Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI + BEKAS SEKSIO SESAREA

Disusun Oleh :

Faradila Ramadhani

2014730028

Pembimbing :

dr. Yoseph Aman Budi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM SEKARWANGI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan tema “Ketuban Pecah Dini +
Bekas Seksio Sesarea” ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Obstetri dan Ginekologi tahun 2018 serta untuk memperdalam
pemahaman tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penyajian laporan kasus ini. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan kasus
selanjutnya.

Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr. Yoseph Aman Budi, Sp.OG yang
telah membimbing selama penyusunan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSUD
Sekarwangi pada umumnya.

Sukabumi, Agustus 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I STATUS PASIEN ..................................................................................................... 1
1.1. IDENTITAS............................................................................................................ 1
1.2. ANAMNESIS ......................................................................................................... 1
1.3. RIWAYAT OBSTETRI ......................................................................................... 2
1.4. PEMERIKSAAN FISIK ......................................................................................... 2
1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................... 3
1.6. RESUME ................................................................................................................ 4
1.7. DIAGNOSIS ........................................................................................................... 4
1.8. TATALAKSANA ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 5
2.1. KETUBAN PECAH DINI ......................................................................................... 5
2.1.1. DEFINISI ............................................................................................................ 5
2.1.2. INSIDENSI.......................................................................................................... 5
2.1.3. ETIOLOGI .......................................................................................................... 5
2.1.4. FAKTOR RISIKO ............................................................................................... 6
2.1.5. PATOGENESIS .................................................................................................. 9
2.1.6. DIAGNOSIS ...................................................................................................... 11
2.1.7. KOMPLIKASI .................................................................................................. 13
2.1.8. TERAPI ............................................................................................................. 13
2.2. BEKAS SEKSIO SESAREA ................................................................................... 16
2.2.1. DEFINISI ...................................................................................................... 16
2.2.2. DIAGNOSIS .................................................................................................. 16
2.2.3. TATALAKSANA ......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 20

ii
BAB I

STATUS PASIEN

NOMOR REKAM MEDIS : 58XXXX

1.1.IDENTITAS
Nama : Ny. IP
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukaharja, Warungkiara, Sukabumi, Jawa Barat
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk RS : 3 Agustus 2018

1.2.ANAMNESIS
Autoanamnesis : 3 Agustus 2018
Keluhan Utama : Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G3P2A0 mengaku hamil 37 minggu sejak satu hari SMRS keluar air-air dari
jalan lahir. Pasien mengaku air-air yang keluar sedikit-sedikit dan masih berlangsung
sampai sekarang. Keluar air-air yang dirasakan pasien berwarna bening dan tidak berbau.
Keluhan ini tidak disertai dengan adanya mules sejak kemarin. Sebelumnya pasien datang
ke poli kandungan dan kebidanan kemudian disarankan untuk segera dioperasi. Keluhan
adanya demam disangkal pasien. Riwayat berhubungan badan, trauma keluar lender
ataupun darah dari jalan lahir disangkal pasien. Pasien masih merasakan pergerakan janin.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat asma, hipertensi, hepatitis, TB dan diabetes
mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat anggota keluarga dengan asma, hipertensi,
hepatitis, TB dan diabetes mellitus disangkal. .
Riwayat Pengobatan : Keluhan ini belum pernah diobati sama sekali
Riwayat Psikososial : Pola makan teratur, merokok dan alkohol disangkal
Riwayat alergi : Tidak ada

1
1.3.RIWAYAT OBSTETRI
Usia kehamilan : 37 minggu
Riwayat kontrasepsi : suntik KB 3 bulan
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas :
No Kehamilan Jenis Tempat Penolong Penyulit JK/BB Anak
persalinan persalinan Persalinan
1 Aterm Spontan PKM Bidan - P/3,2kg Hidup
2 Aterm Spontan PKM Bidan - L/3,3kg Hidup

Riwayat Menstruasi
Menarche : 16 Tahun
Siklus Haid : 28 hari
Lama Haid :7 hari
Dismenorrhea : -
HPHT : 9 November 2017

1.4.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda Vital :-T : 110/70 mmHg
-N : 84 kali/menit
-R : 20 kali/menit
-S : 36,5oC

