Anda di halaman 1dari 16

METODE SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

1.
JUN

12

Mengenal Sistem Pendukung Keputusan


Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem yang digunakan untuk
mempermudah Decision Maker (si pengambil keputusan) dalam menentukan sebuah keputusan
memilih berbagai alternatif keputusan yang diperoleh dari pengolahan informasi yang tersedia.
Sistem Pendukung Keputusan dibuat dengan menggunakan metode algoritma pendukung
keputusan.
Dalam membuat suatu Sistem Pendukung Keputusan kita harus bisa mencapai tujuan dari Sistem
Pendukung Keputusan. Tiga tujuan yang harus dicapai oleh sistem pendukung keputusan, yaitu:

1. Sistem harus dapat membantu manajer dalam membuat keputusan guna memecahkan
masalah semi terstruktur atau tidak terstruktur.
2. Sistem harus dapat mendukung manajer, bukan mencoba menggantikannya.
3. Sistem harus dapat meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer.

Sistem Pendukung Keputusan ini memiliki beberapa manfaat, selain


mempermudah decision maker (si pengambil keputusan) dalam mengambil keputusan. Berikut ini
beberapa manfaat dari Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut :

4. Sistem Pendukung Keputusan dapat memperluas ruang lingkup kemampuan si pengambil


keputusan dalam memproses data atau informasi bagi pemakainya.
5. Sistem Pendukung Keputusan dapat membantu si pengambil keputusan dalam memecahkan
suatu permasalahan terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
6. Sistem Pendukung Keputusan menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat
diandalkan.
Seperti yang dijelaskan diatas, untuk membuat Sistem Pendukung Keputusan kita meggunakan
metode algoritma pendukung keputusan. Adapun macam-macam metode algoritma yang
digunakan dalam Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut :

1. Metode Sistem pakar


2. Metode Regresi linier
3. Metode B/C Ratio
4. Metode AHP

5. Metode IRR
6. Metode NPV
7. Metode FMADM
8. Metode SAW

sumber http://news.palcomtech.com/2014/03/mengenal-sistem-pendukung-keputusan/
Diposting 12th June 2014 oleh Muhammad Teguh Pratama

Tambahkan komentar

2.
JUN

12

Metode Simple Additive Weighting (SAW)


1.1 Pengertian Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Metode Simple AdditiveWeighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode


penjumlahan terbobot.

Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap
alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967)(MacCrimmon, 1968).

Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang
dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metodeini merupakan
metode yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi situasi
Multiple Attribute Decision Making (MADM). MADM itu sendiri merupakan suatu metode
yang digunakan untuk mencari alternatifoptimal dari sejumlah alternatifdengan kriteria
tertentu.
Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap
atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian
antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Rating tiap atribut
haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks sebelumnya.

1.2 Langkah Penyelesaian Simple Additive Weighting(SAW)

Langkah Penyelesaian SAW sebagai berikut :

1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan,


yaitu Ci.

2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria(Ci), kemudian melakukan normalisasi


matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut
keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R.

4. Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks
ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih
sebagai alternatif terbaik (Ai)sebagai solusi.

Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah :

Dimana :

rij = rating kinerja ternormalisasi

Maxij = nilai maksimum dari setiap baris dan kolom

Minij = nilai minimum dari setiap baris dan kolom

Xij = baris dan kolom dari matriks

Dengan rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i =1,2,…m dan
j = 1,2,…,n.

Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :

Dimana :

Vi = Nilai akhir dari alternatif

wj = Bobot yang telah ditentukan

rij = Normalisasi matriks


Nilai Viyang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatifAi lebih terpilih

Contoh kasus1:

Bagian kemahasiswaan telah membuat pengumuman tentang dibukanya kesempatan


memperoleh “BEASISWA”.Beasiswa ini diperuntukkan untuk tiga Mahasiswa. Jumlah pendaftar
sampai pada tanggal terakhir terkumpul 50 mahasiswa.

 Tugas Kita, adalah “membangun Sistem Pendukung Keputusan untuk menentukan calon
penerima beasiswa bagi mahasiswa”.

Langkah-Langkah

MASALAH

 “ seleksi calon penerima beasiswa “

Kriteria

 Usia, jumlah penghasilan orangtua, semester, jumlah tanggungan orangtua, dan jumlah saudara
kandung.

Penentuan criteria yang dapat digolongkan ke dalam criteria benefit

 Jumlah tanggungan orangtua,

 jumlah saudara kandung, dan

 IPK

Penentuan criteria yang dapat digolongkan ke dalam criteria cost


 Usia

 Jumlah penghasilan orangtua

 semester

Pembuatan table,

No KRITERIA KETERANGAN
1 C1 Usia

2 C2 Jumlah Penghasilan Orangtua

3 C3 Semester

4 C4 Jumlah Tanggungan Orangtua

5 C5 Jumlah saudara kandung

6 C6 IPK

Kriteria dan Pembobotan

Teknik pembobotan pada criteria dapat dilakukan dengan beragai macam cara dan metode yang
abash. Pase ini dikenal dengan istilah pra-proses. Namun bisa juga dengan cara secara sederhana
dengan memberikan nilai pada masing-masing secara langsung berdasarkan persentasi nilai bobotnya.
Se dangkan untuk yang lebih lebih baik bisa digunakan fuzzy logic. Penggunaan Fuzzy logic, sangat
dianjurkan bila kritieria yang dipilih mempunyai sifat yang relative, misal Umur, Panas, Tinggi, Baik
atau sifat lainnya.

Contoh Pembobotan criteria

Pembobotan (W)
No KRITERIA Nilai bobot

1 C1 0.15

2 C2 0.30

3 C3 0.10

4 C4 0.20

5 C5 0.10

6 C6 0.15

Total 1

Keterangan
A : Calon yang diseleksi
C : Kriteria

Diubah ke dalam matrik keputusan sebagai berikut:

Penghitungan Normalisasi

Untuk normalisai nilai, jika faktor kriteria cost digunakanan rumusan

Rii = ( min{Xij} / Xij)

Maka nilai-nilai normalisasi cost menjadi:

R11 = min{1;0.75;0.5} / 1 = 0.5 / 1 = 0.5


R21 = min{1;0.75;0.5} / 0.75 = 0.5 / 0.75 = 0.67
R31 = min{1;0.75;0.5} / 1 = 0.5 / 0.5 = 1

R12 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5 = 0.5 / 0.5 = 1


R22 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5 = 0.5 / 0.5 = 1
R32 = min{0.5;0.5;0.5} / 0.5 = 0.5 / 0.5 = 1
R13 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.8 = 0.6 / 0.8 = 0.75
R23 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.6 = 0.6 / 0.6 = 1
R33 = min{0.8;0.6;0.6} / 0.6 = 0.6 / 0.6 = 1

Untuk normalisai nilai, jika faktor kriteria benefit digunakanan rumusan

Rii = ( Xij / max{Xij})

Maka nilai-nilai normalisasi benefit menjadi:

R14 = 1.00 / max{1; 0.5;0.25} = 1/1 =1


R24 = 0.50 / max{1; 0.5;0.25} = 0.5 / 1 = 0.5
R34 = 0.25 / max{1; 0.5;0.25} = 0.25 / 1 = 0.25

R15 = 1.00 / max{1; 0.5;0.25} = 1/1 =1


R25 = 0.50 / max{1; 0.5;0.25} = 0.5 / 1 = 0.5
R35 = 0.25 / max{1; 0.5;0.25} = 0.25 / 1 = 0.25

R16 = 0.50 / max{0.5; 0.75;0.25} = 0.5 / 0.75 = 0.67


R26 = 0.75 / max{0.5; 0.75;0.25} = 0.75 / 0.75 = 1
R36 = 0.25 / max{0.5; 0.75;0.25} = 0.25 / 0.75 = 0.33

Tabel faktor ternormalisasi

Perangkingan
Keterangan:

Vi = rangking untuk setiap alternatif


wj = nilai bobot dari setiap kriteria
rij = nilai rating kinerja ternormalisasi

V1 = 0,8505
V2 = 0,8005
V3 = 0,6745

Kesimpulan

Berdasarkan nilai perankingan maka dapat direkomendasikan prioritas calon penerima


beasiswa adalah V1, V2, dan V3

Contoh kasus 2

Suatu institusi perguruan tinggi akan memilih seorang karyawannya untuk dipromosikan sebagai
kepala unit sistem informasi.

