Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Secara etimologi Herpes Zoster berasal dari bahasa yunani yaitu herpein

(merayap) dan zoster (sabuk).1 Istilah awam masyarakat sendiri biasa menyebut

dengan istilah cacar api dikarenakan terdapat ruam kulit yang menimbulkan nyeri

dan seringkali disertai lepuh atau cacar ular.2

Herpes zoster yang sering disebut dengan istilah shingles adalah penyakit

yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV), dengan manifestasi klinis

berupa nyeri disertai blister yang muncul mengikuti dermatom saraf dan sering

terbatas pada area di satu sisi tubuh dan membentuk garis. Infeksi awal herpes

zoster adalah varicella atau cacar air yang biasanya menyerang pada usia anak

hingga remaja. Setelah varicella sembuh, virus ini akan dalam keadaan dorman di

ganglion saraf dan dapat teraktivasi menimbulkan herpes zoster apabila imunitas

menurun.3

Herpes zoster memilik insiden tertinggi dari semua penyakit saraf, dengan

sekitar 500.000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Herpes zoster termasuk

penyakit yang angka kejadiannya kecil, diperkirakan 10-12 % populasi akan

terinfeksi herpes zoster selama hidupnya. Di Indonesia, prevalensi herpes zoster

kurang dari 1%.4

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi

varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui

1
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus

tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai

kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi

pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus

varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan

imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan

pejamu terhadap infeksi endogen. 5

Pengobatan herpes zoster yaitu diberikan antivirus berupa aciklovir tablet

dengan dosis 800 mg lima kali sehari selama tujuh sampai 10 hari. Selain itu

diberikn analgetik untuk menghilangkan rasa nyerinya dan bedak salicyl talc untuk

memantu mengurangi gesekan sehingga menghindari pecahnya vesikel. 5

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi

yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang

persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40

tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari

ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi

herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena

keganasan atau pengobatan imunosupresi. 5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Ditandai

gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di

lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab. Gejala klinis dapat telihat polimorf

tersebar diseluruh badan.1

B. EPIDEMIOLOGI

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang

bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis

seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara,

Australia, Kepulauan Karibia, India dan Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa

terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies.5

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain

keadaan sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual

yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan

dermografik seperti keadaan penduduk dan ekologi.1

Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah

sanitasi yang buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup berkelompok,

3
tinggal di asrama, barak-barak tentara, rumah tahanan dan pesantren maupun

panti asuhan serta tempat-tempat yang lembab dan kurang mendapat sinar

matahari. Selain itu terdapat faktor yang berperan dalam penyakit kulit adalah

sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang

tidak saniter dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan.3

C. ETIOPATOGENESIS

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang

lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan

Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk kedalam filum

Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada

manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis.1

Secara morfologik tungau ini berukuran kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,

berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara 330-450

mikron x 250-350 mikron, sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron

x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di

depan yang berakhir dengan penghisap kecil di bagian ujungnya sebagai alat

untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut

(satae), sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan

rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.1

4
Jantan

Betina

Gambar 1. Tungau skabies jantan dan betina

Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak

tidak langsung. Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin)

menjelaskan mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota

keluarga. Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan

bersama pakaian, handuk maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula

ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit.1

Yang menjadi penyebab utama gejala-gejala pada skabies ini ialah

Sarcoptes scabiei betina. Tungau betina yang mengandung membuat

terowongan pada lapisan tanduk kulit dan meletakkan telur di dalamnya.3

Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-

kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh

yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi, menggali terowongan dalam

stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil

meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau

50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan

menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai

3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan pendek yang

5
digalinya (moulting pouches), tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3 hari

larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina

dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai

bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.1

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Skabies3

D. GAMBARAN KLINIS

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes

scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran

6
klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda

utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies, antara lain1 :