STATUS GENERALIS STATUS GINEKOLOGI

Kepala : Normocephal Inspeksi


Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Vulva : Tidak ada kelainan
Sklera Ikterik (-/-) Inspekulo : Tidak dilakukan
Refleks Pupil (+/+) PD : Tidak dilakukan
Isokor (+/+) Ketuban : Rembesan jernih
Leher : Pembesaran KGB (-/-) Presentasi : Kepala

2
Pembesaran Tiroid (-/-)
Thorax : Normoches
Paru-Paru : VF Simetris (+/+)
Vesikular (+/+)
Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi I/II murni, regular
Abdomen : Lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <2 dtk

STATUS OBSTETRI
Palpasi : TFU 27cm
Leopold : bokong, puka, kepala
His : jarang
DJJ : 143x/menit

1.5.PEMERIKSAAN PENUNJANG
3 Agustus 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Haemoglobin 11.4 12 – 14 g/Dl
Hematokrit 35 40-45 %
Leukosit 11.400 4 – 11 103/µL
Trombosit 317.000 150 – 450 10s/µL
Waktu pembekuan 5 3-7 Menit
Golongan darah B/Rh (+)
HbsAg Skrining negative
HIV antibody Non Reaktif
GDS 68 <180 mg/dl
Ureum 18 10-50 mg/dl
Creatinin serum 0.6 0.5 -0.9 mg/dl
SGOT 14 21 U/L
SGPT 19 22 U/L

3
4 Agustus 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Haemoglobin 11,6 12 – 14 g/dL
Hematokrit 36 40-45 %
Leukosit 15.800 4 – 11 103/µL
Trombosit 254.000 150 – 450 10s/µL
Ureum 18 10-50 mg/dl
Creatinin serum 0.5 0.5 -0.9 mg/dl

1.6.RESUME
Pasien G3P2A0 mengaku hamil 37 minggu sejak satu hari SMRS keluar
cairan dari jalan lahir. Cairan yang dirasakan pasien berwarna bening dan tidak berbau.
Pasien masih merasakan pergerakan janin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis TD : 110/70 mmHg,


N : 84 x/menit, R : 20 kali/menit, S : 36.5oC, status obstetrik didapatkan TFU: 28 cm, DJJ:
143x/menit, leopold didapatkan presentasi kepala, VT : tidak dilakukan, ketuban rembesan
jernih. Pemeriksaan laboratorium 3 Agustus 2018 : Hb 11,4 g/dl, Leukosit 11.400, Ht 35%,
Trombosit 317 10s/µL, SGOT 14 U/L, SGPT 19 U/L.

1.7.DIAGNOSIS
G3P2A0 hamil 37 minggu dengan ketuban pecah dini + bekas SC

1.8. TATALAKSANA
 Ceftriaxone 2x1 gr

 Sectio caesarea

 Persiapan darah 1 labu

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KETUBAN PECAH DINI

2.1.1. DEFINISI
Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan yang
ditandai dengan keluarnya cairan amnion (amniorrhexis) sebelum onset persalinan
berlangsung.

Ketuban pecah dini dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Preterm Premature Rupture of membranes (PPROM) yaitu ketuban pecah pada


saat usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
2. Premature Rupture of membranes (PROM) yaitu ketuban pecah pada saat usia
kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu.

2.1.2. INSIDENSI
Secara umum, Premature Rupture of membranes (PROM) terjadi pada 10% dari
seluruh kehamilan, dengan sebagian besar kasus terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu,
sedangkan kejadian Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) terjadi pada
sekitar 2% dari seluruh kehamilan. Insidensi PROM sendiri bervariasi antara 3% sampai
18,5% (Gunn et al., 1970). Lebarnya variasi ini disebabkan adanya perbedaan definisi
(dengan atau tanpa periode laten) dan oleh variasi insidensi PROM pada populasi yang
berbeda. Sekitar 8% sampai 10% pasien kehamilan cukup bulan datang dengan ketuban
pecah dini sebelum saat persalinan. PPROM terdapat pada 25% dari seluruh kasus PROM
dan bertanggungjawab terhadap 30% persalinan prematur (Kalterider dan Kohl., 1980).
Kejadian PPROM terhadap persalinan prematur lebih besar pada populasi dengan status
sosio ekonomi lemah dan pada penderita penyakit menular seksual.

2.1.3. ETIOLOGI
Membran korioamnion mempunyai komponen elastis yang dapat menahan
deformasi dan kembali ke bentuknya semula. Kelemahan membran dan atau meningkatnya
tekanan intraamnion dapat menyebabkaan terjadinya PROM. Adanya regangan berulang
pada membran yang cukup bulan dapat menyebabkan pemisahan dan robeknya lapisan

5
kompakta dan memisahnya amnion dari lapisan spongiosa. Stres akut atau kronik
menyebabkan penipisan membran sebagai akibat dari robeknya komponen elastis yang non
recoverable. Membran yang robek prematur elastisitasnya akan berkurang. Perubahan
kandungan kolagen, susunan atau degradasi menyebabkan terjadinya PROM. Perubahan-
perubahan ini dapat terlokalisasi pada tempat robekan selaput ketuban.

Energi permukaan membran, tekanan dan regangan membran berperan dalam


terjadinya PROM. Energi permukaan membran bekerja maksimal pada usia kehamilan 32
minggu dan kemudian menurun pada usia kehamilan 37 minggu, diduga akibat produksi
surfaktan. Energi permukaan yang tinggi pada kehamilan muda dapat menyebabkan abrasi
membran, dan meningkatkan risiko terjadinya PROM. Tekanan menurun pada usia
kehamilan 37 minggu, meskipun jumlah kolagennya sama.

Studi lain menunjukkan adanya peranan menurunnya aktifitas α1- antitrypsin dan
meningkatnya aktivitas protease, fosfolipase dan aktivator plasminogen sebagai etiologi
terjadinya PROM. Sitokin-sitokin yang berhubungan dengan infeksi juga diduga berperan
sebagai etiologi PROM. Invasi mikroorganisme pada selaput ketuban merupakan sumber
protease dan fosfolipase yang dapat menyebabkan terjadinya PROM. Inkubasi pada selaput
ketuban dengan aktivasi netrofil menurunkan tegangan ke atas dan elastisitas membran.
Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF) menstimulasi aktivitas kolagenase.
Selanjutnya, IL-1 meningkatkan pembentukan asam hialuronat, yang akan menurunkan
kekuatan tegangan membran, dan tumor necrosis factor merubah multiplikasi dari
amniosit.

2.1.4. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko yang paling sering berhubungan dengan PROM adalah riwayat persalinan
prematur sebelumnya atau riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, perdarahan
pervaginam, solutio plasenta, kebiasaan merokok dan invasi mikroorganisme pada rongga
amnion.

1. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya


Risiko rekurensi terjadinya PROM adalah sebesar 21%. Pasien dengan riwayat
ketuban pecah dini sebelumnya mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya PROM
3,5 kali lebih besar dari yang tidak memiliki riwayat tersebut.

6
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam yang disebabkan oleh solutio plasenta atau plasenta previa
meningkatkan risiko terjadinya PROM sebanyak 2-3 kali lipat. Perdarahan pervaginam
terjadi pada 41% pasien yang menderita PROM. Risiko terjadinya PPROM sebanyak
2,4,6 kali lipat pada trimester pertama, kedua dan ketiga. Risikonya meningkat sampai
tujuh kali lipat jika perdarahan terjadi pada lebih dari satu trimester. Perdarahan
pervaginam mengganggu suplai nutrisi terhadap selaput ketuban dan menyebabkan
infeksi asenden dan deciduitis, yang menyebabkan lemahnya selaput ketuban. PROM
dapat terjadi pada plasenta previa, oleh karena robekan dari tempat robekan yang tinggi
atau oleh penipisan dan lemahnya tempat plasenta yang menutupi os servikal.

3. Solutio plasenta
Solutio plasenta terjadi lima kali lebih banyak pada pasien dengan PROM daripada
populasi dengan keadaan obstetri normal. Solutio plasenta dapat meningkatkan tekanan
intraamnion sehingga menyebabkan PROM. Sebaliknya bocornya cairan amnion dapat
mengakibatkan disproporsi antara permukaan plasenta dan dinding uterus,
menyebabkan pelepasan plasenta.

4. Rokok
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan kebiasaan merokok lebih dari 10
batang perhari merupakan prediktor yang signifikan terhadap terjadinya PROM.
Antibodi limfositotoksik menurun kadarnya pada wanita hamil yang merokok.
Merokok juga menurunkan kadar asam askorbat dengan menurunkan status
nutrisional pasien, sehingga menurunkan kemampuan sistem imun untuk
membentuk inhibitor protease, dan menyebabkan membran menjadi rentan
terhadap infeksi. Nikotin juga menyebabkan vasokontriksi dan iskemia desidua.

5. Infeksi
Infeksi asenden dari traktus genital berperan sebagai etiologi dari PROM.
Organisme yang sering terlibat terhadap prematuritas dan PROM adalah Neisseria
gonorrhoeae, grup B streptococcus, Bacterioides, Gardnerella dan Trichomonas
vaginalis. Infeksi meningkatkan pembentukan lekosit polimorfonuklear dan sitokin
inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8) yang menstimulasi aktivitas fosfolipase-A2 dan

7
pembentukan prostanoid dan endotelin. Substansi tersebut meningkatkan pembentukan
protease, yang melemahkan membran.

6. Kelainan jaringan ikat


Selaput ketuban pada dasarnya merupakan struktur jaringan ikat. Sindrom Ehlers-
Danlos tipe 1 merupakan kelainan kromosom autosomal dominan yang diturunkan dan
berhubungan dengan terjadinya PROM, inkompetensi servik dan persalinan prematur.
PPROM terjadi pada 72% dan persalinan prematur terdapat pada 78% dari pasien-
pasien ini.

7. Inkompetensi serviks dan pembukaan serviks


Inkompetensi serviks dapat berperan sebagai etiologi dari PROM. Paparan terhadap
area permukaan yang luas pada selaput ketuban terhadap flora vagina dapat
menyebabkan kelemahan dan robeknya selaput. Lebih lanjut, terdapat peningkatan
risiko terhadap terjadinya korioamnitis dan PROM dengan pembukaan serviks. Risiko
meningkat seiring engan meningkatnya usia kehamilan, dengan 40% insidensi
korioamnionitis berhubungan dengan pembukaan serviks yang lanjut (>19 minggu)
disertai penonjolan selaput.

8. Dilatasi dan kuretase


Berdasarkan analisis terhadap faktor risiko terjadinya PROM, menunjukkan adanya
peningkatan reiko PROM pada pasien engan riwayat dilatasi an kretase, atau terminasi
kehmilan elektif.

9. Defisiensi asam askorbat dan mineral.


Vitamin C sangat penting dalam pembentukan kolagen. Terdapat peningkatan
PPROM yang signifikan pada pasien dengan kadar asam askorbat yang rendah.
Konsentrasi temaga yang rendah dapat mengganggu maturasi kolagen dan menurunnya
pembentukan elastin. Zinc mempunyai aktivitas antimikroba yang berperan penting
dalam cairan amnion.

10. Coitus
Coitus kadang-kadang dapat meningkan kontraksi uterus, baik dengan aktivitas
orgasmik atau dengan konsentrasi prostaglandin yang tinggi dalam cairan semen.
Meskipun demikian belum ada bukti yang kuat untuk mendukung coitus sebagai
etiologi yang dapatmenyebabkab PROM.

8
2.1.5. PATOGENESIS
Robeknya selaput ketuban dipengruhi oleh kelemahan akibat kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Ketuban yang pecah dini, lebih tampak sebagai defek fokal dripada
kelemahan. Area di dekat robekan dapat dideskripsikan sebagai ”restricted zone of extreme
altered morphology” yang ditandai dengan adanya pembengakakan dan terputusnya
jaringan fibriler kolagen dalam lapian kompakta, fibroblast, dan lapisan spongiosa. Karena
zona ini tidak meliputi seluruh tempat yang robek, maka dapat terlihat sebelum
membrannya robek dan mewakili titik robekan awal.

 Perubahan isi kolagen, struktur, dan katabolisme

Kekuatan regangan dari selaput ketuban dipertahankan oleh keseimbangan antara


sintesis dan degradasi komponen matrix ekstraseluler. Telah diketahui bahwa perubahan
pada selaput ketuban, termasuk penurunan isi kolagen, perubahan struktur kolagen dan
meningkatnya aktivitas kolagenolitik berhubungan dengan PROM.

 Kelainan jaringan ikat dan defisiensi nutrisi sebagai faktor risiko

Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan kelemahan membran dan meningkatnya


insidensi PPROM. Sindrom Ehler-Danlos yang ditandai dengan hiperelastisitas pada kulit
dan sendi, disebabkan oleh berbagai defek dalam sntesis atau struktur kolagen.

Defisiensi nutrisi yang mempunyai predisposisi terhadap struktur kolagen yang


abnormal juga berhubungan denganmeningkatnya risiko PPROM. Ikatan kolagen yang
dibentuk dalam rangkaian reaksi yang diinsiasi oleh lysil oksidase, meningkatkan kekuatan
regangan fibriler kolagen. Lysil oksidase dibentuk oleh sel mesenkim amnion, yang
meliputi lapisan kompakta kolagen amnion Lysil oksidase ini merupakan copper dependent
enzyme, dan wanita dengan PPROM memiliki kadar konentrasi Cu yang kurang dalam
serum maternal maupun pada tali pusat. Demikian juga pada wanita yang memiliki kadar
vitamin c yang rendah, yang dibutuhkan untuk pembentukan struktur triple helix kolagen,
mempunyai angka kejadian PROM yang lebih tinggi dari wanita yang menmiliki kadar
serum yang normal. Merokok dapat menurunkan kadar vitamin C, dan kadmium yang
terdapat dalam tembakau meningkatkan ikatan methallothionein di trofoblas, yangdapat
menyebabkan sekuestrasi Cu.

9
 Meningkatnya degradasi kolagen
Degradasi kolagen diperantarai oleh matrix metalloproteinase, yang dihambat oleh
inhibitor jaringansepesifik dan inhibtor protease. PR OM sdisebabkan oleh
ketidakseimbangan antara aktifitas matrix metalloproteinase dan inhibitor jaringan,
sehingga menyebabkan degradasi matrix extraseluler.Pada PROM aktifitas kolagen,
protease meningkat, terutama MMP-9. Aktivitas gelatinolitik yang berhubungan dengan
pembentukan laten dan aktif MMP-9 meningkat dan konsentrasi TIMP-1 (Tissue inhibitor
of metalloproteinase-1) menurun.

 Hormon

Progestreon dan estradiol mensupresi remodelling matrix extraseleler pada jaringan


reproduksi. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMp-3 dan
meningkatkan konsentrasi inhibitor metalloproteinase pada fibroblas serviks kelinci.
Konsentrasi progesteron yang tinggi menurunkan produksi kolagenase pada fibroblas
srvikal ayam hutan. Relaxin hormaon yang mengatur remodelling jaringan ikat, dibentuk
lokal di desidua dan plasenta, menghambat efek estradiol dan progesteron dengan
meningkatkan MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban.

 Apoptosis
Kematian sel ini muncul mengikuti aawal degradasi nmatrix ekstraseluler, menunjukkan
bahwa hal mini merupakan akibat dan bukan penyebab katabolisme matrix ekstraseluler
amnion. Sel yang apoptosis biasanya berkumpul di daerah robekan dan sedikit pada daerah
sekitar selaput ketuban yang lain.

 Peregangan membran dan PROM


Overdistensi uterus akibat polihidraamnion dan gestasi ultifetal meginduksi terjadinya
regangan dan tarikan serta meningkatkan risiko PROM. Tarikan mekanik selaput ketuban
menstimulus pembentukan faktor-faktor seperti prostaglandin E-2 yang meningkatkan
kepekaan uterus, menurunkan sintesis kolagen selaput ketuban, dan meningkiatkan
pembentukan MMP- dan MMP-3 oleh fibroblas. IL-8 yang diproduksi sel korioamnion,
bersifat kemotaktik untuk netrofil dan merangsang aktivitas kolagen.

10
Gambar 2.1. Diagram skema berbagai mekanisme yang dapat menyebabkan ketuban pecah
dini

2.1.6. DIAGNOSIS
Membuat diagnosis yang tepat terhadap KPD adalah hal yang penting. Penilaian
diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah pemeriksaan vagina dan
risiko dari khorioamnionitis. Gejala adalah kunci dari diagnosis.

Gejala

1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari vagina.
Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna, konsistensi serta bau dari
cairan tersebut dapat membantu untuk membedakan KPD dengan leukorrhea normal
dalam kehamilan, inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret mukus karena dilatasi
cervix.
2. Adanya flek dari vernix atau mekonium.
3. Ukuran uterus berkurang.
4. Janin semakin teraba pada palpasi.

11
Tes Nitrazine
Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan kapas steril (cotton-
tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip yang sensitif terhadap perubahan pH,
perubahan warna terjadi dari kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 – 6,5.
Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 – 6,0 dan cairan amnion memiliki pH
7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes terhadap pH alkalis biasanya menunjukkan adanya cairan
amnion. Tes nitrazine ini memiliki tingkat akurasi sebesar 80-90%, dengan 10% false
positif dan 10% false negatif. Nitrazine dapat memberikn hasil false-positif dari
kontaminasi oleh darah, semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau antiseptic
alkalis. Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil false-positif juga
dapat diberikan pada urin yang alkalis.

Tes yang dapat digunakan untuk konfirmasi KPD termasuk mengobservasi adanya
cairan dari ostium cervix saat pasien batuk atau melakukan manuver Valsalva atau tekanan
pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum dan oligohydramnions pada pemeriksaan
ultrasound. Adapun tes lebih lanjut yang dapat digunakan antara lain :

1. Ultrasound
Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam diagnosis
KPD, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki volume cairan amnion yang
normal, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan
plasenta.1,3

2. Amniocentesis
Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion memiliki
hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran. Adapun diagnosis
infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut :

1) Febril di atas 38°C


2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit)
3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit)
4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau
6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

12
Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak dapat
diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan gram adalah
standar baku emas untuk investigasi yang cepat.

2.1.7. KOMPLIKASI
KPD dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, dan risiko komplikasi ini bervariasi
seiring dengan usia kehamilan. Komplikasi yang berhubungan dengan KPD termasuk
berikut ini ;

 Infeksi maternal, fetal dan neonatal


 Kehamilan dan persalinan prematur < 28 minggu
 Hipoksia dan asfiksia akibat kompresi tali pusat dan atau terjadi bersamaan dengan
solutio plasenta
 Meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesaria
 Fetal deformation syndrome

2.1.8. TERAPI
Pengelolaan KPD tergantung dari tingkat kehamilan pasien. Pada KPD yang terjadi
saat aterm, ibu dan bayi diobservasi ketat pada 24 jam pertama untuk menilai apakah
persalinan terjadi secara alami. Jika persalinan tidak terjadi setelah 24 jam, kebanyakan
dokter akan menginduksi persalinan untuk mencegah perpanjangan waktu antara KPD dan
persalinan karena akan meningkatkan risiko infeksi.

Prematur KPD membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin muda janin,
semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan serius yang permanen
bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan infeksi, dokter harus bisa
memutuskan diantara menunda persalinan sampai janin matur, atau menginduksi
persalinan dan mempersiapkan komplikasi persalinan prematur.

Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan KPD :

- Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada KPD aterm atau
pada kasus prematur KPD yang terkena infeksi.
- Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini digunakan
pada kasus prematur KPD yang tidak ada tanda infeksi.

13
- Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat. Steroid
biasanya digunakan pada KPD prematur jika janin dilahirkan lebih cepat karena infeksi
atau persalinan tidak dapat dicegah.
- Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa dengan
pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat mencegah
perkembangan infeksi itu sendiri.
Di bawah ini terdapat beberapa prosedur terapi yang di ambil dari berbagai sumber:

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginaekologi RSUP Dr.
Hasan Sadikin:
Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi


1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.
2) Janin : Takikardi
- Pengawasan timbulnya tanda persalinan
- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan
metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari
- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin
- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin
Aktif

- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-28 minggu
dan > 37 minggu
- Ada tanda-tanda infeksi
- Timbulnya tanda-tanda persalinan
- Gawat janin
2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
- Rawat di rumah sakit
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik

14
- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:
1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : ampisilin 4x500
mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg per oral selama 7 hari
2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin :
- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam
- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam
3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu
1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B:
- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam
- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik
2) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea
3. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology
Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan normal
harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya 8-12 jam,
induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan risiko infeksi yang rendah
- Umur kehamilan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi dapat
diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat dimulai
dalam 24-48 jam.
- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram, penatalaksanaan
harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika paru matur dan terjadi
amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika paru masih immature dan tidak
terdapat amnionitis maka penderita dianjurkan untuk tirah baring dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari.
Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu maturitas.
- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil
kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan risiko untuk ibunya sangat besar

15
Tanpa Intervensi

- Tirah baring
- Tidak berhubungan seksual
- Tidak dipasang tampon
- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari

2.2. BEKAS SEKSIO SESAREA


2.2.1. DEFINISI
Persalinan atau kelahiran pada pasien dengan riwayat kelahiran bayi melalui insisi
perut (laparotomi) dan insisi uterus (histerotomi). Luka sayat di perut dapat transversal
(Pfannenstiel) maupun vertikal (mediana); sedangkan di uterus dapat transversal (SC
Transperitonealis Profunda) maupun insisi vertikal (SC klasik/corporal).

2.2.2. DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Parut luka di perut

2.2.3. TATALAKSANA
 Partus pervaginam
Persalinan Pervaginam dengan bekas seksio sesarea atau juga dikenal dengan VBAC
(Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal setelah pernah
melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam ilmu kedokteran
khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam
kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman
bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah “Orang yang pernah
melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.” Juga banyak para ahli yang berpendapat
bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi
keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Menurut Cunningham FG (2001) kriteria
seleksinya yaitu :

16
a) Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
b) Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c) Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d) Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan
seksio sesarea emergensi.
e) Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :

a) Parut uterus yang tidak diketahui


b) Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
c) Kehamilan kembar
d) Letak sungsang
e) Kehamilan lewat waktu
f) Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio
sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Adapun skoring yang ditentukan
untuk memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger (1997)

No. Karakteristik Skor


1. Usia< 40 tahun 2
2. Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3. Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4. Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit
dalam keadaan Inpartu:
- 75 % 2
- 25 – 75 % 1
- < 25 % 0
5. Dilatasi serviks> 4 cm 1

17
Tabel 2.2 Angka Keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger

Skor Angka Keberhasilan (%)

0-2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8-10 95-99
Total 74-75

Kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :

a) Bekas seksio sesarea klasik


b) Bekas seksio sesarea dengan insisi T
c) Bekas ruptur uteri
d) Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
e) Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
f) Disproporsi sefalopelvik yang jelas
g) Pasien menolak persalinan pervaginal
h) Panggul sempit
i) Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal
 Seksio primer jika:
 Plasenta previa
 Vasa previa
 CPD/FPD
 Panggul patologik
 Presentasi abnormal
 Kelainan letak
 Posterm dengan skor pelvik rendah

18
 2 kali seksio
 Penyembuhan luka operasi yang lalu buruk
 Operasi yang lalu kolporal/klasik
 Perawatan rumah sakit
Hanya dilakukan apabila akan dilakukan seksio primer atau jika tranportasi sulit,
tingkat pendidikan pasien rendah
 Perawatan pasca seksio + 3-5 hari

Analisa Kasus

Gajala dan Tanda Teori


 Keluar air-air dari jalan lahir,  Pasien biasanya mengeluhkan adanya
secara tiba- tiba, berwarna bening cairan yang keluar secara tiba-tiba dari
dan tidak berbau. vagina.
 Warna ketuban rembesan jernih.  Adanya flek dari vernix atau
mekonium.
 Ukuran uterus berkurang.
 Janin semakin teraba pada palpasi.

Diagnosis pasti :
 Tes Nitrazine
 Ultrasound
 Amniocentesis

19
DAFTAR PUSTAKA

Alan H. DeCherney, Lauren Nathan, T. Murphy Goodwin, Neri Laufer McGraw Hill
Professional. CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth
Edition

Cunningham, F. Gary, Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom, et all. Williams Obstetrics


24th Edition. New York: Mc Graw Hill Education; 2014

Goodwin, T. Murphy, Martin N. Montoro, Laila Muderspach, et all. Management of


Common Problems in Obstetrics and Gynecology. Fifth Edition

Obstetri dan Ginaekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin


Soewarto, Soetomo. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi POGI


WHO, Kemenkes RI, POGI, IBI. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. 1st ed.: Kementrian Kesehatan RI; 2013

20

Anda mungkin juga menyukai