Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM PEMISAHAN DAN TEKNIK ANALISIS PROTEIN

KARAKTERISASI PROTEIN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1
1. AURELIA FIONA (210343606454)
2. GURITNA PUSPITASARI (210343606472)
3. SITI KHAIRUNISA (210343606446)
4. RIZTIA PUTRI OKTAFIA (210343606462)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Muh Ade Artasasta, S.Si
IndraKurniawanSaputra S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN SAINS TERAPAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MALANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protein merupakan makromolekul yang paling berlimpah [1]. Protein adalah
sumber asam-asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen,
oksigen, dan nitrogen. Beberapa protein mengandung gugus kimia lain disamping
asam amino yaitu unsur unsur fosfor, besi, sulfur, iodium, dan kobalt [2]. Unsur
nitrogen adalah unsur utama protein karena terdapat di dalam semua protein akan
tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak [3]. Struktur protein terdiri
dari polipeptida yang mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas banyak
unit asam amino dan dihubungkan oleh ikatan peptida [4]. Suatu peptida memiliki
gugus fungsi amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih. Ikatan amida
antara suatu gugus α-amino dari satu asam amino dan gugus karboksil dari asam
amino lain disebut ikatan peptida [5].
Perubahan kondisi lingkungan baik fisik mau pun kimiawi, seperti panas,
deterjen, pelarut logam, dan ion logam berat dapat menyebabkan perubahan pada
protein atau biasa disebut denaturasi. Protein yang terdenaturasi tetap memiliki
struktur kovalen yang utuh, hanya saja pada rantai polipeptida membuka menjadi
bentuk acak dan tidak teratur sehingga protein yang telah terdenaturasi umumnya
tidak larut dalam larutan pada pH yang mendekati 7 [5].
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan karakterisasi protein untuk
mengetahui adanya ikatan peptide melalui pereaksi biuret, dilakukan juga
pengujian untuk mengetahui proses denaturasi dan pengendapan protein serta
mengetahui pengaruh pH dan pelarut organik terhadap struktur protein.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi protein berdasarkan ikatan peptide dengan uji biuret
2. Membedakan peristiwa denaturasi dan pengendapan protein
3. Menjelaskan pengaruh pH dan pelarut organik terhadap struktur albumin telur

1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat mahasiswa setelah melaksanakan praktikum ini
adalah sebagai berikut:
1. Mampu memahami dan mengidentifikasi protein berdasarkan ikatan peptida
dengan uji biuret.
2. Mampu memahami dan membedakan peristiwa denaturasi dan pengendapan
protein.
3. Mampu memahami dan menjelaskan pengaruh pH dan pelarut organik
terhadap struktur albumin telur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein 

Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino dan


tersusun dari atom karbon, nitrogen dan oksigen yang dihubungkan melalui
dengan ikatan peptida [7]. Asam amino terdiri dari 20 jenis kumpulan asam
amino  yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara 
gugus amino (-NH2) dengan gugus karboksil asam amino (-COOH) dari
melepaskan asam amino yang lain dengan melepaskan suatu molekul air [8]. Hal
ini menyebabkan protein memiliki muatan (polielektrolit) bersifat amfoter yaitu
dapat bereaksi dengan asam dan basa, dengan larutan asam atau pada pH yang
rendah. Gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H +, sehingga protein
tersebut bermuatan positif, sedangkan dalam larutan basa yaitu pada gugus
karboksilat dan bereaksi dengan OH- sehingga protein bermuatan negatif. Dengan
adanya muatan molekul pada protein maka menyebabkan protein tersebut
bergerak dibawah dan dipengaruhi adanya medan listrik [9].
Menurut Soedarmo, protein dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi-
komposisinya sebagai berikut: 
a. Protein Sederhana
 Globin: mengandung triptofan dan arginin dalam jumlah yang sama,
tetapi juga mengandung histidin dan tidak mengandung isoleusin
 Albumin: protein yang larut dalam garam yang encer dan dalam air
 Histon: protein basa dikarenakan banyak mengandung asam amino
yang bermuatan positif
 Glutelin: tidak dapat larut dalam larutan yang netral tetapi dapat larut
dalam basa dan asam encer
 Globulin: tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam garam
encer [10]

b. Protein Kompleks
 Glikoprotein yang merupakan turunan dari karbohidrat
 Fosfoprotein hidrolisisnya menghasilkan asam fosfat dan asam amino
 Lipoprotein proses transport lipid menuju jaringan kromoprotein
protein dengan gugus prostetik yang berpigmen
Protein mempunyai empat struktur yaitu, struktur primer yang merupakan
ikatan peptida dari asam amino pembentuk suatu protein tersebut, struktur tersier
interaksi antara struktur sekunder satu dengan struktur sekunder lainya melalui
ikatan hidrogen contohnya double-heliks, ikatan disulfida atau ikatan ion, struktur
sekunder terbentuknya protein dari ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus-
gugus amina atau atom hidrogen pada rantai samping asam amino contohnya
membentuk α-heliks, dan struktur kuartener yang melibatkan beberapa peptida
sehingga membentuk suatu protein [11].

2.2 Uji Biuret


Uji biuret merupakan uji kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya
ikatan peptida dalam suatu zat. Ikatan peptida mengidentifikasi adanya protein.
Ikatan peptida terbentuk ketika kedua asam amino dihubungkan melalui gugus
asam amino dan karbonil. Protein menyusun banyak asam amino yang terhubung
satu sama lain melalui ikatan peptida. Oleh karena itu, uji biuret ini digunakan
untuk mengetahui adanya protein dalam suatu zat. Biuret dibentuk dengan
pemanasan urea dan juga memiliki struktur yang mirip dengan struktur protein
dan peptida [12].
 Pada saat dilakukan uji biuret, ketika  ditambahkan beberapa tetes CuSO4
yang sangat encer dan ditambahkan pada alkali kuat dari protein atau peptida
senyawa tersebut  akan bereaksi dengan pereaksi biuret sehingga membentuk
kompleks warna ungu, hal ini terjadi karena reaksi positif pada uji biuret
ditunjukkan munculnya warna ungu akibat persenyawaan antara NH dari ikatan
peptida dengan Cu+ dari reagen biuret dan O dari air. Oleh karena itu, semakin
panjang ikatan peptida (banyak asam amino yang berikatan) akan muncul warna
menjadi ungu,  sedangkan semakin pendek ikatan peptida tersebut (sedikit asam
amino yang berikatan) maka akan muncul warna merah muda [13]. Semakin
pekat warna ungu maka semakin tinggi jumlah kompleks peptida-tembaga [14].
Hal ini terjadi  dikarenakan hasil dari koordinasi kompleks antara dua atom 
nitrogen atau atom tembaga dari masing-masing rantai peptida tersebut [15].

Gambar 2.2 Proses Uji Biuret

Dari gambar reaksi di atas pada uji biuret yaitu ion Cu2+ (dari pereaksi biuret)
dalam keadaan suasana basa bereaksi dengan polipeptida atau ikatan peptida yang
menyusun protein sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(violet). Reaksi ini positif untuk dua ataupun lebih ikatan peptida dan negatif
untuk asam amino bebas [16].

2.3 Denaturasi Protein Oleh Ion Logam Berat


Denaturasi protein merupakan proses berubahnya struktur molekul tanpa
memutuskan ikatan kovalen atau modifikasi terhadap susunan ruang atau rantai
polipeptida (kerusakan struktur primer, tersier, kuartener dan sekunder tetapi pada
struktur primer (peptida) masih utuh. Terjadinya denaturasi protein ini
dikarenakan adanya beberapa faktor seperti bahan kimia, pH, logam berat dan
temperatur. Proses denaturasi terpecahnya ikatan-ikatan hidrogen, ikatan garam,
ikatan hidrofobik serta terbukanya lipatan-lipatan molekul atau rantai polipeptida
dalam suatu molekul protein yang berubah [17].
Denaturasi ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah ditambahkan
larutan AgNO3 dan larutan Pb(CH3COO)2, senyawa tersebut akan saling berikatan
dengan protein dan memutihkan garam sehingga membentuk suatu endapan
protein logam. Protein juga mengendap apabila ditemukan garam anorganik
dengan mempunyai konsentrasi yang tinggi di dalam suatu larutan tersebut,
berbeda dengan logam berat karena garam anorganik bisa mengendapkan protein
tersebut karena kemampuan pada ion garam terhidrasi dengan protein untuk
mengikat udara [18].
Pada pH di atas titik isoelektrik protein disebut bermuatan negatif, sedangkan
di bawah titik isoelektrik protein disebut bermuatan positif. Oleh karena itu, untuk
mengendapkan protein menggunakan ion logam maka diperlukan pH larutan
diatas titik isoelektrik, sedangkan pengendapan protein pada ion negatif
memerlukan pH larutan di bawah titik isoelektrik. Protein bisa mengendap pada
ion-ion bermuatan positif seperti, Ag2+, Zn2+, Ca2+, Hg2+,Cu2+,Fe2+ dan Pb2+,
sedangkan protein yang bisa mengendap pada ion-ion bermuatan negatif seperti
tanat, salisilat, pikrat dan sulfosalisilat [19].
Pelarut organik yang mempengaruhi stabilitas interaksi elektrostatik, ikatan
hidrogen dan hidrofobik protein. Pada rantai samping amino non polar lebih larut
pada pelarut organik dibandingkan dengan air. Hal ini menyebabkan terjadinya
interaksi hidrofobik melemah, sebaliknya stabilitas dan pembentukan ikatan
hidrogen antar ikatan peptida meningkat pada lingkungan permitivitas yang
rendah. Oleh karena itu, sejumlah pelarut organik dapat meningkatkan ataupun
memperkuat pembentukan ikatan hidrogen melalui antar ikatan peptida, dalam
keadaan konsentrasi rendah sejumlah pelarut organik dapat menstabilkan
beberapa enzim terhadap denaturasi, sedangkan dalam keadaan konsentrasi tinggi
pelarut organik mengakibatkan terdenaturasi protein dikarenakan efek pada
pelarut memiliki rantai samping non polar [20].
Gambar 2.3 Pemutusan Ikatan Garam oleh Asam atau Basa

Dari gambar di atas pada struktur tersier, terdapat interaksi dengan jembatan
garam, jembatan garam yaitu ikatan ionik antara muatan positif dan muatan
negatif pada rantai samping amino, sebagai contoh interaksi antara ion -COO dari
glycine dan ion –NH2 asam glutamat, dengan penambahan asam atau basa bisa
dapat merusak jembatan garam yang tergabung dalam muatan ionik. Hal ini dapat
menyebabkan ikatan jembatan garam pada protein tersebut bisa terputus karena
rusaknya ikatan hidrogen pada ikatan non polar yang telah terjadi pada struktur
berlipat dari [21]. 

2.4 Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik


Pengendapan protein dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut-pelarut
organik contohnya seperti etanol, metanol, aseton, dan asetonitril. Secara umum
pelarut organik ini dapat digunakan sebagai pengendapan protein tergantung dari
besarnya molekul protein, ukuran protein dan konsentrasi pelarut organik yang
digunakan untuk proses pengendapan protein dan juga pada konsentrasi pelarut
organik (alkohol) akan mengubah konstanta dielektrik dari protein terhadap air
sehingga kelarutan protein berkurang dan terjadinya penurunan kelarutan yang
berpengaruh terhadap proses pengendapan protein [22].
Pengendapan dengan garam anorganik yaitu pembentukan pada senyawa yang
tidak larut antara amonium sulfat dengan protein, apabila garam anorganik
tersebut terdapat konsentrasi tinggi di dalam larutan (gelatin dan albumin), maka
kelarutan protein tersebut akan berkurang sehingga terjadinya pengendapan pada
protein tersebut. Oleh karena itu, sifat ini terjadi dikarenakan ion garam mampu
mengikat air (terhidrasi) sehingga berkompetisi dengan molekul protein dalam
mengikat air maka terjadilah pengendapan protein pada garam anorganik [16].
BAB III

METODE

3.1 Alat dan Bahan 

3.1.1 Alat 

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, pipet tetes,
rak   tabung reaksi, spatula, dan corong.

3.1.2    Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah albumin telur, larutan
albumin telur, larutan susu, larutan gula, larutan NaOH 5 M, larutan CuSO 4 2 M,
larutan Pb(CH3COO)2 1%, larutan (NH4)SO4 2 M, larutan HCl 0,1 N, etanol 95%,
aseton, dan akuades.

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Uji Biuret
Disiapkan 4 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 mL albumin telur (I), 3
mL larutan albumin telur (dilarutkan 1:1 dengan akuades) (II), 3 mL larutan susu
(III), dan 3 mL larutan gula (IV). Kemudian, ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke
dalam masing-masing tabung dan dihomogenkan. Selanjutnya, ditambahkan 1-5 tetes
larutan CuSO4 2 M ke dalam masing-masing tabung dan dihomogenkan hingga
terjadi perubahan warna yang signifikan. Lalu diamati perubahan yang terjadi dan
hasilnya digunakan untuk pembanding percobaan berikutnya.

3.2.2 Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat


Disiapkan tabung reaksi berisi 3 mL albumin telur. Ditambahkan 5 mL larutan
Pb(CH3COO)2 1% dan dihomogenkan. Kemudian, diamati perubahan yang terjadi
ditandai dengan terbentuknya filtrat dan residu. Lalu dipisahkan antara filtrat dan
residu dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian, dilakukan uji kelarutan residu di
dalam tabung reaksi baru menggunakan akuades. Selanjutnya, dilakukan uji biuret
terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 2 M dan dihomogenkan. 
Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan pertama.

3.2.3 Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik


Disiapkan tabung reaksi berisi 3 ml albumin telur. Setelah itu, ditambahkan larutan
(NH4)2SO4 2 M secara perlahan ke dasar tabung kemudian dihomogenkan perlahan.
Diulangi angkah kedua hingga larutan menjadi putih keruh. Kemudian, dipisahkan
antara filtrat dan residu dengan menggunakan pipet tetes. Lalu dilakukan uji kelarutan
residu di dalam tabung reaksi baru menggunakan akuades. Selanjutnya, dilakukan uji
Biuret terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 2 M dan dihomogenkan.
Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan pertama.

3.2.4 Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur


Disiapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 mL albumin telur.
Kemudian, ditambahkan 1 mL larutan HCl 0,1 N ke dalam tabung pertama dan
dihomogenkan. Ditambahkan 1 ml larutan NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi kedua
dan dihomogenkan. Diamati perubahan yang terjadi kemudian filtrat dan residu
dipisahkan dengan menggunakan pipet tetes. Lalu dilakukan uji kelarutan residu di
dalam tabung reaksi baru menggunakan akuades. Selanjutnya, dilakukan uji Biuret
terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 2 M dan dihomogenkan. 
Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan pertama.