1. Pruritus nokturnal

Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam

hari karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab

dan panas.1 Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan

sekret tungau yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan.2 Sensasi

gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi

gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 4 sampai 6 minggu, pada

infestasi selanjutnya, gejala dapat timbul dalam 2 hari.6

2. Sekelompok orang

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga

biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah

pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke

seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu

yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak

menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carier) bagi

individu lain.1

3. Adanya terowongan (kunikulus)

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada

kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa di dalam stratum

korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang

memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela-

7
sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian

volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),

umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi yang timbul berupa

eritema, krusta, ekskoriasi, papul dan nodul. Erupsi eritematous dapat

tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap antigen

tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,

ekskoriasi dan lain-lain).2,6

Skabies menimbulkan rasa gatal hebat sehingga penderita sering

menggaruk dan timbul luka lecet yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh

bakteri Group A Streptococci (GAS) serta S.aureus. Infeksi tersebut

menimbulkan pustul, ekskoriasi dan pembesaran kelenjar getah bening.2

a b

c d

Gambar 3. Lesi skabies pada (a).sela jari-jari tangan, (b).punggung, (c).penis, dan

(d).mammae7

8
Gambar 4. Tempat predileksi skabies7

Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil

seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna putih

abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang

merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.

Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan,

dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal

infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.6

4. Menemukan Sarcoptes scabiei

Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang

diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau. Selain

tungau dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).1

9
E. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya

pruritus nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustul di tempat

predileksi, distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi,

adanya penyakit yang sama pada orang-orang sekitar. Terowongan terkadang

sulit ditemukan dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Pada

umumnya, diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan dua dari empat tanda

kardinal.1

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau

melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain:2

1. Kerokan kulit

Sebelum melakukan kerokan kulit, perhatikan daerah yang

diperkirakan akan ditemukan tungau yaitu papul atau terowongan yang baru

dibentuk dan utuh. Selanjutnya papul atau terowongan ditetesi minyak

mineral lalu dikerok dengan skalpel steril yang tajam untuk mengangkat

bagian atas papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di kaca objek,

ditetesi KOH, ditutup dengan kaca penutup kemudian diperiksa dengan

mikroskop.

10
Gambar 5. Sarcoptes scabiei dewasa dilihat dengan mikroskop

2. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan

ke dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap, kecuali pada orang

kulit hitam pada titik yang putih), digerakkan secara tangensial ke ujung

lainnya, kemudian dikeluarkan. Tungau akan memegang ujung jarum dan

dapat diangkat keluar. Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit

yang sangat kecil dan transparan.

3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari

dan jari telunjuk, dengan menjepit lesi menggunakan ibu jari dan telunjuk,

puncak lesi diiris dengan scalpel steril nomor 15 dilakukan sejajar dengan

permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi

perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek

lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop. Dapat pula

diperiksa dilakukan pewarnaan HE pada sediaan.

11
a b

Gambar 6. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan HE

4. Tes tinta Burowi (Burrow ink test)

Papul skabies diolesi tinta India menggunakan pena lalu dibiarkan

selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol. Burrow ink test

menunjukkan hasil positif apabila tinta masuk ke dalam terowongan dan

membentuk gambaran khas berupa garis zig zag. Burrow ink test adalah

pemeriksaan untuk mendeteksi terowongan, bukan untuk mendeteksi

tungau dan produknya.

5. Apusan kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi

dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas

gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan

diperiksa dengan mikroskop.

6. Dermoskopi

Dermoskopi adalah teknik pengamatan lapisan kulit dermis

superfisial secara in vivo. Dermoskop menggunakan medium liquid yaitu

minyak, air atau alkohol atau cahaya terpolarisasi yang memungkinkan

12
observasi langsung ke kulit tanpa terganggu refleksi cahaya di kulit

sehingga dapat memberikan gambaran rinci setiap lapisan epidermis sampai

dermis papiler superfisial dan mengidentifikasi keberadaan terowongan.

