stabilnya ekonomi makro merupakan situasi positif yang

mendorong investasi sehingga dipercaya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi


73

yang lebih tinggi dan memperbaiki distribusi pendapatan, sehingga kesejahteraan

orang miskin dapat meningkat secara permanen.

4.4.2. Analisis Pengaruh PDRB terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

Hasil estimasi regresi berganda model linier menunjukkan PDRB tidak

berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau

Jawa. Yang berarti bahwa peningkatan PDRB tidak berpengaruh terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan propinsi di Pulau Jawa.

Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan

antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Para teoretikus menyatakan

bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB

(Produk Domestik Bruto) dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) saja,

akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan,

kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan

oleh masyakat luas (Arsyad, 1999).

4.4.3. Analisis Pengaruh UMP terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

Hasil estimasi regresi berganda model linier menunjukkan UMP

berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di

Pulau Jawa. Yang berarti bahwa UMP yang rendah akan meningkatkan

ketimpangan pada propinsi di Pulau Jawa.


74

Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa UMP memiliki kolerasi positif

terhadap angka ketimpangan. Ini menunjukan semakin tinggi UMP suatu daerah

semakin tinggi jumlah ketimpangan distribusi pendapatan. Hasil tersebut sesuai

dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam

penelitian ini. Musfidar (2012). Melalui penelitian distribusi pendapatan di

Filipina menggunakan data tahun 1961-1991 mengatakan bahwa pendapatan dari

upah yang merupakan penghasilan bagi pekerja merupakan bagian terbesar dari

pendapatan rumah tangga dan memiliki kontribusi utama dalam mempengaruhi

distribusi pendapatan rumah tangga. Jadi apabila pendapatan dari rumah tangga

terhenti disebabkan oleh pemberhentian kerja maka pengahasilan rumah tangga

akan menurun berdampak pada lemahnya pendapatan daerah tersebut.

4.4.4. Analisis Pengaruh Kemiskinan terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

Hasil estimasi regresi berganda model linier menunjukkan kemiskinan

berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di

Pulau Jawa. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa kemiskinan memiliki

kolerasi positif terhadap angka ketimpangan. Ini menunjukan semangkin tinggi

kemiskinan disuatu daerah semakin tinggi jumlah ketimpangan distribusi

pendapatan.

Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi

landasan teori dalam penelitian ini. (Todaro, 1998), Kemiskinan sering

dimengerti hanya sebagai penyebab dari rendahnya pendapatan seseorang,

padahal kemisikinan merupakan masalah yang disebabkan dari berbagai faktor.


75

Rendahnya kesejahteraan biasanya dijadikan ukuran kemiskinan. Ada banyak

konsep dan definisi mengenai kemiskinan. Kemiskinan dapat di tinjau dari

beberapa sudut pandang. Secara umum kemiskinan adalah ketidak mampunan

seseorang untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari paling tidak untuk makan.

Dengan adanya angka kemiskinan yang tinggi maka sumber penerimaan daerah

akan berkurang sehingga akan menghambat pembangunan yang berujung pada

pendapatan daerah, ketimpangan distribusi pendapatan antara propinsi akan

semakin kentara.
76

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai analisis ketimpangan distribusi pendapatan

antar ropinsi di Pulau Jawa dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Inflasi yang terjadi di Pulau Jawa tahun 2007-2011 berdampak positif

terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau

Jawa. Hal ini menandakan laju inflasi dapat mendorong adanya

pembangunan dan meningkatnya tingkat perekonomian masyarakat.

Semakin meningkat inflasi maka ketimpangan distribusi pendapatan

antar propinsi juga akan semakin tinggi.

2. PDRB yang di gambarkan oleh laju PDRB atas dasar harga konstan

2000 tahun 2007-2011 di Pulau Jawa berpengaruh negatif terhadap

ketimpangan distribusi antar propinsi.

