Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ILMU GIZI

Sifat Fisikokimia Protein

Kelompok 5

Muhamad Farhan Hidayat 240210150068


Shaskia Nurul R. 240210150081
Hillary Karina N.S. 240210150087
Samadyo Setyo P. 240210150092
Suriati Hadi 240210150096
Nami Zahara Putri 240210150105
Hafidzoh Waldyani 240210150113
Elmer Albert 240210150114
Poppy Marline 240210150122
Aurianisa Riski Utami 240210150127

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2017

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1 Denaturasi Protein .................................................................................... 2

2.2 Ion Zwiter dan pH Isoelektrik .................................................................. 4

2.3 Sifat Amfoter ............................................................................................ 4

2.4 Pembentuk Ikatan Peptida ........................................................................ 5

2.5 Berat Molekul Protein Sangat Besar ........................................................ 5

2.6 Kelarutan Protein dalam Air dan Pelarut Lemak ..................................... 6

2.7 Salting Out ................................................................................................ 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 8

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sifat Fisikokimia Protein merupakan sifat dasar protein yang ditinjau dari
karakteristik fisik dan kimiawinya. Kebergunaan mengetahui sifat fisikokimia
protein dalam industri pangan adalah dapat mengoptimalisasi proses, baik
penanganan maupun pengolahan bahan pangan yang mengandung protein.

Kemampuan protein dalam memberikan karakteristik bahan pangan


bergantung pada jumlah dan jenis asam amino yang dimilikinya. Misalnya pada
bahan pangan berbasis nabati memiliki penanganan yang berbeda dengan bahan
pangan berbasis hewani. Oleh karena itu, pembahasan mengenai sifat fisikokimia
protein ini cukup penting dalam ruang lingkup teknologi pangan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembahasan materi Sifat Fisikokimia Protein adalah :

 Mengetahui sifat fisikokimia protein pada berbagai keadaan (asam, basa).


 Mengetahui penggunaan protein dalam optimalisasi proses di Industri
Pangan.
 Memahami reaksi yang terjadi pada proses pengolahan protein
 Mengetahui bentuk penanggulangan terhadap kerusakan protein pada
bahan pangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Denaturasi Protein


Protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dari zat kimia
sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada
struktur molekul protein disebut dengan denaturasi, lebih tepatnya terjadi pada
struktur tersier maupun kuartener dari protein. Sebagai contoh, pada struktur
tersier protein terdapat empat jenis interaksi pada rantai samping seperti ikatan
hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, interaksi non polar pada bagian non
hidrofobik.
Denaturasi protein tidak mempengaruhi kandungan struktur utama protein
yaitu C, H, O, dan N. Meskipun beberapa protein mengalami kemungkinan untuk
kehilangan kandungan senyawa karakteristik struktural saat denaturasi, namun
pada umumnya, kebanyakan protein tidak akan mengalami hal tersebut. Hanya
saja tidak menutup kemungkinan juga protein akan berubah struktur kecil
didalamnya saat proses denaturasi terjadi.
Penyebab denaturasi protein dikarenakan:
1. Denaturasi karena panas
2. Denaturasi karena asam dan basa
3. Denaturasi karena garam logam berat
4. Denaturasi karena alkohol
Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai
hal. Salah satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya. Protein yang
terdenaturasi biasanya akan mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian
tertentu. Selain itu, protein yang terdenaturasi juga akan berkurang kelarutannya.
Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari
dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perubahan kelarutan.
Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein juga
mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik, seperti panas. Panas dapat

2
mengacaukan ikatan hidrogen dari protein dikarenakan bertambahnya energi
kinetik molekul, namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Energi
kinetik molekul akan bertambah seiring dengan meningkatnta suhu. Naiknya suhu
akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang
terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah.
Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka
entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan
protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya koagulasi.
Penyebab denaturasi yang lain adalah asam dan basa. Seperti telah
diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein memiliki
titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein
adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan
membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi
pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan
asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein.
Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan
negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang
merupakan salah satu jenis interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein
dapat dikatakan terdenaturasi.
Bentuk protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat diakibatkan
oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan adanya logam-logam berat itu akan
terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein
akan sulit untuk larut dan entalpi pelarutannya akan naik. Protein bermuatan
negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan diendapkan
oleh ion positif atau logam. Sebaliknya, protein bermuatan positif dengan pH
larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Namun selain
membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat juga
dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam
protein dan menyebabkan protein terdenaturasi.
Penyebab lain yang menyebabkan protein terdenaturasi adalah alkohol.
Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul

3
pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara
alkohol dan rantai samping protein tersebut.