Pada pemeriksaan dermoskopi tungau skabies tampak berbentuk

segitiga yang diikuti garis terowongan di epidermis seperti gambaran

pesawat jet, layang-layang atau spermatozoid. Area akral seperti sela sela

jari tangan dan pergelangan tangan merupakan tempat yang paling baik

untuk dilakukan pemeriksaan dermoskopi, namun bagian kulit lain yang

mempunyai papul kemerahan dengan terowongan utuh juga harus

diperiksa.

7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan skabies dengan polymerase chain reaction (PCR),

dapat menjadi salah satu metode deteksi S.scabiei. Dengan teknik PCR

diagnosis skabies menjadi lebih mudah karena sensitif terhadap amplifikasi

enzimatik fragmen gen dari material parasit yang sedikit. PCR merupakan

metode untuk identifikasi parasit yang akurat, mengetahui karakteristik gen

parasit, diagnosis infeksi parasit, mengetahui isolasi dan karakteristik gen

yang terekspresi, mendeteksi resistensi obat, perkembangan rekombinasi

vaksin DNA dan analisis keseluruhan genom parasit.

Dari berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara

yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.

Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang

berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit

13
diketahui. Apusan kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena

dari satu lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan

dilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi jarang memberikan hasil

positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi

infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat

dimasuki tinta atau salep.2

F. DIAGNOSIS BANDING

Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator

karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit

kulit dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis banding yang biasanya

mendekati adalah prurigo, pedikulosis corporis, dermatitis1 :

1. Prurigo, berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor

ekstremitas.

Gambar 7. Prurigo nodularis7

2. Pedikulosis korporis : Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan

untuk menghilangkan rasa gatal.

14
Gambar 8. Pedikulosis Korporis7

3. Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau factor endogen, menyebabkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal.

Gambar 9. Dermatitis Kontak Alergi8

G. PENGOBATAN

1. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan umum meliputi edukasi kepada pasien sebagai berikut:9
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit,
kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.

15
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu
130o.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid.
Tidak boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah
seminggu walaupun gatal masih dirasakan sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan
yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Krim Permetrin (Elimete, Acticin)
Permetrin 5% merupakan terapi topikal skabies lini pertama
dengan efektivitas mencapai 90% dan profil keamanan yang baik. Agen
ini memiliki absorpsi perkutaneus yang rendah dan terdeteksi dalam
konsentrasi rendah pada darah dan otak sehingga aman untuk dipakai
pada bayi, anak-anak, wanita hamil (kategori kehamilan B) dan
menyusui. Permetrin bekerja spesifik pada sel saraf artropod dengan
mengganggu fungsi channel natrium voltage-gated yang mengakibatkan
memanjangnya depolarisasi membran sel saraf, menghentikan
neurotransmisi dan selanjutnya terjadi paralisis serta kematian tungau.10
Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh. Cara pemakaiannya
dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke bawah dan
dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang
setelah 5-7 hari kemudian. Permetrin sebaiknya tidak digunakan pada
bayi berumur kurang dari 2 bulan.1,11

16
b. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi
CDC.11 Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus dan
selaput lender, kemudian ke seluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.9 Lindane
memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara
sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.12
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh
dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau
lotion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1
minggu. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan ibu
hamil karen toksis terhadap susunan saraf pusat.1
c. Presipitat Sulfur
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%).
Sulfur merupakan terapi antiskabies tertua dengan mekanisme aksi yang
belum sepenuhnya diketahui. Diperkirakan sulfur direduksi oleh sel
epidermis atau mikroorganisme pada kulit menjadi hidrogen sulfida dan
asam parationik yang bersifat toksik terhadap tungau. Selain skabisida,
sulfur juga memiliki efek antipruritik dan antibakteri.10
Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep
setelah mandi atau malam hari ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam
selama tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.9 Kekurangan yang lain ialah berbau dan mengotori pakaiaan
serta kadang-kadang menimbulkan irirtasi. Dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun.1

17
d. Benzil benzoate
Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies,
efektif untuk semua stadium. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan
periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
pada wajah dan skrotum, sehingga penderita harus diingatkan untuk
tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Kontraindikasi obat ini yaitu wanita
hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi
benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted
skabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.9

e. Krim Crotamiton (Eurax)


Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidine digunakan sebagai
krim 10% atau lotion merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek
sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata mulut dan
uretra.1
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik,
diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Diberikan secara oral,
dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies. 9

18
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permetrin 5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan
krim diulangi selama 7 hari. kehamilan kategori B.
Lindane 1% Dioleskan selama 8 jam setelah itu Tidak dapat diberikan pada anak umur
lotion dibersihkan, olesan kedua 2 tahun kebawah, wanita selama masa
diberikan 1 minggu kemudian. kehamilan, dan laktasi.
Crotamiton Dioleskan selama 2 hari berturut- Memiliki efek anti pruritus tetapi
10% krim turut, diulangi dalam 5 hari. efektifitas tidak sebaik topikal lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak <2 bulan dan wanita
precipitatum dibersihkan. hamil dan laktasi, tetapi tampak kotor
5-10% dalam pemakaiannya dan data efisiensi
obat in masih kurang.
Benzyl benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan. dermatitis pada wajah.
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa diulangi Memiliki efektifitas yang tinggi dan
ug/kgBB selama 10-14 hari. aman. Dapat digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan pada kasus-
kasus skabies berkrusta dan skabies
resisten.
Tabel 1. Pengobatan Topikal Skabies 2

H. PENCEGAHAN

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-

orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan

topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah

penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau

19
skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk

mencegah terjadinya reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk dan pakaian yang

digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan

udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet

dan kain pelapis lainnya.1

I. KOMPLIKASI

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi

bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang

ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.

Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi dan ulkus.

Selain itu dapat muncul eritema, skuama dan semua tanda inflamasi lain pada

ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul

muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis dan

axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus

aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau

antibiotik oral, tergantung tingkat piodermanya.5

J. PROGNOSIS

Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lan hygiene, serta

semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit

ini dapat diberantas dan prognosis baik.1

20
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. JB

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Tidak bekerja

Tanggal Periksa : 04-09-2018

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada pasien pada tanggal 04-09-

2019 di Perawatan Mahoni RSK Dadi Prov. Sul-Sel.

1. Keluhan Utama :

Gatal sela-sela jari tangan dan telapak tangan.

Riwayat Penyakit

Pasien dikonsul dari perawatan Mahoni RSKD Dadi Makassar (Pasien

merupakan pasien pindahan dari perawatan Kenari sejak 1 minggu yang

lalu). Pasien dikonsul dengan keluhan gatal-gatal pada bagian sela-sela jari

tangan dan telapak tangan. Menurut informasi yang didapatkan, gatal yang

dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari

semakin memberat, terutama pada malam hari dan pasien sering berteriak

karena gatalnya. Awalnya hanya bintik merah dibagian ibu jari tangan,

21
namun semakin lama semakin menjalar berwarna kemerahan, bersisik dan

kadang keluar nanah.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penyakit seperti ini : disangkal

 Riwayat Alergi : disangkal

 Riwayat Pengobatan : Haloperidol, CPZ

2. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengunjungi pasien semenjak dirawat.

3. Riwayat Sosial Ekonomi

 Pasien merupakan pasien jiwa yang sedang dirawat dan tidak bekerja

 Riwayat Merokok : disangkal

 Riwayat alkohol : disangkal

C. Pemeriksaan Fisik

Status Dermatologis :

Lokasi : Sela – Sela jari tangan dan telapak tangan,

Effloresensi : Pustul dan papul eritem, disertai dengan skuama

halus,krusta, dan ekskoriasi karena sering menggaruk.