Ada empat kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian, yaitu:

C1 = tes pengetahuan (wawasan) sistem informasi

C2 = praktek instalasi jaringan

C3 = tes kepribadian

C4 = tes pengetahuan agama

Pengambil keputusan memberikan bobot untuk setiap kriteria sebagai berikut: C1 = 35%; C2 = 25%;
C3 = 25%; dan C4 = 15%.

Ada enam orang karyawan yang menjadi kandidat (alternatif) untuk dipromosikan sebagai kepala unit,
yaitu:
A1 = Indra,

A2 = Roni,

A3 = Putri,

A4 = Dani,

A5 = Ratna, dan

A6 = Mira.

Tabel nilai alternatif di setiap kriteria:

Kriteria
Alternatif
C1 C2 C3 C4

Indra 70 50 80 60

Roni 50 60 82 70

Putri 85 55 80 75

Dani 82 70 65 85

Ratna 75 75 85 74

Mira 62 50 75 80

sumber http://belajarbersamawegi.blogspot.com/2013/06/metode-simple-additive-weighting-
saw.html

Diposting 12th June 2014 oleh Muhammad Teguh Pratama

Tambahkan komentar

3.
JUN

12

AHP
AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik dalam pengambilan
keputusan. Dalam mengambil keputusan, kita mempunyai kriteria sebagai dasar penilaian, dan
kita juga akan dihadapkan dengan lebih dari satu alternative pilihan. Jika alternative pilihan
tersebut hanya ada dua, mungkin masih mudah buat kita untuk memilih, akan tetapi jika alternative
pilihan tersebut banyak, maka cukup sulit bagi kita untuk memutuskannya. AHP merupakan teknik
yang dikembangkan untuk membantu mengatasi kesulitan ini. Dalam AHP, semua alternative
plilihan diadu satu lawan satu, seperti pada pertandingan sepak bola dengan system setengah
kompetisi. Skor dari masing-masing pasangan kemudian ditabulasi untuk dihitung total skor untuk
masing-masing alternative. Ada satu kelemahan dalam AHP, yaitu bisa terjadi kita tidak konsisten
dalam memberi bobot, apalagi kalau item/pasangannya banyak. Tetapi jangan kuatir karena ada
alat/tool untuk mengeceknya.
Selanjutnya untuk lebih mempermudah, maka penjelasan mengenai AHP ini akan
dilakukan melalui pembahasan sebuah contoh penggunaannya. Kita ambil suatu contoh berikut:
Dalam memilih istri, Si Bangbang mempunyai 3 kriteria, yaitu ceweknya harus cantik, memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi dan berasal dari keluarga yang kaya. Saat ini Bangbang memiliki
3 orang pacar, yang dipacarinya secara bergantian (playboy juga si Bangbang
ini), Fitri, Yayudan Grace. Selain playboy, ternyata Bangbang juga cukup pintar, dia baru saja
mendapat nilai A dalam mata kuliah Methoda Pengambilan Keputusan, yang salah satu topiknya
membahas AHP. Sehingga dia mau mempraktekan ilmu AHP ini dalam memilih istrinya.
Yang pertama yang dilakukan Bangbang adalah menentukan bobot untuk ketiga kriteria, mana
yang paling penting. Ketiga kriteria tersebut di-adu satu lawan satu, yang dalam terminologi AHP
disebut pair-wise comparation (terjemahannya apa ya?). Si Bangbang merasa:

 Cantik lebih penting 2 kali dari pendidikan.


