M. Chairil-Herpes Zoster
M. Chairil-Herpes Zoster
HERPES ZOSTER
Oleh :
Pembimbing :
2020
LEMBAR PENGESAHAN
klinik pada bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing,
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah,
akhirnya laporan kasus yang berjudul “Herpes Zoster” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Laporan Kasus ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
dr. Helena Kendengan, Sp. KK selaku pembimbing dalam laporan kasus ini yang
ini.
kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
penulis demi kebaikan di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Secara etimologi Herpes Zoster berasal dari bahasa yunani yaitu herpein
(merayap) dan zoster (sabuk).1 Istilah awam masyarakat sendiri biasa menyebut
dengan istilah cacar api dikarenakan terdapat ruam kulit yang menimbulkan nyeri
Herpes zoster yang sering disebut dengan istilah shingles adalah penyakit
yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV), dengan manifestasi klinis
berupa nyeri disertai blister yang muncul mengikuti dermatom saraf dan sering
terbatas pada area di satu sisi tubuh dan membentuk garis. Infeksi awal herpes
zoster adalah varicella atau cacar air yang biasanya menyerang pada usia anak
hingga remaja. Setelah varicella sembuh, virus ini akan dalam keadaan dorman di
ganglion saraf dan dapat teraktivasi menimbulkan herpes zoster apabila imunitas
menurun.3
dengan sekitar 500.000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Herpes zoster
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
1
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
dengan dosis 800 mg lima kali sehari selama tujuh sampai 10 hari. Selain itu
diberikn analgetik untuk menghilangkan rasa nyerinya dan bedak salicyl talc
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
biasa menyebut dengan istilah cacar api dikarenakan terdapat ruam kulit
yang menimbulkan nyeri dan seringkali disertai lepuh atau cacar ular.2
oleh reaktivasi dari Varicella Zoster Virus (VZV) dengan manifestasi klinis
berupa nyeri disertai blister yang muncul mengikuti dermatom saraf dan
sering terbatas pada area di satu sisi tubuh dan membentuk garis. Infeksi
awal herpes zoster adalah varicella atau cacar air yang biasanya menyerang
pada usia anak hingga remaja. Setelah varicella sembuh, virus ini akan
B. EPIDEMIOLOGI
musiman dan tidak tergantung pada prevalensi varisela. Tidak ada bukti
virus host dan keberadaan respons imun yang diperlukan untuk mencegah
3
Terdapat 1 juta kasus herpes zoster yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahun, dengan insiden 1,2 sampai 4,8 kasus per 1000 orang per tahun.
Herpes zoster biasanya muncul pada orang berkulit putih (35% lebih tinggi
dibandingkan orang kulit gelap) dan insiden meningkat 3 sampai 7 kali lebih
laki-laki (3,8 kasus per 1000 penduduk per tahun pada wanita dan 2,6 kasus
Secara umum, herpes zoster jarang terjadi pada individu yang berusia
kurang dari 10 tahun dan jarang terjadi pada bayi. Semakin muda seorang
akan berkembang masa kanak-kanak atau dewasa awal. Dalam hal ini,
herpes zoster infantil lebih sering dikaitkan dengan infeksi virus uterus
berkembang, dan karena itu mereka berisiko untuk herpes zoster setelah
kelahiran.9
Varicella zoster virus (VZV) memiliki level infektifitas yang tinggi dan
memiliki kaitan dengan musim dan tidak terjadi epidemik. Hubungan yang
kuat terdapat pada peningkatan usia, yaitu 1,2 sampai 3,4 per 1000
4
penduduk per tahun pada orang sehat berusia muda, dan meningkat menjadi
3,9 sampai dengan 11,8 per 1000 penduduk pada usia di atas 65 tahun.10
genetik dengan penyakit Herpes Zoster. Suatu studi pada tahun 1994 di
herpes zoster, insiden 2,1 per 100.000 penduduk per tahun dan meningkat
menjadi 9,3 per 100.000 penduduk per tahun pada usia 60 tahun ke atas.8
hingga 2013 mencapai 2.232 kasus. Puncak kasus terjadi pada penderita
berusia 45-64 tahun dengan jumlah 851 kasus atau 37,95 persen dari total
C. ETIOLOGI
5
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar
air (chicken pox) dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi
taksonomi sebagai berikut :
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Varicella zoster adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan
primata (simian). Pertikel virus (virion) varicella zoster memiliki ukuran
120-300 nm. Virus ini memiliki 69 daerah yang mengkodekan gen tertentu
sedangkan genom virus ini berukuran 125 kb (kilo-basa). Komposisi virion
adalah berupa kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang berfungsi
untuk melindungi inti berisi DNA double stranded genom. Nukleokapsid
memiliki bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri
dari 162 protein yang dikenal dengan istilah kapsomer. Virus ini akan
mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan menjadi tidak berbahaya
apabila bagian amplop virus ini rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi
melalui pernapasan dan melalui vesikel pada kulit pada penderita.11
D. PATOGENESIS
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal
sampai serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus
membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam varicella terbanyak yang
diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke
L27
6
Walaupun virus laten di ganglia mempertahankan potensi untuk
infektivitas penuh, reaktivasi bias sewaktu-waktu dan jarang, infeksi virus
tdak tampak saat fase laten. Mekanisme yang terlibat dalam reaktivasi VZV
laten tidak jelas, namun reaktivasi telah dikaitkan dengan immunosupresi,
stres emosional, iradiasi dari sumsum tulang belakang, keterlibatan tumor,
serabut ganglion dorsalis, atau struktur yang berdekatan, trauma lokal,
manipulasi bedah tulang belakang , dan sinusitis frontalis (sebagai endapan
zoster oftalmica). Yang paling penting adalah penurunan kekebalan seluler
VZV spesifik yang terjadi dengan bertambahnya usia 7
7
Gambar2. Varicella dan Herpes Zoster
A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer varicella-zoster virus (VZV) virus
menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam fase laten dalam ganglia untuk
kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan tubuh berkurang, VZV aktif
kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan direplikasi di
kulit.7
Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala
ini dan umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam
sudah sembuh, dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic
neuralgia (PHN). Sejumlah mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih
tampaknya terlibat dalam patogenesis nyeri pada herpes zoster dan PHN.7
Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di
ganglion aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih
terasa nyeri di kulit. Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan
neuropeptida yang disebabkan oleh rentetan berkelanjutan dari impuls
afferent selama fase akut dan prodormal pada herpes zoster kemungkinan
dapat menyebabkan cedera eksitotoksik dan hilangnya hambatan interneuron
di sumsum tulang belakang. Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang,
ganglion dan saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan
saraf aferen primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap
8
rangsangan perifer dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan
impuls ektopik mungkin, menurunkan sesitivitas SSP. penambahan dan
perpanjangan rangsangat pada pusat itu berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan
allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan (sentuhan
ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada sama sekali. 7
E. GAMBARAN KLINIS
Gejala awal herpes zoster yang tidak spesifik meliputi sakit kepala,
demam, dan malaise. Gejala-gejala tersebut lalu diikuti oleh sensasi
nyeri terbakar, gatal, hyperesthesia atau paresthesia pada dermatom yang
terkena. Gejala yang timbul ini bisa berkembang menjadi ringan
9
maupun berat. Gejala herpes zoster pada anak-anak lebih sering tidak
menimbulkan rasa nyeri, sedangkan pada usia lanjut cenderung lebih
nyeri dan berkembang menjadi lebih parah. Sensasi yang sering
dirasakan pada dermatom dapat berupa rasa tersengat, tertusuk, nyeri,
mati rasa, maupun rasa seperti tertimpa beban berat.7
Pada kebanyakan kasus, setelah satu sampai dua hari tetapi pada
beberapa kasus bisa sampai bermingu-minggu setelah gejala tersebut
muncul akan diikuti oleh munculnya tanda berupa lesi pada kulit. Rasa
nyeri dan lesi pada kulit biasanya muncul pada ekstrimitas, tetapi
dapat juga muncul pada wajah, mata, maupun bagian tubuh lain. Lesi awal
terlihat mirip dengan lesi yang tampak pada cacar air, namun lesi pada
herpes zoster terbatas pada dermatom, yang biasanya akan tampak
seperti ikat pinggang atau berupa garis yang terletak unilateral dan
tidak melewati garis tengah tubuh. Lesi yang muncul bilateral
biasanya terjadi pada kasus immunocompromised. Zoster sine
herpete(zostertanpa herpes) adalah pasien yang memiliki semua gejala
herpes zoster tanpa penampakan lesi.7
10
Gambar 4. Gambaran klinis herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick) Dermatom 7
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan
11
cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan
sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang
anggota badan.7
1. PRODROMAL
dari 30 tahun, tetapi terjadi pada sebagian besar orang dengan herpes
12
2. RUAM
Ciri khas herpes zoster yang paling khas adalah lokalisasi dan
dan batang dari T3 ke L2 (> 50%), paling sering terkena; lesi herpes
kering dan keras dalam 7 hingga 10 hari. Pada orang normal, lesi baru
Ruam ini paling parah dan berlangsung paling lama pada orang tua,
3. NYERI
13
Meskipun ruam itu penting, nyeri adalah gejala utama dari herpes
zoster, terutama pada orang tua. Beberapa pasien dengan herpes zoster
tidak mengalami rasa sakit, tetapi sebagian besar (> 85% di atas usia
akut (30 hari pertama setelah onset ruam) yang berkisar dari ringan
"menusuk." 7
4. PRURITUS
14
Herpes zoster gangrene adalah keadaan dimana lesi herpes zoster
disertai dengan munculnya gangrene, yang merupakan hasil dari proses
nekrosis. Hal ini disebabkan karena adanya superinfeksi bakteri yang
berpotensi mengancam jiwa. 7
Herpes zoster hemoragik adalah infeksi sistemik letal dari VZV. Kasus
ini sering terkait gangguan hematologi pada pasien imunokompromise,
seperti pada leukemia atau penerima transplantasi bone marrow. Vesikel
hemoragik yang irregular sering muncul pada badan, wajah, dan kepala. 7
G. DIAGNOSIS
lesi rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau
nodul verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan
15
patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi
krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus
yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.1,7
Untuk kasus- kasus yang tidak jelas, deteksi antigen atau nucleus acid
varicella zoster virus, isolasi virus dan sediaan hapus lesi atau pemeriksaan
chain reaction (PCR) merupakan tes diagnostic yang paling sensitive dan
histopatologi. Infeksi kulit VZV diawali oleh infeksi sel epitel di lapisan
jam sebagai akibat dari infeksi peningkatan jumlah sel epitel, yang
sejumlah besar virus infeksi sel bebas dan sel raksasa berinti banyak dengan
terbentuk oleh fusi sel-sel epitel yang terinfeksi dengan sel-sel yang
mononuklear. 7
16
Kehadiran sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung
oleh VZV dari semua erupsi vesikular lainnya, seperti yang disebabkan oleh
oleh HSV. Sel-sel ini dapat diperlihatkan dalam apusan Tzanck yang
disiapkan di samping tempat tidur dari bahan yang dikikis dari dasar lesi
terbentuk oleh fusi sel yang terinfeksi dengan sel yang terinfeksi dan yang
ketersediaan siap, dan waktu penyelesaian yang relatif cepat (1 hari atau
kurang) . Cairan vesikel adalah spesimen terbaik untuk analisis PCR, tetapi
bermanfaat. PCR dapat membedakan VZV dari HSV, dan wildtype VZV
dari strain vaksin Oka dari VZV Isolasi virus kurang sensitif dan mungkin
memakan waktu seminggu atau lebih, tetapi itu adalah satu-satunya teknik
penentuan sensitivitas terhadap obat antivirus. VZV sangat labil, dan hanya
30% hingga 60% dari kultur dari kasus yang terbukti umumnya positif.