3. UMP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setiap propinsi di Pulau

Jawa tahun 2007-2011 berdampak positif terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan anatar propinsi di Pulau Jawa. Hal ini

menandakan tingkat UMP dapat mendorong adanya pembangunan di

daerahnya tersebut. Semakin meningkat UMP suatu daerah maka

ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi juga akan semakin

tinggi.
77

4. Kemiskinan berpengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan di Pulau Jawa. Apabila kemiskinan di tiap daerah semakin

meningkat maka berdampak pada rendahnya pendapatan suatu daerah,

sehingga akan mengganggu berjalannya roda perekonomian dan

berimbas pada lambatnya pembangunan daerah tersebut. Semakin

meningkat jumlah penduduk miskin suatu daerah maka ketimpangan

distribusi pendapatan antar propinsi akan semakin tinggi.

5.2. Implikasi

Dari hasil penelitian ini dapat diimplikasikan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan antar propinsi di Pulau Jawa,

antara lain : inflasi, PDRB, UMP, dan kemiskinan. Dimana faktor-faktor tersebut

saling berkaitan satu sama lain.

Implikasi yang dapat disampaikan atas temuan empiris dari penelitian ini adalah:

1. Pemerintah diharapkan mampu menetapkan regulasi yang unggul

agar inflasi yang terjadi tidak berpengaruh berpengaruh besar

terhadap harga barang dan jasa secara keseluruhan, karena apabila

inflasi tidak dapat di kendalikan maka akan meningkatkan angka

ketimpangan distribusi pendapatan. Bila masyarakat tidak mampu

mengikuti laju inflasi justru akan berdampak buruk pada kemiskinan

yang semakin meningkat.

2. Agar tingkat UMP sesuai dengan kebutuhan serta kinerja para pekerja

maka perlu adanya kebijakan yang bertujuan untuk peningkatan


78

SDM, misalnya dengan memberikan pelatihan agar angkatan kerja

memiliki keahlian di bidang pekerjaannya dengan mendorong

investasi yang bersifat padat karya agar pendapatan dari masyarakat

(khususnya menengah kebawah) meningkat, hal ini juga dapat

menurunkan kemiskinan.

3. Pemerataan dengan tujuan pencapaian kesejahteraan pada seluruh

golongan masyarakat menjadi tujuan utama dalam proses

pembangunan ekonomi, jadi pemerintah daerah maupun pusat harus

bersinergi dalam melaksanakan tahap-tahap untuk mencapai

pembangunan yang merata. Sehingga pembangunan yang telah

dirancang dapat berjalan sesuai dengan tujuan serta pencapaian yang

diinginkan.
79

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Widarjono. (2009), Ekonometrika pengantar dan Aplikasinya, Yogyakarta:


Ekonisia.
Albanesi (2007), Hubungan antara inflasi, dengan ketimpangan.
Arintoko (….) ― Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dikabupaten Banyumas
Jawa Tengah ‖. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Tahun…,61-70
Arsyad, Lincolin (2004), Ekonomi Pembangunan.: bagian penerbitan sekolah
tinggi ekonomi YKPN, Yogyakarta.

________ (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi


Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Boediono (1992), Teori Pertumbuhan Ekonomi.BPFE, Yogyakarta.


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013), Sistem Informasi dan
`manajemen data regional Diambil 14 september 2013 dari
http://www.simreg.bappenas.com.
Dumairy. (1996), Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Haeruman, (1996), ―Pembangunan Daerah dan Peluang Pemerataan
Pembangunan Antar Daerah‖, Prisma, no Khusus 25 tahun (1971-1996)
tahun XXV.
Haris Muandar, dkk (2007), ―Mencari Hubungan antara Kebijakan Moneter
dengan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan, Kajian Menggunakan
data Regional Indonesia‖ , JEL, Klasifikasi E58, E61, I32, D23, 53.
Hartono, B. (2008), ―Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi
Jawa Tengah‖, Tesis S-2, Program Pasca Sarjana, Universitas
Dipenegoro, Semarang.
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) tentang ―Dampak Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.

Jingan. M. L. (1993), Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Rajawali Press,


Jakarta Utara.
Kuncoro, Mudrajat. (2010), Ekonomi Permbangunan: Teori, masalah, dan
Kebijakan. YKPN, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajat. (2002), Analisis Spasial dan regional, Unit Percetakan AMP,
YKPN.
80

Lexy J Moloeng 2007, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya


Bandung
Musfidar, M. (2012), ―faktor-faktor yang mempengaruhi Ketimpangan Distribusi
Pendapatan di Sulawesi Selatan tahun 2001-2010‖, Skripsi sarjana
(dipublikasikan) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin
Makasar. Makasar.
Negara, R. 2013, ―analisis pengaruh kondisi inflasi terhadap ketimpangan distribusi
pendapatan pada negara berkembang‖. (Abstrak) Diambil 14 september 2013
dari http://www.pustaka.fe.unpad.ac.id.

Puspitawati, L,T, (2013), ―Analisis perbandingan faktor-faktor penyebab


Ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di kawasan
Kedaungsapur‖. Economics Development Analysis Journal, EDAJ 2(2).
ISSN 2252-6560.
Parhah, Siti (….), ―pengaruh variabel makroekonomi terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia‖. (Abstrak) Diambil 14 september
2013.
Retnosari, D. (2006), ―analisis pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah‖ Skripsi sarjana
(dipublikasikan) Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Safrida, dkk (2011), ―Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga
Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar‖
Sukirno, Sadono (2006), Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Prenada Media Group, Jakarta.
Syamsuddin, HM. (2011), ― perhitungan indeks gini rasio dan anlisis
kesenjangan distribusi pendapatan Kabupaten Tanjung Barat tahun 2006-
2010 ‖. Jurnal Paradigma Ekonomika, Vol 1 No 4 November.
Sugiyono (2006), Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung
Tambunan, T. H. (2001), Tranformasi Ekonomi Indonesia (Teori dan Penemuan
Empiris). Salemba Empat, Jakarta.
_______ (1996), Perekonimian Indonesia, Ghalia Indonesia.
_______ (2001), Perekonomian Indonesia, Teori, Temuan dan Empiris,Ghalia
Indonesia.
Todaro, M. P. (2000). ―Pembanguanan Ekonomi di Dunia Ketiga”. Jakarta:
Erlangga
81

________ (2003), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.

________ (2006), Pembangunan Ekonomi, jilid satu, edisi kesembilan, Jakarta:


Erlangga

Tarigan, R. (2004), Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Widiarto, (2001), ―Ketimpangan, Pemerataan dan Infrastruktur‖,
widoarto@bandung2. wasantara. net.id diunduh pada tanggal 08 Oktober
2013.
Williamson.J.G. (1965), ―Regional Inequality and the Process of National Development:
a Description of Pattern‖, Economic Cultural Change, Vol XIII, no. 4.
82

Lampiran

Indeks Gini menurut Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (%)

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011


1 DKI Jakarta 0,34 0,33 0,36 0,36 0,44
2 Jawa Barat 0,34 0,35 0,36 0,36 0,41
3 Jawa Tengah 0,33 0,31 0,32 0,34 0,38
4 D.I Yogyakarta 0,37 0,36 0,38 0,41 0,4
5 Jawa Timur 0,34 0,33 0,33 0,34 0,37
6 Banten 0,37 0,34 0,37 0,42 0,4
Sumber: www.simreg.bappenas.com

Inflasi Tahunan Menurut Propinsi di Pulau Jawa

Tahun 2007-2011 (%)

No. Propinsi 2007 2008 2009 2010 2011

1 DKI Jakarta 6.04 11.11 2.34 6.21 3.97

2 Jawa Barat 5.25 10.23 2.11 4.53 2.75

3 Jawa Tengah 6.75 10.34 3.19 7.11 2.87

4 D.I Yogyakarta 7.99 9.88 2.93 7.38 3.88

5 Jawa Timur 6.27 8.73 3.39 7.33 4.72

6 Banten 6.31 13.91 4.57 6.18 2.78

Sumber : Badan Pusat Sratistik Indones


83

Tingkat UMP Tahunan Menurut Propinsi di Pulau Jawa


Tahun 2007-2011 (Rp.)