3.2.5 Pengaruh Pelarut Organik terhadap Struktur Albumin Telur


Disiapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 mL albumin telur.
Stetelah itu, ditambahkan 5 mL etanol 95% ke dalam tabung pertama dan
dihomogenkan. Kemudian, ditambahkan 5 mL aseton ke dalam tabung reaksi kedua
dan dihomogenkan. Diamati perubahan yang terjadi kemudian filtrat dan residu
dipisahkan dengan menggunakan pipet tetes. Lalu dilakukan uji kelarutan residu di
dalam tabung reaksi baru menggunakan akuades. Selanjutnya, dilakukan uji Biuret
terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 2 M dan
dihomogenkan.Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan
pertama.

3.2.1 Uji Biuret

Albumin telur

- Disiapkan 4 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 ml albumin


telur (I), 3 ml larutan albumin telur (dilarutkan 1:1 dengan akuades)
(II), 3 ml larutan susu (III), dan 3 ml larutan gula (IV)
- Ditambahkan 2-3 tetes NaOH 5 M ke dalam masing-masing tabung
dan dihomogenkan
- Ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 ke dalam masing-masing tabung
dan dihomogenkan
- Diamati perubahan yang terjadi. Simpan hasil tabung (1) yang
diperoleh untuk perbandingan pada percobaan selanjutnya

Hasil
3.2.2 Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat

Albumin telur

- Disiapkan tabung reaksi berisi 3 ml larutan albumin telur


- Ditambahkan 5 ml larutan Pb(CH3COO)2 1%, dihomogenkan
- Diamati perubahan yang terjadi
- Dipisahkan antara filtrat dan residu dengan menggunakan pipet tetes
- Dilakukan uji kelarutan residu di dalam tabung reaksi baru
menggunakan akuades
- Dilakukan uji Biuret terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes
NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 dan dihomogenkan
- Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan
pertama

Hasil
3.2.3 Pengendapan Protein dengan Garam Anorganik

Albumin telur

- Disiapkan tabung reaksi berisi 3 ml larutan albumin telur


- Ditambahkan larutan (NH4)2SO4 2 M secara perlahan ke dasar tabung,
dihomogenkan perlahan
- Diulangi angkah kedua hingga larutan menjadi putih keruh
- Dipisahkan antara filtrat dan residu dengan menggunakan pipet tetes
- Dilakukan uji kelarutan residu di dalam tabung reaksi baru
menggunakan akuades
- Dilakukan uji Biuret terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes
NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 dan dihomogenkan
- Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan
pertama

Hasil
3.2.4 Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur

Albumin telur

- Disiapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 ml larutan


albumin telur
- Ditambahkan 1 ml larutan HCl 0,1 N ke dalam tabung pertama dan
dihomogenkan
- Ditambahkan 1 ml larutan NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi kedua
dan dihomogenkan
- Diamati perubahan yang terjadi
- Dipisahkan antara filtrat dan residu dengan menggunakan pipet tetes
- Dilakukan uji kelarutan residu di dalam tabung reaksi baru
menggunakan akuades
- Dilakukan uji Biuret terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes
NaOH 5 M ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4 dan dihomogenkan
- Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan
pertama

Hasil
3.2.5 Pengaruh Pelarut Organik terhadap Struktur Albumin Telur

Albumin telur

- Disiapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi 3 ml larutan


albumin telur
- Ditambahkan 5 ml etanol 95% ke dalam tabung pertama dan
dihomogenkan
- Ditambahkan 5 ml aseton ke dalam tabung reaksi kedua dan
dihomogenkan
- Diamati perubahan yang terjadi
- Dipisahkan antara filtrat dan residu dengan menggunakan pipet tetes
- Dilakukan uji kelarutan residu di dalam tabung reaksi baru
menggunakan akuades
- Dilakukan uji Biuret terhadap filtrat dengan ditambahkan 2-3 tetes
naoh 5 M ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1-5 tetes larutan CuSO4dan dihomogenkan
- Dibandingkan hasilnya dengan tabung reaksi (I) pada percobaan
pertama

Hasil
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.4.1 Uji Biuret 

TABUNG I TABUNG 2 TABUNG 3 TABUNG 4


PERLAKUAN Larutan Larutan
Albumin Larutan Susu
Albumin Gula
Ditambahkan 1 Warna tetap Warna tetap Warna tetap Warna tetap
mL NaOH 0,1N putih bening putih bening putih keruh putih bening
Warna
berubah
Warna Warna Warna
Ditambahkan 1 menjadi ungu
berubah berubah berubah
tetes CuSO4 namun lebih
menjadi menjadi ungu menjadi biru
0,1M muda
ungu pastel bening
daripada ungu
tabung 1

4.4.2 Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat 


PERBANDINGAN
KELARUTAN UJI BIURET
SAMPEL DAN WARNA UJI BIURET
RESIDU DI PADA
REAGEN DENGAN PERCOBAAN
DALAM AIR FILTRAT
2.4.1

