Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA

ACARA PRAKTIKUM KE V
KARAKTERISTIK PROTEIN

Nama : Patrisia Ayuningtyas


NIM : 24020119130068
Kelompok :1
Hari, tanggal : Selasa, 21 April 2020
Asisten : Riski Hermawan

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
ACARA V
KARAKTERISTIK PROTEIN

I. TUJUAN
Mampu mengidentifikasi protein berdasarkan sifat-sifat umumnya yang meliputi
pengendapan, penggumpalan dan denaturasi serta hidrolisis protein dengan
enzim.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Karakteristik Protein
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusundari sejumlahL-
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptide, bobot molekul
tinggi.Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino dengan
susunan tertentu dan bersifat turunan. Rantai polipeptida sebuah molekul
proteinmempunyai satu konformasi yang sudah tertentu pada suhu dan pH
normal. Konformasi ini disebut konformasi asli, sangat stabil sehingga
memungkinkan protein dapat diisolasi dalam keadaan konformasi aslinya itu.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis proteinlain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya proteinyang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton (Murray, 2009).
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul
antaralima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang
asamamino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino
terdiriatas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen.. Beberapa
asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sulfur,
iodiom, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena
terdapatdidalamsemua protein akan tetapi tidak terdapat didalam karbohidrat 
dan lemak. Unsurnitrogen merupakan 16% dari berat protein (Almatsier,
2009).
2.2 Uji Pengendapan Protein
2.2.1 Pengendapan oleh garam
uji Pengendapan dengan Garam, Pembentukan senyawa tak larut
antara protein dengan ammonium sulfat. Apabila terdapat garam-garam
anorganik dalam konsentrasi tinggi dalam larutan protein (albumin dan
gelatin),maka kelarutan protein akan berkurang sehingga terjadi
pengendapan protein. Teori menyebutkan bahwa sifat tersebut terjadi
karena ion garam mampumengikat air (terhidrasi) sehingga berkompetisi
dengan molekul protein dalam mengikat air (Estein, 2006).
Pengaruh penambahan garam terhadap kelarutan protein berbeda-
beda, tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya dalam
larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ionnya, semakin
efektif garam dalam mengendapkan protein. Peristiwa pemisahan atau
pengendapan protein oleh garam berkonsentrasi tinggi disebut salting out
(Pudjiadi, 2014).
2.2.2 Pengendapan oleh logam berat
uji Pengendapan dengan Logam, pada pH di atastitik isoelektrik
protein bermuatan negative, sedangkan di bawah titik isoelektrik protein
bermuatan positif. Olehkarena itu untuk mengendapkan protein
denganion logam diperlukan pH larutan di atas titik isoelektrik,
sedangkan untuk pengendapan protein dengan ion negative memerlukan
pH larutan di bawah titik isoelektrik. Ion- ion positif yang dapat
mengendapkan protein adalah Ag+, Ca2+,Zn2+, Hg2+,Pb2+,Cu2+,Fe2+.
Sedangkan ion-ion negative yang dapatmengendapkan protein adalah ion
salisilat, trikloroasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat (Fried, 2006).
Pada pengendapan protein dengan pengendapan logam, melalui
penambahan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb ke dalam larutan albumin
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga larutan yang sebelumnya jernih
berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Penambahan HgCl2 dan
(CH3COO)2Pb ini karena diketahui bahwa protein mampu menawarkan
racun sebab asam amino yang merupakan penyusun suatu protein dapat
mengikat logam seperti Hg (merkuri klorida) dan Pb (timbal asetat),
racun atau logam yang terikat dalam reaksi ini ditandai dengan adanya
endapan putih. Pada saat ditambahkan ke dalam protein, HgCl2 dan
(CH3COO)2Pb akan terionisasi dalam bentuk Hg2+ dan PbSO4 sehingga
dapat menghasilkan endapan. Ikatan yang amat kuat dari reaksi protein
yang ditambahkan dengan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb akan memutuskan
ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi, secara bersama
gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada protein dapat
bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk senyawa kelat
(Kuchel, 2006).
2.2.3 Pengendapan oleh alkohol
uji Pengendapan dengan Alkohol, protein dapatdiendapkan dengan
penambahan alkohol. Pelarut organic dapat merubah ataumengurangi
konstanta dielektrika dari air sehingga kelarutan protein berkurang,dan
karena juga alkohol berkompetisi dengan protein terhadap air. Pada
reaksi pengendapan dengan alkohol, larutan albumin akan membentuk
endapan yang disebabkan karena adanya gugus hidrofobik polar (yang
menarik gugus non-polar) didalam molekul protein dan menghasilkan
protein dipol. Menurut teori, albumin + HCl dan albumin + NaOH
membentuk larutan bening sedangkan albumin + buffer asetat pH 4,7
agak keruh. Hal ini disebabkan karena pada pH 4,7 merupakan titik
isoelektrik albumin (Deman, 2007).
Titik isoelektrik merupakan pH dimana kelarutan protein minimum
karena jumlah ion positif dan ion negatif sama sehingga penambahan
senyawa organik seperti aseton dan alkohol yang bersifat nonpolar
(muatan=0) cenderung menurunkan kelarutan protein. Penambahan asam
berupa HCl menyebabkan larutan albumin kelihatan keruh akibat pH
daripada larutan berada dibawah pH buffer asetat pH 4,7. Sedangkan
dengan penambahan basa menyebabkan larutan albumin kelihatan agak
bening, hal ini menandakan naiknya kelarutan albumin. Hal ini
berdasarkan sifat protein yang amfoter (protein dalam suasana pelarut
yang bersifat asam akan bertindak sebagai basa dan dalam suasana
pelarut yang bersifat basa akan bertindak sebagai asam) (Sumardho,
2008).
2.3 Uji Penggumpalan Protein
Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan
karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier,
dan kuaterner struktural. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga
dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino.
Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi didalam
senyawa protein itu sendiri. Meskipun beberapa protein mengalami
kemungkinan untuk kehilangan kandungan senyawa mereka karakteristik
struktural saat denaturasi. Namun, kebanyakan protein tidak akan mengalami
hal tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein akan
berubah struktur kecil didalamnya saat proses denaturasi terjadi secara
umum, prosesnya sama dan tidak dapat diubah (Stoker, 2010).
Melalui reaksi hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino
yang dibagi berdasarkan gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan
tersebut asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain
Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin, Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin.
Golongan kedua yaitu asam amino polar tanpa muatan pada gugus R yang
beranggotakan Lisin, Serin, Treonin, Sistein, Tirosin, Asparagin dan
Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan positif pada
gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang bermuatan negatif
pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang ada, dijumpai delapan macam
asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin, metionin, Fenilalanin,
Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini tidak bisa disintesis
sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari luar seperti
makanan dan zat nutrisi lainnya (Samadi, 2012).
2.4 Uji Pencernaan Protein
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit
pencampuran koloid yang berbeda muatan. Koagulasi adalah interaksi acak
molekul-molekul protein yang mengakibatkan terbentuknya agregat protein
baik yang memiliki sifat larut maupun yang tidak larut. Koagulasi protein
dilakukan biasanya dilakukan dengan bantuan koagulan sebagai penggumpal
protein (Devi, 2010).
Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein, yaitu proses
yang menyebabkan mikroba dan sejumlah enzim lain tidak aktif.
Kebanyakan protein akan terkoagulasi jika dipanaskan. Misalnya pada telur.
Jika telur dimasak, protein dalam bagian putih dan kuningnya akan
terkoagulasi. Protein dalam putih telur akan terlebih dahulu terkoagulasi
lebih awal pada suhu 60°C dan bagian kuning akan terkoaglasi pada suhu 65
– 68 °C. Proses koagulasi dapat diterapkan dalam membuat beberapa
masakan seperti puding telur dan cake (Patong, 2012).
III. METODE
3.1 Alat
3.1.1 Tabung reaksi
3.1.2 Alat pemanas
3.1.3 Alat tulis, dan
3.1.4 Buku laporan sementara
3.2 Bahan
3.2.1 Larutan protein
3.2.2 Ammonium sulfat
3.2.3 ZnSO4
3.2.4 Alkohol pekat
3.2.5 Indikator klorfenol merah
3.2.6 Asam cuka 2%  
3.2.7 Pepsin
3.2.8 Karmyn fibrin
3.2.9 0,45% HCl
3.3 Cara kerja
3.1.1 Pengendapan protein
1. Pengendapan Oleh Garam
10 ml larutan protein dijenuhkan dengan ammonium sulfat. Sedikit
ammonium sulfat ditambahkan, lalu diaduk hingga larut. Ammonium
sulfat ditambahkan lagi hingga sedikit garam tertinggal tidak larut
(endapan).