17
Untuk memaksimalkan pemulihan virus, spesimen harus segera diinokulasi
ke dalam kultur sel. Penting untuk memilih vesikel baru yang mengandung
berkurang dengan cepat ketika lesi menjadi pustular. VZV hampir tidak
perbandingan, tetapi ini jarang dilakukan. Tes serologis lebih penting untuk
imunosorben terkait-enzim fase padat (ELISA). Namun, tes ini (ada banyak
zoster karena alasan klinis. Dengan tidak adanya defisiensi imun yang jelas
dan klinis, riwayat berulangnya beberapa kali pada dermatom yang sama
18
Gambar 6 – Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant
multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau
mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster7
19
Gejala dan pemeriksaan fisik
Sesuai Tidak
HZO/sindrom RH/organ
Ya Terapi antiviral oral
viseral/dengan keterlibatan motorik
Rujuk ke spesialis terkait
Tidak
Tidak
Terapi suportif
Terapi antiviral oral ditambah Mempertahankan lesi kulit bersih dan kering
analgesic Rasa tidak nyaman: kompres basah / dingin /
asetaminofen/NSAID losio kalamin
Infeksi sekunder: antibiotik topikal atau oral
Asiklovir topikal tidak direkomendasikan
20
H. DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Venenata
kontak iritan tipe akut lambat yang biasanya disebabkan oleh gigitan,
liur, atau bulu serangga yang terbang pada malam hari, dimana
gambaran klinis dan gejalanya baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih
setelah kontak.13
terjadi di daerah yang panas serta beriklim tropis, salah satu yang
kecuali untuk kepala, sayap depan dan ujung perut, yang berwarna
hitam. 13
secara langsung atau tidak langsung melalui handuk, baju, atau alat
lain yang tercemar oleh racun serangga tersebut. Kelainan kulit dapat
21
racun. Paederin menyebabkan reaksi pada kulit sekitar 24 jam setelah
tubuh yang paling sering terkena termasuk wajah, leher, bahu, lengan
dan area di sekitar pinggang. Dapat pula terjadi kondisi kissing lesion
yaitu sepasang lesi kulit yang sama yang terjadi akibat lesi kulit
22
infeksi genital. Herpes simplex tipe 1 mempengaruhi 70-80% orang
asimptomatik.14
kutaneus, lidah dorsal dan lateral, gingiva, dan palatum keras. Ruam
dan labia dan meatus uretra pada wanita. Wabah pada wanita
23
HSV-1 dan HSV-2 biasanya sembuh setelah 10-14 hari, meskipun
virus masih tetap ada dalam keadaan tidak aktif di ganglia akar saraf
lokal. 14
I. PENGOBATAN
1. Sistemik
a. Obat antivirus
b. Kortikosteroid
24
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun
terlibat. 6
c. Analgesik
25
Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi
2. Topikal
a. Analgetik topical
1) Kompres
lebih nyaman. 6
26
melaporkan bahwa krim indometasin dan diklofenak tidak
b. Anastesi local
c. Kortikosteroid
pada lesi akut herpes zoster dan juga tidak dapat mengurangi resiko
terjadinya NPH. 6
J. PENCEGAHAN
27
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. AM
Pekerjaan : Mahasiswa
B. Anamnesis
tanggal 27-01-2020 di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Syekh Yusuf Gowa.
1. Keluhan Utama :
2. Riwayat Penyakit
RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan keluhan nyeri, gatal dan terasa
muncul sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Nyeri di rasakan hilang
timbul dan biasa pada sore-malam hari. Selain itu terdapat lesi kulit
berwarna merah gelap berisi air dengan dasar kulit merah pada daerah
28
sekitar lesi. Pada awalnya pasien hanya merasa gatal hingga nyeri pada
gelap dengan ciri yang sama. Pasien juga mengeluh lemas dan demam
disangkal.