Larutan albumin Warna ungu dari uji biuret


Residu tidak Filtrat menjadi
telur dan pada filtrat ini lebih keruh
larut dalam air warna ungu
Pb(CH3COO)2 dibandingkan dengan
tabung 1 pada percobaan
2.4.1
4.4.3 Pengendapan Protein dengan Garam anorganik 
UJI PERBANDINGAN
SAMPEL KELARUTAN
BIURET WARNA UJI BIURET
DAN RESIDU DI
PADA DENGAN PERCOBAAN
REAGEN DALAM AIR
FILTRAT 2.4.1
Larutan Warna ungu dari uji biuret
Residu dapat Filtrat
albumin telur pada filtrat ini lebih tua
larut dalam menjadi
dan (NH4)2SO4 dibandingkan dengan tabung
akuades ungu
0,5M 1 percobaan 2.4.1

4.4.4 Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur 


UJI PERBANDINGAN
KELARUTAN
SAMPEL DAN BIURET WARNA UJI BIURET
RESIDU DI
REAGEN PADA DENGAN PERCOBAAN
DALAM AIR
FILTRAT 2.4.1

Warna uji biuret pada filtrat


Larutan Residu tidak ini menjadi ungu bening,
Filtrat
albumin telur dapat larut dalam sedangkan tabung 1 pada
menjadi ungu
dan HCl 0,1N akuades percobaan 2.4.1 menjadi
ungu tua

Warna uji biuret pada filtrat


Larutan Residu tidak
Filtrat ini menjadi ungu gelap
albumin telur dapat larut dalam
menjadi ungu dibandingkan dengan tabung
dan NaOH 0,1N akuades
1 pada percobaan 2.4.1
4.4.5 Pengaruh Pelarut Organik terhadap Struktur Albumin Telur 

KELARUTA UJI BIURET PERBANDINGAN WARNA


SAMPEL DAN
N RESIDU DI PADA UJI BIURET DENGAN
REAGEN
DALAM AIR FILTRAT PERCOBAAN 2.4.1

Warna uji biuret pada filtrat ini


Larutan Residu tidak
Filtrat menjadi menjadi ungu gelap
albumin telur dapat larut
ungu dibandingkan dengan tabung 1
dan etanol 95% dalam akuades
pada percobaan 2.4.1

Warna uji biuret pada filtrat ini


Larutan Residu tidak
Filtrat menjadi jauh lebih gelap dibandingkan
albumin telur dapat larut
ungu dengan tabung 1 pada
dan aseton dalam akuades
percobaan 2.4.2

4.2 Analisis Data


4.2.1 Uji Biuret
Pada tabung 1 berisi albumin telur yang pada awalnya tak berwarna, setelah
ditambahkan 1 mL NaOH 0,1N tetap tak berwarna. Setelah ditambahkan 1 tetes
CuSO4 0,1M, warna larutan berubah menjadi ungu pekat menunjukkan keberadaan
protein. Pada tabung 2 berisi larutan albumin telur yang pada awalnya tak berwarna,
setelah ditambahkan 1 mL NaOH 0,1N tetap tak berwarna. Setelah ditambahkan 1
tetes CuSO4 0,1M, warna larutan berubah menjadi ungu namun lebih muda daripada
warna ungu pada tabung 1 menunjukkan kadar protein pada tabung 2 lebih sedikit
dibandingkan protein pada tabung 1.
Pada tabung 3 berisi larutan susu yang pada awalnya berwarna putih keruh,
setelah ditambahkan 1 mL NaOH 0,1N tetap tidak terjadi perubahan warna. Setelah
ditambahkan 1 tetes CuSO4 0,1M, warna larutan berubah menjadi ungu pastel
menunjukkan keberadaan protein. Pada tabung 4 berisi larutan gula yang pada
awalnya tak berwarna, setelah ditambahkan 1 mL NaOH 0,1N tetap tak berwarna.
Setelah ditambahkan 1 tetes CuSO4 0,1M, warna larutan berubah menjadi hijau
bening menunjukkan tidak adanya kadar protein dalam gula.

4.2.2 Uji Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat


Sampel albumin telur pada awalnya tak berwarna kemudian setelah dicampur
dengan larutan Pb(CH3COO)2 membentuk residu dan filtratnya. Setelah residu
dipindahkan ke tabung reaksi baru untuk dipisahkan dengan filtrat, residu diuji
kelarutannya dengan akuades dan filtrat diuji dengan biuret. Residu tidak dapat larut
dalam akuades menandakan protein terdenaturasi. Filtrat saat diuji dengan biuret
menjadi berwarna ungu yang lebih keruh dibandingkan hasil percobaan 2.4.1 tabung
1, menunjukkan adanya kandungan protein dalam filtrat. Semakin tinggi nilai protein,
denaturasi oleh timbal akan semakin banyak dan cepat. 

4.2.3 Uji Pengendapan Protein dengan Garam Organik


Sampel albumin telur pada awalnya tak berwarna kemudian setelah
ditambahkan dengan larutan (NH4)3SO4 0,5M membentuk residu dan filtratnya.
Setelah residu dipindahkan ke tabung reaksi baru untuk dipisahkan dengan filtrat,
residu diuji kelarutannya dengan akuades dan filtrat diuji dengan biuret. Residu dapat
larut dalam akuades menandakan protein mengalami pengendapan. Filtrat saat diuji
dengan biuret (4 tetes NaOH dan 10 tetes CuSO2) menjadi berwarna ungu, namun
warna ungu yang dihasilkan lebih tua dibandingkan hasil percobaan 2.4.1 tabung 1,
menunjukkan kandungan protein pada filtrat hasil percobaan ini lebih tinggi
dibanding kandungan protein pada filtrat hasil percobaan 2.4.1.

4.2.4 Uji Pengaruh pH pada Struktur Albumin Telur


Sampel albumin telur pada awalnya tak berwarna kemudian setelah
ditambahkan dengan larutan HCl 0,1 N membentuk residu dan filtratnya. Sampel
albumin telur pada awalnya tak berwarna kemudian setelah dicampur dengan larutan
NaOH 0,1 N juga membentuk residu dan filtratnya. Setelah masing-masing residu
dipindahkan ke tabung reaksi baru untuk dipisahkan dengan filtrat, residu diuji
kelarutannya dengan akuades dan filtrat diuji dengan biuret. Kedua residu tidak dapat
larut dalam akuades menandakan protein mengalami denaturasi. Filtrat HCl saat diuji
dengan biuret (NaOH dan CuSO4) menjadi berwarna ungu bening dibandingkan hasil
percobaan 2.4.1 tabung 1. Filtrat NaOH saat diuji dengan biuret (NaOH dan CuSO 4)
menjadi berwarna ungu gelap dibandingkan hasil percobaan 2.4.1 tabung 1
menunjukkan adanya kandungan protein dalam kedua filtrat.

4.2.5 Uji Pengaruh Pelarut organik terhadap Struktur Albumin Telur


Sampel albumin telur pada awalnya tak berwarna kemudian setelah dicampur
dengan etanol 95% membentuk residu dan filtratnya. Sampel albumin telur pada
awalnya tak berwarna kemudian setelah dicampur dengan aseton juga membentuk
residu dan filtratnya. Setelah masing-masing residu dipindahkan ke tabung reaksi
baru untuk dipisahkan dengan filtrat, residu diuji kelarutannya dengan akuades dan
filtrat diuji dengan biuret. Kedua residu tidak dapat larut dalam akuades menandakan
protein mengalami denaturasi. Filtrat etanol saat diuji dengan biuret (3 tetes NaOH
dan 5 tetes CuSO4) menjadi berwarna ungu gelap dibandingkan hasil percobaan 2.4.1
tabung 1 Filtrat aseton saat diuji dengan biuret (3 tetes NaOH dan 5 tetes CuSO 4)
menjadi berwarna ungu gelap dibandingkan hasil percobaan 2.4.1 tabung 1
menunjukkan adanya kandungan protein dalam kedua filtrat.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Uji Biuret 
Pengujian albumin (tabung I) menghasilkan warna lebih pekat dibandingkan
pengujian pada larutan albumin (tabung II) karena semakin tinggi jumlah kompleks
peptida-tembaga maka semakin pekat warna ungu [14]. Banyaknya ikatan peptida
menunjukkan banyaknya protein yang terkandung dalam sampel. Dalam uji lain
seperti sampel larutan susu yang awalnya berwarna putih menjadi ungu karena
adanya protein di dalamnya, sedangkan larutan gula menjadi hijau bening kebiruan
menunjukkan tidak ada kandungan protein sehingga Cu2+ menghasilkan reaksi negatif
yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi hijau kebiruan.
Reaksi pembentukan kompleks berwarna ungu terjadi karena ion Cu 2+ dalam
situasi basa akan bereaksi dengan ikatan polipeptida pada protein karena adanya
pasangan elektron bebas pada peptida. Untuk dapat menghasilkan reaksi ini, minimal
harus ada dua ikatan peptida. Selain protein, kemungkinan zat lain yang dapat
memberikan hasil positif terhadap uji biuret adalah senyawa yang memiliki atom
nitrogen dan memiliki PEB seperti garam amonium dan melamin [16]. Berdasarkan
percobaan ini, kuantitas protein pada albumin dan larutan albumin dapat ditunjukkan
dari perubahan warna hasil uji biuret. Semakin pekat warna ungu yang dihasilkan,
maka kuantitas protein dalam larutan semakin banyak.

Gambar 4.3.1 Reaksi Pembentukan Biuret

4.3.2. Denaturasi Protein oleh Ion Logam Berat Pb(CH3COO)2


Saat uji kelarutan pada residu denaturasi protein logam berat, residu tidak
dapat larut dalam air karena struktur rantai polipeptida proteinnya telah terganggu.
Filtrat yang diuji dengan biuret menjadi warna ungu menandakan masih ada
kandungan protein dalam filtrat. Protein belum terdenaturasi sepenuhnya menjadi
residu, karena jika semua protein terdenaturasi maka tidak ada lagi kandungan protein
pada filtrat.
Ion logam dapat menyebabkan larutan protein menjadi keruh dan
terdenaturasi karena protein dalam putih telur dapat membentuk ikatan kompleks
dengan timbal. Denaturasi protein terjadi karena adanya kerusakan ikatan sekunder
dan tersier protein.  Denaturasi merusak bentuk alfa-heliks normal protein dan
mengubahnya menjadi bentuk yang tidak teratur. Garam logam berat seperti timbal
bersifat ionik dan dapat merusak jembatan garam protein [23].

Gambar 4.3.2 Denaturasi Protein


4.3.3 Pengendapan Protein dengan Garam Organik (NH4)3SO4
Saat uji kelarutan pada endapan protein dengan garam organik, residu dapat
larut dalam air karena struktur rantai polipeptida proteinnya masih utuh sehingga sisi
luar yang hidrofilik dapat berikatan dengan air dan larut didalamnya. Filtrat yang
diuji dengan biuret menjadi warna ungu menandakan masih ada kandungan protein
dalam filtrat. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kurang bersihnya pemisahan
residu dari filtrat sehingga masih ada kandungan protein yang tercampur dalam filtrat.
Amonium sulfat sebagai garam organik memiliki peran dalam pengendapan
protein karena mampu mempertahankan kestabilan protein dan mengendapkan
protein. Pengendapan protein oleh garam disebabkan karena ion garam berkompetisi
dengan protein untuk mengikat air. Jika konsentrasi garam tinggi, maka air akan
terikat dengan garam dan protein mengendap sehingga kita dapan melihat 2 lapisan
dalam larutan, yaitu residu dan filtrat [16].
4.3.4 Pengaruh pH HCl dan NaOH pada Struktur Albumin Telur 
Melalui percobaan ini, pengujian dengan pH terbukti dapat mempengaruhi
struktur albumin telur karena menyebabkan perubahan pH isoelektrik (pI) dalam
albumin telur. Jika pI albumin telur pada awalnya 4,8 kemudian diberi perubahan pH
ekstrim seperti HCl atau NaOH, maka muatan yang dibutuhkan untuk membentuk
ikatan hidrogen pada albumin telur akan berubah. Perubahan pH juga menyebabkan
perubahan ionisasi gugus samping pada albumin dan merusak konformasi dan
aktivitas biologis albumin telur. 
Protein memiliki gugus amino (-NH2) dan gugus karboksilat (-COOH) di
ujung rantainya, sehingga protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter
atau dapat bereaksi dengan asam dan basa [9]. HCl atau pH rendah membuat gugus
amino protein bereaksi dengan ion H+ sehingga protein bermuatan positif. NaOH
atau pH tinggi membuat gugus amino protein bereaksi dengan ion OH- sehingga
protein bermuatan negatif. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan
protein dapat bergerak di bawah pengaruh medan listrik jika dilakukan isoelektrik.
Pada pH isoelektrik (pI), molekul protein yang mempunyai muatan positif dan negatif
yang sama dapat saling menetralkan atau bermuatan nol. Protein akan mengalami
pengendapan (koagulasi) paling cepat pada titik  isoelektrik dan prinsip ini digunakan
dalam proses-proses pemisahan atau pemurnian suatu protein. [18]

4.3.5 Pengaruh Pelarut Organik Alkohol dan Aseton Terhadap Struktur


Albumin Telur 
Setelah diberi pelarut organik, larutan menjadi keruh karena terjadi pemisahan
residu dan filtrat dengan proses denaturasi. Pelarut organik pada kondisi tertentu
dapat digunakan untuk pemekatan protein tanpa menyebabkan denaturasi yang
merusak struktur protein dengan syarat proses pengendapan dilakukan pada suhu di
bawah 4°C. Pelarut organik seperti etanol dan eseton dapat mendenaturasi protein
karena pelarut organik merusak ikatan hidrogen di dalam protein. Daerah nonpolar
dari pelarut menyebabkan terganggunya interaksi hidrofobik di dalam interior
molekul protein sehingga mengganggu konformasi protein.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


Albumin, larutan albumin dan telur serta larutan susu mengandung protein dengan
konsentrasi proten yang berbeda-beda yaitu albumin telur > larutan albumin > susu
yang dibuktikan dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu saat dilakukan uji
biuret. Semakin tinggi konsentrasi protein dalam larutan, maka warna ungu yang
dihasilkan akan semakin pekat.
1. Pengendapan dan denaturasi protein dalam beberapa kasus tidak dapat
dibedakan secara langsung. Cara paling mudah untuk membedakannya adalah
mengamati kelarutan residu dalam pelarut air. Jika residu larut menandakan
peristiwa pengendapan dan jika residu tak larut menandakan peristiwa
denaturasi.
2. Perubahan pH ekstrem seperti penambahan HCl dan NaOH dapat merusak
struktur protein dalam albumin telur. Perbedaan asam dan basa adalah dalam
konsentrasi yang sama, asam kuat dapat mendenaturasi protein lebih baik
dibandingkan basa kuat dengan konsentrasi yang sama. Perubahan pH
berbeda dengan penambahan larutan organik karena larutan organik hanya
memperkuat ikatan antar molekul dalam struktur protein dan menurunkan
kelarutan tanpa merusak strukturnya.

5.2 Saran
Pada praktikum kali ini, ketersediaan sampel sebaiknya dipersiapkan dan
dipastikan cukup untuk setiap kelompok agar praktikum dapat berjalan lancar serta
waktu yang dipergunakan lebih efektif. Penempatan sampel yang banyak digunakan
untuk percobaan alangkah lebih baik jika diletakkan tidak hanya pada satu titik agar
kondisi laboratorium tetap kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Monika, A. (2011). Uji Biuret Biuret test. Metode, 53


[2] Albert, L. L. (1982). Dasar-dasar biokimia. PT Gelora Aksara Pratama: Jakarta.
[3] Yulianti, R., & Kurniaty, N. (2022). Sintesis Tetrapeptida SLYA (Ser-Leu-Tyr-
Ala) sebagai Kandidat Antioksidan dengan Metode Solid Phase Peptide
Synthesis. Jurnal Riset Farmasi, 9-16.https://doi.org/10.29313/jrf.v2i1.694.
[4] Purnama, R. C., Retnaningsih, A., & Aprianti, I. (2019). Perbandingan kadar
protein susu cair UHT full cream pada penyimpanan suhu kamar dan suhu lemari
pendingin dengan variasi lama penyimpanan dengan metode Kjeldhal. Jurnal Analis
Farmasi, 4(1). https://doi.org/10.33024/jaf.v4i1.1307
[5] Lestari, A. P., Alawiyah, T., & Hidayah, N. (2022). PENGARUH PAPARAN
LINEAR ALKALYBENZEN SULFONAT (LAS) TERHADAP KADAR PROTEIN
TOTAL PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS. Jurnal Medical Laboratory, 1(2), 38-48.
https://doi.org/10.57213/medlab.v1i2.128
[6] Susanti, Evi., & Norman, Y. H. (2022) Struktur dan Fungsi Biomolekul (Edisi
Revisi), Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang
[7] Hart C, Craine L, Hart D. 2003.Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Jakarta(ID):
Erlangga
[8] Nelso, David L. & Cox, Michael M. (2008). Lehninger Principles of Biochemistry
4th.New York: W.H Freeman & Co

[9] Lehninger, A. L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga

[10] Soedarmo, M.,G Abdul, M. 1998. Biokimia. Bogor : Pusat Antar IPB

[11]Wirahadikusumah. 1989. Biokimia : Protein, Enzim dan Asam Nukleat Edisi II.

ITB. Bandung. Hal : 43-69.

[12] Routh, J.I..1969.ESSENTIAL of GENERAL ORGANIC and BIOCHEMISTRY.


Philadelphia: W.B.Sounders Company
[13]Wilson, K. & Walker, J. (1994). Principles and Techniques of Practical
Biochemistry 4th. Cambridge University Press.

[14]Boyer, R. (2000). Modern Experimental Biochemistry, 3rd ed.; Addison Wesley


Longman, Inc.: California.

[15]Switzer, R., & Garrity, L. (1999). Experimental Biochemistry, 3rd ed.; W.H.
Freeman and Company: New York.

[16]Pordjiadi, A. (2006).Dasar-Dasar Biokimia.Jakarta: UI-Press

[17]Muhsafaat, L.O. Sukria, H.A. & Suryahadi. 2015. Kualitas Protein dan
Komposisi  Amino Ampas Sagu Hasil Fermentasi Aspergillus niger dengan
Penambahan Urea dan Zeolit. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), 20(2), pp.124–
130. Available at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI.

[18]Rais, A. F. (2017). Analisis Profil Protein Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Berbasis SDS-PAGE Berdasarkan Lama Marinasi dan Konsentrasi Asam Cuka. 
Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

[19]Ridwan, S..1990. Kimia Organik edisi 1. Jakarta : Binarupa Aksara

[20]Estiasih, T., dkk. 2016.  . Bumi Aksara. Jakarta

[21]Ophardt, C. E. (2003). Protein and Its Properties. New York: Marcel Dekker Inc.

[22]Triisnaini, H. (2012). Optimasi Pengendapan Protein Menggunakan


Metanol,Etanol, Asetonitril, dan Aseton Pada Analisis Irbesartan Dalam Plasma
InVitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi - Flouresensi. Jakarta:Universitas
Indonesia
[23] Aulia, dkk. 2014. Kemampuan Berbagai Putih Telur Unggas Sebagai Kelator
dalam Mengatasi Keracunan Logam Berat Timbal

 
LAMPIRAN

Hasil uji Biuret terhadap albumin Hasil uji kelarutan residu dan uji
telur, larutan albumin, larutan Biuret pada percobaan denaturasi
susu, dan larutan gula protein oleh ion logam berat

Pemisahan antara residu dan


Hasil uji kelarutan residu dan uji
filtrat pada percobaan
Biuret pada percobaan pengendapan
pengendapan protein dengan
protein dengan garam anorganik
garam anorganik
Hasil uji kelarutan residu pada
percobaan pengaruh etanol dan
aseton terhadap struktur albumin
telur

Anda mungkin juga menyukai