2.2 Ion Zwiter dan pH Isoelektrik


Larutan asam amino dalam air mempunyai muatan positif maupun negatif
sehingga asam amino disebut ion zwiter. Setiap jenis protein dalam larutan
mempunyai pH tertentu yang disebut pH isoelektrik (berkisar 4,8-6,3). Pada pH
isoelektrik molekul protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama,
sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Apabila asam amino berada pada
kondisi pH lebih kecil dari pI, maka asam amino menjadi bermuatan positif. Apabila pH
lebih besar dari pI, maka asam amino menjadi bermuatan negatif.

Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi)


paling cepat (Yazid, 2006). Sifat protein lain yang tampak pada pH isoelektrik
ialah apabila protein tersebut dibentuk dalam struktur gel maka akan
menghasilkan warna keruh, lalu kestabilan buih lebih baik pada pH isoelektrik,
dan pembentukan emulsi protein lebih baik pada pH isoelektrik.

2.3 Sifat Amfoter


Molekul asam amino mengandung gugus amina (-NH2) dan gugus
karboksil (-COOH) sehingga dalam larutan air, asam amino dapat bersifat asam
dan dapat bersifat basa. Sifat asam amino ini disebut sifat amfoter. Molekul yang
bersifat amfoterik dapat bersifat netral atau tidak bermuatan.
Protein bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan
larutan basa. Sifat ini timbul karena adanya gugus amino (-NH2) yang bersifat
basa dan gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam yang terdapat pada
molekul protein pada ujung-ujung rantainya, maka dengan larutan asam atau pH
rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+, sehingga protein
bermuatan positif, sebaliknya dalam larutan basa gugus karboksilat bereaksi
dengan ion OH-, sehingga protein bersifat negatif. Adanya muatan pada molekul
protein menyebabkan protein bergerak dibawah pengaruh medan listrik (Yazid,
2006).

4
2.4 Pembentuk Ikatan Peptida
Ikatan peptida termasuk dalam golongan ikatan kovalen. Ikatan ini
menggabungkan asam amino dengan asam amino lainnya, sehingga akan
membentuk protein. Ikatan ini dapat dihidrolisis oleh enzim protease.

Pada prinsipnya pembentukan ikatan peptida adalah penggabungan gugus


amino dan gugus karboksil dari dua asam amino dengan membuang satu molekul
air. Dua molekul asam amino atau lebih dapat bersenyawa satu sama lain dengan
melepaskan satu molekul air membentuk ikatan antara gugus karboksil (−COOH)
asam amino yang satu dengan gugus amino (−NH2) yang lain disebut dengan
ikatan peptida. Unsur asam amino penyusun peptida disebut residu asam amino.
Suatu peptida yang terdiri dari dua asam amino atau lebih, antar residu asam
amino dihubungkan oleh ikatan peptida (−CO−NH−) atau amida.
Penamaan peptida didasarkan kepada banyaknya residu, bukan banyaknya
ikatan peptida. Senyawa yang dibentuk oleh 2 molekul asam amino dinamakan
dipeptida, 3 molekul dinamakan tripeptida dan seterusnya sampai yang dibentuk
oleh banyak molekul disebut polipeptida (Poedjiadi, 1994). Pembentukan ikatan
peptida dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 1. Pembentukan ikatan peptida

2.5 Berat Molekul Protein Sangat Besar


Berat molekul (BM) protein berkisar antara 5000 sampai lebih dari 1 juta.
Setiap protein mempunyai berat molekul yang unik, Mr, yang dihitung relatif
12
terhadap massa atom C. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang
terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-
unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; Beberapa asam amino disamping
itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt. Karena struktur

5
pembentuknya yang lebih kompleks maka berat molekul protein umumnya lebih
tinggi bila dibandingkan lemak maupun karbohidrat.