 Cantik lebih penting 3 kali dari kaya, dan
 Pendidikan lebih penting 1.5 kali dari kaya.
Selanjutnya hasil pair-wire comparation ini oleh Bangbang dibuat tabulasinya, yang dalam istilah
AHP disebut sebagai pair comparation matrix, seperti terlihat pada gambar berikut.

Dari gambar diatas, Prioity Vector (kolom paling kanan) menunjukan bobot dari masing-masing
kriteria, jadi dalam hal ini cantik merupakan bobot tertinggi/terpenting menurut Bangbang, disusul
pendidikan dan yang terakhir adalah kaya. Bagaimana cara membuat matrix ini?:

 Hasil pair wise comparation diatas diisi pada sel berwarna putih (bagian kanan atas
matrix), dengan aturan baris vs kolom. Jadi angka 2(cantik lebih penting 2 kali dari pendidikan)
diisi pada sel yang merupakan perpotongan antara baris cantik dan kolom
pendidikan. Angka 3(Cantik lebih penting 3 kali dari kaya) diisi pada sel yang merupakan
perpotongan antara baris cantik dan kolom kaya. Begitu juga dengan
angka 1.5 (Pendidikan lebih penting 1.5 kali dari kaya) diisi pada sel yang merupakan
perpotongan antara baris pendidikan dan kolom kaya. Sampai disini semua sel di kanan atas
matrix (sel berlatar belakang Putih) terisi. Pada sel dengan baris dan kolom sama (Cantik-Cantik
atau Pendidikan-Pendidikan atau Kaya-Kaya), sel berlatar belakang Hijau diisi dengan angka 1
(Kenapa? Ayo Siapa yang tahu?). Kemudian sel pada bagian Kiri bawah matrix (berlatar belakang
Abu-Abu) diisi dengan angka kebalikan dari sel disebelah Kiri atas. Jadi pada sel Pendidikan-
Cantik diisi dengan angka 1/2, yaitu kebalikan dari angka 2 yang berada pada sel Cantik-
Pendidikan, dstnya.
 Baris Jumlah (baris paling bawah) merupakan penjumlahan dari semua angka yang ada pada
baris diatasnya dalam satu kolom.
 Kolom Priority Vector, merupakan hasil penjumlahan dari semua sel disebelah Kirinya (pada
baris yang sama) setelah terlebih dahulu dibagi dengan sel Jumlah yang ada dibawahnya,
kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan angka 3 (angka 3 karena kriterianya ada 3,
yaitu Cantik, Pendidikan dan Kaya). Bingung??? Supaya nggak bingung, kita ambil contoh saja,
angka 0.5455 pada sel yang merupakan perpotongan antara baris Cantik dan kolom Priority
diperoleh dari 1/3x(1/1.8333+2/3.6667+3/5.500). Angka 0.2727 pada sel yang merupakan
perpotongan antara baris Pendidikan dan kolom Priority diperoleh dari
1/3x(0.5/1.8333+1/3.6667+1.5/5.500). Angka 0.1818 pada sel yang merupakan perpotongan
antara baris Kaya dan kolom Priority diperoleh dari
1/3x(0.33/1.8333+0.6667/3.67+1/5.500). Sudah jelaskan?
Sekarang timbul pertanyaan, kenapa hanya untuk memberi bobot pada kriteria kok memerlukan
langkah dan perhitungan yang ruwet gini?? Ya kalau jumlah kriterianya hanya tiga,
memang terasa terlalu ruwet, tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Akan tetapi
kalau jumlah kriterianya banyak maka walaupun agak ruwet tetapi cara ini sangat
membantu. Selain itu, sebenarnya perhitungan ini juga dimaksud menyamakan rentang/skala
bobot untuk setiap pasangan, atau dalam bahwa AHP disebut normalized (bahasa Indonesianya
apa ya? dinormalkan?? atau dibuat normal??).
Setelah Bangbang mendapatkan bobot untuk setiap kriteria (yang ada pada kolom
Priority Vector), maka selanjutnya dia mau mengecek apakah bobot yang dia dibuat konsisten
atau tidak. Untuk hal ini, yang pertama yang dilakukan adalah menghitung Pricipal Eigen
Value (max) matrix diatas dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara sel pada baris
jumlah dan sel pada kolom Priority Vector, sbb:
1.8333×0.5455+3.6667×0.2727+5.5×0.1818=3. Kemudian Bangbang menghitung Consistency
Index (CI), dengan rumus CI = (max-n)/(n-1) dengan n adalah jumlah kriteria (dalam hal ini 3), jadi
CI = (3-3)/(3-1)=0/2=0. CI sama dengan nol berarti pembobotan yang dilakukan sangat
konsisten. Untuk pembobotan dengan jumlah kriteria yang cukup banyak (diatas 5 kriteria),
pembobotan yang konsisten (CI=0) seperti ini sangat sulit dicapai. Oleh karena itu, pada batas
tertentu HPS masih mau menerima ketidak konsistenan ini. Batas toleransi ketidak konsistenan
ditentukan oleh nilai Random Consistency Index (CR)yang diperoleh dengan rumus CR=CI/RI,
nilai RI bergantung pada jumlah kriteria seperti pada tabel berikut:

