Anda di halaman 1dari 15

SIFAT FISIK KIMIAWI PROTEIN

Ayu Octrina, 230110160182


Perikanan C, Kelompok 10

ABSTRAK
Protein adalah polimer dari asam amino. Protein pada dasarnya merupakan suatu molekul
yang terdiri dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida,
sehingga protein disebut juga sebagai polipeptida. Molekul protein memiliki empat tingkatan
struktur yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur quartener. Jika
protein dipanaskan, maka akan terjadi denaturasi protein, sehingga protein yang mulanya
memiliki struktur kuarterner akan berubah menjadi struktur primer yang lebih sederhana.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan uji sifat fisik kimiawi protein yang terdapat pada
ikan dengan perlakuan ditambahkan asam kuat (H2SO4), asam lemah (CH3COOH), basa kuat
(NaOH), basa lemah (NH3), dan pemanasan dengan pereaksi ninhidrin. Hasil pengamatan
yang diperoleh adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi (gumpalan) yang bersifat amfoter.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa protein dapat terputus
ikatan peptidanya karena penambahan asam dan basa, dan dapat terjadi denaturasi dan
koagulasi karena suhu pemanasan yang tinggi.

Kata Kunci: asam, basa, fisik kimiawi, protein, suhu

ABSTRACT
Proteins are polymers of amino acids. Protein is primarily a molecule that consists of
monomer-monomer of amino acids linked by peptide bonds, so it is also known as protein
polypeptide. The molecular structure of the protein has four levels, namely the primary
structure, secondary structure, tertiary structure, and the structure of quartener. If the
protein is heated, then it will happen, so that protein denaturation of protein Quaternary
structures originally will turn into the primary structure is simpler. In practical work, this
time, will do the test chemical physical properties of proteins found in fish with treatment
added a strong acid (H2SO4), weak acid (CH3COOH), a strong base (NaOH), a weak base
(NH3), and warming with the reactant solution. The observations obtained is the occurrence
of denaturation and coagulation (clod) that are amfoter. Based on these observations, it can
be inferred that the proteins can cut off ties because of the addition of peptidanya acid and
alkaline, and can occur due to denaturation and coagulation of high heating temperature.

Key words: Acids, bases, physical chemistry, proteins, temperature

PENDAHULUAN
Protein merupakan salah satu makromolekul yang sangat penting bagi organisme.
Protein merupakan rantai polimer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Ada
20 monomer asam amino yang lazim dikenal sebagai penyusun protein. Protein memiliki
keunikan sifat, struktur dan fungsi yang dipengaruhi oleh jumlah, jenis dan urutan asam
amino penyusunnya. Keunikan tersebut diantaranya: mempengaruhi rasa dan tekstur bahan
yang mengandung protein, konfigurasi protein dapat diubah dengan perlakuan fisik maupun
kimia dan protein dapat mengalami degradasi yang mneghasilkan molekul yang lebih
sederhana dan hasil sampingan.
Protein ditemukan pertama kali oleh Jns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein
berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos yang berarti yang paling utama. Maksud yang
paling utama adalah karena protein di dalam suatu sel mempunyai peranan yang penting.
Protein adalah untaian asam amino yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan peptida.
Suatu protein mungkin untai polipeptida tunggal atau mungkin tersusun dari beberapa untai
polipeptida yang berikatan satu dengan yang lainnya melalui interaksi lemah.
Sifat protein sebagian besar ditentukan oleh strukturnya. Mempelajari struktur protein
merupakan dasar untuk mengerti fungsi protein. Molekul protein memiliki empat tingkatan
struktur yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur quartener.
1. Struktur Primer
Struktur primer protein adalah urutan residu asam amino pada rantai protein yang dihasilkan
dari pembentukan ikatan peptida antara residu asam amino di dalam rantai yang diikat secara
kovalen.
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein merupakan struktur yang berulang pada interval teratur. Bentuk
struktur sekunder protein ada tiga yaitu -helix (yang melibatkan 1 polipeptida), -sheet
(dapat melibatkan satu atau lebih polipeptida), loop (ikalan) dan turn (belokan). Struktur ini
terbentuk akibat ikatan hidrogen antara hidrogen amida dan oksigen karbonil sepanjang
ikatan peptida dari protein tersebut
3. Struktur Tersier
Struktur tersier protein terjadi karena pelipatan struktur sekunder akibat adanya interaksi
antara segment tersebut pada rantai polipeptida. Interaksi non kovalen antara rantai samping
residu asam amino dan ikatan kovalen disulfida memainkan peranan yang menentukan
struktur tersier protein. Interaksi non kovalen termasuk ikatan hidrogen, ikatan ionik dan gaya
van der Waals.
4. Struktur Kuartener
Struktur kuartener polimer merupakan penataan polipeptida-polipeptida pada protein
multisubunit dalam struktur tiga-dimensinya dinamakan struktur quartener. Protein
multisubunit adalah dua atau lebih rangkaian polipeptida yang terpisah.
Protein memiliki banyak fungsi pada tubuh. Protein yang membangun tubuh
disebut protein struktural, sedangkan protein yang berfungsi sebagai enzim, antibodi atau
hormon dikenal sebagai protein fungsional. Kekurangan protein di dalam tubuh dapat
mengakibatkan beberapa penyakit seperti kwashiorkor, anemia, radang kulit,dan busung lapar
yang disebut juga hongeroedem.
Menurut Sumardjo, 2008 :
1. Protein murni tidak berwarna dan tidak berbau. Jika protein tersebut dipanaskan,
warnanya berubah menjadi coklat dan baunya seperti bau bulu atau bau rambut terbakar.
2. Protein alam yang murni juga tidak memiliki rasa, tetapi hasil hidrolisis protein, yaitu
proteosa, pepton, dan peptida, mempunyai rasa pahit.
3. Protein jika bertemu dengan asam tartaric, akan mengeras, dengan demikian akan
mempengaruhi daya serap dan daya cerna.

Denaturasi protein merupakan proeses perubahan struktur lengkap dan karakteristik


bentuk protein akibat terjadinya gangguan pada struktur sekunder, tersier, dan kuartener
sehingga kembali ke struktur primer. Denaturasi menghilangkan aktivitas biokimia yang
terjadi di dalam senyawa protein itu sendiri. Bagaimanapun, untuk perubahan denaturasi
secara umum, prosesnya sama dan tidak dapat diubah (Stoker 2010)
Denaturasi protein adalah perubahan susunan ruang atau rantai polipeptida penyusun.
Ada dua jenis denaturasi protein. Pertama adalah koagulasi yaitu pengembangan rantai
polipeptida yang akan membuka gugus reaktifpada rantai polipeptida dan pengikatan kembali
pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Pembentukan ikatan yang cukup banyak dapat
menyebabkan protein tidak lagi terdispersi sebagai koloid. Protein yang terdenaturasi akan
mengalami penurunan kelarutan. Pengembangan struktur molekul protein dapat terjadi di
sekitar titik isoelektris.
Denaturasi dapat dlihat dari dua sisi, yaitu dari sisi negatif dan sisi positif. Adapun sisi
negatifnya antara lain :
1. Protein kehilangan aktivitas biologi
2. Pengendapan protein
3. Protein kehilangan beberapa sifat fungsional
Sisi positifnya adalah :
1. Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan tingkat
ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum.
2. Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih dan
emulsi lebih baik daripada protein asli.
3. Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang dipicu panas.
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, pH, bahan
kimia, dan lain-lain.
a. Cara Fisik
Suhu. Denaturasi karena panas biasanya terjadi pada suhu 40 80 0C. Stabilitas protein
terhadap panas tergantung dari:
Komposisi asam amino. Protein dengan residu asam amino hidrofobik lebih stabil
daripada protein hidrofilik.
Ikatan disulfida. Adanya ikatan disulfida menyebabkan protein tahan terhadap
denaturasi pada suhu tinggi.
Jembatan garam. Adanya jembatan garam menyebabkan protein tahan terhadap
denaturasi pada suhu tinggi.
Waktu pemanasan. Waktu pemanasan pendek mengakibatkan denaturasi reversibel,
sedang waktu pemanasan panjang mengakibatkan denaturasi irreversibel.
Bahan tambahan. Penambahan gula dan garam akan menstabilkan protein.
adalah pada putih telur kocok.

b. Cara Kimia
1. pH. Denaturasi karena pH bersifat reversibel, kecuali terjadi:
Hidrolisis sebagian pada ikatan peptida
Rusaknya gugus sulfhidril
Agregasi
2. Pelarut organik. Pada konsentrasi rendah, pelarut organik akan menstabilkan protein,
sedang pada konsentrasi tinggi, pelarut organik akan mendenaturasi protein.
3. Zat terlarut (solid) organik. Solut organik dapat memecah ikatan hidrogen yang
akhirnya menyebabkan denaturasi protein. Contoh solut organik adalah urea dan
guanidin HCl.
4. Garam. Pada konsentrasi rendah, garam akan menstabilkan protein, sedang pada
konsentrasi tinggi, garam akan mendenaturasi protein.

Kolagen merupakan salah satu contoh protein struktural dalam bahan pangan yang
sangat menentukan sifat fisik kimia bahan tersebut seperti kekerasan. Aplikasi pemanfaatan
protein diantaranya digunakan sebagai pengental, emulsifier, gelling agent dan foaming
agent.
METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 12 April 2017 pada pukul 10.00 WIB
sampai dengan 11.30 WIB di Laboratorium Ex-Sub Bidang Akademik Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah beaker glass untuk
wadah atau tempat menaruh sampel, hot plate sebagai alat pemanas sampel, pH meter untuk
mengukur pH awal maupun pH akhir setelah perlakuan, mortar untuk menghaluskan atau
mengekstrak sampel uji, cawan petri untuk wadah sampel, tabung reaksi untuk tempat
mereaksikan sampel, penjepit tabung reaksi untuk menjepit tabung reaksi saat pemanasan
sampel, dan spatula untuk memindahkan sampel dari cawan petri ke dalam tabung reaksi.
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah NH3,
NaOH, H2SO4, CH3COOH yang digunakan untuk ditambahkan dengan sampel sesuai
perlakuan, telur ayam mentah sebagai sampel yang akan diuji, ikan (daging, tulang dan kulit)
sebagai sampel yang akan diuji, dan pereaksi ninhidrin digunakan sebagai pereaksi pada
sampel sesuai perlakuan.

Prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

Sampel daging ikan disiapkan ke dalam cawan petri sebanyak 5g

Sampel dihaluskan dengan mortar

Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1, 3, 5 ml asam atau basa
(sesuai perlakuan)

Sampel dipanaskan pada hot plate

Sampel diukur pH setelah perlakuan

Sampel ditambahkan pereaksi ninhidrin, lalu diamati dan dicatat perubahannya


HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah tabel hasil pengamatan lab Ex-SBA.

pH PENGAMATAN AKHIR
KE PENGA
SAM PERLA
LOM AW AK MATAN AKUADES/ PEMANASA
PEL KUAN NINHIDRIN
POK AL HIR AWAL ASAM/BASA N
warna
warna akuades
menjadi
menjadi keruh
Akuades 7 sedikit ungu,
saat dicampur
lalu kelamaan
dengan daging
menjadi putih
warna
warna tetap menjadi putih
Asam Daging Tetap namun
tidak terjadi dan sedikit
Kuat 1 berbau warna
perubahan ungu, namun
(HSO) amis, larutan
9 apapun tidak seungu
tekstur menjadi
akuades
masih sedikit
warna
kenyal menguning
menjadi agak
warna tetap
kekuningan
Basa tidak terjadi
dan larutan
Kuat 11 perubahan
menjadi
(NaOH) apapun,
terdapat
sedikit keruh
warna ungu
sangat muda
terdapat
Daging warna air
7 airnya endapan
Ikan bening,
mengeruh, daging ikan,
warna daging
warna daging airnya
Akuades 6 ikan masih
masih cerah, mengeruh
cerah, bau
bau amis tidak berbau,
amis
penampa berkurang warna air
berkurang
kan keunguan
padat terdapat
dan endapan
air mulai warna daging
Asam kenyal, daging,
10 mengeruh, bau cerah, air
Lemah warna warna air
3 amis keruh, bau
(CHCO cerah, keruh
terkalahkan asam
OH) dan keputih-
oleh bau asam mendominasi
berbau putihan, tidak
amis bau asam
air mulai
terdapat
mengeruh, warna air
Basa endapan
warna daging keruh, warna
Lemah 6 daging ikan
cerah, dan bau daging
(NH) lebih banyak,
amis terang
air keruh
berkurang
warnanya setelah
menjadi abu dipanaskan
keputihan, bau baunya tidak
warna jadi
Akuades 6 amisnya terlalu amis,
memutih
mengurang dan
dan teksturnya teksturnya
warna
jadi lembek lembek
kulit abu
setelah
kehitama warna
dipanaskan
n, warna keruh menjadi
Asam baunya tidak
teksturn kehitaman, keruh
11 Kuat 2 terlalu amis,
ya keras bau kehitaman,
(HSO) dan
serta bau menyengat bau sedikit
teksturnya
yang menyengat
lembek
sangat
setelah
amis warnanya
dipanaskan
warna keruh, menjadi
Basa baunya tidak
bau amis keruh
Kuat 12 terlalu amis,
sedikit kekuningan,
(NaOH) dan
menyengat bau tidak
Kulit teksturnya
terlalu amis
Ikan lembek
endapan
berbau amis, berwarna
berbau amis,
berbuih, keruh,
Akuades 7 berwarna putih
ekstur lunak, berbuih dan
pucat
ada endapan berbau amis,
tekstur lunak
berbau
bau amis
amis,
Asam sedikit
tekstur warna pucat, berbau amis,
Lemah bercampur
2 kulit bau amis, tekstur lunak,
12 (CHCO dengan bau
lunak, tekstur lunak tidak berbuih
OH) asam, tidak
berwarn
berbuih
a putih
adanya
pucat
larutan putih endapan
Basa warna pucat,
pucat, ada berwarna
Lemah bau amis
10 endapan putih, berbau
(NHO mulai
putih pekat, amis,
H) berkurang
bau amis berbuih,
tekstur lunak
warnanya larutan masih
putih berwarna warnanya
Warna
kecoklatan, abu-abu tetap dan
Tulang pucat
13 Akuades 7 tulang dan dengan menimbulkan
Ikan dan bau
akuades sedikit bercak ungu
amis
sedikit bercak ungu di permukaan
bercampur di atas
larutan dan tulang ikan
asam dan
tulang ikan dan larutan
tulang ikan
Asam tidak asam tidak
tidak
Kuat 1 bercampur, bercampur
bercampur dan
(HSO) larutan dan tulang
warnanya
menjadi menghasilkan
bening
kekuningan sedikit busa
basa dan larutan basa
tulang tidak dan tulang
Basa bercampur dan larutan menghasilkan
Kuat 14 larutan menjadi busa dan
(NaOH) berwarna kecoklatan warnanya
bening semakin
kecoklatan coklat
warna warna
warna air
menjadi menjadi putih
Akuades 6 menjadi keruh
lebih keruh terang, bau
dan bau amis
dan pucat menghilang
warna
tekstur warna
Asam warna air menjadi lebih
halus menjadi abu-
Lemah menjadi keruh, gelap dan
3 setelah abu gelap,
(CHCO bau asam lebih pekat, bau
dihalusk bau
14 OH) mendominasi sangat
an, menyengat
menyengat
warna
warna abu-
pucat,
abu
bau amis warna
Basa warna tidak kecoklakatan,
menjadi
Lemah 5 terlalu keruh, terdapat buih
lebih keruh
(NH) bau amis di atasnya,
dan pucat
bau
menyengat
Campuran
homogen,
telur tekstur cair,
Akuades 9
berwarn warna sedikit Penggumpala
a putih, putih, dan bau n berkurang,
amis. terjadi
baunya warna lebih
15 penggumpala
Asam amis, warna agak bening, dan
n
Kuat 4 tekstur keunguan dan terjadi
Putih (HSO) agak matang koagulasi.
10
Telur Basa kenyal
tetap cair dan
Kuat 12
tidak matang
(NaOH)
putih Campuran
telur tidak warna bening warna putih
berwarn homogen, terdapat pudar ada
16 Akuades 6
a bening terjadi endapan di endapan di
kekunin perubahan bawah bawah
gan, warna,
sedikit akuades di
kental, atas dan telur
bau amis di bawah.
telur,
tekstur
kental
Asam Putih telur terdapat 2
warna jernih
Lemah meggumpal lapisan
1 ada endapan
(CHCO dan warna gumpalan
di bawah
OH) putih pucat. padat
warna
berwarna berwarna
Basa Tidak terjadi
bening, kuning dan
Lemah 10 banyak
endapan kental,
(NH) perubahan.
hancur endapan
hancur

Pembahasan

Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat dianalisis bahwa jika suatu protein diberi
perlakuan asam, basa dan pemanasan maka akan mengalami perubahan secara fisik dan
kimiawi karena mengalami denaturasi. Sampel yang digunakan untuk diuji adalah daging,
tulang, kulit, dan telur. Asam kuat yang digunakan adalah H2SO4, asam lemah yang
digunakan adalah CH3COOH, basa kuat yang digunakan adalah NaOH, sedangkan basa
lemah yang digunakan adalah NH3.
Kelompok 9 dan 10 mendapatkan sampel uji yang sama yaitu daging ikan sebanyak
masing-masing 3 gram untuk setiap pengujian. Hasil pengamatannya pun tidak berbeda jauh.
pH awal telah didapatkan sebesar 7. Penampakan awal sampel daging ikan padat dan kenyal,
warna cerah, dan berbau amis. Pengujian pertama yaitu dengan menambahkan akuades pada
sampel uji. Hasilnya adalah airnya mengeruh, warna daging masih cerah, bau amis
berkurang. Setelah itu, sampel ditambahkan pereaksi ninhidrin yang merubah warna air
menjadi bening, warna daging ikan masih cerah, dan bau amis berkurang. Lalu sampel diberi
perlakuan pemanasan yang menghasilkan perubahan terhadap sampel yang ditandai dengan
adanya endapan daging ikan, airnya mengeruh berubah warna menjadi keunguan, serta tidak
berbau.
Pengujian dengan asam dan basa, kelompok 9 dan 10 menggunakan peraksi asam dan
basa yang berbeda. Kelompok 9 dengan menambahkan asam kuat berupa H2SO4 dan basa
kuat berupa NaOH. Sedangkan pada kelompok 10, sampel ditambahkan dengan asam lemah
berupa CH3COOH dan basa lemah berupa NH3. Hasil dari pengamatannya tidak berbeda
jauh. Setelah ditambahkan asam dan basa, perubahan yang terjadi adalah warna air
mengeruh, warna daging ikan tetap cerah, dan bau amisnya berkurang.
Pengujian yang kedua adalah mereaksikan sampel dengan pereaksi ninhidrin.
Hasilnya adalah warna daging ikan masih tetap cerah, bau amis berkurang, dan air mengeruh
(kekuningan pada asam kuat dan basa kuat). Penambahan pereaksi ninhidrin adalah untuk
mengetahui ada atau tidaknya asam amino bebas yang terdapat pada sampel. Dari hasil yang
didapatkan, tidak terjadi perubahan warna menjadi biru ungu, namun tetap berwana kuning
bening. Artinya, tidak ada asam amino bebas yang terbentuk (terlepas) dari protein.
Pengujian yang ketiga adalah dengan memberikan perlakuan pemanasan pada sampel.
Hasil dari perlakuan tersebut adalah sampel menjadi sedikit keunguan, dan lama-lama
menjadi putih (pada sampel yang diberi asam kuat dan lemah), terdapat endapan daging ikan,
dan baunya tidak amis. pH akhir dari kelompok 9 adalah 6 pada penambahan akuades, 1 pada
penambahan H2SO4, dan 11 pada penambahan NaOH. Sedangkan pada kelompok 10, pH
akhirnya adalah 6 pada penambahan akuades, 3 pada penambahan CH3COOH, dan 6 pada
penambahan NH3.
Kelompok 11 dan 12 mendapatkan sampel uji berupa kulit ikan sebanyak masing-
masing 3 gram untuk setiap pengujian. Hasil pengamatannya pun tidak berbeda jauh. pH
awal telah didapatkan sebesar 7. Penampakan awal sampel adalah warna kulit abu kehitaman,
teksturnya keras serta bau yang sangat amis untuk sampel kelompok 11 dan berbau amis,
tekstur kulit lunak, berwarna putih pucat untuk sampel kelompok 12.
Pengujian pertama yaitu dengan menambahkan akuades pada sampel uji. Hasilnya
sama yaitu sampel melunak, warnanya menjadi putih pucat, dan bau amisnya berkurang.
Setelah itu, sampel ditambahkan pereaksi ninhidrin yang membuat air sampel menjadi keruh
(kekuningan pada asam kuat) dan bau tetap sama seperti setelah ditambahkan akuades. Dari
hasil yang didapatkan, tidak terjadi perubahan warna menjadi biru ungu, namun tetap
berwana kuning bening. Artinya, tidak ada asam amino bebas yang terbentuk (terlepas) dari
protein. Setelah itu diberi pemanasan yang menghasilkan sampel menjadi lunak, baunya tidak
terlalu amis, warnanya pucat dan pada kelompok 12 terdapat endapan berwarna putih.
Pengujian kedua yaitu dengan menambahkan asam dan basa, kelompok 11 dan 12
menggunakan peraksi asam dan basa yang berbeda. Kelompok 11 dengan menambahkan
asam kuat berupa H2SO4 dan basa kuat berupa NaOH. Sedangkan pada kelompok 12, sampel
ditambahkan dengan asam lemah berupa CH3COOH dan basa lemah berupa NH3. Setelah
ditambahkan asam dan basa, perubahan yang terjadi pada kelompok 11 dengan penambahan
asam dan basa kuat adalah warna sampel menjadi kehitaman dan bau menjadi menyengat.
Sedangkan pada kelompok 12 dengan penambahan asam dan basa lemah perubahan yang
terjadi adalah warna sampel menjadi pucat, bau amis berkurang, dan sampel melunak.
Pengujian yang ketiga adalah dengan memberikan perlakuan pemanasan pada sampel.
Hasil dari perlakuan tersebut adalah adanya endapan putih, tekstur menjadi lunak, dan berbau
amis. Pada penambahan asam lemah, sampel menghasilkan buih. pH akhir dari kelompok 11
adalah 6 pada penambahan akuades, 2 pada penambahan H2SO4, dan 12 pada penambahan
NaOH. Sedangkan pada kelompok 12, pH akhirnya adalah tetap 7 pada penambahan akuades,
2 pada penambahan CH3COOH, dan 10 pada penambahan NH3.
Kelompok 13 dan 14 mendapatkan sampel uji berupa tulang ikan sebanyak masing-
masing 3 gram untuk setiap pengujian. Hasil pengamatannya pun tidak berbeda jauh. pH
awal telah didapatkan sebesar 7. Penampakan awal sampel adalah keras dan harus
dihaluskan, warnanya pucat, serta baunya amis.
Pengujian pertama yaitu dengan menambahkan akuades pada sampel uji. Hasilnya
sama yaitu sampel menjadi keruh kecoklatan, baunya tetap amis, dan tulang ikan yang sudah
dihaluskan menyatu dengan akuades. Setelah itu, sampel ditambahkan pereaksi ninhidrin
yang membuat air sampel menjadi keruh (kekuningan pada asam kuat) dan bau tetap sama
seperti setelah ditambahkan akuades. Dari hasil yang didapatkan, pada kelompok 13 terdapat
bercak warna ungu yang menandakan adanya asam amino bebas yang terbentuk (terlepas)
dari protein. Sedangkan pada kelompok 14, tidak terjadi perubahan warna menjadi biru ungu,
namun tetap berwana kuning bening. Artinya, tidak ada asam amino bebas yang terbentuk
(terlepas) dari protein. Setelah itu diberi pemanasan yang menghasilkan sampel menjadi
warna putih dan tidak berbau.
Pengujian kedua yaitu dengan menambahkan asam dan basa, kelompok 13 dan 14
menggunakan peraksi asam dan basa yang berbeda. Kelompok 13 dengan menambahkan
asam kuat berupa H2SO4 dan basa kuat berupa NaOH. Sedangkan pada kelompok 14, sampel
ditambahkan dengan asam lemah berupa CH3COOH dan basa lemah berupa NH3. Hasil dari
perlakuan tersebut adalah perubahan warna sampel menjadi pucat dan keabu-abuan dan bau
amis menyengat.
Pengujian yang ketiga adalah dengan memberikan perlakuan pemanasan pada sampel.
Hasil dari perlakuan tersebut adalah warna menjadi lebih gelap dan pekat, bau sangat
menyengat, serta terdapat buih diatasnya. pH akhir dari kelompok 13 adalah tetap 7 pada
penambahan akuades, 1 pada penambahan H2SO4, dan 14 pada penambahan NaOH.
Sedangkan pada kelompok 14, pH akhirnya adalah 6 pada penambahan akuades, 3 pada
penambahan CH3COOH, dan 5 pada penambahan NH3.
Kelompok 15 dan 16 mendapatkan sampel uji berupa putih telur ayam sebanyak
masing-masing 3mL untuk setiap pengujian. Hasil pengamatannya pun tidak berbeda jauh.
pH awal telah didapatkan sebesar 10. Penampakan awal sampel sama, yaitu warna telur
berwarna putih, baunya amis, tekstur agak kental.
Pengujian pertama yaitu dengan menambahkan akuades pada sampel uji. Hasilnya
pada kelompok 15 adalah campuran homogen, tekstur cair, warna sedikit putih, dan bau amis.
Sedangkan pada kelompok 16 adalah campuran tidak homogen, terjadi perubahan warna,
akuades di atas dan telur di bawah. Setelah itu, sampel ditambahkan pereaksi ninhidrin yang
menghasilkan penggumpalan atau adanya endapan di bawah putih telur. Tidak terjadi
perubahan warna menjadi biru ungu pada sampel, namun tetap berwana kuning bening.
Artinya, tidak ada asam amino bebas yang terbentuk (terlepas) dari protein. Setelah itu diberi
pemanasan yang menghasilkan sampel menjadi ada endapan putih di bawah telur.
Pengujian kedua yaitu dengan menambahkan asam dan basa, kelompok 15 dan 16
menggunakan peraksi asam dan basa yang berbeda. Kelompok 15 dengan menambahkan
asam kuat berupa H2SO4 dan basa kuat berupa NaOH. Sedangkan pada kelompok 16, sampel
ditambahkan dengan asam lemah berupa CH3COOH dan basa lemah berupa NH3. Hasil dari
perlakuan tersebut adalah warna agak keunguan dan matang pada kelompok 15 yang
menandakan adanya asam amino bebas yang terbentuk (terlepas) dari protein. Sedangkan
pada kelompok 16 putih telur menggumpal dan warna putih pucat.
Pengujian yang ketiga adalah dengan memberikan perlakuan pemanasan pada sampel. Hasil
dari perlakuan tersebut adalah penggumpalan berkurang, warna lebih bening, dan terjadi
koagulasi.. pH akhir dari kelompok 15 adalah tetap 9 pada penambahan akuades, 4 pada
penambahan H2SO4, dan 12 pada penambahan NaOH. Sedangkan pada kelompok 16, pH
akhirnya adalah 6 pada penambahan akuades, 1 pada penambahan CH3COOH, dan 10 pada
penambahan NH3.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa, protein
dapat terdenaturasi dan terkoagulasi karena penambahan asam dan basa ataupun karena
adanya pemanasan. Berubahnya struktur protein terjadi pada saat struktur sekunder, tersier,
dan kuarterner protein dalam sampel menjadi struktur primer merupakan denaturasi protein.
Denaturasi menghilangkan aktivitas biokimia yang terjadi di dalam senyawa protein itu
sendiri. Selain itu penambahan basa pada protein membuktikan adanya ikatan peptida pada
protein karena larutan tersebut akan bereaksi dengan polipeptida. Koagulasi adalah
perubahan struktur protein akibat adanya pemanasan dengan suhu yang tinggi. Koagulasi ada
yang bersifat amfoter dan reversible, contohnya saja amfoter pada sampel putih telur.
Konfigurasi protein dapat berubah dengan mengalami degrasi dimana dapat menghasilkan
molekul yang lebih sederhana dan hasil sampingan.

DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Minda. 2016. Biomolekul Sel: Karbohidrat, Protein, dan Enzim. Padang: UNP Press

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/125/jtptunimus-gdl-lailiratna-6245-3-babii.pdf (diakses
pada 14 April 2017 pk. 23.57)
Widaningrum, Miskiyah dan A. S. Somantri. 2010. Perubahan Sifat Fisiko-Kimia Biji Jagung
(Zea mays L.) pada Penyimanan dengan Perlakuan Karbon Dioksida (CO2).
AGRITECH Journal, Vol. 30, No. 1, Februari 2010. Bogor: Balai Besar Litbang
Pascapanen Pertanian
Yuwono, S.S et.al. 2012. Karatketerisasi Fisik, Kimia, dan Fraksi Protein 7S dan 11S
Sepuluh Varietas Kedelai Produksi Indonesia. Jurnal Teknologi Peranian Vol 4(1): 84
90, 2012. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam praktikun

Gambar 1. Tabung Reaksi Gambar 2. Spatula

Gambar 3. Penjepit Tabung Reaksi Gambar 4. Gelas Ukur

Gambar 5. Pipet Tetes Gambar 6. Mortar


Lampiran 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum

Gambar 7. NH3 Gambar 8. 3 gram daging ikan nila

Gambar 9. CH3COOH Gambar 10. Akuades

Lampiran 3. Saat Praktikum

Gambar 11. Penimbangan Daging Gambar 12. Penambahan asam pada sampel

Gambar 13. Pengukuran pH Gambar 14. Perlakuan Pemanasan

Anda mungkin juga menyukai