2. Pengendapan Oleh Logam Berat
2 cc larutan protein encer dimasukkan kedalam tabung reaksi. 1 tetes
larutan seng sulfat encer ditambahkan, endapan putih yang terjadi
diperhatikan. Endapan tersebut dibagi menjadi 2 tabung dan pada
salah satu tabung ditambah ZnSO4.
3. Pengendapan Oleh Alkohol Pekat
2 cc alkohol pekat dimasukkan pada tabung reaksi. 1 atau 2 tetes
larutan protein pekat ditambahkan. Perubahan yang terjadi diamati.
3.1.2 Penggumpalan Protein
2 cc serum encer dimasukkan kedalam tabung reaksi, 1 tetes indikator
klorfenol merah ditambahkan. Larutan merah muda ini ditambah 2%
asam cuka dengan hati-hati sampai warna merah muda hilang. Gumpalan
dibuktikan dan diamati.
3.1.3 Pencernaan Protein
Tabung 1 : 1 cc pepsin, 1 cc 0,45% HCl dan 2 potong karmyn fibrin
(fibrin yang diberi warna karmyn).
Tabung 2 : 2 cc pepsin, 1 cc air dan 2 potong karmyn fibrin.
Tabung 3 : 1cc pepsin. dimasak selama 1 menit dan dinginkan dengan
air. 
1 cc 0,45% asam klorida ditambahkan dan karmyn fibrin dipotong.
Ke-3 tabung tersebut dimasukkan dalam penangas air (water bath)
pada suhu 37ᵒC. Pencernaan fibrin dilihat dan diamati perubahannya.
IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Pengendapan Protein
4.1.1 Pengendapan oleh Garam
10 ml larutan protein + (NH4)2SO4 = larutan kuning cair
10 ml larutan protein + (NH4)2SO4 sampai jenuh = larut
4.1.2 Pengendapan oleh Logam Berat
Tabung 1 (+ lar. HgCl2 2%) = larutan kuning, ada gumpalan sedikit
Tabung 2 (+ lar. Pb-asetat 5%) = larutan kuning, larut
Tabung 3 (+ AgNO3 5%) = larutan kuning, ada gumpalan banyak
4.1.3 Pengendapan oleh Alkohol
Tabung 1 (+ HCl 0,1M + etanol 95%) = gumpalan tidak larut
Tabung 2 (+ NaOH 0,1M + etanol 95%) = larut
Tabung 3 (+ buffer asetat pH 4,7 + etanol 95%) = gumpalan tidak larut
4.2 Penggumpalan Protein
5 ml larutan protein + 2 tetes asam asetat 1M = menggumpal
5 ml larutan protein + 2 tetes asam asetat 1M dipanaskan + klorfenol merah =
warna merah hilang, endapan tidak larut
4.3 Pencernaan Protein
Tabung 1 = warna memudar, agak keruh, karmnya fibrin berukuran sedang
Tabung 2 = warna jernih, karmnya fibrin berukuran kecil
Tabung 3 = warna agak keruh, terdapat endapan, karmnya fibrin berukuran
besar
V. PEMBAHASAN
Praktikum Biokimia Acara V yang berjudul “Karakterisasi Protein”.
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi protein berdasarkan sifat-sifat
umumnya yang meliputi reaksi-reaksi pengendapan penggumpalan dan denaturasi
protein, serta hidrolisis protein dengan enzim. Praktikum ini dilaksanakan pada
hari Selasa, 21 April 2020 di Laboratorium Bioteknologi, Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Alat yang dibutuhkan
adalah tabung reaksi, alat pemanas, alat tulis, dan buku laporan sementara. Bahan
yang digunakan adalah larutan protein, ammonium sulfat, ZnSO4, alkohol pekat,
indikator klorfenol merah, 2% asam cuka, pepsin, karmyn fibrin, dan 0,45% HCl.
Cara kerjanya meliputi, alat dan bahan disiapkan, dilakukan pengamatan, serta
hasil pengamatan difoto dan ditulis di buku laporan sementara.
5.1 Uji Pengendapan Protein
5.1.1 Pengendapan oleh garam
Prinsip uji pengendapan protein oleh garam ialah protein akan
mengalami pengendapan bila ditambahi garam. Pengendapan tersebut
terjadi karena daya larut protein yang berkurang sehingga terbentuk
endapan. Berdasarkan hasil percobaan, dihasilkan larutan protein
mengendap atau tidak larut pada uji millon, sedangkan uji biuret
dihasilkan larutan protein larut dan larutan berwarna biru muda. Hal ini
sesuai Sumardjo (2008) terjadi karena pada penambahan garam dengan
konsentrasi tertentu kelarutan protein menurun (salting out). Molekul air
yang berikatan dengan ion garam semakin banyak sehingga
menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan
protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi,
beragregrasi, kemudian mengendap. Sedangkan salting in ialah kelarutan
protein pada pH dan suhu tertentu meningkat dengan kenaikan
konsentrasi garam.
5.1.2 Pengendapan oleh logam berat
Pada pengendapan protein dengan pengendapan logam, melalui
penambahan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb ke dalam larutan albumin
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga larutan yang sebelumnya jernih
berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Penambahan HgCl2 dan
(CH3COO)2Pb ini karena diketahui bahwa protein mampu menawarkan
racun sebab asam amino yang merupakan penyusun suatu protein dapat
mengikat logam seperti Hg (merkuri klorida) dan Pb (timbal asetat),
racun atau logam yang terikat dalam reaksi ini ditandai dengan adanya
endapan putih. Pada saat ditambahkan ke dalam protein, HgCl2 dan
(CH3COO)2Pb akan terionisasi dalam bentuk Hg2+ dan PbSO4
sehingga dapat menghasilkan endapan. Ikatan yang amat kuat dari reaksi
protein yang ditambahkan dengan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb akan
memutuskan ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi,
secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada
protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk
senyawa kelat.
Adanya endapan disebabkan karena adanya kemampuan protein atau
asam amino untuk berikatan dengan ion logam di atas titik
isoelektriknya. Kemampuan ini disebabkan karena pada saat pH berada
di atas titik isoelektrik protein atau asam amino, maka ia akan bermuatan
negatif sehingga mampu mengikat ion logam yang bermuatan positif.
Berdasarkan teori, titik isoelktrik albumin adalah 4,55-4,90, alanin 6,00 ,
glisin 5,97 dan serin 5,68 (titik isoelektrik adalah keadaan pH dimana
protein /asam amino memiliki jumlah muatan positif dan negatif yang
sama). Adanya pertambahan ion logam menyebabkan putusnya jembatan
disulfida dan ikatan kovalen S-S pada protein yang mengandung gugus
sulfuhidril.
Sedangkan untuk asam amino seperti asam aspartat, glisin, dan
alanin tidak membentuk endapan karena suasana larutan masih berada di
bawah titik isoelektrik kedua asam amino tersebut, sehingga asam amino
yang bermuatan positif tidak mampu berikatan dengan ion logam yang
bermuatan positif pula. Selain itu, ketiga jenis asam amino tersebut tidak
mengandung gugus sulfuhidril.
5.1.3 Pengendapan oleh alkohol
Prinsip uji pengendapan oleh alkohol adalah pengendapan protein,
protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik
akan mengurangi konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan
protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan
protein terhadap air. Menurut Iswari (2006) Prinsip uji pengendapan oleh
alkohol adalah pengendapan protein, protein dapat diendapkan dengan
penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengurangi konstanta
dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga
karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air. Menurut
Montgomery (2013) Pada uji pengendapan protein oleh alkohol endapan
yang paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, buffer asetat
menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang
sama dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90). pH isolistrik merupakan
kondisi dimana muatan positif dan negatifnya sama banyak. Dalam
larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif.
Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling
menetralkan sehingga molekul bermuatan nol.
Setelah dilakukan praktikum uji pengendapan terjadi perubahan
warna  larutan pada setiap tabung dan didapatkan hasil sebagai berikut :
pada tabung 1 yang berisi 1 ml HCl 0,1 N + 6 ml etanol 95%, pada
larutan atas berwarna putih bening. Bawah berwarna putih susu, diantara
keduanya lapisan terdapat warna kuning, endapan berwarna putih dan
tidak larut. Sesuai Murwani (2010) Pada tabung 2 yang diisi dengan 1 ml
NaOH 0,1 N + 6 ml etanol 95%, Terbagi 3 lapisan, lapisan atas berwarna
bening, putih dan menggumpal. Lapisan tengah berwarna putih bening,
lapisan bawah berwarna putih dan terdapat endapan putih susu. Lapisan
bawah encer, larutan pereaksi larut, meskipun tidak seluruhnya. Pada
tabung 3 diisi dengan 1 ml buffer asetat + 6 ml etanol 95%, Terbagi tiga
lapisan, lapisan ats berwarna putih dan menggumpal. Lapisan tengah
berwarna putih keruh, lapisan bawah putih tapi encer, terdapat endapan
putih susu, larutan pereaksi larut saat dipanaskan.
5.3 Uji Penggumpalan Protein
Denaturasi karena panas yaitu panas dapat digunakan untuk
mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini
terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat
sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami
denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Menurut Budiyanto (2012)
Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung
supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan
mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur
alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan
peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Denaturasi karena asam dan basa, yaitu protein akan mengalami
kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah
protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan
timbulnya gumpalan. Menurut Anshory (2013) Asam dan basa dapat
mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe
reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam
garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari
asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem
pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.
Dampak yang ditimbulkan karena proses denaturasi adalah misalnya
pada produk daging. Perubahan pH menyebabkan sebagian protein
terdenaturasi dan perubahan muatan protein. Perubahan muatan protein akan
mengubah jarak antar serat-serat daging sehingga mempengaruhi
kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya yang akan
mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual. Ketika makanan
dimasak, beberapa protein akan terdenaturasi, contohnya denaturasi protein
putih telur. Saat baru dari telur, putih telur berwujud transparan dan cair.
Memasak putih telur membuatnya menjadi buram, membentuk sebuah massa
padat yang saling berhubungan, inilah sebabnya mengapa telur rebus menjadi
keras dan daging dimasak menjadi lebih padat. Menurut Hart (2003)
Transformasi yang sama dapat dilakukan dengan suatu bahan kimia yang
bersifat mendenaturasi.
5.4 Uji Pencernaan Protein
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa tabung pertama yang
berisi 1 ml pepsin + 1 ml HCl 0,1 N + putih telur rebus, setelah diinkubasi
selama 30 menit dalam suhu 37oC, terjadi lisis karena irisan putih telur
masih terlihat. Terjadi lisis pada putih telur rebus dan larutan menjadi keruh,
karena telur yang hancur. Hal ini terjadi karena pepsin bekerja dalam suasana
asam dengan penambahan HCl yang mengubah pepsinogen menjadi pepsin.
Hal ini sesuai dengan pendapat Murwani (2010) yang menyatakan bahwa
dengan adanya pepsin dan HCl maka protein akan disintesis menjadi
polipeptida yang terjadi pada lambung. Tabung kedua yang berisi 1 ml
pepsin + 1 ml air + putih telur rebus, setelah diinkubasi selama 30 menit
dalam suhu 37oC, tidak terjadi lisis pada putih telur rebus, dan larutan tetap
bening. Hal ini menunjukkan bahwa sampel bereaksi negatif (putih telur
tidak terlarut), tetapi pada 30 menit kedua bisa hancur karena protein akan
terdenaturasi oleh adanya panas. Tabung yang ketiga berisi 1ml pepsin
ditambah 1 ml HCl 0,1 N dan putih telur rebus, kemudian diinkubasi selama
30 menit dalam suhu 37oC, terjadi lisis pada putih telur rebus dan larutan
tetap. Hal ini terjadi karena pada tabung yang ketiga ini larutan pepsin
dididihkan, setelah dingin ditambah dengan HCl dan putih telur rebus, pepsin
akan mengalami kerusakan apabila mengalami pemanasan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Murray (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar
enzim memiliki suhu optimum yang bergantung pada suhu sel tempat enzim
itu terdapat atau sedikit melebihi suhu sel tersebut. Pada saat praktikum yang
seharusnya tidak hancur tetapi hasil yang didapatkan adalah hancur karena
pada saat pengeluaran dari inkubator, tabung tiga digoyangkan sehingga isi
tabung terlihat agak keruh.
