Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN 4

KADAR PROTEIN

Disusun Oleh :
Duena Firsta Sridiasti Ayumar

22030114130068

Fawnia Azalia

22030114140070

Ajeng Larasati

22030114130072

Betsi Kusumaningnastiti

22030114140074

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

KADAR PROTEIN

1. TUJUAN PERCOBAAN
Penetapan kadar protein dengan metoda Mikro Kjeldahl.
2. DASAR TEORI
2.1. Protein
2.1.1. Pengertian Protein
Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas unsur karbon (C),
hidrogen (H), Oksigen (O), dan Nitrogen (N). Protein merupakan makromolekul yang
terdiri dari satu atau lebih polimer. Setiap polimer tersusun atas monomer yang disebut
asam amino. Masing-masing asam amino mengandung satu atom karbon (C) yang
mengikat satu atom hidrogen (H), satu gugus amin (NH2), satu gugus karboksil (COOH), dan lain lain (gugus R). Asam amino kemudian membentuk rantai panjang
melalui ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan antara gugus karboksil satu asam
amino dengan gugus amin dari asam amino lain yang ada di sampingnya. Asam amino
berantai panjang ini disebut protein polipeptida.
2.1.2. Struktur Protein
2.1.2.1. Struktur Primer
Struktur primer protein merupakan urutan linear asam amino yang
membentuk rantai polipeptida. Urutan uni diberikan oleh urutan basa nukleotida
DNA dalam kode genetik. Urutan asam amino yang menentukan posisi dari
kelompok R yang relatif berbeda antara satu dan yang lainnya. Posisi ini
menentukan lipatan protein dan struktur akhir molekul.

Struktur Primer
2

2.1.2.2. Struktur Sekunder


Struktur sekunder protein adalah struktur linear dan polipeptida pada
struktur protein membentuk struktur heliks. Rantai polipeptida pada struktur
sekunder menggulung seperti spiral ( - helix), atau seperti lembaran kertas
continues form ( - helix), atau bentuk triple heliks. Hal ini karena adanya ikatan
hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein.

Struktur Sekunder
2.1.2.3. Struktur Tersier
Struktur tersier protein adalah struktur tiga dimensi yang lentur dan rantai
polipeptida yang memutar. Urutan linear dari rantai polipeptida dilipat pada
struktur globular dan lipatan ini distabilkan oleh interaksi nonkovalen lemah.
Interaksi antara urutan linear dan struktur globular merupakan ikatan hidrogen
yang terbentuk ketika atom hidrogen bersama dengan dua atom lain dan interaksi
elektrostatik yang dibentuk antara rantai asam amino yang dibebankan
merupakan suatu ion postif dan negatif dari makromolekul. Pada struktur ini
terjadi lipatan membentuk struktur - helix dan - sheet, karena adanya ikatan
hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein.
Interaksi hidrofobik, hubungan disulfida, dan ikatan kovalen juga berkontribusi
terhadap struktur tersier.

Struktur Tersier
3

2.1.2.4. Struktur Kuartener


Struktur kuartener protein adalah struktur dengan lebih dari satu rantai
polipeptida dan merupakan suatu struktur protein dengan molekul yang
kompleks. Pada struktur kuartener protein, terjadi ikatan hidrogen, gaya Van der
Waals, interaksi gugus nonpolar, interaksi antar protein baik interaksi polar,
nonpolar, maupun Van der Waals.

Struktur Kuartener

2.2. Stabilitas dan denaturasi protein


Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener tanpa
mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida). Denaturasi
mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi negatif denaturasi:
1.

Protein kehilangan aktivitas biologi

2.

Pengendapan protein

3.

Protein kehilangan beberapa sifat fungsional


Sisi positif denaturasi:

1.

Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan


tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.

2.

Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih
dan emulsi lebih baik daripada protein asli.

3.

Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang dipicu
panas.

Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan,
gaya mekanik, pH, bahan kimia, dan lain-lain.

2.2.1. Cara fisik


2.2.1.1. Suhu
Denaturasi karena panas biasanya terjadi pada suhu 40 80 oC. Stabilitas
protein terhadap panas tergantung dari:
1.

Ikatan disulfida
Adanya ikatan disulfida menyebabkan protein tahan terhadap denaturasi
pada suhu tinggi.

2.

Jembatan garam
Adanya jembatan garam menyebabkan protein tahan terhadap denaturasi
pada suhu tinggi.

3.

Waktu pemanasan
Waktu pemanasan pendek mengakibatkan denaturasi reversibel, sedang
waktu pemanasan panjang mengakibatkan denaturasi irreversibel.

4.

Kadar air
Semakin tinggi kadar air maka protein menjadi semakin tidak stabil.

5.

Bahan tambahan
Penambahan gula dan garam akan menstabilkan protein

6.

Komposisi asam amino


Protein dengan residu asam amino hidrofobik stabil daripada protein
hidrofolik

2.2.1.2. Tekanan hidrostatis


Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25oC apabila tekanan
cukup besar. Protein yang terdenaturasi karena tekanan umumnya bersifat
reversibel setelah beberapa jam. Kekurangan proses dengan tekanan adalah
harganya mahal. Kelebihan proses dengan tekanan dibanding dengan panas:
1.

Tidak merusak asam amino esensial

2.

Tidak merusak warna dan flavor alami

3.

Tidak menimbulkan komponen beracun

2.2.1.3. Gaya mekanik


Gaya mekanik (seperti pengocokan) menyebabkan denaturasi protein. Hal ini
disebabkan oleh pengikatan gelembung udara dan adsorpsi molekul protein

pada perbatasan (interface) udara-cairan. Contohnya adalah pada putih telur


kocok.
2.2.2. Cara Kimia
2.2.2.1. Ph
Denaturasi karena pH bersifat reversibel, kecuali terjadi:
1.

Hidrolisis sebagian pada ikatan peptida

2.

Rusaknya gugus sulfhidril

3.

Agregasi
Pada titik isoelektrik (pI) kelarutan protein akan berkurang sehingga protein
akan menggumpal dan mengendap.

2.2.2.2. Pelarut Organik


Pada konsentrasi rendah, pelarut organik akan menstabilkan protein, sedang
pada konsentrasi tinggi, pelarut organik akan mendenaturasi protein.
2.2.2.3. Zat terlarut (solut) organik
Solut organik dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan
denaturasi protein. Contoh solut organik adalah urea dan guanidin HCl.
2.2.2.4. Deterjen
Deterjen akan membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan
hidrofilik yang menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi ini bersifat
irreversibel. Contoh deterjen adalah sodium dodecyl sulfate (SDS).
2.2.2.5. Garam
Pada konsentrasi rendah, garam akan menstabilkan protein, sedang pada
konsentrasi tinggi, garam akan mendenaturasi protein.
2.3. Kelarutan protein
Asam amino memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu dapat larut dalam air, dapat
membentuk kristal, dan nilai konstanta dielektrik tinggi sehingga memiliki sifat
amfoter atau dalam keadaan zwitter ion memiliki muatan positif dan negatif yang
seimbang. Asam amino juga bersifat tak berwarna, tak larut dalam alkohol atau eter,

dapat membentuk garam kompleks, dan dapat membentuk senyawa berwarna biru
dengan ninhidrin.
Begitu pula dengan Protein yang

memiliki beberapa sifat fungsional, salah

satunya adalah kelarutan yang secara signifikan berpengaruh terhadap sifat fungsional
protein. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat untuk bisa larut. Kelarutan protein di
dalam suatu cairan, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1.

pH

2.

Suhu

3.

Kekuatan ionik

4.

Konstanta dielektrik pelarutnya.


Berikut ini akan ditulis bagaimana protein dapat berionisasi sehingga menjadi
dapat bermuatan positif maupun negatif. Prinsip ini adalah prinsip dasar isolasi
protein menggunakan garam konsentrasi rendah maupun dengan pengaturan pH pada
titik isoelektriknya. Seperti halnya asam amino, protein yang larut dalam air akan
membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam
molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan
membentuk ion negatif. Pada titik isoelektrik protein mempunyai muatan positif dan
negatif yang sama, sehingga tidak bergerak kearah elektroda positif maupun negatif
apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Ionisasi protein dapat
digambarkan sebagai berikut
Protein (sebagai kation)
NH2

<======> H+

Protein (zwitter ion)

Protein (zwitter ion) <======> Protein (anion)

Protein mempunyai titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik isoelektrik protein


mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat
hubungannya dengan pH isoelektrik ini. Pada pH di atas titik isoelektrik protein
bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isoelektrik protein bermuatan positif .
Inilah prinsip dari zwitter ion itu sendiri.

Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang


parsial. Presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik)
yang terjadi karena perubahan kimia. Seperti halnya denaturasi protein, presipitasi
juga disebabkan oleh factor kimia dan fisika. Semua faktor yang terjadi pada
denaturasi juga terjadi pada presipitasi protein. Semua faktor yang dapat
menimbulkan denaturasi protein, juga dapat menyebabkan perubahan kelarutan
protein. Dengan demikian presipitasi protein merupakan fenomena fisika yang
disebabkan oleh perubahan struktur kimia. Presipitasi disebabkan oleh pengembangan
molekul protein akibat unfolding atau membukanya heliks-heliks protein. Presipitasi
juga terjadi akibat terganggunya kesetabilan koloid yang disebabkan oleh
menurunnya muatan elektrostatik protein sehingga gaya gravitasi akan lebih dominan
dibandingkan gaya tolak-menolak antar molekul. Kesimpulannya adalah presipitasi
protein merupakan fenomena berkurangnya kelarutan suatu protein yang disebabkan
oleh perubahan struktur kimia
Metode Salting-in dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau
pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam larutan
garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan
konsentrasi garam, apabila konsentrasi garam ditingkatkan terus, maka kelarutan
protein akan turun, pada konsentrasi garam yang lebih tinggi,protein akan mengendap.
Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan antara
garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan protein menarik
banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat. Contohnya Amonium sulfat
yang ditambahkan ke dalam larutan protein akan menyebabkan tertariknya molekul
air oleh ion garam. Hal tersebut disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang
lebih besar dibandingkan protein. Kekuatan ionic garam pada konsentrasi tinggi
semakin kuat sehingga garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunnya jumlah
air yang terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein
lebih kuat bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik anatara molekul protein dan
air (mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap dari
larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses salting-out,
konsentrasi garam harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak

terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang ingin dimumikan dan
protein yang tidak diinginkan. Adapun tujuan dari presipitasi protein biasanya adalah
untuk memurnikan, mengkonsentratkan, atau bisa juga apabila protein sebagai
pengotor maka dapat dipisahkan dari zat yang diinginkan
2.4. Analisa kuantitatif protein
Analisis kuantitatif protein adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui
kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisis kuantitatif protein dapat
dilakukan dengan metode kjeldahl, metode titrasi formol, metode lowry,
metode spektrofotometri visible biuret, dan metode spektrofotometri UV.
Metode Kjeldahl
Metode kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Analisa ini dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
destruksi, destilasi, dan titrasi.
1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsur penyusunnya. Elemen karbon akan
teroksidasi menjadi CO, CO 2 , H 2 O. Sedangkan nitrogennya (N) akan
berubah menjadi (NH4)2SO4
2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan.
3. Tahap Titrasi
Sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia akan dititrasi dengan
NaOH standar menggunakan indicator PP yang kemudian akan ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda.

Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (FolinCiocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam
protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500
750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di
sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi
tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah
p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak
hilang dalam 30 detik.
Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin
yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada
280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm.
Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek.
Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein
dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam
nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk
melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.

10

Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)


Metode ini melalui 3 tahap, yaitu:
1. Pembuatan reagen Biuret
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat
(KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian
tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya
tambahkan aquades sampai garis tanda.
2. Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA)
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml
sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li).
3. Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan
komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada 550 nm terhadap blanko yang terdiri
dari 800 L reagen Biuret dan 200 L aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan
dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis
proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan).
Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan
kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah L
larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu
tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang
gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5.
Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus
masuk dalam kisaran absorban kurva baku.

11

2.5. Analisa bahan


2.5.1. Susu Bubuk
Sampel merupakan susu bubuk produk Dancow dengan protein 11% .
2.5.2. Larutan CuSO4 (Kuprisulfat)
Kuprisulfat disebut juga dengan tembaga (II) sulfat. Kuprisulfat adalah senyawa
kimia dengan rumus molekul CuSO4. Anhidrat dari kuprisulfat berbentuk bubuk
berwarna hijau pucat dan bentuk pentahidratnya berwarna biru terang.
2.5.3. Larutan HCl
Cairan kimia yang sangat korosif dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan
kimia berbahaya atau B3.
2.5.4. Larutan NaOH (Natrium hidroksida)
NaOH sejenis basa logam kaustik. Dan terbentuk dari oksida basa Natrium
Oksida yang dilarutkan dalam air. NaOH membentuk larutan alkali yang kuat
ketika di air.
2.5.5. Larutan H2SO4 pekat (Asam Sulfat)
Asam anorganik yang kuat dan memiliki fungsi sebagai sintesis kimia,
pengilangan minyak, dan lain-lain
2.5.6. Indikator Fenolftalein
Indikator PP ini mempunyai rentang pH 8,0 9,6 dengan perubahan warna dari
tak berwarna (colorless) merah keunguan.
3. ALAT DAN BAHAN
3.1.Alat
1.

Erlenmeyer

2.

Gelas Beker

3.

Gelas Ukur

4.

Labu Kjeldahl

5.

Labu Alas Bulat

6.

Corong

7.

Pendingin

12

8.

Pipet

9.

Buret

10. Statif
11. Spiritus
12. Kaki Tiga
13. Kasa Besi
14. Batu Didih
3.2.Bahan
1.

Susu Bubuk

2.

Larutan NaOH 0,1000 N

3.

Larutan HCl 0,1000 N

4.

Indikator Fenolftalein

5.

Larutan H2SO4 pekat

6.

K2SO4

7.

CuSO4

8.

NaOH 40%

9.

Aquadest

4. CARA KERJA
1.

Timbang saksama sampel susu bubuk sebanyak 3 gram, masukkan dalam labu Kjeldahl.

2.

Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat, 5 gram K2SO4 dan 0,5 gram CuSO4 dan beberapa butir
batu didih.

3.

Pasang labu Kjeldahl tersebut pada statif dengan kemiringan 45 dan diberi tutup
corong pada mulut labu.

4.

Panaskan hati-hati dengan lampu kecil selama 50 menit sambil terus menerus digojog.

5.

Setelah selesai, dinginkan tabung dengan air megalir.

6.

Larutan didinginkan dan kemudian secara kuantitatif dipindahkan ke labu alas bulat
500 ml dengan cara membilasnya dengan aquadest. Dan tambahkan aquadest sampai
volumenya lebih kurang setengah dari volume labu.

7.

Tambahkan 100 ml larutan NaOH 40% dan beberapa butir batu didih.

13

8.

Distilasi larutan tersebut dan tampung destilatnya dalam Erlenmeyer yang berisi 50 ml
larutan HCl 0,1000 dan 2 tetes indikator larutan fenolftalein (ujung alonga harus
tercelup dalam larutan HCl 0,1000 N tersebut).

9.

Periksa alat destilasi, bila ada kebocoran, betulkan.

10. Tunggu hingga destilasi menghasilkan 3-5 tetes pada tabung Erlenmeyer berisi HCl dan
Indikator PP
11. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 2 tetes indikator PP, jika sudah tidak
berubah warna menjadi merah maka lanjutkan ke tahap selanjutnya.
12. Titrasi hasil destilasi tersebut dengan larutan NaOH 0,1000 N dengan indikator
fenolftalein sebanyak 2 tetes sampai larutan berwarna merah jambu.
5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Percobaan

Berat Sampel

Volume HCl (mL)

N (HCl)

Volume NaOH (mL)

N (NaOH)

3 gram

50

0,1000 N

60

0,1000 N

3 gram

50

0,1000 N

30

0,1000 N

Faktor Konversi : 6,38 (kesetaraan protein susu)

Kadar Protein

= (V x N) HCl - (V x N) NaOH x 14 x Faktor konversi X 100%


Berat Penimbangan Sampel
= (0,05 x 0,1) HCl - (0,03 x 0,1) NaOH x 14 x 6,38

X 100%

3,0224
= 5,91%
6. PEMBAHASAN
Percobaan dengan metode Mikro Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan kadar protein dengan menghitung nitrogen total pada asam amino,
protein dan senyawa yang mengandung nitrogen (N), sehingga disebut sebagai
protein kasar. Analisa ini dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
destruksi, destilasi, dan titrasi.

14

1) Tahap Destruksi
Pada tahap ini, susu bubuk dipanaskan bersama H 2 SO 4 pekat, K 2 SO 4 dan
CuSO 4 . Kemudian terjadi destruksi protein oleh Asam Sulfat pekat menjadi
unsur-unsur penyusunnya yaitu C, H, O, N, S dan P. Selanjutnya Elemen
karbon akan teroksidasi menjadi CO, CO 2 , H 2 O. Sedangkan nitrogennya (N)
akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Proses destruksi biasanya berjalan sangat lama. Oleh
karena itu dibutuhkan katalisator untuk mempercepat proses destruksi yaitu berupa
K 2 SO 4 dan CuSO 4.
Protein-----CH COOH + H2SO4

CO2 + H2O + NH3 + SO2

NH2
NH3 + H2SO4

(NH4)2SO4

2) Tahap Destilasi
Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan titik didih. Pada
tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Selanjutnya, penambahan NaOH adalah untuk
memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung pada suasana asam.
NaOH yang ditambahkan seharusnya adalah NaOH 40%, namun pada saat percobaan
terjadi kesalahan penambahan NaOH 0,1000 N. Sebenernya tidak apa-apa karena
percobaan masih bisa berjalan, masalah akan muncul saat proses titrasi.
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam klorida dalam jumlah
yang berlebihan. Alonga diharuskan menempel pada larutan HCl adalah agar kontak
antara asam dan amonia terjadi lebih baik. Digunakan indikator PP untuk mengetahui
asam dalam keadaan berlebih atau tidak. Proses distilasi ini menghasilkan NH3 menurut
persamaan :
(NH4)2SO4 + 2NaOH
NH3 + HCl

2NH3 + Na2SO4 + 2H2O

NH4Cl

15

Uap yang dihasilkan dari proses destilasi akan mengalir dan masuk ke dalam
erlenmeyer yang telah diisi dengan HCl dan indikator fenolftalein. Setelah terdapat 3-5
tetes uap maka cek larutan pada erlenmeyer dengan meneteskan 2 tetes indikator PP,
apabila telah cukup maka tidak akan berubah warna.
3) Tahap Titrasi
Sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia akan dititrasi dengan
NaOH standar menggunakan indicator PP yang kemudian akan ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda.
HCl + NaOH

NaCl + H2O

Larutan NaOH yang digunakan untuk titrasi seharusnya tidak lebih dari
50mL (volume HCl), namun karena kesalahan penggunaan NaOH sehingga
NaOH

yang

perhitungan

dibutuhkan
kadar

protein

menjadi
maka

60mL.
akan

Apabila

muncul

digunakan

hasil

negatif

untuk
dimana

perhitungan kadar protein tersebut berarti tidak valid. Oleh karena itu
dilakukan percobaan kedua.
7. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diatas didapatkan hasil bahwa kadar protein dari sampel susu bubuk
adalah 5,91%. Angka ini merupakan representasi dari jumlah nitrogen yang ada dalam susu
bubuk tersebut. Karena metode Mikro Kjeldahl tidak mendeteksi jumlah protein murni
melainkan jumlah protein dan senyawa-senyawa lain yang mengandung nitrogen seperti urea,
asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin.

16

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, Jolane. 2010. DNA, RNA, and Protein: Life at its simplest. Tersedia dalam
http://www.postmodern.com/~jka/rnaworld/nfrna/nf-rnadefed.html.
Genius.

2010.

Tersedia

dalam

http://farisnh.com/2010/04/imunohistokimia-

imunohistokimia_16.html.
Goff,

Douglas.

1995.

Dairy

Chemistry

and

Physics.

Tersedia

dalam

http://www.foodsci.uoguelph.ca/dairyedu/chem.html.
MGMP Kimia Sumbar. 2009. Reaksi Analisa Protein. Tersedia dalam
https://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/
Murray, Robert K. 2006. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Polban, HIMKA. 2014. Penentuan Kadar Protein Metode Kjeldahl dan Lowry. Tersedia
dalam

https://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-pangan/penentuan-kadar-

protein-metode-kjeldahl-dan-lowry/
Rahayu, Hikmah Puji. 2013. Analisis Kuantitatif Protein Metode Biuret. Tersedia dalam
http://www.scribd.com/doc/180992963/ANALISIS-KUANTITATIF-PROTEINMAKALAH-doc#scribd
Ulya, Azza Rahmawati. 2014. Penentuan Kadar Protein Secara Kualitatif dan Kuantitatif.
Tersedia dalam http://azzarahmawati.blogspot.com/2014/08/penentuan-kadar-proteinsecara.html

17

Anda mungkin juga menyukai