22
D. Diagnosis

Skabies

E. Diagnosis Banding

1. Prurigo

2. Pedikulosis Corporis

F. Penatalaksanaan

1. SS320 30gr (u.e) selama 3x24jam

2. Cefadroxyl 500mg No. X (2ddI)

23
G. Resume

Pasien dikonsul dari perawatan Mahoni RSKD Dadi Makassar

(Pasien merupakan pasien pindahan dari perawatan Kenari sejak 1 minggu

yang lalu). Pasien dikonsul dengan keluhan gatal-gatal pada bagian sela-

sela jari tangan, telapak tangan dan sedikit dibagian kelamin. Menurut

informasi yang didapatkan, gatal yang dirasakan pasien sejak 3 hari yang

lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari semakin memberat, terutama

pada malam hari dan pasien sering berteriak karena gatalnya. Awalnya

hanya bintik merah dibagian ibu jari tangan, namun semakin lama semakin

menjalar berwarna kemerahan, bersisik dan kadang keluar nanah. Riwayat

pengobatan pasien sementara mengonsumsi Haloperidol dan CPZ. Riwayat

alergi dan keluhan yang sama disangkal.

H. Prognosis

1. Ad vitam : bonam

2. Ad Functionam : bonam

3. Ad sanationam : bonam

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda

kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community

infection, menemukan terowongan (kanalikuli) dan menemukan tungau Sarcoptes

scabiei. Pasien ini sudah dapat didiagnosis dengan skabies karena memenuhi tiga

kriteria, yaitu pruritus nokturna, community infection dan menemukan tungau

Sarcoptes scabiei.

Pruritus nokturna diketahui dari keluhan pasien yang dilaporkan sering

berteriak di malam hari karena gatalnya. Gatal yang muncul pada penderita ini

disebabkan oleh meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan

panas. Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau

yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan.

Community infection, dikarenakan penyakit mudah ditularkan baik melalui

kontak langsung ataupun kontak tidak langsung maka apabila ada seseorang yang

terinfeksi Sarcoptes Scabiei dapat memudahkan penularan ke orang-orang

disekitarnya. Setelah dievaluasi pada perawatan pasien sebelumnya (Kenari)

didapatkan ada tiga orang pasien dengan keluhan yang sama. Dimana kita tahu

bahwa pasien merupakan pasien dengan gangguan mental atau gangguan kejiwaan.

Dalam hal ini masalah keperawatan diri merupakan masalah yang sering dihadapi

di Rumah Sakit Jiwa. Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa

terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk

melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari

25
ketidakmampuan merawat kebersihan diri: mandi, berhias, makan dan BAB/BAK.

Hal ini menjadi salah satu faktor pertumbuhan dari Sarcoptes scabiei.

Menemukan tungau Sarcoptes scabiei dengan pemeriksaan KOH. Pada

pemeriksaan KOH, Solutio KOH yang alkalis dapat menyebabkan penghancuran

sel-sel corneocyte yang merupakan kandungan dari stratum corneum. Dimana kita

tahu bahwa Sarcoptes scabiei ini menggali terowongan di stratum korneum.

Dengan pembersihan atau penghancuran tersebut memungkinkan untuk

identifikasi/melihat di bawah mikroskop. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada

pasien ini didapatakn Sarcoptes scabiei dari mulai bentuk telur, limfa, nimfa hingga

dewasa. Selain itu dilakukan pemeriksaan KOH pada ketiga pasien yang dicurigai,

dan hasilnya dua diantaranya didapatkan Sarcoptes scabiei.

Gambar 10. Pemeriksaan KOH dibawah mikroskop (10x)

26
Gambar 11. Pemeriksaan KOH dibawah mikroskop (40x)

Dari status dermatologinya kita dapatkan bahwa terdapat lesi didaerah sela-

sela jari tangan dan telapak tangan, didapatkan pustul dan papul eritem, disertai

dengan skuama halus, krusta dan ekskoriasi karena sering menggaruk. Hal ini

sesuai untuk diagnosis skabies, berdasarkan teori dikatakan bahwa predileksi

terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis.

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan

obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah berupa SS 3

20 yaitu Salicylic acid 3% dan Sulfur 20%. Asam salisil 3% bersifat keratolitik

menyebabkan terkelupasnya skuama dengan jalan melunakkan stratum korneum,

melarutkan matriks intraseluler dan melonggarkan ikatan antara korneosit sehingga

cocok dipadukan dalam terapi skabies. Pemberian Sulfur sendiri merupakan obat

yang dapat mematikan kuman Sarcoptes scabiei dengan cara diperkirakan sulfur

direduksi oleh sel epidermis atau mikroorganisme pada kulit menjadi hidrogen

sulfida dan asam parationik yang bersifat toksik terhadap tungau. Selain skabisida,

sulfur juga memiliki efek antipruritik dan antibakteri namun preparat ini tidak

efektif pada stadium telur maka dari itu pada pasien diberikan selam 3 hari berturut-

turut. Pada efloresensi didapatkan pustul, papul eritem, disertai dengan skuama

27
halus, krusta dan ekskoriasi karena sering menggaruk yang merupakan tanda dari

infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Maka dari itu pada

pasien dapat diberkan obat oral berupa cefadroxyl golongan antibiotik spektrum

luas.

Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati

dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga

sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada orang – orang

disekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama. Upaya preventif lain yang

dapat dilakukan yaitu menjaga kebersihan individu dan lingkungan. Edukasi serta

anjuran yang dapat diberikan pada pasien ini seperti :

1. Menjaga kebersihan diri disekitar tempat tinggal pasien

2. Jangan menggunakan bersama pakaiaan, handuk dan tempat tidur dengan

pasien lain.

3. Jangan mencampur pakaian ataupun bahan lain yang hendak dicuci dengan

pasien lain.

4. Segera periksakan apabila terdapat keluhan yang sama disekitar tempat tinggal

5. Berikan perhatian dan dukungan yang lebih terhadap pasien.

28
BAB V

KESIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Diagnosis skabies

ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal kriteria diagnosis pada

skabies, antara lain pruritus nokturna, community infection, menemukan

terowongan (kanalikuli) dan menemukan tungau Sarcoptes scabiei. Pasien ini

sudah dapat didiagnosis dengan skabies karena memenuhi tiga kriteria, yaitu

pruritus nokturna, community infection dan menemukan tungau Sarcoptes scabiei.

Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah sanitasi yang buruk

dan dapat menyerang manusia yang hidup berkelompok.

Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila diobati

dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga

sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan kepada orang –orang

disekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama. Upaya preventif lain yang

dapat dilakukan yaitu menjaga kebersihan individu dan lingkungan

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. Boediardja SA. Skabies. Dalam: Dalam Menaldi SLSW, Bromono K,
Indriwati W (editors) Ilmu Penyakit Kelamin Edisi Ketujuh. FK UI : Jakarta. 2016. Hal
137-40.
2. Sungkar S. Skabies (Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan dan
Pencegahan). FK UI : Jakarta. 2016. Hal 1, 33-4, 49-52, 56-7
3. Mading M. Sopi IIPB. Kajian Aspek Epidemiologi Skabies Pada Manusia. Loka
Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang : NTT.
2013. Hal 9-18
4. Susanti R. Nauli FA. Utomo W. Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri.
Universitas Riau : Riau. 2014 hal 863-71
5. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: p 268-79.
6. Burkhart CG, Burkhart CN. Scabies, Other Mites and Pediculosis. In: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, (ed). Fitzpatrick’s dermatology
in general medicine, 8th ed, New York: Mc Graw Hill. 2012: p 2569-72
7. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of
Clinical Dermatology. 7th Ed. Newyork. : Mcgraw Hill Medical. 2013. p 41, 706-7,
710-6.
8. Tardan MPC, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, (ed). Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine, 8th ed, New York: Mc Graw Hill. 2012: p 152-5
9. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Hal 7-11.
10. Elvina PA. Skabies Krutosa Pada Penderita HIV. FK UNUD : Denpasar. 2016. Hal 21-
23
11. Fox GN. Usatine RP. Itching Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of
Family Practice. 2006. p 679-84.
12. McCarthy JS. Kemp DJ. Walton SF, Currie BJ. Review Scabies: More Than Just An
Irritation. Postgrad Medical Journal. 2004. p 382-6.

30

Anda mungkin juga menyukai