Propinsi 2007 2008 2009 2010 2011

DKI Jakarta 900,560 972,604 1,069,865 1,118,009 1,290,000

Jawa Barat 516,840 568,193 628,191 671,500 732,000

Jawa Tengah 500,000 547,000 575,000 660,000 675,000

D.I Yogyakarta 500,000 586,000 700,000 745,695 808,000

Jawa Timur 448,500 500,000 570,000 630,000 705,000

Banten 746,500 837,000 917,500 955,300 1,000,000

Sumber: Dit. Pengupahan & Jamsostek, Ditjen PHI & Jamsostek, Depnakertrans

Persentase Kemiskinan Enam Propinsi di Pulau Jawa

Tahun 2007-2011

No. Propinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 DKI Jakarta 10.67 9.07 8.15 7.64 7.16 6.32

2 Jawa Barat 4.52 4.61 4.29 3.62 3.48 3.75

3 Jawa Tengah 20.32 18.99 18.32 17.23 16.83 16.08

4 D.I Yogyakarta 12.05 13.55 13.01 11.96 11.27 10.65

5 Jawa Timur 20.23 19.98 18.51 16.68 15.26 14.23

6 Banten 20.17 20.43 19.23 17.72 16.56 15.76

Sumber : Badan Pusat Sratistik Indonesia


84

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Atas Dasar Harga Konstan


2000 dan Pengeluaran Rill tahun 2007-2011
(Rp 1.000)

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Atas Dasar Harga Konstan


No Provinsi
2007 2008 2009 2010 2011
1 DKI Jakarta 332.971.254,83 353.723.390,53 371.469.499,10 395.622.437,36 422.237.210,44
2 Jawa Barat 274.180.307,83 291.205.836,70 303.405.250,51 322.223.816,79 343.111.243,18
3 Jawa Tengah 159.110.253,77 168.034.483,29 176.673.456,57 186.992.985,50 198.270.117,94
4 D.I Yogyakarta 18.291.511,71 19.212.481,03 20.064.256,65 21.044.041,54 22.131.774,05
5 Jawa Timur 288.404.312,28 305.538.686,62 320.861.168,91 342.280.765,51 366.984.301,20
6 Banten 75.349.610,92 79.700.684,04 83.453.729,29 88.552.188,22 94.206.710,58
Sumber: www.simreg.bappenas.com
85

Penentuan Metode Regresi

Tabel Hasil Estimasi Common Effect

Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 06/21/14 Time: 11:21
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30

Coefficien
Variable t Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.530366 0.098240 5.398668 0.0000


LOG(X1?) 0.003433 0.002187 1.569823 0.1290
X2? -0.004245 0.001853 -2.291407 0.0306
X3? -9.96E-06 0.001206 -0.008254 0.9935
LOG(X4?) -0.009116 0.005340 -1.707034 0.1002

R-squared 0.309680 Mean dependent var 0.362000


Adjusted R-squared 0.199229 S.D. dependent var 0.031883
S.E. of regression 0.028531 Akaike info criterion -4.124630
Sum squared resid 0.020351 Schwarz criterion -3.891097
Log likelihood 66.86945 F-statistic 2.803770
Durbin-Watson stat 1.215283 Prob(F-statistic) 0.047397

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0

Yit= β0+ β1 lnXit + β2 Xit+ β3X it + β4 lnX it+ eit

Yit= 0.530366 + 0.003433lnX1 - 0.004245X2 - 9.96E-06X3 - 0.009116lnX4 + eit

R2= 0.309680 N =30 F-stat = 2.803770


86

Tabel Hasil Estimasi Fixed Effect

Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 06/21/14 Time: 11:24
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.325985 1.920536 -3.814553 0.0011


LOG(X1?) 0.002015 0.001740 1.158263 0.2604
X2? -0.002113 0.001250 -1.690611 0.1064
X3? 0.012219 0.005811 2.102689 0.0484
LOG(X4?) 0.394721 0.097017 4.068570 0.0006
Fixed Effects (Cross)
_JKT—C -0.207801
_JABAR--C -0.081421
_JATENG--C -0.048812
_JOGJA--C 0.922184
_JATIM--C -0.274354
_BANTEN--C -0.309797

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.798472 Mean dependent var 0.362000


Adjusted R-squared 0.707784 S.D. dependent var 0.031883
S.E. of regression 0.017235 Akaike info criterion -5.022523
Sum squared resid 0.005941 Schwarz criterion -4.555457
Log likelihood 85.33785 F-statistic 8.804637
Durbin-Watson stat 2.435203 Prob(F-statistic) 0.000030

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0

Yit= β0+ β1 lnXit + β2 Xit+ β3X it + β4 lnX it+ eit

Yit= -7.325985 + 0.002015lnX1 - 0.002113X2 + 0.012219X3 + 0.394721lnX4 + eit

R2= 0.798472N =30 F-stat = 8.804637


87

Hasil Estimasi Random effect

Dependent Variable: Y?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 06/21/14 Time: 11:27
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.491202 0.116681 4.209780 0.0003
LOG(X1?) 0.001386 0.001567 0.884552 0.3848
X2? -0.004252 0.001137 -3.740353 0.0010
X3? -0.001630 0.001201 -1.357073 0.1869
LOG(X4?) -0.005007 0.006121 -0.818015 0.4211
Random Effects (Cross)
_JKT--C -0.005405
_JABAR--C -0.012285
_JATENG--C -0.010988
_JOGJA--C 0.009757
_JATIM--C -0.005249
_BANTEN--C 0.024170
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 0.013260 0.3718
Idiosyncratic random 0.017235 0.6282
Weighted Statistics
R-squared 0.310579 Mean dependent var 0.181918
Adjusted R-squared 0.200272 S.D. dependent var 0.027770
S.E. of regression 0.024834 Sum squared resid 0.015418
F-statistic 2.815577 Durbin-Watson stat 1.536574
Prob(F-statistic) 0.046739
Unweighted Statistics
R-squared 0.248302 Mean dependent var 0.362000
Sum squared resid 0.022160 Durbin-Watson stat 1.069106
Sumber: Olahan Data Eviews 6
88

Yit= β0+ β1 lnXit + β2 Xit+ β3X it + β4 lnX it+ eit

Yit= 0.491202+ 0.001386lnX1 - 0.004252X2 - 0.001630X3 - 0.005007lnX4 + eit

R20.310579 N =30 F-stat = 2.815577


89

Dependent Variable: Y?
Method: Pooled EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/21/14 Time: 10:56
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.431788 1.417825 -5.241681 0.0000


LOG(X1?) 0.002762 0.001200 2.300824 0.0323
X2? -0.001439 0.000994 -1.448438 0.1630
X3? 0.012114 0.003547 3.415652 0.0027
LOG(X4?) 0.399769 0.072056 5.548007 0.0000
Fixed Effects (Cross)
_JKT—C -0.214860
_JABAR—C -0.085086
_JATENG—C -0.045898
_JOGJA—C 0.934162
_JATIM—C -0.274874
_BANTEN—C -0.313444

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.870980 Mean dependent var 0.460878


Adjusted R-squared 0.812921 S.D. dependent var 0.190899
S.E. of regression 0.016850 Sum squared resid 0.005678
F-statistic 15.00167 Durbin-Watson stat 2.235996
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.861777 Mean dependent var 0.362000


Sum squared resid 0.006083 Durbin-Watson stat 2.476202

Sumber: Olahan Data Eviews 6.0

Anda mungkin juga menyukai