Anda di halaman 1dari 31

PENGUKURAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE

BRADFORD DAN LOWRY

I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Membuat kurva standar protein dengan metode Bradford dan Lowry.
2. Menentukan kadar protein dalam sampel susu dengan metode Bradford dan
Lowry.
1.2 Latar Belakang
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino
yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah
asam amino dengan susunan tertentu dan bersifat turunan. Asam amino terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur
utama protein sebanyak 16% dari berat protein. Molekul protein juga mengandung
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti
tembaga dan besi1. Menurut Warsito (1997), secara umum protein mempunyai fungsi
sebagai zat pembangun, yaitu sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru dan
pemeliharaan jaringan untuk regenerasi kulit dan sel darah merah serta
pertumbuhan rambut dan kuku. Protein sebagai zat pengatur, yaitu zat pengatur
yang dihasilkan enzim dan hormon yang mengatur proses pencernaan makanan
sebagai pembentuk antibodi atau kekebalan tubuh. Protein sebagai zat tenaga,
apabila energi yang diperoleh dari konsumsi karbohidrat dan lemak tidak mencukupi
kebutuhan tubuh maka protein akan dibakar menghasilkan energi2. Struktur asam
amino bisa dilihat pada Gambar 1.1.
R1 O R2 O R1 H R2
O
+
H3N C C + +
H3N C C +
H3N C C N C COO-

H O- O-
H H H
Gambar 1.1 Struktur Asam Amino
Ditinjau dari strukturnya protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu
golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan protein
sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino,
sedangkan protein gabungan ialah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan
protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau
asam nukleat3. Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk
molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk
molekul panjang seperti serat atau serabut, sedangkan protein globular berbentuk
bulat4.
Setiap protein mempunyai struktur tiga dimensi yang unik, yang ditentukan oleh
urutan asam amino penyusunnya. Struktur protein sederhana merupakan molekul
berantai panjang penggabungan ratusan atau ribuan dari 21 jenis asam amino.
Penggabungan ini terjadi melalui ikatan peptida antara gugus karboksil dan gugus
amino. Ada empat tingkat struktur dasar protein yaitu struktur primer, sekunder,
tersier dan kuartener5. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam
amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino adalah ikatan
peptida, maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang
urutannya diketahui. Struktur tersier menunjukkan kecenderungan polipeptida
membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur yang
lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan oleh adanya bebrapa ikatan antar gugus R
pada molekul asam amino yang membentuk protein. Beberapa jenis ikatan tersebut
misalnya ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofob antara rantai
samping non polar, interaksi dipol-dipol dan ikatan sulfida yaitu suatu ikatan kovalen.
Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein. Sebagian
besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai
polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan5.
Berdasarkan ikatan-ikatan yang terjadi pada protein, bisa disimpulkan bahwa
struktur protein merupakan struktur yang kompleks. Struktur protein terdiri atas
beberapa macam struktur diantaranya adalah struktur primer, merupakan ikatan-
ikatan peptida dari asam amino-asam amino pembentuk protein tersebut.
Selanjutnya yaitu struktur sekunder yang terbentuk dari ikatan hidrogen yang terjadi
antara gugus-gugus amina dengan atom hidrogen pada rantai samping asam amino,
sehingga membentuk lipatan-lipatan, misalnya membentuk α-heliks. Struktur tersier,
adalah interaksi struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder yang lain
melalui ikatan hidrogen, ikatan ion, atau ikatan disulfida (-S-S), misalnya terbentuk
rantai dobell-heliks. Struktur kuartener, yaitu struktur yang melibatkan beberapa
peptida sehingga membentuk suatu protein.Pada peristiwa ini, kadang-kadang
terselip molekul atau ion lain yang bukan merupakan asam amino, misalnya pada
hemoglobin, yang pada proteinnya terselip ion Fe3+ 4.
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan kadar protein diantaranya
adalah yang pertama metode Kjeldahl. Penentuan jumlah protein secara empiris
yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang
dikandung oleh suatu bahan. Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen
yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi hal tersebut sulit
dilakukan karena kandungan senyawa lain memiliki jumlah yang cenderung sedikit.
Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai representasi jumlah protein yang
akan dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar protein metode Kjeldahl ini dengan
demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).Analisa protein
cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap destruksi,
tahap destilasi dan tahap titrasi5.
Metoda kedua adalah metode Lowry. Protein dengan asam fosfotungstat-
fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang intensitasnya
bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Konsentrasi protein diukur
berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm (OD terpilih).
Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva
standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya
digunakan protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah
Sapi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-
fosfomolibdat (1:1); dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2% dalam
NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartrat 2%6.
Reagen Lowry membentuk kompleks protein dengan mengubah Cu2+ menjadi
Cu+ dengan melepaskan OH radikal dari asam amino yang diikatnya. Pada metoda
Lowry ini, hanya asam amino yang radikal saja yang bisa diikat membentuk
kompleks. Contoh asam amino yang radikal bisa dilihat pada Gambar 1.2.
H H O
H O
O
+
+
+
H3N C C H3N C C
H3N C C
O- CH2 O-
O - CH2
CH2
SH
NH

OH

Triptopan Sistein Tirosin

Gambar 1.2 Asam amino yang radikal


Dalam metoda Lowry ini dihasilkan senyawa kompleks yang berwarna kuning
kehijauan yang diukur pada panjang gelombang 750 nm. Mekanisme pembentukan
senyawa ini bisa dilihat pada Gambar 1.3.
OH.
protein OH- Kompleks
2+ Protein-Cu+
( ikatan peptida) + Cu Kompleks
+ Folin-Ciocalteu Kuning Kehijauan

Gambar 1.3 Mekanisme pembentukan kompleks dengan metoda Lowry (sumber :


Jurnal Sains dan Teknologi ISSN : 0216-1540)

Metode ketiga adalah metode biuret. Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH
kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang berada
bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti – CSNH2; –
C(NH)NH2; – CH2NH2; – CRHNH2; – CHOHCH2NH2 – CHOHCH2NH2 –
CHNH2CH2OH; – CHNH2CHOH. Uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain
seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.Intensitas warna tergantung pada
konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara biuret adalah dengan
mengukur OD pada panjang gelombang 560-580 nm. Agar dapat dihitung banyaknya
protein dalam bahan maka perlu lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan
hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang terpilih.
Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya protein atau
senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea 6.
Metode keempat yaitu metode spektrofotometer UV / Bradford. Reagen yang
digunakan pada metode ini yaitu reagen bradford. Kebanyakan protein
mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm. Hal ini tertutama oleh
adanya asam amino tirosin, triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein
tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah
dan tidak merusak bahan. Untuk keperluan perhitungan juga diperlukan kurva
standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD. Dalam
metoda reagen bradford terdapat Coomassie Brilliant Blue G-250 (CBBG), ethanol
dan asam fosfor 85%6.
N+

SO
3H SO3-

NH O

Gambar 1.4 Struktur Coomassie Brilliant Blue G-250


CBBG memiliki muatan positif dan negatif yang hanya bisa mengikat protein
yang memiliki asam amino yang bermuatan juga. Contoh asam amino yang
berikatan bisa dilihat di Gambar 1.5.
H O H H H
O O O H
+ +
H3N C C H3N C C +
H3N C C +
H3N C C +
H3N C C
-
CH2 O
CH2 O- CH2 O- CH2 O-
H CH2
N
CH2 COO- CH2 CH2
CH2 CH2
NH+ Asam Aspartat COO-
NH Asam Glutamat
Histidin CH2

C NH2+ NH3+

NH2 Tirosin
Arginin

Gambar 1.5 Asam amino yang bermuatan


Dengan menggunakan reagen Bradford, didapatkan larutan berwarna biru akibat
bereaksi dengan CBBG. Mekanisme pembentukan warna bisa dilihat di Gambar 1.6.

N+
SO3H SO3-
Protein + Kompleks Biru
N

NH O
CBB G-250
Gambar 1.6 Mekanisme pembentukan warna pada metoda Bradford
Metode kelima adalah metode turbidimetri atau Kekeruhan. Kekeruhan akan
terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan
pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic Acid (TCA), asam sulfosalisilat.
Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter. Tabel atau kurva juga harus
dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan hubungan antara kekeruhan dengan kadar
protein (dapat ditentukan dengan cara Kjeldahl). Cara ini hanya dapat dipakai untuk
bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya biasanya kurang tepat 6.
Metode keenam adalah metode pengecatan. Menggunakan beberapa bahan
pewarna misalnya Orange G, Orange 12 dan Amido Black dapat membentuk
senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa
bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka
jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat. Tentunya tabel atau kurva standar
perlu dibuat terlebih dahulu untuk keperluan ini6.
Metode ketujuh yaitu metode Titrasi formol. Pada metode ini larutan dinetralkan
dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol.
Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak
akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksi) dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah
PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak
hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses
terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penetuan protein 7.
Pada percobaan ini dilakukan metoda Bradford dan Lowry, berdasarkan
penelitian sebelumnya metoda Bradford lebih baik digunakan daripada metoda lowry.
Rentang konsentrasi metode Bradford 0 µg/mL - 2000 µg/mL dan metoda lowry : 20
µg/mL – 200 µg/mL. Dalam segi gangguan yang ditimbulkan metoda Bradford lebih
stabil terhadap keberadaan pengotor berupa amonium sulfat dan SDS dan juga nilai
linearitas yang baik7.
Gangguan yang bisa tejadi pada pengukuran dengan metoda bradford yaitu
kesalahan pengenceran, kondisi dasar dan SDS dapat mengganggu kemampuan
pewarna untuk mengikat protein, ada protein yang tidak bereaksi dengan pewarna,
meninggalkan noda pada tabung reaksi dan gangguan dari zat lain didalam sampel.
Untuk metoda lowry bisa terjadi gangguan pada pengenceran dan pengarug
detergen7.
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat dan Fungsi
No Alat Fungsi
1. Spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur absorban masing-masing
(Genesys 20) larutan
2. Pipet tetes (Pyrex) untuk memipet larutan
3. Labu ukur 50 mL (Iwaki) untuk wadah pengenceran larutan
4. Gelas ukur 250 mL (Iwaki) untuk mengukur volume larutan
5. Tabung reaksi (Iwaki) untuk wadah larutan
6. Pipet takar 1 mL (Pyrex) untuk mengambil larutan dengan volume
tertentu
7. Kuvet untuk wadah larutan saat pengukuran
8. Rak tabung reaksi untuk tempat tabung reaksi

2.1.2 Bahan dan Fungsi


No Bahan Fungsi
1. Susu sebagai sampel
2. Larutan BSA 100 ppm sebagai larutan induk
(Merck)
3. Akuades sebagai pelarut
4. Reagen Bradford (Merck) sebagai reagen pada metoda Bradford
• Coomassie Brilliant Blue
G (CBBG)
• Asam Fosfor 85%
• Ethanol
5. Reagen Lowry (Merck) sebagai reagen pada metoda Lowry
• Lowry A (Asam
Fosfotungstat-Asam
fosfomolibdat)
• Lowry B (CuSO4.5H2O -
Natrium Hidroksida)
• Lowry C (Folin Folin
ciocalteau)
2.2 Prosedur Kerja Praktikum
a. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk Metode Bradford
Larutan standar BSA 100 ppm diencerkan menjadi 0; 10; 20; 30; 40; 50 ppm di
dalam labu ukur 10 mL. Kemudian, masing-masing larutan dipipet sebanyak 0,5 mL
ke dalam masing-masing tabung reaksi. Pereaksi bradford sebanyak 10 mL
ditambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi lalu di inkubasi pada suhu
ruang selama 10 menit selanjutnya nilai absorbansi larutan standar diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.

b. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford


Sampel protein diencerkan sebanyak 300 kali dan 400 kali dan ditambahkan reagen
Bradford sebanyak 10 mL lalu di inkubasi selama 10 menit. Kemudian nilai absorban
larutan standar dan sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 595 nm selanjutnya, dihitung konsentrasi sampel protein
berdasarkan kurva standar.

c. Pembuatan Kurva Standar BSA untuk metode Lowry


Larutan standar BSA 100 ppm diencerkan menjadi 0; 10; 20; 30; 40; 50 ppm di
dalam labu ukur 10 mL. Kemudian, masing-masing larutan dipipet sebanyak 2 mL ke
dalam masing-masing tabung reaksi. Reagen Lowry A ditambahkan sebanyak 1,8 ml
ke dalam masing-masing tabung reaksi dikocok dan di inkubasi selama 10 menit
pada suhu 500C dan didiamkan sampai mencapai suhu kamar. Reagen Lowry B
ditambahkan sebanyak 0,2 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi dikocok dan di
inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Reagen Lowry C ditambahkan
sebanyak 0,5 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi dikocok dan di inkubasi
selama 10 menit pada suhu 500C selanjutnya, didiamkan pada suhu kamar lalu
diukur absorban pada panjang gelombang 750 nm.

d. Penentuan Kadar Protein dengan Metoda Lowry


Sampel protein diencerkan sebanyak 300 kali dan 400 kali. Kemudian, masing-
masing larutan dipipet sebanyak 2 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Reagen Lowry A ditambahkan sebanyak 1,8 ml ke dalam masing-masing tabung
reaksi dikocok dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu 50 0C dan didiamkan
sampai mencapai suhu kamar. Reagen Lowry B ditambahkan sebanyak 0,2 ml ke
dalam masing-masing tabung reaksi dikocok dan di inkubasi selama 10 menit pada
suhu kamar. Reagen Lowry C ditambahkan sebanyak 0,5 mL ke dalam masing-
masing tabung reaksi dikocok dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu 50 0C
selanjutnya, didiamkan pada suhu kamar lalu diukur absorban pada panjang
gelombang 750 nm.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengukuran kadar protein dengan
metode Bradford dan Lowry menggunakan berbagai sampel susu dengan berbagai
variasi pengenceran dan menggunakan larutan standar yaitu larutan BSA (Bovin
Serum Albumin) 100 ppm. Larutan BSA dan sampel diencerkan terlebih dahulu
dengan akuades agar konsentrasinya kecil karena pengukuran serapan dengan alat
spektrofotometer tidak bisa dilakukan untuk larutan pekat sebab cahaya tidak akan
menembus larutan pekat sehingga serapan tidak terbaca oleh alat spektrofotometer.
Untuk Uji metode Bradford diencerkan larutan standar dan ditambahkan pereaksi
Bradford yaitu Coomassie Briliant Blue G-250 (CBBG). Penambahan reagen ini
menyebabkan larutan menjadi biru karena adanya pengikatan langsung zat warna,
Coomassie Brilliant Blue pada protein yang bermuatan. CBBG hanya bisa berikatan
dengan protein yang memiliki asam amino yang bermuatan juga. Karena CBBG
memiliki sisi yang bermuatan positif yaitu NH4+ dan sisi negatif yaitu SO3-. Contoh
asam amino yang bisa berikatan dengan CBBG yaitu asam aspartat, asam glutamat,
glisin, arginin dan histidin yang bisa dilihat pada Lampiran 5. Dari hasil pengukuran
diperoleh data dari semua kelompok dengan rata-rata semakin besar konsentrasi
BSA maka semakin pekat warna yang dihasilkan karena asam amino yang diikatnya
juga semakin banyak dan semakin besar pula nilai absorbannya. Pembentukan
warna ini akan memudahkan serapan dengan menggunakan spektrofotometer
karena persyaratan pengukuran dengan spektrofotometer adalah harus larutan
berwarna. Data nilai absorban dari 4x percobaan dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data Nilai Absorban menggunakan Metoda Bradford

Konsentrasi 1 2 3 4 Rata-Rata SD
Klp 1 Klp 2 Klp 5 Klp 6 (±error)

0 0,212 0,186 0,166 0,192 0,189 0,0190

10 0,349 0,353 0,377 0,315 0,320 0,0412

20 0,461 0,369 0,372 0,419 0,402 0,0444

30 0,465 0,459 0,402 0,464 0,447 0,0304

40 0,490 0,467 0,495 0,404 0,445 0,0403

50 0,499 0,487 0,422 0,488 0,474 0,0291


Susu 10x= 20x=
kedelai 0,713 0,609
50x= 150x=
0,528 0,386
100x= 200x=
0,477 0,440

Susu soya 100x= 300x=


0,370 0,312
200x= 400x=
0,328 0,262

Berdasarkan tabel hasil pengukuran absorban diatas didapatkan data sesuai dengan
teori, semakin tinggi konsentrasi semakin besar pula nilai absorban kecuali pada
data kelompok 5. Kesalahan ini terjadi pada kelompok 5 karena kesalahan pada saat
pengenceran atau adanya gelembung pada kuvet yang mengganggu proses
pengukuran di spektrofotometer.
Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata dan nilai standar deviasi seperti
pada tabel 4.1. Berdasarkan nilai standar deviasi, dapat disimpulkan dengan 4x
pengulangan kesalahan terjadi cukup kecil dengan nilai standar deviasinya
mendekati nol. Grafik standar deviasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Grafik standar deviasi metoda Bradford

Berdasarkan data hasil absorban pada tabel 1 didapatkan kurva regresi dan
persamaan regresi pada Gambar 3.2. Berdasarkan persamaan regresi didapatkan
nilai regresi yang mendekati 1 yaitu data dari kelompok 2 sebesar 0,8446.
Keterangan :
y1 = kelompok 1
y2 = kelompok 2
y3 = kelompok 5
y4 = kelompok 6

Gambar 3.2 Kurva regresi data pengukuran absorban metoda Bradford

Berdasarkan data terbaik kelompok 2 dengan persamaan regresi y2, dan dapat
dilihat pada lampiran 3, didapatkan konsentrasi protein yang didapatkan sebesar
65,54 untuk 20x pengenceran, 25 untuk 150x pengenceran dan 34,81 untuk 200x
pengenceran denga menggunakan sampel susu kedelai. Tetapi data yang
didapatkan, pada pengenceran 200x, konsentrasi protein semakin besar, seharusnya
semakin kecil. Kesalahan bisa terjadi karena kesalahan dalam pengenceran dan
adanya gelembung yang mengganggu proses pengukuran pada spektrofotometer.
Selanjutnya uji dengan metode Lowry, setelah diencerkan larutan ditambahkan
reagen Lowry A,B dan C, pada setiap penambahan reagen larutan dikocok dan
dilakukan inkubasi. Penambahan reagen menyebabkan terjadinya perubahan warna
pada larutan menjadi warna kuning kehijauan, semakin besar konsentrasi larutan
maka warna yang didapat juga akan semakin pekat. Data Nilai Absorban dengan 5x
pengulangan menggunakan Metoda Lowry dapat dilihat ditabel 3.2.
Tabel 3.2. Data Nilai Absorban menggunakan Metoda Lowry

Konsentrasi 1 2 3 4 5 Rata- SD
Klp 1 Klp 3 Klp 4 Klp 5 Klp 6 rata (±error)

0 0,088 0,064 0,049 0,094 0,05 0,069 0,021

10 0,097 0,206 0,153 0,186 0,169 0,162 0,041

20 0,085 0,362 0,242 0,291 0,286 0,253 0,103

30 0,188 0,477 0,339 0,322 0,356 0,336 0,102

40 0,127 0,584 0,466 0,473 0,406 0,411 0,171

50 0,233 0,685 0,650 0,316 0,682 0,513 0,220

Susu 50x=
kedelai 0,242
100x=
0,233

Susu UHT 100x= 200x=0


0,423 ,162
150x= 250x=0
0,325 ,189

Susu soya 100x= 400x=


0,365 0,170
200x= 300x=
0,269 0,227

Berdasarkan tabel hasil pengukuran absorban diatas didapatkan data sesuai dengan
teori, semakin tinggi konsentrasi semakin besar pula nilai absorban kecuali pada
data kelompok 1 dan kelompok 5. Kesalahan ini terjadi pada karena kesalahan pada
saat pengenceran atau adanya gelembung pada kuvet yang mengganggu proses
pengukuran di spektrofotometer.
Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata dan nilai standar deviasi seperti
pada tabel 4.2. Berdasarkan nilai standar deviasi, dapat disimpulkan dengan 5x
pengulangan kesalahan terjadi cukup kecil dengan nilai standar deviasinya
mendekati nol. Grafik standar deviasi dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Grafik standar deviasi metoda Lowry

Berdasarkan data hasil absorban pada tabel 4.2 didapatkan kurva regresi dan
persamaan regresi pada Gambar 3.4. Berdasarkan persamaan regresi yang dapat
dilihat pada lampiran 3, didapatkan nilai regresi yang mendekati 1 yaitu data dari
kelompok 3 sebesar 0,9924. Berdasarkan hasil pengukuran di atas didapatkan grafik
sebagai berikut.

Keterangan :
y1 = kelompok 1
y2 = kelompok 3
y3 = kelompok 4
y4 = kelompok 5
y5 = kelompok 6
Gambar 3.4 Kurva regresi data pengukuran absorban metoda Lowry
Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat data yang terbaik yaitu kelompok 3 dengan
nilai R paling besar. Berdasarkan persamaan, didapatkan konsentrasi protein
sebesar 27,23 untuk 100x pengenceran dan 19,33 untuk 150x pengenceran sesuai
dengan teori semakin kecil konsentrasi semakin pula nilai absorban.
Berdasarkan data terbaik kelompok 3 dengan persamaan regresi y3, didapatkan
konsentrasi protein yang didapatkan sebesar 27,23 untuk 100x pengenceran, 19,33
untuk 150x pengenceran.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Prinsip pengukuran pada metode Lowry dan Bradford menggunakan prinsip
spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer.
2. Didapatkan kurva kalibrasi standar dengan data terbaik untuk metoda Bradford
dari kelompok 2 dan untuk Lowry kelompok 3.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan saran sebagai berikut.
1. Larutan bergelembung di dalam kuvet harus dihilangkan terlebih dahulu.
2. Konsisten menjaga suhu saat pemanasan pada metode Lowry.
3. Memaksimalkan jumlah reagen yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2. Warsito, Agus. 1997. Biokimia. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. H, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
4. H. Santoso. 2008. Protein dan Enzim.
5. Anna Poedjiadi dan F.M. Titin Supriyanti, op. cit.
6. Abdul Hamid A. Toha. 2005. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung
Alfabeta
7. Purwanto, Maria Goretti M. 2014. Perbandingan analisa kadar protein terlarut
dengan berbagai metode spektroskopi. Universitas Surabaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja praktikum
a. Pembuatan kurva standar BSA

Bovin serum albumin

Pembuatan deret standar


0,10,20,30,40 dan 50 ppm

Pembuatan kurva Pembuatan kurva


standar metoda standar metoda Lowry
Bradford

b. Pengukuran kadar protein

Sampel

Pengenceran sampel 300x dan 400x

Penentuan kadar Penentuan kadar


protein metoda protein metoda Lowry
Bradford
Lampiran 2. Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan apa itu protein


Jawab :
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer – monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida.Protein mengandung unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
Molekul protein juga mengandung posfor, belerang serta beberapa protein
memiliki unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein berfungsi sebagai
pembangun dan pengatur bagi tubuh.

2. Jelaskan jenis protein berdasarkan tingkatan strukturnya


Jawab :
Tingkat struktur protein yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan
struktur kuartener.
a. Struktur primer, merupakan ikatan-ikatan peptida dari asam amino-asam
amino pembentuk protein tersebut.
b. Struktur sekunder, terbentuk dari ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus-
gugus amina dengan atom hidrogen pada rantai samping asam amino,
sehingga membentuk lipatan-lipatan, misalnya membentuk α-heliks.
c. Struktur tersier. Interaksi struktur sekunder yang satu dengan struktur
sekunder yang lain melalui ikatan hidrogen, ikatan ion, atau ikatan disulfida (-
S-S-),misalnya terbentuk rantai dobell-heliks.
d. Struktur kuartener. Struktur yang melibatkan beberapa peptida sehingga
membentuk suatu protein.Pada peristiwa ini, kadang-kadang terselip molekul
atau ion lain yang bukan merupakan asam amino, misalnya pada hemoglobin,
yang pada proteinnya terselip ion Fe3+.
3. Jelaskan lima fungsi biologi protein beserta contoh nama proteinnya!
Jawab :
a. Protein Struktural
Berfungsi untuk mempertahankan struktur dan membangun konstruksi tubuh
dari tingkat sel. Misalnya protein kolagen yang menjadi komponen utama
tendon, tulang rawan, dan kulit. Protein keratin juga berfungsi untuk
membentuk struktur kulit, kuku, rambut, dan gigi.
b. Protein Antibodi
Disebut juga protein defensif, berfungsi melindungi tubuh dari serangan virus,
bakteri, dan zat asing lainnya. Protein ini bertindak sebagai komponen
pembentuk antibodi dalam tubuh. Misalnya fibrinogen dan trombin yang
merupakan antibodi dan berfungsi membantu proses pembekuan darah,
mencegah kehilangan darah setelah terjadinya cedera, serta mempercepat
proses penyembuhan luka.
c. Protein Transport
Berfungsi sebagai pengantar molekul dan zat gizi dalam tubuh. Misalnya
hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan mengantarkannya ke
jaringan tubuh yang membutuhkan. Contoh lainnya adalah lipoprotein yang
membantu transportasi lipid atau lemak dalam tubuh.
d. Protein Pengikat
Berfungsi menyimpan asam amino dan ion logam yang dibutuhkan dalam
tubuh. Protein ini juga bertindak sebagai cadangan makanan yang
memberikan energi jika dibutuhkan oleh tubuh. Misalnya protein ferritin yang
menyimpan dan mengontrol kadar zat besi dalam tubuh.
e. Protein Penggerak
Protein ini bertanggung jawab untuk pergerakan otot dalam tubuh, seperti
mengatur kekuatan dan kecepatan jantung bergerak dan otot saat
berkontraksi. Protein ini terlibat dalam transportasi nutrisi dalam sel, menyusun
genetik, pembelahan sel, dan koordinasi otot. Misalnya miosin dan aktin untuk
menghasilkan kontraksi otot dan relaksasi, seperti saat menekuk dan
meluruskan lutut kaki.
4. Jelaskan perbedaan prinsip pengukuran kadar protein dengan metode Bradford
dan metode Lowry!
Jawab :
a. Metode lowry : Reaksi antara Cu2+dengan ikatan peptida dan reduksi asam
fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan ( merupakan
residu protein) akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk terutama
dari hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang
terbentuk tergantung pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein.
b. Metode Bradford : Uji Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi
protein total secara kolorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang berikatan dengan
protein dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga memberikan warna
(kebiruan). Karena menghasilkan warna, sehingga secara kolorimetri dapat
diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (Lambert‐Beer)
pada panjang gelombang 465-595nm (cahaya tampak).
5. Cari dan jelaskan dua metode lain untuk pengukuran kadar protein!
Jawab :
a. Metode Kjeldahl : Metode kjeldahl merupakan metode tidak langsung yaitu
melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar (Sumantri,
2013). Prinsip metode kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan
bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian
ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi
dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi.
Tahapan kerja pada metode kjeldahl dibagi tiga yaitu: destruksi, destilasi dan
titrasi.
b. Metode Spektrofotometri Penentuan kadar protein dengan menggunakan
instrumen dibagi menjadi dua yaitu: 1) metode pengukuran langsung pada
panjang gelombang 205 nm dan 280 nm dan 2) metode pembentukan warna
dengan pereaksi tertentu. Metode pengukuran langsung pada panjang
gelombang 205 nm dan 280 nm Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm
dan 280 nm digunakan untuk menghitung konsentrasi protein dengan terlebih
dahulu distandarisasi dengan protein standar. Metode ini dapat dengan mudah
diaplikasikan dan sederhana, cocok untuk larutan protein yang telah
dimurnikan. Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam
amino triptopan, tirosin dan ikatan disulfida sistein yang menyerap kuat pada
panjang gelombang tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm.
6. Jelaskan dalam bentuk tabel perbandingan, kelebihan dan kekurangan keempat
metode pengukuran kadar protein tersebut
Jawab :

Metode
Perbandingan Metode Bradford Metode Lowry Metode Kjeldahl
Spektrofotometri
Prinsip Mengukur konsentrasi Dalam metode ini terlibat 2 Senyawa-senyawa yang Menggunakan
protein total secara reaksi. Awalnya, kompleks mengandung nitrogen instrumen dibagi
kolorimetri dalam Cu(II)-protein akan tersebut mengalami menjadi dua yaitu: 1)
suatu larutan terbentuk sebagaimana oksidasi dan dikonversi metode pengukuran
melibatkan pewarna metode biuret, yang dalam menjadi ammonia dan langsung pada
Coomassie Brilliant suasana alkalis Cu(II) akan bereaksi dengan asam panjang gelombang
Blue (CBB) yang tereduksi menjadi Cu(I). pekat membentuk garam 205 nm dan 280 nm
berikatan dengan Ion Cu+ kemudian akan amonium. Kemudian dan 2) metode
protein dalam suatu mereduksi reagen Folin- ditambahkan basa untuk pembentukan warna
larutan yang bersifat Ciocalteu, kompleks menetralisasi suasana dengan pereaksi
asam sehingga phosphomolibdat reaksi dan kemudian tertentu. Metode
memberikan warna phosphotungstat didestilasi dengan asam pengukuran langsung
(kebiruan) (phosphomolybdotungstate dan dititrasi untuk pada panjang
), menghasilkan heteropoly mengatahui jumlah N yang gelombang 205 nm
sehingga secara
molybdenum blue akibat dikonversi. Tahapan kerja dan 280 nm
kolorimetri dapat
reaksi oksidasi gugus pada metode kjeldahl dibagi Absorbansi pada
diukur absorbansinya aromatik (rantai samping tiga yaitu: destruksi, panjang gelombang
dengan menggunakan asam amino) terkatalis Cu, destilasi dan titrasi. 205 nm dan 280 nm
spektrofotometri yang memberikan warna digunakan untuk
(Lambert‐Beer) pada biru intensif yang dapat menghitung
panjang gelombang dideteksi secara konsentrasi protein
465‐595nm (cahaya kolorimetri. dengan terlebih
tampak). dahulu distandarisasi
dengan protein
standar.
Penetapannya
berdasarkan
absorbansi sinar
ultraviolet oleh asam
amino

Kelebihan -Cepat (2 menit) -Sangat sensitive -Dapat diaplikasikan untuk -Waktu yang
-pereaksi yang 50 – 100x lebih sensitive semua jenis bahan pangan diperlukan untuk
digunakan sangat daripada metode biuret, -tidak memerlukan biaya analisis cepat
sederhana dan mudah 10 – 20x lebih sensitive yang mahal untuk -memiliki sensitifitas
untuk disiapkan dari UV absorption method pengerjaannya yang baik
-Kompleks warna biru -Kurang dipengaruhi oleh -akurat dan merupakan -tidak ada gangguan
pada larutan yang turbiditas sampel metode umum untuk dari ion ammonium
diberi reagen bardford -Lebih spesifik penentuan kandungan dan 18garam-garam
sangat cepat terbentuk -Sederhana, dapat protein kasar buffer
dan bersifat stabil dilakukan 1 – 1,5 jam -dapat dimodifikasi sesuai -larutan sampel masih
-Tidak terpengaruh kuantitas protein yang dapat digunakan
ammonium sulfat, dianalisis untuk analisis lain
sukrosa atau kation selain analisis protein
-Dapat mengukur
protein dengan BM
Lebih dari 4000 da
Kekurangan -Terpengaruh dengan -Warna bervariasi -jumlah total nitrogen yang -asam nukleat juga
deterjen non-ionik dan dihasilkan pada protein terdapat didalamnya bukan memiliki absorbansi
ionik, namun karena yang berbeda hanya nitrogen dari protein yang kuat pada
jumlanya kecil masih -Warna tidak terbatas pada -waktu yang diperlukan panjang gelombang
dapat dikontrol. konsentrasi protein relatif lebih lama (minimal 2 280 nm
-Bila terjadi -Dengan senyawa fenol jam untuk -susunan asam
kontaminasi dengan dapat membentuk warna menyelesaikannya) amino aromatis dapat
NaCl pada serum biru sehingga bisa -presisi yang lemah bervariasi untuk
BSA, maka yang menganggu hasil -pereaksi yang digunakan setiap sampel protein
terjadi adalah penetapan korosif -larutan protein harus
absorbansi larutan -Reaksi dapat dipengaruhi benar-benar jernih
akan semakin kecil oleh sukrosa, lipid, buffer dan tidak berwarna
-Kompleks protein phosphate, monosakarida ataupun keruh
dengan larutan dapat dan heksoamin,
berikatan dengan -Interferensi agen-agen ini
kuvet dari kwarsa, dapat diminimalkan
sehingga harus dengan menghilangkan
menggunakan kuvet interferens tersebut
plastik atau kaca -Sangat dianjurkan untuk
-Terjadi variasi warna, menggunakan blanko
sehingga dalam untuk mengkoreksi
pemilihan standart absorbansi
protein harus hati-hati -Interferensi yang
disebabkan oleh deterjen,
sukrosa dan EDTA dapat
dieliminasi dengan
penambahan SDS atau
melakukan preparasi
sampel dengan
pengendapan protein
Lampiran 3. Data Perhitungan
Pengenceran larutan standar
a. Konsentrasi 0 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 0 ppm. 10 mL
V1 = 0 mL
b. Konsentrasi 1 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 10 ppm. 10 mL
V1 = 1 mL
c. Konsentrasi 2 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 20 ppm. 10 mL
V1 = 2 mL
d. Konsentrasi 3 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 30 ppm. 10 mL
V1 = 3 mL
e. Konsentrasi 4 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 40 ppm. 10 mL
V1 = 4 mL
f. Konsentrasi 5 ppm
M1.V1 = M2 V2
100 ppm. V1 = 50 ppm. 10 mL
V1 = 5 mL
Tabel Regreasi Data Absorbsi Terbaik

Data Absorbsi Terbaik Metode Bradford

Konsentrasi Absorban

0 0,186

10 0,353

20 0,369

30 0,459

40 0,467

50 0,487

Sampel susu 20x = 0,609


kedelai
150x = 0,386
200x = 0,440

Grafik Konsentrasi Vs Absorban Data Terbaik Metode Bradford

0.6
y = 0.0055x + 0.2485
0.5 R² = 0.8446

0.4
Absorban

0.3

0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi
Data Absorbsi Terbaik Metode Lowry

Konsentrasi Absorban

0 0,064

10 0,206

20 0,362

30 0,477

40 0,584

50 0,685

Sampel susu UHT 100x=0,423

150x=0,325

Grafik Konsentrasi Vs Absorban Data Terbaik Metode Lowry

0.8
y = 0.0124x + 0.0853
0.7 R² = 0.9924
0.6

0.5
Absorban

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi
Lampiran 4. Data Pengamatan Praktikum

Gambar 1. Larutan Standar dengan Gambar 2. Larutan Standar dengan


Reagen Bradford Reagen Lowry
Lampiran 5. Struktur Asam Amino

H H O
H O
O
+
+
+
H3N C C H3N C C
H3N C C
O- CH2 O-
O - CH2
CH2
SH
NH

OH

Triptopan Sistein Tirosin

H O H H H
O O O H
+ +
H3N C C H3N C C +
H3N C C +
H3N C C +
H3N C C
-
CH2 O
CH2 O- CH2 O- CH2 O-
H CH2
N
CH2 COO- CH2 CH2
CH2 CH2
NH+ Asam Aspartat COO-
NH Asam Glutamat
Histidin CH2

C NH2+ NH3+

NH2 Tirosin
Arginin

Anda mungkin juga menyukai