Riwayat cacar air ketika berusia kurang lebih 1 SMA (15 tahun), dan
kandung pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologikus
Distribusi : Regional
Ad Regio : Thorakalis
Deskripsi : Sebagian besar vesikel hingga bula dengan permukaan
29
di dada kanan
Efflorosensi : Vesikel dan bula berkelompok dengan dasar eritematous
Tampak depan
Tampak samping
30
Tampak belakang
D. Diagnosis
Herpes Zoster
E. Diagnosis Banding
1. Dermatitis venenata
3. Varicella
F. Penatalaksanaan
3. MBO talc
4. Fusipar cream
31
G. Resume
Pasien laki-laki berusia 22 tahun datang di Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Syekh Yusuf Gowa dengan keluhan nyeri, gatal dan terasa panas sebagian
besar berlokasi pada daerah punggung kanan dan sebagian kecil di daerah
dada kanan. Keluhan nyeri pertama kali muncul sejak kurang lebih 1
minggu yang lalu. Nyeri di rasakan hilang timbul dan biasa pada sore-
malam hari. Selain itu terdapat lesi kulit berupa bintik-bintik kecil
berukuran jarum pentul hingga biji jagung berwarna merah gelap berisi air
dengan dasar kulit merah pada daerah sekitar lesi. Pada awalnya pasien
hanya merasa gatal hingga nyeri pada punggung kiri, namun lama kelamaan
muncul bintik kemerahan berisi air yang berkelompok dan semakin banyak
tiap harinya. Lesi menyebar ke daerah dada kanan 3 hari terakhir dan
berwarna semakin gelap dengan ciri yang sama. Pasien juga mengeluh
dan asam mefenamat dari puskesmas sejak 4 hari yang lalu. Riwayat alergi
disangkal. Riwayat varicella saat 1 SMA (15 tahun) dan telah berobat di
H. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
32
I. Edukasi
Pasien yang terkena infeksi menular karena virus dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan lesi herpes zoster dan, lebih jarang, melalui
penyebaran melalui udara dari aerosolisasi virus dari lesi kulit. Anak-anak
yang terkena harus dijauhkan dari sekolah atau penitipan anak sampai kerak
muncul dan kontak dengan wanita hamil khususnya harus dihindari. Cacar
air dapat berkembang pada individu yang rentan terpapar herpes zoster.
penekanan khusus pada mencuci tangan, pakaian yang tepat, dan menutupi
lesi yang terbuka dengan perban. Kuku harus dipangkas untuk mengurangi
cedera akibat garukan. Jika infeksi bakteri sekunder terjadi, terapi antibiotik
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Herpes Zoster (awam : cacar ular/ cacar api) adalah erupsi vesicular akut
yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten VZV di ganglia sensoris. Herpes
zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman dan tidak
tergantung pada prevalensi varisela. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
herpes zoster dapat diperoleh melalui kontak dengan orang-orang dengan varisela
atau herpes zoster. Melainkan, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor
yang memengaruhi hubungan virus host dan keberadaan respons imun yang
diperlukan untuk mencegah reaktivasi kembali dari VZV laten. Dalam hal ini
pasien memiliki riawayat terinfeksi varicella pada saat berusia 16 tahun (sekarang
berusia 22 tahun). 8
banyak dibandingkan pria (3,8 : 2,6/ 1000 penduduk/ tahun) ditilik dari kasus
yang notabenenya adalah seorang pria namun tidak menutup kemungkinan dapat
terpapar reaktivasi infeksi dan bersifat slight case of shingles. Ditilik dari faktor
usia pada kasus pasien berusia 22 tahun, sedangkan berdasarkan pustaka orang
dengan lanjut usia >60 tahun beresiko 3-7 kali mengalami HZ ketimbang usia
(20 kali) namun dapat terjadi pula tanpa faktor resiko ini (dalam hal ini pasien
34
Frekuensi dan mekanisme reaktivasi VZV tidak diketahui pasti, tetapi
reaktivasi dan replikasi VZV yang menghasilkan HZ telah dikaitkan paling jelas
mencegah reaktivasi virus dan zoster. Jika imunitas seluler spesifik terhadap VZV
menurun, virus dapat reaktivasi dari ganglion turun melalui axon saraf ke sel
epitel bereplikasi dan menyebabkan zoster dermatomal. Selain usia dan keadaan
infeksi lain, atau stress dapat dianggap sebagai pencetus. Pada pasien ini
sampingan dan 1 bulan terakhir (3 minggu sebelum terjadi lesi) pasien memiliki
berair di daerah punggung dan dada sebelah kanan yang timbul sejak 1 minggu
sebelum pasien datang kerumah sakit. Lebih tepatnya pada pemeriksaan fisik
didapatkan vesikel multiple disertai bulla diatas dasar kulit yang eritema berlokasi
di regio thorakalis. Secara teoritis Herpes Zoster lebih sering terjadi pada
dermatom dimana ruam varicella terbanyak yang diinervasi oleh saraf oftalmikus
dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke L2 (dalam hal ini lesi pasien terletak
35
PRODROMAL
Gejala awal herpes zoster yang tidak spesifik meliputi sakit kepala, demam,
dan malaise (dalam hal ini pasien menderita demam 2 hari sebelum terdapat lesi
Lesi awal terlihat mirip dengan lesi yang tampak pada cacar air, namun
lesi pada herpes zoster terbatas pada dermatom, yang biasanya akan tampak
seperti ikat pinggang atau berupa garis yang terletak unilateral dan tidak
melewati garis tengah tubuh (dalam hal ini lesi pasien terletak unilateral pada
dipenuhi oleh eksudat serous, pada fase ini gejala berupa demam dan malaise
masih berlanjut. Pada akhirnya lesi berubah menjadi lebih gelap karena terisi
darah, dan menjadi krusta setelah 7-10 hari. (Pada lesi pasien tampak berwarna
gelap dengan beberapa eksudat serous pada punggung belakang kanan dengan
onset 7 hari). 7
RUAM
Lesi herpes zoster dimulai sebagai makula eritematosa dan papula dalam
berevolusi menjadi pustula pada hari ketiga. Kemudian kering dan keras dalam 7
36
NYERI
Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Sejumlah mekanisme yang
berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat dalam patogenesis nyeri pada
herpes zoster dan PHN. Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri
pada saraf di ganglion aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang
lebih terasa nyeri di kulit. Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan
selama fase akut dan prodormal pada herpes zoster kemungkinan dapat
saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan saraf aferen
primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap rangsangan perifer
dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan impuls ektopik mungkin,
itu berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang
menyakitkan (sentuhan ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada
sama sekali (Pasien juga sering mengeluh hiperestesia, nyeri, dan nyeri tekan
37
Diagnosis HZ sering bersifat klinis, dan dalam kasus-kasus tertentu evaluasi
kerokan vesikel berguna. Biakan virus dapat digunakan, tetapi VZV dapat
PCR tidak tersedia secara luas untuk penggunaan klinis, dan studi serologis
k
Gejala prodromal berupa nyeri +
Distribusi yang khas dermatomal +
Vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul +
Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana +
terdapat nervus sensorik
Tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama +
spesifik. Pada pasien ini, diberikan pengobatan antivirus yaitu, asiklovir 800 mg
dengan dosis 5 x 1 selama 5 hari. Tujuan dari terapi antivirus adalah untuk
pembentukan lesi yang baru, mengurangi rasa sakit yang terkait dengan neuritis
akut dan mungkin mengurangi komplikasi dari penyakit. Asiklovir oral (20 mg /
kg / dosis, maksimum 800 mg / dosis) lima kali sehari selama 5 hingga 7 hari
38
imunokompeten. Asiklovir intravena (10 mg / kg atau 500 mg / m 2 setiap 8 jam)
lain pada pasien imunokompeten atau mereka yang dengan HZ tanpa komplikasi
Calamine), antihistamin, dan analgesik. Yang mana pada pasien ini di berikan
analgesik, berupa asam mefenamat 500mg dengan dosis 4x1/2 selama 3 hari.
Selain itu pasien di berikan juga antibiotik, cefadroxyl 500 mg dengan dosis
terhadap infeksi bakteri sekunder. Lesi pada herpes zoster dimulai dari
dari satu atau lebih saraf sensorik yang perluasaanya dapat terjadi hingga 1
penyembuhannya sehingga ketika pecah terjadi luka terbuka yang dapat menjadi
sekunder.
spesifik. Pada pasien ini, diberikan pengobatan antivirus yaitu, asiklovir 800 mg
dengan dosis 5 x 1 selama 5 hari. Tujuan dari terapi antivirus adalah untuk
pembentukan lesi yang baru, mengurangi rasa sakit yang terkait dengan neuritis
39
akut dan mungkin mengurangi komplikasi dari penyakit. Asiklovir oral (20 mg /
kg / dosis, maksimum 800 mg / dosis) lima kali sehari selama 5 hingga 7 hari
lain pada pasien imunokompeten atau mereka yang dengan HZ tanpa komplikasi
Calamine), antihistamin, dan analgesik. Yang mana pada pasien ini di berikan
analgesik, berupa asam mefenamat 500mg dengan dosis 4x1/2 selama 3 hari.
Selain itu pasien di berikan juga antibiotik, cefadroxyl 500 mg dengan dosis
terhadap infeksi bakteri sekunder. Lesi pada herpes zoster dimulai dari
dari satu atau lebih saraf sensorik yang perluasaanya dapat terjadi hingga 1
penyembuhannya sehingga ketika pecah terjadi luka terbuka yang dapat menjadi
sekunder.
BAB V
SIMPULAN
40
Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang
memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox. Shingles adalah nama
lain dari herpes zoster. Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi
primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis
sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan
bermanifestasi sebagai herpes zoster.
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Lesi kulit yang
paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya herpetiformis
berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Dermatom yang terlibat :
biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering
terlibat, diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral.
Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.
41
zoster dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap setelah penyembuhan
walau lesi sudah hilang.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik
pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin. Obat
tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek
sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2 – 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta
pengaturan dosisnya lebih sederhana.Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain
patches, dan krim capsaicin dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes.
Vaksin Zostavax℗ merupakan strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.
Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes
zoster sebelumnya. Zostavax telah diktahui untuk mengurangi penyakit herpes
zoster dan neuralgia paska herpes.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
11. Bubak, Andrew & Como, Christina & Blackmon, Anna & Jones, Dallas &
Nagel, Maria. (2018). Varicella zoster virus differentially alters morphology
and suppresses proinflammatory cytokines in primary human spinal cord and
hippocampal astrocytes. Journal of Neuroinflammation. 15. 10.1186/s12974-
018-1360-9. Rahaus, M., Desloges, N., & Wolff, M.P. (2006). Molecular
Biology of Varicella-Zoster Virus.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
13. Fahri M, Hidayat N, Ismail S. Dermatitis Venenata. Jurnal Medical Profession;
2019. Hal: 23-7.
14. Currimbhoy S, Dominguez AR. Herpes Simplex and Varicella Zoster. Dalam :
Richard DJ, Pandya AG, editors. Dermatology Atlas for Skin of Color. Verlag
Berlin Heidelberg. Springer; 2018. Hal : 201-14
15. Pusponegoro EHD, Herpes Zoster, Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K,
16. Freer G, Pistello M,. Varicella-zoster virus infection: natural history, clinical
manifestations, immunity and current and future vaccination strategies. New
Microbiologica. 2018; 41, 2, 95-105.
17. Kennedy PGE, Gershon AA. Clinical Features of Varicella-Zoster Virus
Infection. MDPI; 2018;10;609-20
44