Pada tabung keempat, enzim proteolitik pankreas tidak mampu
menghidrolisis protein karena enzim tersebut ditambahkan asam dari larutan
HCl. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (2012) yang menyatakan
bahwa enzim kerjanya sangat spesifik dan “berdisiplin tinggi”. Tetapi pada
saat pengeluaran tabung dari inkubator, tabung keempat digoyang-goyangkan
sehingga larutan menjadi keruh dan putih telur terlihat agak hancur. Pada
tabung kelima, tidak terlihat lagi irisan putih telur, karena telah tercerna
sempurna seperti pada proses pencernaan manusia pada lambung, yaitu
adanya protein (disini irisan tipis putih telur), ekstrak pankreas, dan pembawa
sifat basa (NaOH 0,1 N), sehingga hasilnya menunjukkan reaksi yang positif.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suwarto (2003) yang menyatakan bahwa
kerja enzim dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu, pH dan substrat. Tabung
keenam yang berisi enzim proteolitik pankreas yang telah dididihkan dengan
ditambah 1 ml larutan NaOH. Hasil dari pengamatannya gumpalan putih
telur tidak mengalami kerusakan karena pengaruh larutan ekstrak pankreas
yang telah dididihkan. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2005) yang
menyatakan bahwa perubahan-perubahan mana disebabkan kerena protein
peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam dan
pereaksi-pereaksi tertentu. Selain itu enzim mengalami kerusakan akibat
dipanaskan dan protein tidak terhidrolisis serta enzim merupakan protein.
Sesuai dengan pendapat Yandri (2011) bahwa enzim adalah suatu protein
yang mempunyai aktifitas biokimiawi. Tetapi pada saat praktikum
pemanasan ekstrak pankreas membentuk busa banyak dan larutan berwarna
keruh, sehingga praktikan mengira putih telur menjadi hancur karena
tertutupi oleh larutan yang sangat keruh.
VI. KESIMPULAN
Prinsip uji pengendapan protein oleh garam ialah protein akan mengalami
pengendapan bila ditambahi garam. Pengendapan tersebut terjadi karena daya
larut protein yang berkurang sehingga terbentuk endapan. Denaturasi karena
panas yaitu panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan
interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein
bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Anshory. 2013. Petunjuk Praktikum Teknik Analisis Biologi. FMIPA UNY,
Yogyakarta.
Budiyanto, Kreno A. 2012. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.
Deman, M. John. 2007. Kimia Makanan, Institut Teknologi Bandung , Bandung.
Devi, N. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media
Estein, Yasid dan Nursanti, Lisda. 2006. Penuntun Praktikum BIOKIMIA Untuk
Mahasiswa Analis. Yogyakarta : ANDI.
Fried, G. H. dan Hademenos, G. J., 2006, Schaum’s Outlines Biologi Edisi Kedua,
Penerbit Eralangga, Jakarta.
Hart, H., dkk. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga, Jakarta.
Iswari, R. 2006. Biokimia. Graha Ilmu,Yogyakarta.
Kuchel, P. dan Ralston G. B., 2006, Biokimia Schaum’s Easy Outlines, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Lehninger, A.L. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway dan A. A. Spector. 2013. Biokimia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Murray, Robert K. Daryl K. Granner. Victor W. Radwell. 2009. Biokimia
Harper Edisi27. Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran (EGC).
Murwani, Retno. 2010. Protein dan Asam Nukleat Edisi 1. Laboratorium Biokimia
Nutrisi Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.
Nusantara.
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.
Pudjiadi, A. 2014. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Samadi. 2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino) Fokus pada Ternak Ayam
Pedaging, Jurnal Penelitian, Vol: 12 (2), Hal : 42-48, Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press,
Stoker, H. 2010. General, Organic, And Biological Chemistry Fifth Edition.
Belmont, CA USA : Cengage Learning
Sumardjo, D. 2008. Kimia Kedokteran. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Suwarti. 2003. Ekuilibrium Unfolding Protein β-sheet, Streptavidin. Skripsi Sarjana.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Yandri AS. 2011. Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Titik Isoelektrik (pl) Enzim
Hasil Modifikasi. Jurnal Sains MIPA 17(3):92-98 ISSN 1978-1873. Jurusan
Kimia FMIPA, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Yogyakarta.
LEMBAR PENGESAHAN 

Mengetahui, Semarang, 21 April 2020

Asisten praktikan

Riski Hermawan Patrisia Ayuningtyas

24020117130052 24020119130068
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai