ACC Final 1 November 2019 Anor Objek 6

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

SINTESA SENYAWA KOMPLEKS

TETRAASETO-µ-DIAKUO TEMBAGA(II)

I. TUJUAN
1. Mensintesa tetraaseto-µ-diakuo tembaga(II)
2. Mempelajari momen magnetic ikatan logam-logam senyawa tetraaseto-µ-
diakuo tembaga(II)

II. TEORI
2.1 Unsur Transisi
Unsur-unsur transisi adalah unsur logam yang memiliki kulit elektron d atau f yang
tidak penuh dalam keadaan netral atau kation. Unsur transisi terdiri atas 56 dari 103
unsur. Logam-logam transisi diklasifikasikan dalam blok d, yang terdiri dari unsur-
unsur 3d dari Sc sampai Cu, 4d dari Y ke Ag, dan 5d dari Hf sampai Au, dan blok f,
yang terdiri dari unsur lantanoid dari La sampai Lu dan aktinoid dari Ac sampai Lr.
Kimia unsur blok d dan blok f sangat berbeda[1].
Logam transisi memiliki sifat-sifat khas logam, yakni keras, konduktor panas
dan listrik yang baik serta menguap pada suhu tinggi. Walaupun digunakan luas
dalam kehidupan sehari-hari, logam transisi yang biasanya kita jumpai adalah besi,
nikel, tembaga, perak, emas, platina, dan titanium. Namun, senyawa kompleks
molekular, senyawa organologam, dan senyawa padatan seperti oksida, sulfida, dan
halida logam transisi digunakan dalam berbagai riset kimia anorganik modern[1].

2.2 Ligan
Senyawa ion logam yang berikatan secara kovalen koordinasi dengan ligan disebut
dengan senyawa kompleks. Sebagian besar ligan adalah zat netral atau anionik tetapi
kation, seperti kationtropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amonia, NH3, atau
karbon monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil,
sementara ligan anionik, seperti Cl- atau C5H5-, distabilkan hanya jika
dikoordinasikan dengan atom logam pusat. Ligan dengan satu atom pengikat atau
menyumbangkan satu pasangan elektron bebas disebut ligan monodentat, dan yang
memiliki lebih dari satu atom pengikat atau menyumbangkan lebih dari satu
pasangan elektron bebas disebut ligan polidentat, yang juga disebut ligan khelat.
Jumlah atom yang diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan koordinasi.
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari atom pusat dan ligan.
Atom pusat bisa berupa logam transisi, alkali atau alkali tanah[1].
Ion atau molekul netral yang memiliki atom-atom donor yang dikoordinasikan
dengan atom pusat disebut dengan ligan. Senyawa kompleks terbentuk akibat
terjadinya ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atom pusat dengan suatu
ligan.. Sintesis senyawa kompleks melibatkan reaksi antara larutan yang
mengandung molekul atau ion negatif sebagai ligan. Beberapa molekul organik
seperti kupferon, 8-hidroksikuionlin (oksin), benzoilaseton dll dapat berfungsi
sebagai ligan dalam pembentukan kompleks dengan logam transisi[1].
2.3 Tembaga (II)
Contoh dari logam transisi yang dapat disintesa menjadi senyawa kompleks adalah
tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I) oksida (Cu2O)
yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa ini tak
bewarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip
perilaku senyawa perak(I). Tembaga(I) mudah dioksidasikan menjadi senyawa
tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida (CuO). Garam-garam
tembaga(II) umumnya bewarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat maupun
dalam larutan air. Batas terlihatnya warna ion kompleks tetrakuokuprat(II) yaitu
warna ion tembaga(II) dalam larutan air adalah 500 µg dalam batas konsentrasi 1
dalam 104[4].
Tembaga (Cu) adalah sebuah nutrisi yang penting untuk seluruh tumbuhan dan
hewan. Pada hewan termasuk manusia banyak ditemukan ion tembaga dalam aliran
darah, sebagai kofaktor pada berbagai macam enzim. Logam Cu walaupun bersifat
esensial bagi seluruh makhluk hidup namun akan menjadi racun jika terakumulasi
dalam jumlah besar di dalam tubuh[3].
Tembaga mempunyai bilangan oksidasi +l dan +2, akan tetapi yang jumlahnya
melimpah adalah adalah Cu dengan bilangan oksidasi +2 atau Cu(II), karena Cu(I) di
air mengalami disproporsionasi membentuk sebagai senyawa yang tidak larut.
Dengan demikian Cu yang stabil adalah Cu(II). Cu(II) dalam jumlah kecil diperlukan
oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah, tetapi dalam jumlah besar
dapat rnenyebabkan rasa yang tidak enak pada lidah. Kadar Cu maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,05-1.5 ppm. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu
metode penentuan kadar tembaga di perairan dalam jumlah renik[3].
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya
tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Salah satu senyawaan
Cu dengan bilangan oksidasi 2 adalah kompleks ion khelat tetramin tembaga(II)
sulfat hidrat yang dapat dibuat dengan mereaksikan CuSO4 dengan amonia berlebih.
Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) bewarna biru oleh karena warna ion
kompleks koordinasi enam, [Cu(H2O)6]2+[4].
Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat (CuSO4),
bewarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks
tetraakuo. Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat.
Tembaga melebur pada 1038°C. Karena elektroda standaranya positif (+0,34 V untuk
pasangan Cu/Cu2+), tak larut dalam dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit[4].
Terdapatnya kompleks [Cu(H2O)4]2+ dalam senyawa hidrat CuSO4.5H2O akan
diperlukan pembentukan senyawa kompleks intermediet yaitu senyawa kompleks
dengan ligan NH3 yang sifatnya lebih kuat dibandingkan ligan H2O berdasarkan
deret spektrokimia sehingga dapat menggantikan ligan H2O. Dimana penambahan
NH3 25% akan menyebabkan penggantian ligan, sehingga terbentuk senyawa
kompleks [Cu(NH3)6]2+. Kemudian ligan NH3 ini digantikan lagi dengan ligan asam
asetat, sehingga terbentuk senyawa tetraaseto-µ-diaquo tembaga(II)[5].
Reaksi yang terjadi dalam pembuatan tetraaseto-µ-diakuo tembaga(II) adalah
sebagai berikut:
CuSO4.5H2O + 4NH3(aq) → (Cu(NH3)4)+2 + SO42- ………… (1)
(Cu(NH3)4)+2 + NaOH → Cu(OH)2 (s) …………………….(2)
Cu(OH)2 + 2CH3COOH → ½ [(Cu(CH3CO2).2H2O)2]……. (3)

2.4 Asam Asetat


Asam asetat merupakan salah satu asam organik yang beranggotakan 2 buah atom
karbon. Asam ini mempunyai sifat yang mirip dengan cuka. Itulah salah satu alasan
kenapa asam asetat dikenal sebagai asam cuka. Titik didih yang dimiliki oleh asam
ini cukup rendah yaitu berkisar 16,7°C. Asam asetat ini banyak digunakan dalam
industri-industri, seperti industri polimer. Salah satunya yaitu politetilena tereftalat,
selulosa asetat, polivinil asetat dan serat asam asetat merupakan salah satu produk
industri yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Saat ini di Indonesia harus
mengimpor asam asetat dalam jumlah yang besar, pada tahun 1993 jumlah impornya
sebesar 31.613.115,200 M ton dengan nilai $ 14.945.208,41[2].
Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat
diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi,
dan air kelapa[2].
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan
merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari
kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam
etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat
yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air
membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakan singkatan resmi bagi asam
asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil[5].
Asam asetat mempunyai nama acetum yang berarti cuka. Cuka ini disintesis
pertama kali oleh Herman Kolbe (1847) melalui proses klorinasi karbon disulfida
menjadi karbon tetraklorida. Selanjutnya proses pirolisis menjadi tetrakloroetilena
dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya direduksi melalui
elektrolisis menjadi asam asetat.
Sifat-sifat kimia asam asetat :
1. Keasaman
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga
memberikan sifat asam. asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai
pKa = 4.8. Basa konjungsinya adalah asetat (CH3COO-). Sebuah larutan 1.0 M
asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memilki ph
sekitar 2.4.
2. Dimer kristal
Struktur kristal asam asetat menunjukan bahwa molekul-molekul asam asetat
berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer
juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 0C. Dimer juga terjadi pada larutan
encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi
dimer tersebut diperkirakan 65.0-66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154-157 J
mol-1 k-1 .Sifat dimersiasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana
lainnya.
3. Sebagai pelarut
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan
etanol. asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga
ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun
senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin.
asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar
lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan
bercampur dari asam asetat, sehingga berguna dalam industri kimia[5].
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
No. Alat Fungsi
1. Hotplate magnetic untuk pemanas dan menghomogen larutan dengan
stirrer pengadukan
2. Pipet takar untuk mengambil larutan dengan volume tertentu
3. Batang pengaduk untuk menghomogenkan larutan secara manual
4. Corong untuk membantu memisahkan filtrat dan endapan
5. Beaker gelas untuk tempat larutan
6. Sand bath (water bath) untuk tempat inkubasi sampel

3.1.2 Bahan dan Kegunaan


No. Bahan Fungsi
1. CuSO4.5H2O sebagai sumber ion pusat (Cu2+)
2. CH3COOH sebagai sumber ligan (CH3COO-)
3. NaOH sebagai pembentuk endapan Cu(OH)2
4. NH3 (50%) sebagai pembentuk kompleks intermediet dan ligan
5 H2O sebagai pelarut
3.2 Cara Kerja
Sebanyak 250 mg CuSO4.5H2O dilarutkan dalam 5 mL akuades. Kemudian distirrer dan
dipanaskan pada suhu 50°C selama 15 menit. Setelah itu ditambahkan NH3 50% sebanyak
±10 tetes, distirrer sampai berwarna biru kuat. Lalu ditambahkan 0,08 gram NaOH,
kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 65°C. Setelah terjadi proses pengendapan
pada saat pemanasan, larutan didinginkan pada suhu kamar. Endapan yang terbentuk
disaring dan dicuci dengan 2 mL air panas. Endapan Cu(OH)2 dipindahkan ke dalam gelas
piala dan ditambahkan CH3COOH 10 % sebanyak 2,5 mL, lalu larutan dipanaskan dan
distirer pada suhu 40°C selama 5 menit. Kristal yang terbentuk kemudian disaring,
dikeringkan dan ditimbang. Kemudian dihitung rendemen.
3.3 Skema Kerja
CuSO4.5H2O

- ditimbang 0,25 gram


- dilarutkan dalam 5 ml akuades
- dipanaskan dan distirrer sampai suhu 50°C
- ditambahkan 10 tetes NH3 50%

Larutan biru pekat [Cu(NH3)]2+

- diaduk
- ditambahkan 1 butir NaOH
- dipanaskan pada suhu 65°C selama 15 menit
- didiamkan pada suhu kamar
- disaring

Endapan biru terang Cu(OH)2 Filtrat


+

- dicuci dengan 2 mL air panas


- dikeringkan
- dimasukkan ke dalam gelas piala
- ditambahkan CH3COOH 10 % 2 mL
- distirrer dan dipanaskan pada suhu 40°C selama 10 menit
- disaring sebanyak 2,5 ml

Endapan biru tosca Filtrat


[(Cu(CH3COOH)2H2O)2]2+
- dikeringkan dengan oven
- ditimbang dan dihitung rendemen

Hasil
+
3.4 Skema Alat

4
1

2
5

Keterangan :
1. Gelas piala
2. Magnetik bar
3. Pemanas
4. Corong
5. Erlenmeyer
IV. DATA DAN PERHITUNGAN
1.1 Data
Massa CuSO4.5H2O = 0,25 gram
Massa molekul CuSO4.5H2O = 249,6 gram/mol
Massa kertas saring = 1,52 gram
Massa kertas saring + endapan = 1,35 gram
Massa [Cu(CH3COO)2H2O]2 = 0,17 gram
Massa molekul [Cu(CH3COO)2H2O]2 = 399,9 gram/mol

1.2 Reaksi
CuSO4.5H2O(s) + 4 NH3(l) [Cu(NH3)4]2+ (aq) + SO42-(aq)
[Cu(NH3)4]2+ (aq) + NaOH(aq) Cu(OH)2 (s)
Cu(OH)2 (s) + 2 CH3COOH(l) ½ [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2 (s) + H2O(l)

1.3 Perhitungan
1 mol CuSO4.5H2O
Massa [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2 = 0,25 g CuSO4.5H2O x
249,54 g CuSO4.5H2O
½ [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2
x
1 mol [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2
399,9 g [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2
x
1 mol [Cu(CH3COO)2 (H2O)]2
= 0,2 g

massa percobaan
Rendemen = x 100 %
massa teori
0,17 gram
= x 100 %
0,2 gram
= 85 %
V. PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengamatan
5.1.1 Analisa Langkah Kerja
No. Cara Kerja dan Reaksi Foto Pengamatan Analisa
1. Ditimbang 0,25 gram CuSO4.5H2O Larutan berwarna biru Digunakan CuSO4.5H2O karena
dan dilarutkan dengan 5 mL terang CuSO4.5H2O lebih mudah terion
akuades. Campuran dikocok dan didalam air dan kelarutannya lebih
dipanaskan sampai suhu 50˚C besar dari pada CuSO4. Campuran ini
CuSO4.5H2O + H2O → [Cu(H2O)]+2 + dipanaskan untuk mempercepat
SO4-2 kelarutan dan mempercepat reaksi.
Digunakan magnetic stirrer agar larutan
lebih homogen.
2. Ditambahkan NH3 50% kedalam Warna berubah menjadi NH3 berfungsi sebagai pelarut ligan dan
campuran biru muda dan ada akan terbentuk endapan. NH3 juga
[Cu(H2O)]+2 + NH3 → [Cu(NH3)]+2 suspensi berfungsi untuk membentuk kompleks
+ H2O intermediet [Cu(NH3)]+2, karena jika
langsung ditambahkan CH3COOH, ion
asetat tidak mampu untuk
menggantikan SO4 , sebab itulah harus
-2

terbentuk intermediet terlebih dahulu


3. Ditambahkan 1 butir NaOH Terbentuk endapan biru NaOH berfungsi sebagai pembentuk
kedalam campuran pada suhu endapan. OH- pada NaOH akan
50˚C dan campuran dikocok 15-20 menggantikan posisi NH3 dan akan
menit pada suhu 60˚C. Campuran terbentuk endapan berwarna biru. Suhu
didinginkan dan disaring dijaga untuk mempertahankan hasil
[Cu(NH3)]+2 + NaOH → Cu(OH)2 agar tidak rusak. Endapan tersebut
disaring untuk memisahkan endapan
dengan filtrat (pelarut-pelarutnya)
4. Padatan biru dicuci dengan 2 Terbentuk kristal biru Air panas berfungsi sebagai pencuci
mL air panas. Endapan tosca endapan dan membawa ion-ion yang
Cu(OH)2 dipindahkan kedalam tidak perlu seperti SO4-2, Na+, NH3 agar
gelas piala dan ditambahkah 2,5 tidak ikut tercampur dengan hasil.
mL asam asetat. Campuran CH3COOH ditambahkan sebagai ligan
dipanaskan 5 menit pada suhu yang akan membentuk kompleks
40˚C. Kristal yang terbentuk [(Cu(CH3COOH)2.H2O)2]. Pemanasan
disaring dan dikeringkan lalu dilakukan untuk mempercepat reaksi
dihitung rendemen untuk membentuk kompleks.
Cu(OH)2 + 2CH3COOH →
½[(Cu(CH3COOH)2.H2O)2] +
H2O
5.1.2 Analisa Produk Akhir

No. Hasil Foto Pengamatan Analisa


1. Tetraaseto-µ-diaquo tembaga(II) - Hibridisasi : dsp2 Asetat merupakan ion
[(Cu(CH3COOH)2.H2O)2] - Geometri : square planar monodentat yang akan
- Sifat magnet : menyumbangkan sepasang
Paramagnetik elektron bebasnya. Kompleks
- Outer Sphere Complex tidak dapat langsung terbentuk
- Kristal berwarna biru melainkan membentuk
tosca intermediet terlebih dahulu.
- Padat Kompleks ini juga menggunakan
- Tidak mudah menguap H2O sebagai jembatan ligan.
CH3COO- tidak dapat langsung
mengeksitasi elekron sehingga
dibantu dengan penambahan
NH3 dan NaOH untuk
membentuk intermediet terlebih
dahulu. Setelah elektron
Keadaan dasar : tereksitasi, ligan asetat baru
29Cu = [Ar] 4s2 3d9 dapat masuk untuk menempati
orbital d ion pusat. Rendemen
yang didapatkan adalah 85%, ini
Keadaan terion : menunjukkan bahwa percobaan
Cu+2 = [Ar] 4s0 3d9 yang dilakukan sudah cukup
bagus dan reaksi yang terjadi
sudah hampir sempurna
-
Eksitasi oleh ligan NH3 :

Hibridisasi oleh ligan CH3COOH :

Hibridisasi : dsp2 (square planar)


5.2 Pembahasan
Pada praktikum ini mengenai sintesis senyawa kompleks tetra aseto-µ-diaquo
tembaga(II) dimana prinsipnya yaitu rekristalisasi dan pengompleksan. Jenis reaksi
pada percobaan ini reaksi subsitusi karena pergantian oleh tiga ligan pada
pembentukan senyawa kompleks. CuSO4.5H2O sebagai sumber atom pusat Cu2+,
asam asetat sebagai ligan dan H2O sebagai jembatan penghubung dengan Cu.
CuSO4.5H2O dilarutkan dengan akuades bertujuan untuk mengionkan Cu menjadi
Cu2+, selain itu untuk melemahkan ikatan antara Cu dengan SO4 karena antara Cu
dan SO4 mempunyai ikatan yang sangat kuat, sehingga penambahan air akan
terbentuk Cu2+ dan SO42- yang berwarna biru terang. Dalam percobaan ini
menggunakan bahan dasar CuSO4.5H2O sebanyak 0,25 gram yang digunakan
sebagai sumber atom pusat dalam pembentukan kompleks. Tembaga(II) sulfat
pentahidrat digunakan karena memiliki kelarutan dalam air lebih besar
dibandingkan tembaga(II) sulfat, sehingga pada penambahan 5 mL air akan mudah
larut. Didalam air tembaga(II) sulfat akan terion dan membentuk kompleks baru
yaitu [Cu(H2O)4]2+. Ion SO42- berasal dari asam kuat H2SO4 yang memiliki ikatan
yang kuat dengan Cu2+, sehingga dilakukan pemanasan dengan hot plate dan untuk
meningkatkan energi kinetik yang ada sehingga partikel bergerak cepat, tumbukan
sering terjadi dan reaksi berlangsung cepat. Selain pemanasan juga dilakukan
pengadukan dengan magnetic stirrer agar menghomogenkan larutan selain itu juga
meningkatkan energi kinetik tiap molekul untuk bereaksi, sehingga pengadukan
lebih sempurna karena pengadukan yang konstan.
Campuran panas tersebut ditambahkan NH3 25% yang mengakibatkan larutan
yang semulanya berwarna biru terang menjadi biru kuat (suspensi). Perubahan ini
disebabkan oleh terjadinya pergantian gugus yang terikat pada atom pusat. Dengan
adanya penambahan NH3 25% terjadi pergantian ligan H2O menjadi ligan NH3. NH3
yang ditambahkan berfungsi sebagai solvent ligan dimana NH3 akan melarutkan
ligan H2O dan NH3. Kemudian ditambahkan NaOH ke larutan tersebut. Campuran
tersebut diaduk dan dipanaskan pada suhu 650C terbentuk endapan Cu(OH)2 yang
berwarna biru.
Endapan yang didapatkan disaring dengan tujuan memisahkan endapan dan
filtratnya. Kemudian dicuci untuk menghilangkan pengotor seperti SO42-, NH3, Na+
dan pengotor lainnya. Pencucian dilakukan dengan sedikit air panas. Endapan yang
didapat ditambahkan asam asetat sebagai sumber ligan CH3COO- pada kompleks
ini. Endapan yang didapatkan berwarna biru tosca yang merupakan endapan
kompleks [Cu(CH3COO)2H2O]2. Senyawa kompleks [Cu(CH3COO)2H2O]2 bersifat
paramagnetik karena adanya satu elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d
dan mengalami eksitasi ke orbital 4p. Elektron tersebut tereksitasi karena prinsip
dari pembentukan senyawa kompleks adalah harus masuknya ligan ke dalam orbital
d dan ligan asetat merupakan ligan bidentat yang mendonorkan dua pasang
elektron yang dimilikinya ke atom pusat serta merupakan ligan kuat, maka hibridasi
dari senyawa komplek ini adalah dsp2 yaitu square planar.
Massa kompleks tetraaseto--diaquo tembaga (II) yang didapat yaitu 0,17 gram.
Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai rendemen 85%. Ini
menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan sudah cukup bagus dan teliti.
Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum yang mempengaruhi
keberhasilan praktikum ini adalah suhu pada saat berlangsungnya pemanasan yang
kurang tepat, sehingga rendemen produk yang dihasilkan kurang dari 100% tepat
jumlahnya yang disebabkan dari reaksi yang tidak sempurna. NaOH yang
digunakan dalam percobaan tidak tepat jumlahnya karena NaOH itu sendiri bersifat
hidroskopis, sehingga diperkirakan ada NaOH yang bereaksi dengan udara, waktu
melakukan pendinginan larutan dalam ice bath terlalu cepat sehingga endapan yang
terbentuk tidak sempurna, kurang bersih saat mencuci kristal yang terbentuk serta
kurang teliti dalam penimbangan dan penambahan zat.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Prinsip pada percobaan adalah rekristalisasi dan reaksi subsitusi.
2. Dalam percobaan ini digunakan CuSO4.5H2O sebagai sumber atom pusat Cu2+
dan asam asetat sebagai sumber ligan CH3COO-.
3. Dalam sintesa kali ini terjadi reaksi bertahap dan terbentuknya beberapa ligan
intermediet.
4. Kompleks yang dihasilkan yaitu [Cu(CH3COO)2H2O]2 yang berwarna biru
tosca.
5. Massa endapan [Cu(CH3COO)2H2O]2 yang didapat yaitu 0,17 gram dengan
rendemen yang didapatkan yaitu 85%.

6.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya disarankan untuk :
1. CuSO4.5H2O yang akan direaksikan hendaknya benar-benar larut dengan
penambahan akuades.
2. Gunakan metode lain untuk mensintesa senyawa kompleks tetraaseto µ-diaquo
tembaga (II).
3. Pemanasan dilakukan dengan suhu yang tepat dan pengadukan dilakukan
dengan magnetic stirrer sehingga reaksi berlangsung lebih sempurna.
4. Pencucian kristal hendaknya dilakukan secara tepat, sehingga hasil yang
diharapkan terbebas dari pengotor dan rendemen yang didapatkan juga besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Saito, Taro.: Buku Teks Kimia Anorganik Online, Iwanami Shoten Publishers: Tokyo,
2004.

[2] Nurika Irnia, Hidayat Nur.: Pembuatan Asam Asetat Dari Air Kelapa Secara
Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi (Kajian dari tinggi partikel
dalam kolom dan kecepatan aerasi), Jurnal Penelitian Sains. 3(C), 2012.

[3] Rizal Lingga Harera, Sudiarti Teti, Wulandari Meyliana.: Sintesis Cu(Ii)-Imprinted
Polymers Untuk Ekstraksi Fasa Padat dan Prakonsentrasi Ion Tembaga(Ii) dengan
Ligan Pengkhelat 4-(2-Pyridylazo) Recorcinol, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung: Bandung, 2015.

[4] Sugiyarto, Kristian.: Dasar-dasar Kimia Anorganik Logam, Jurusan pendidikan


kimia FMIPA UGM: Yogyakarta, 2003.

[5] Vogel, Arthur I.: Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth
Edition, Longman Group Limited: London, 1979.
LAMPIRAN 1. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
1. Buat bagan percobaan untuk objek ini:
CuSO4.5H2O

- ditimbang 0,25 gram


- dilarutkan dalam 5 ml akuades
- dipanaskan dan distirrer sampai suhu 50°C
- ditambahkan 10 tetes NH3 50%

Larutan biru pekat [Cu(NH3)]2+

- diaduk
- ditambahkan 1 butir NaOH
- dipanaskan pada suhu 65°C selama 15 menit
- didiamkan pada suhu kamar
- disaring

Endapan biru terang Cu(OH)2 Filtrat


+

- dicuci dengan 2 mL air panas


- dikeringkan
- dimasukkan ke dalam gelas piala
- ditambahkan CH3COOH 10 % 2 mL
- distirrer dan dipanaskan pada suhu 40°C selama 10 menit
- disaring sebanyak 2,5 ml

Endapan biru tosca Filtrat


[(Cu(CH3COOH)2H2O)2]2+
- dikeringkan dengan oven
- ditimbang dan dihitung rendemen

Hasil
+
LAMPIRAN 2. STRUKTUR BAHAN DAN PRODUK

No. Nama Senyawa Struktur Senyawa

1. Akuades (H2O)

2. Natrium Hidroksida (NaOH)

3. Amonia (NH3)

4. Asam Asetat (CH3COOH)

Tembaga(II)sulfat
5.
pentahidrat (CUSO4. 5H2O)

Anda mungkin juga menyukai