Jadi untuk n=3, RI=0.58.


Jika hasil perhitungan CR lebih kecil atau sama dengan 10% , ketidak konsistenan masih bisa
diterima, sebaliknya jika lebih besar dari 10%, tidak bisa diterima.
Sampai disini, Bangbang sudah memiliki bobot untuk setiap kriterianya. Selanjutnya dia mau
menilai ketiga pacarnya berdasarkan ketiga kriteria tersebut. Pertama, Bangbang akan menilai
siapa dari ketiga pacarnya tersebut yang paling cantik. Dia berencana dalam kencan minggu
depan akan digunakan untuk melakukan hal ini. Pada akhir minggu, setelah kencan tersebut, dia
berhasil memetakan hasil penilaiannya dalam bentuk pair-wire comparation berikut:

 Yayu 4 kali lebih cantik dari Grace.


 Yayu 3 kali lebih cantik dari Fitri.
 Grace 1/2 kali lebih cantik dari Fitri.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:

Arti dari tabel ini adalah dari ketiga pacar Bangbang, yang paling cantik adalah Yayu dengan skor
0.6276 (dalam skala 1), disusul Fitri dengan skor 0.2395 dan Grace dengan skor 0.1373.
Perhatikan, nilai CI adalah 0.01 yang berarti pembobotan yang dibuat Bangbang tidak terlalu
konsisten (ayo, siapa yang bisa nebak kenapa tidak konsisten?), namun karena nilai CR=2.2%
lebih kecil dari 10%, maka ketidak konsistenan ini masih bisa diterima.
Selanjutnya Bangbang akan menilai tingkat pendidikan dari ketiga pacarnya. Penilaian ini bagi
Bangbang tidak sulit karena sejak awal berpacaran Bangbang sudah tahu bahwa Si Yayu yang
sehari-hari bekerja sebagai kasir di sebuah toko swalayan hanya tamatan SMA. Grace yang
menduduki salah satu direksi di perusahaan keluarganya adalah lulusan S1 ekonomi dari salah
satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Sedangkan Fitri adalah teman kuliahnya di program paska
sarjana salah satu perguruan tinggi di Bandung. Bangbang memberi bobot pendidikan untuk
ketiga pacarnya sbb:

 Tingkat pendidikan Yayu 1/3 Grace.


 Tingkat pendidikan Yayu 1/4 Fitri.
 Tingkat pendidikan Grace 1/2 Yayu.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:

Dari tabel ini terlihat bahwa Fitri yang mahasiswa S2 mendapat nilai tertinggi yaitu 0.5571 disusul
Grace dengan nilai 0.3202 dan terakhir Yayu dengan nilai 0.1226. Sekali lagi terlihat bahwa
pembobotan ini tidak konsisten, namun masih bisa diterima karena nilai CR masih dibawah 10%.
Yang terakhir Bangbang akan menilai kekayaan dari ketiga pacarnya. Ini juga tidak sulit bagi
Bangbang, dan hasilnya adalah sbb:

 Bobot kekayaan Yayu 1/100 kali bobot kekayaan Grace.


 Bobot kekayaan Yayu 1/10 kali bobot kekayaan Fitri.
 Bobot kekayaan Grace 10 kali bobot kekayaan Fitri.
Pair-wire comparation matrix-nya adalah sbb:

Jadi hasil penilaian Bangbang adalah grace yang paling kaya dengan skor 0.9009, disusul Fitri
dengan skor 0.0901 dan yang terakhir Yayu dengan skor 0.0090. Pada pembobotan kali ini
Bangbang sangat konsisten, ini terlihat dari nilai CI=0.
Setelah mendapatkan bobot untuk ketiga kriteria dan skor untuk masing-masing kriteria bagi ketiga
pacarnya, maka langkah terakhir adalah menghitung total skor untuk ketiga pacarnya. Untuk itu
Bangbang akan merangkum semua hasil penilaiannya tersebut dalam bentuk tabel yang
disebut Overall composite weight, seperti berikut.

Cara mengisi tabel ini adalah sbb:

 Kolom Weight diambil dari kolom Priority Vektordalam matrix Kriteria.


 Ketiga kolom lainnya (Yayu, Grace dan Fitri) diambil dari kolom Priority Vector ketiga
matrix Cantik, Pendidikan dan Kekayaan.
 Baris Composite Weight diperoleh dari jumlah hasil perkalian sel diatasnya dengan
weight. Composite weight untuk Yayu =
0.5455×0.6232+0.2727×0.1226+0.1818×0.0090=0.3750. Composite weight untuk Grace =
0.5455×0.1373+0.2727×0.3202+0.1818×0.9009=0.3260. Composite weight untuk Fitri =
0.5455×0.2395+0.2727×0.5571+0.1818×0.0901=0.2990.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Yayumempunyai skor yang paling tinggi yaitu 0.3750,
disusul Grace dengan skor 0.3260 dan yang terakhir Fitri dengan skor 0.2990. AKhirnya
Bangbang akan memilih Yayu sebagai istrinya.

sumber http://asro.wordpress.com/2008/06/26/ahp-ditulis-ulang/
Diposting 12th June 2014 oleh Muhammad Teguh Pratama

Tambahkan komentar

4.
JUN

12

Metode TOPSIS dalam Sistem Pendukung Keputusan (SPK)


Metode TOPSIS

Metode TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang
pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang pada tahun
1981. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk
menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. TOPSIS memiliki konsep dimana
alternatif yang terpilih merupakan alternatif terbaik yang memiliki jarak terpendek dari
solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif [4].
Semakin banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses
pengambilan keputusan, maka semakin relatif sulit juga untuk mengambil
keputusan terhadap suatu permasalahan. Apalagi jika upaya pengambilan
keputusan dari suatu permasalahan tertentu, selain mempertimbangkan berbagai faktor/krite
ria yang beragam, juga melibatkan beberapa orang pengambil
keputusan. Permasalahan yang demikian dikenal dengan permasalahan multiple criteria dec
ision making (MCDM). Dengan kata lain, MCDM juga dapat disebut
sebagai suatu pengambilan keputusan untuk memilih alternatif terbaik dari
sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Metode TOPSISdigunakan seba
gai suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan multiple
criteria decision making. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami,
komputasinya efisien dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari alternatif-
alternatif keputusan.
Langkah-langkah Metode TOPSIS

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan


metode TOPSIS adalah sebagai berikut [4]:

0. Menggambarkan alternatif (m) dan kriteria (n) ke dalam sebuah matriks, dimana Xij
adalah pengukuran pilihan dari alternatif ke-i dan kriteria ke-j.Matriks ini dapat dilihat pada
persamaan satu.

1. Membuat matriks R yaitu matriks keputusan ternormalisasi Setiap normalisasi dari nilai rij
dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan persamaan dua.

2. Membuat pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasi Setelah dinormalisasi, setiap kolom
pada matriks R dikalikan dengan bobotbobot (wj) untuk menghasilkan matriks pada persamaan
tiga.
3. Menentukan nilai solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal dinotasikan A+,
sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan A-. Persamaan untuk menentukan solusi ideal dapat
dilihat pada persamaan empat.

4. Menghitung separation measure. Separation measure ini merupakan


pengukuran jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal positif dan solusi ideal
negatif.
- Perhitungan solusi ideal positif dapat dilihat pada persamaan lima :

- Perhitungan solusi ideal negatif dapat dilihat pada persamaan enam :


5. Menghitung nilai preferensi untuk setiap alternatif. Untuk menentukan ranking tiap-tiap
alternatif yang ada maka perlu dihitung terlebih dahulu nilai
preferensi dari tiap alternatif. Perhitungan nilai preferensi dapat dilihat melalui persamaan
tujuh.

Setelah didapat nilai Ci+, maka alternatif dapat diranking berdasarkan


urutan Ci+. Dari hasil perankingan ini dapat dilihat alternatif terbaik yaitu alternatif yang
memiliki jarak terpendek dari solusi ideal dan berjarak terjauh dari solusi ideal negatif.

sumber : undip.ac.id

Diposting 12th June 2014 oleh Muhammad Teguh Pratama

Tambahkan komentar

5.
JUN

12
(Metode) Weighted Product (WP)
Weigthted Product adalah metode penyelesaian dengan menggunakan perkalian untuk
menghubungkan rating atribut, dimana rating harus dipangkatkan terlebih dahulu dengan bobot
atribut yang bersangkutan. Proses ini sama halnya dengan proses normalisasi.

Rumus diatas digunakan untuk menormalisasikan nilai yang akan di gunakan.

rumus diatas digunakan untuk mencari nilai akhir.

Contoh Kasus
Suatu perusahaan di Daerah Pekanbaru ingin membangun sebuah
gudang yang akan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan sementara hasil produksinya.
Ada 3 lokasi yang akan menjadi alternatif, yaitu:
A1 = Panam,
A2 = Marpoyan,
A3 = Rumbai.
Ada 5 kriteria yang dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan, yaitu:
C1 = jarak dengan pasar terdekat (km),
C2 = kepadatan penduduk di sekitar lokasi(orang/km2);
C3 = jarak dari pabrik (km);
C4 = jarak dengan gudang yang sudah ada (km);
C5 = harga tanah untuk lokasi (x1000 Rp/m2).
Nilai setiap alternatif di setiap kriteria:

Tingkat kepentingan setiap kriteria, juga dinilai


dengan 1 sampai 5, yaitu:
1 = Sangat rendah,
2 = Rendah,
3 = Cukup,
4 = Tinggi,
5 = Sangat Tinggi.
Pengambil keputusan memberikan bobot
preferensi sebagai:
W = (5, 3, 4, 4, 2)
Kategori setiap kriteria:
Kriteria C2 (kepadatan penduduk di sekitar lokasi)
dan C4 (jarak dengan gudang yang sudah ada)
adalah kriteria keuntungan;
Kriteria C1 (jarak dengan pasar terdekat), C3
(jarak dari pabrik), dan C5 (harga tanah untuk
lokasi) adalah kriteria biaya.
Sebelumnya dilakukan perbaikan bobot terlebih
dahulu seperti sehingga w = 1, diperoleh w1 =
0,28; w2 = 0,17; w3 = 0,22; w4 = 0,22; dan w5 =
0,11.
Kemudian vektor S dapat dihitung sebagai
berikut:
Nilai vektor V yang akan digunakan untuk perankingan
dapat dihitung sebagai berikut:

Nilai terbesar ada pada V2 sehingga alternatif A2 adalah


alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik.
Dengan kata lain, Marpoyan akan terpilih sebagai lokasi
untuk mendirikan gudang baru.

sumber http://aeroyid.wordpress.com/2014/01/16/metode-weighted-product-wp/
Diposting 12th June 2014 oleh Muhammad Teguh Pratama

Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai