LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir setiap fungsi dinamik dalam makhluk hidup bergantung pada protein. Faktanya
nilai penting protein digaris bawahi oleh namanya, yang berasal dari kata Yunani proteios, yang
berarti ‘tempat pertama’. Protein menyusun lebih dari 50% massa kering sebagian besar sel, dan
protein teramat penting bagi hampir semua hal yang dilakukan organisme. Beberapa protein
mempercepat reaksi kimia, sedangkan yang lain berperan dalam penyokongan struktural,
penyimpanan, transpor, komunikasi selular, pergerakan, serta pertahanan melawan zat asing.
Protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubugkan melalui ikatan peptida pada
ujung-ujungnya. Selain ikatan peptida terdapat ikatan kimia lain dalam protein yaitu ikatan
hidrogen, ikatan hidrofob, ikatan ion/ikatan elektrostatik, dan ikatan van der Waals. Protein dapat
tidak stabil terhadap beberapa faktor yaitu pH, radiasi, suhu, medium pelarut organik, dan
detergen.
keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya 20 asam amino yang yang biasa dijumpai
pada protein. Pada berbagai uji kualitatif yang dilakukan terhadap beberapa macam protein,
semuanya mengacu pada reaksi yang terjadi antara pereaksi dan komponen protein, yaitu asam
amino tentunya. Beberapa asam amino mempunyai reaksi yang spesifik pada gugus R-nya,
sehingga dari reaksi tersebut dapat diketahui komponen asam amino suatu protein. Uji protein
dengan metode identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan prinsip diantaranya uji
biuret, pengendapan dengan logam, pengendapan dengan garam, pengendapan dengan alkohol,
Untuk mengetahui kebenaran teori tersebut maka dilakukanlah percobaan uji protein
dengan metode identifikasi secara kualitatif dengan menggunakan prinsip pengendapan dengan
Protein adalah sekelompok senyawa organik yang nyaris keseluruhannya terdiri atas
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein biasanya suatu polimer yang tersusun atas
banyak subunit (monomer) yang dikenal sebagai asam amino. Asam amino yang biasanya
ditemukan dalam protein menunjukkan struktur sebagai berikut (Fried dan Hademenos, 2006).
Protein merupakan makromolekul yang paling melimpah di dalam sel dan menyusun
lebih dari setengah berat kering pada semua organisme. Sebagai makro molekul, protein
merupakan senyawa organik yang mempunyai berat molekul tinggi dan berkisar antara beberapa
ribu sampai jutaan dan tersusun dari C, H, O dan N serta unsur lainnya seperti S yang
membentuk asam-asam amino. Semua protein pada semua makhluk, dibangun oleh oleh susunan
dasar yang sama, yaitu 20 macam asam amino baku yang molekulnya sendiri tidak mempunyai
aktivitas biologis sedang protein sebagai enzim dan hormon mempunyai fungsi khusus.
Disamping itu protein dapat berfungsi sebagai pembangun struktur, sumber energi, penyangga
racun, pengatur pH dan bahkan sebagai pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi (Patong,
dkk., 2012).
Melalui reaksi hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino yang dibagi
berdasarkan gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut : asam amino non-polar
dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin, Prolin,
Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam amino polar tanpa muatan pada
gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin, Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin.
Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat
yaitu asam amino yang bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang ada,
dijumpai delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin, metionin,
Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini tidak bisa disintesis sendiri
oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari luar seperti makanan dan zat nutrisi lainnya
(Samadi, 2012).
Pembagian tingkat organisasi struktur protein ada empat kelas yakni struktur primer,
struktur sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan klasifikasi protein dibagi berdasarkan sifat
Pada struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida (ikatan kovalen).
Struktur ini dapat digambarkan sebagai rumus bangun yang biasa ditulis untuk senyawa organik.
Pada ikatan ini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan asam amino
dengan satu dan lainnya. Pada struktrur sekunder dimana rantai asam amino bukan hanya
dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Karena ikatan
peptida adalah planar maka dalam satu molekul protein dapat berotasi hanya C -N dan C-C
terhadap sumbu (struktur primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang disebut -heliks.
Struktur tersier terbentuk karena terjadinya pelipatan (folding) rantai -heliks, konformasi ,
maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk protein globular, yang struktur tiga
dimensinya lebih rumit daripada protein serabut. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa
bentuk tersier dan bisa terdiri dari promoter yang sama atau yang berlainan. Agregasi dari
banyak polipeptida dapat membentuk sebuah protein tunggal yang fungsional (Patong, dkk.,
2012).
Fungsi protein ditentukan oleh konformasinya, atau pola lipatan tiga dimensinya, yang
merupakan pola dari rantai polipeptida. Beberapa protein seperti keratin rambut dan bulu, berupa
serabut, dan tersusun membentuk struktur linear atau struktur seperti lembaran dengan pola
lipatan berulang yang teratur. Protein lainnya, seperti kebanyakan enzim, terlipat membentuk
konformasi globular yang padat dan hampir menyerupai bentuk bola. Konformasi akhir
bergantung pada berbagai macam interaksi yang terjadi (Kuchel dan Ralston, 2006).
Dalam ilmu Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa yang
lain dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu: adanya
perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan. Pencampuran yang
tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi reaksi kimia. Ada beberapa reaksi
khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda
antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin)
dengan Biuret test yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji
Uji protein dengan metode identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan
Uji Biuret : pembentukan senyawa kompleks koordinat yang berwarna yang dibentuk oleh Cu²++
dengan gugus –CO dan –NH pada ikatan peptida dalam larutan suasana basa.
Pengendapan dengan logam : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat.
Pengendapan dengan garam : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan ammonium
sulfat.
Pengendapan dengan alkohol : pembentukan senyawa tak larut antara protein dan alkohol.
Uji koagulasi : perubahan bentuk yang ireversibel dari protein akibat dari pengaruh pemanasan.
Denaturasi protein : perubahan pada suatu protein akibat dari kondisi lingkungan yang sangat
ekstrim.
Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda dalam air. Variabel
yang mempengaruhi kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut, dan
temperatur. Pemusahan protein dari campuran dengan pengaturan pH didasarkan pada harga pH
isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein. Pada umumnya molekul protein
protein akan mengendap dari larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing-
masing protein dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya dengan teknik yang
Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada
logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk
endapan logam proteinat. Protein juga mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan
konsentrasi yang tinggi dalam larutan protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam
berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Pada percobaan, endapan yang direaksikan
dengan pereaksi millon memberikan warna merah muda, dan filtrat yang direaksikan dengan
biuret berwarna biru muda. Hal ini berarti ada sebagian protein yang mengendap setelah
Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan
kovalen. Proses ini bersifat khusus untuk protein dan mempengaruhi protein yang berlainan dan
sampai yang tingkat berbeda pula. Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling
penting adalah bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi biasanya dibarengi oleh
hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi
Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan asam
tertentu seperti, asam trikloroasetat dan asam perklorat. Penambahan asam ini menyebabkan
terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat pengendapan lainnya adalah tungstat,
fosfotungstat dan metanofosfat. Protein juga diendapkan dengan kation tertentu seperti Zn2+ dan
Pb2+
(Patong, dkk., 2012).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan protein (glisin, asam aspartat,
alanin, dan albumin), HgCl2 0,2 M, (CH3COO)2Pb 0,2 M, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, etanol 95%,
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes,
tabung berisi larutan albumin, 2 berisi alanin, 2 berisi glisin, dan 2 berisi asam aspartat. Kedalam
satu tabung masing-masing ditambahkan 5 tetes HgCl2 0,2 M kemudian tabung yang satunya
Tabung I diisi dengan 5 ml larutan albumin lalu ditambahkan dengan 1 ml HCl 0,1 M dan
NaOH 0,1 M kemudian ditambahkan dengan 6 ml Etanol 95 %. Tabung III diisi dengan 5 ml
larutan albumin lalu ditambahkan dengan 1 ml buffer asetat pH 4,7 kemudian ditambahkan
dengan 6 ml etanol 95 %.
BAB IV
4.1 Hasil
Keterangan :
Tabung III : Larutan albumin telur + Buffer asetat pH 4,7 + Etanol 95%
4.2 Reaksi
HgCl2 + Albumin
NH2
HgCl2 + Glisin
HgCl2 + Alanin
(CH3COO)2Pb + Albumin
(CH3COO)2Pb + Glisin
(CH3COO)2Pb + Alanin
NH2
NaOH
HCl
Buffer pH 4,7
4.3 Pembahasan
(CH3COO)2Pb ke dalam larutan albumin menyebabkan terjadinya reaksi sehingga larutan yang
sebelumnya jernih berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Penambahan HgCl2 dan
(CH3COO)2Pb ini karena diketahui bahwa protein mampu menawarkan racun sebab asam amino
yang merupakan penyusun suatu protein dapat mengikat logam seperti Hg (merkuri klorida) dan
Pb (timbal asetat), racun atau logam yang terikat dalam reaksi ini ditandai dengan adanya
endapan putih. Pada saat ditambahkan ke dalam protein, HgCl2 dan (CH3COO)2Pb akan
terionisasi dalam bentuk Hg2+ dan PbSO4 sehingga dapat menghasilkan endapan. Ikatan yang
amat kuat dari reaksi protein yang ditambahkan dengan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb akan
memutuskan ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi, secara bersama gugus –
COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan
Adanya endapan disebabkan karena adanya kemampuan protein atau asam amino untuk
berikatan dengan ion logam di atas titik isoelektriknya. Kemampuan ini disebabkan karena pada
saat pH berada di atas titik isoelektrik protein atau asam amino, maka ia akan bermuatan negatif
sehingga mampu mengikat ion logam yang bermuatan positif. Berdasarkan teori, titik isoelktrik
albumin adalah : 4,55-4,90, alanin 6,00 , glisin 5,97 dan serin 5,68 (titik isoelektrik adalah
keadaan pH dimana protein /asam amino memiliki jumlah muatan positif dan negatif yang
sama). Adanya pertambahan ion logam menyebabkan putusnya jembatan disulfida dan ikatan
Sedangkan untuk asam amino seperti asam aspartat, glisin, dan alanin tidak membentuk
endapan karena suasana larutan masih berada di bawah titik isoelektrik kedua asam amino
tersebut, sehingga asam amino yang bermuatan positif tidak mampu berikatan dengan ion logam
yang bermuatan positif pula. Selain itu, ketiga jenis asam amino tersebut tidak mengandung
gugus sulfuhidril.
Pada reaksi pengendapan dengan penambahan alkohol, ketika larutan albumin dengan
penambahan HCl kemudian ditambahkan dengan alkohol 95% maka akan terjadi reaksi, dimana
larutan berubah menjadi putih keruh. Ketika albumin dengan penambahan NaOH kemudian
ditambahkan dengan alkohol 95% maka larutan akan terlihat tetap bening namun terdapat
kemudian ditambahkan dengan alkohol 95%, larutan berubah menjadi putih keruh.
protein, karena kelarutaan suatu protein tergantung dari kedudukan dan distribusi dari gugus
hidrofil polar dan hidrofob polar pada molekul. Mampu mengendapkan logam dalam suasan
Pada reaksi pengendapan dengan alkohol, larutan albumin akan membentuk endapan
yang disebabkan karena adanya gugus hidrofobik polar (yang menarik gugus non-polar) didalam
molekul protein dan menghasilkan protein dipol. Menurut teori, albumin + HCl dan albumin +
NaOH membentuk larutan bening sedangkan albumin + buffer asetat pH 4,7 agak keruh. Hal ini
disebabkan karena pada pH 4,7 merupakan titik isoelektrik albumin. Titik isoelektrik merupakan
pH dimana kelarutan protein minimum karena jumlah ion positif dan ion negatif sama sehingga
penambahan senyawa organik seperti aseton dan alkohol yang bersifat nonpolar (muatan = 0)
cenderung menurunkan kelarutan protein. Penambahan asam berupa HCl menyebabkan larutan
albumin kelihatan keruh akibat pH daripada larutan berada dibawah pH buffer asetat pH 4,7.
Sedangkan dengan penambahan basa menyebabkan larutan albumin kelihatan agak bening, hal
ini menandakan naiknya kelarutan albumin. Hal ini berdasarkan sifat protein yang amfoter
(protein dalam suasana pelarut yang bersifat asam akan bertindak sebagai basa dan dalam
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai Pada reaksi uji protein dengan
penambahan logam berat seperti logam Hg dan Pb bereaksi positif dengan adanya pengendapan
pada albumin, namun beraksi negatif pada alanin, asam aspartat dan glisin.
Pada reaksi uji protein dengan pengendapan alkohol bereaksi positif pada suasana asam
ketika dilakukan penambahan HCl atau Buffer asetat pH 4,7 ke dalam larutan dan dengan
5.2 Saran
Untuk laboratorium sudah baik baik alat-alat dan bahan sudah lengkap, Saran untuk
Untuk asisten biokim sudah cukup baik, dimana asisten maupun praktikan sama-sama
disiplin memakai baju lab di laboratorium, serta sebelum melakukan praktikum diberikan
Ariwulan, R.R. Dyah Roro, 2011, Uji Reaksi Protein (online), (http://pustakabiolog. wordpress.com),
diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 20.15 WITA.
Fried, G. H. dan Hademenos, G. J., 2006, Schaum’s Outlines Biologi Edisi Kedua, Penerbit Eralangga,
Jakarta.
Khoiriah, N., 2012, Uji Reaksi Protein (online), (http://nissakhoiriah.blogspot.com), diakses pada
tanggal 21 Oktober 2013 pukul 20.17 WITA.
Kuchel, P. dan Ralston G. B., 2006, Biokimia Schaum’s Easy Outlines, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar, Lembah Harapan Press, Makassar.
Samadi, 2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino) Fokus pada Ternak Ayam Pedaging (online),
(http://jurnal.unsyiah.ac.id/agripet/article/view/202), Jurnal Penelitian, Vol: 12 (2), Hal : 42-48,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.