H O R2
N C C N C C
R1 H O
NH2
NH2 NH2 C O
C O+ C O NH2 + NH3
NH2 NH2 C O
NH2
Gambar 4. Reaksi pembentukan Biuret
Seperti halnya Biuret maka protein dengan ion tembaga (II) dalam larutan basa juga akan membentuk
kompleks yang berwarna ungu/biru tua. Reaksi ini disebut sebagai reaksi Biuret yang sering digunakan
untuk mendeteksi suatu polipeptida. Syarat untuk dapat terjadinya reaksi ini adalah minimal ada dua
ikatan peptida. Dipeptida (dua asam amino yang dihubungkan dengan satu ikatan peptida) dan asam-asam
amino (kecuali histidin, serin dan treonin) tidak memberikan uji positif.
Struktur sekunder dibangun oleh struktur primer dan ikatan hidrogen antara oksigen karbonil dengan
hidrogen amida (C=O--H-N) dari ikatan peptida. Ikatan hidrogen ini mengikuti pola yang teratur,
sehingga membentuk struktur yang unik seperti -heliks dan -sheet. Struktur tersier protein merupakan
konformasi 3D yang spesifik untuk satu rantai polipeptida. Pada struktur tersier elemen-elemen struktur
sekunder dikemas dalam bentuk tertentu yang melibatkan berbagai ikatan dan interaksi kimia antara lain
ikatan disulfida antar asam amino sistein, ikatan hidrogen, interaksi ionik antar gugus fungsi yang
terionisasi, interaksi hidrofobik dan hidrofilik. Pada protein yang terdiri lebih dari satu rantai polipeptida
(sub unit) dikenal adanya struktur kuarterner. Struktur ini terbentuk melalui interaksi antar struktur tersier
yang umumnya merupakan interaksi nonkovalen berupa interaksi hidrofobik antar daerah nonpolar pada
permukaan molekul protein.
Beberapa kondisi dan zat-zat kimia seperti panas, pengocokan, pH ekstrim, pelarut organik, detergen dan
logam berat dapat menghilangkan sifat alami (nature) dan aktivitas biologi yang dimiliki protein
walaupun tidak sampai menghidrolisis ikatan peptida. Fenomena ini dikenal dengan istilah denaturasi.
Secara umum protein yang terdenaturasi mengalami disorganisasi konfigurasi molekul protein atau
dengan kata lain susunan 3D khas dari rantai polipeptida terganggu sehingga molekul ini terbuka menjadi
struktur yang acak .
Kelarutan protein di dalam larutan dipengaruhi oleh jumlah garam-garam anorganik. Jika terdapat garam-
garam anorganik dengan konsentrasi tinggi dalam larutan protein maka kelarutan protein akan berkurang
sehingga protein dapat mengendap, atau dikatakan protein mengalami salting out. Protein yang berbeda
akan mengendap pada konsentrasi garam yang berbeda sehingga proses ini sering digunakan untuk
memisahkan dan memurnikan suatu protein.