2.6 Kelarutan Protein dalam Air dan Pelarut Lemak


Protein ada yang dapat larut dalam air dan tidak larut dalam air. Protein
dapat larut dalam air karena protein secara alami memiliki muatan yang
memungkinkannya untuk berinteraksi dengan molekul air. Di dalam molekul
protein terdapat asam amino hidrofilik dan asam amino hidrofobik. Setelah
protein berikatan dalam larutan air, asam amino hidrofobik biasanya membentuk
area perlindungan hidrofobik karena sifatnya tidak dapat berikatan dengan air
sehingga air tidak dapat masuk kedalam area yang terdapat asam amino
hidrofobik, sementara asam amino hidrofilik akan berikatan dengan molekul
solven (air) dan memungkinkan protein untuk membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air di sekitarnya. Jika pada permukaan protein terdapat asam amino
hidrofilik yang cukup maka protein dapat larut dalam air. Contoh protein larut
dalam air adalah Protein globular seperti albumin, protamin, histon, dan globulin.

Sifat fisikokimia yang lainnya ialah protein tidak dapat larut dalam lemak.
jenis Protein tidak dapat larut pada pelarut lemak karena pelarut ini bersifat
nonpolar. Contoh pelarut lemak adalah etanol, eter, kloroform, dan benzena.
Muatan yang ada dalam protein tidak dapat bereaksi dengan pelarut nonpolor
yang tidak memiliki muatan.

2.7 Salting Out


Salting out merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan protein
yang didasarkan pada prinsip bahwa protein kurang terlarut ketika berada pada
daerah yang konsentrasi kadar garamnya tinggi. Konsentrasi garam diibutuhkan
oleh protein untuk mempercepat keluarnya larutan yang berbeda dari protein satu
ke protein yang lainnya (Mayes dkk, 1990). Pengaruh penambahan garam
terhadap kelarutan protein berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi dan jumlah
muatan ionnya dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan
ionnya, semakin efektif garam dalam mengendapkan protein (Yazid dan Nursanti,
2006).

6
Suatu campuran protein, seperti yang dapat diekstraksi dari jaringan
dengan menggunakan atau larutan garam encer, dapat dipisah-pisahkan dengan
penambahan sedikit demi sedikit ammonium sulfat. Pertama-tama globulin akan
diendapkan dan kemudian dapat dipisahkan dengan sentrifus atau dengan
penyaringan. Albumin mengendap apabila ammonium sulfat dalam larutan
tersebut telah jenuh. Pemisahan dengan menggunakan garam ini, digabungkan
dengan perubahan keadaan keasaman larutan dapat memisahkan campuran protein
dengan cukup baik. Pemurnian selanjutnya mungkin memerlukan prosedur
kromatografi yang lebih teliti (Montgomery dkk, 1993).
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein
ditambahkan garam-garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena
kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara
garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam
anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein
akan berkurang (Mayes dkk, 1990).
Kegunaan dari ammonium sulfat untuk pemisahan protein adalah untuk
mempercepat dalam menghubungkan klasifikasi dari albumin dan globulin.
Sodium sulfat lebih sesuai untuk pemisahan analitik dari plasma protein
(Cantarow and Schepartz, 1963).

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Sifat Fisikokimia Protein bergantung pada jumlah dan jenis asam
aminonya
 Denaturasi protein disebabkan oleh faktor pemanasan, penambahan
asam – basa, penambahan logam berat, dan alkohol.
 pH isoelektrik protein dicapai pada rentan 4,8 – 6,3.
 Protein dapat bersifat asam, netral, maupun basa bergantung pada
kondisi lingkungannya.
 Kelarutan protein dalam air dan lemak dipengaruhi oleh kepolaran
protein tersebut.
 Penambahan garam anorganik pada larutan protein menyebabkan
peristiwa pengendapan protein akibat larutan garam jenuh.

Anda mungkin juga menyukai