Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktikum ke-4

MK. Pengantar Biokimia Gizi (GIZ214)

Tanggal Mulai
Tanggal Selesai

: 20 Oktober 2015
: 20 Oktober 2015

PROTEIN DAN ASAM AMINO

Oleh :
Kelompok 1 B2
Cita Resmi
Yuniatun
Hamidah Aula R
M. Nasrul Qorib
Zulfahnur Isna O.

I14140010
I14140014
I14140031
I14140049
I14140051

Asisten Praktikum
Putri Novitasari, S.Gz.
Malikhah Kurniawati
Mardita Setia
Koordinator Mata Kuliah
Dr. Rimbawan

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan salah satu zat yang menyusun berbagai molekul organik,
zat organik, bahkan penyusun organ makhluk hidup. Begitu pentingnya protein
bagi kehidupan makhluk hidup, sehingga protein menjadi asupan zat gizi yang
harus dipenuhi oleh makhluk hidup. Satu sel (tunggal) memiliki macam-macam
asam amino yang berbeda. Terdapat dua puluh jenis asam amino berbeda pada
protein, sehingga dapat membuat protein menjadi berbeda fungsionalnya jika
setiap asam amino penyusunnya tersebut berbeda struktur. Protein sendiri tersusun
dari beberapa asam amino yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptida.
Protein mengandung senyawa organik dengan susunan molekul yang kompleks
dan terdiri dari unsur - unsur C, H, N, O dan beberapa protein mengandung S dan
P (Elrod dan Stansfield 2002). Asupan protein bisa didapatkan dengan memakan
makanan sumber protein baik hewani maupun nabati. Protein yang dimakan akan
dicerna menjadi asam amino, yang kemudian diabsorpsi serta digunakan oleh
tubuh untuk membentuk protein lainnya. Terdapat sepuluh asam amino yang
terdapat di dalam tubuh, dan sepuluh lainnya harus didapatkan dari makanan atau
bisa disebut dengan asam amino esensial (James et al. 2002).
Protein memiliki sifat kelarutan yang berbeda dalam berbagai pelarut (air,
alcohol, dan garam encer). Selain itu, perbedaan suhu memengaruhi kelarutan
protein dalam larutan garam. Protein dapat mengendap dalam asam mineral pekat
seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H 2SO4), dan asam nitrat (HNO3).
Sebaliknya, basa tidak mengendapkan protein, namun mampu menghidrolisis dan
dekomposisi oksidatif. Logam berat juga dapat mengendapkan protein, namun
tergantung suhu dan jenis elektrolitnya. Pereaksi alkaloid juga mengendapkan
protein pada pH lebih asam dari titik isoelektrik protein tersebut (Tejasari 2005).
Menurut Tejasari (2005), protein dapat mengalami denaturasi pada suhu 50
C sampai dengan 60 C dan 10 C sampai dengan 15 C, serta pada pH melewati
batas aktivitas hayatinya. Protein memiliki muatan dengan polaritas yang tinggi.
Pada pH netral, protein tidak bermuatan. Protein bersifat amfoterik karena dapat
bereaksi dengan asam dan basa, sehingga diketahui beberapa reaksi warna protein
yang digunakan untuk penentuan jenis asam amino, susunan asam amino, dan
ikatan peptida. Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengamati dan
menganalisis sifat biokimia pada protein.
Tujuan Praktikum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengamati pengaruh logam berat terhadap protein


Mengamati perngaruh garam terhadap protein
Melakukan uji koagulasi
Mengamati pengaruh alkohol terhadap protein
Mengamati proses terjadinya denaturasi protein
Melakukan uji Millon pada protein
Menganalisis kandungan protein serum total

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendapan Protein Oleh Logam
Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan
yang parsial. Presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein
(perubahan fisik) yang terjadi karena perubahan kimia. Pengendapan protein
disebabkan oleh pengembangan molekul protein akibat membukanya heliksheliks protein. Pengendapan protein juga dapat disebabkan oleh menurunnya
muatan elektrostatik protein sehingga gaya grafitasi akan lebih dominan
dibandingkan gaya tolak-menolak antar molekul. Protein dapat mengendap dalam
garam berkonsentrasi tinggi, alkohol, logam-logam berat (Kurniati 2009).
Protein dapat diendapkan oleh ion-ion logam berat. Pengendapan ini terjadi
karena ion-ion logam berat membentuk garam proteinat yang tidak larut dalam air.
Pengendapan ini terjadi karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion ion
logam berat dengan anion dari protein. Bentuk protein terdenaturasi yang
mengendap juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan
adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam.
Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut.
Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik
isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif, sebaliknya protein bermuatan positif
dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif.
Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca+, Zn+,
Hg+, Fe+, Cu+, dan Pb+. Dan contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan
protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat.
Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam
berat dapat membentk sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfide
dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi. Selain itu, ion positif dan
negatif pada garam logam berat dapat berganti pasangan dengan ion positif dari
asam atau basa sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu
jenis interaksi pada protein dapat dikatakan terdenaturasi (Murray 2006).

Pengendapan Protein Oleh Garam


Albumin merupakan segala jenis protein monomer yang larut dalam air dan
larutan garam,dan mengalami koagulasi saat terpapar panas. Substansi yang
mengandung albumin,seperti putih telur (albuminoid). Percobaan dilakukan juga
pada ekstrak daging sapi. berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3
kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein jaringan ikat.
Protein sarkoplasma adalah protein larut air (water soluble protein) karena
umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril
terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein ini
memiliki sifat larut dalam larutan garam (salt soluble protein) (Dalilah 2006).
Penambahan garam sedikit demi sedikit menyebabkan kekuatan ion rendah
dan kelarutan protein akan meningkat. Hal ini karena gugur protein yang

terionisasi akan terikat/dikelilingi oleh ion lawan sehingga interaksi antar protein
menurun. Penambahan ini membuat protein mengalami peristiwa salting-in.
Apabila kekuatan ion meningkat (konsentrasi garam lebih dari protein), secara
terus menerus sampai mencapai titik jenuh dan mengalami salting out. Prinsip
seberapa besarnya daya kelarutan protein setelah diberi garam disebut salting out.
Protein akan berkurang kelarutannya setelah diberikan penambahan garam
sehingga protein akan berpisah membentuk endapan. Hal ini karena molekul air
yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang akhirnya
menyebabkan penarikan selubung air yang mengeilingi permukaan protein,
sehingga menyebabkan protein saling berinteraksi , beragregasi, dan kemudian
mengendap (Winarno 2002).
Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering digunakan untuk
mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi didalam air. Pengujian
endapan yang dihasilkan dengan pereaksi millon untuk mengetahui ada tidaknya
tirosin, sedangkan filtrat dengan pereaksi biuret untuk mengetahui ada tidaknya
gugus amida pada filtrat yang dihasilkan (Setiyadi 2007).
Pengendapan Protein Oleh Alkohol
Alkohol dapat merusak ikatan hydrogen antar rantai samping dalam struktur
tersier suatu protein. Selain itu, alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol
70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam sel.
Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan
mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel.Alkohol dapat
mengendapkan protein karena gugus fungsional dari alkohol lebih kuat mengikat
air sehingga kelarutan protein dalam air berkurang. Penambahan alkohol yang
merupakan pelarut organik akan menurunkan kelarutan protein, karena kelarutan
suatu protein tergantung dari kedudukan dan distribusi dari gugus hidrofil polar
dan hidrofob polar pada molekul. Endapan tersebut menunjukkan adanya
kandungan protein dalam suatu bahan.
Buffer umumnya terdiri atas asam lemah dan basa konjugasinya (garam
asam lemah) atau basa lemah dan asam konjugasinya (garam basa lemah).
Sebagai contoh adalah buffer asetat. Campuran asam asetat (asam lemah) dan
natrium asetat (garam asam lemah) merupakan buffer yang efektif. Bila buffer ini
ditambahkan dengan basa maka spesies asam akan bereaksi dengan basa dan akan
membentuk ion asetat dan ait. Dan bila ditambahkan dengan asam maka ion asetat
akan bereaksi dengan asam membentuk asam asetat dan air (Sumardjo 2009).
Protein memiliki sifat amfoter. Sifat ini muncul karena adanya gugus (-NH 2)
yang bersifat basa dan gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam yang terdapat
pada molekul protein pada ujung-ujung rantainya, maka dengan larutan asam atau
pH rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+ sehingga
protein bermuatan positif. Sebaliknya dalam larutan basa gugus karboksilat
bereaksi dengan OH-, sehingga protein bersifat negatif. Adanya muatan pada
molekul protein menyebabkan protein bergerak dibawah pengaruh medah listrik
(Kurniati 2009).
Kelarutan protein dalam suaru cairan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain pH, suhu, kekuatan ionik, dan konstanta dielektrik pelarutnya.

Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda.
Titik isoelektrik adalah keadaan dimana protein tidak memiliki selisih muatan atau
jumlah muatan positif dan negatifnya sama. Titik isoelektrik adalah pH dimana
suatu asam tidak mengandung muatan ion netto. Pada titik isoelektrik, terdapat
kesetimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan
kation. Pada setiap pH diatas titik isoelektrik, asam amino memiliki muatan
negatif. Sedangkan pada pH di bawah titik isoelektrik, asam amino memiliki
muatan positif. Jika terjadi endapan, hal tersebut menandakan bahwa gugus asam
amino dan karboksil saling menetralkan. Titik isoelektrik dapat ditentukan
berdasarkan kekeruhan dan endapan karena pada titik dekat isoelektrik akan
terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik yang menyebabkan kelarutan minimum,
sehingga terjadi kekeruhan (Sumardjo 2009).
Koagulasi Protein
Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami
koagulasi. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya bekisar 4-4,5 protein
mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan),
kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60 0C
kelarutan protein akan berkurang karena pada temperatur yang tinggi energi
kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk
merusak ikatan atau struktur sekunder, tersier dan kuartener yang menyebabkan
koagulasi.
Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein
yang didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah
menjadi padat atau setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari
struktur membentuk spiral-spiral yang membuka dan melekat satu sama lain.
Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas, pengocokan,
pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein
biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang
mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi.
Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau
menjadi lebih kuat. (Vickie 2008)
Denaturasi Protein
Denaturasi adalah perubahan struktur pada molekul protein yang
menyebabkan perubahan-perubahan fisik, kimiawi, dan biologis. Denaturasi dapat
terjadi dengan adanya perlakuan panas, alcohol, aseton, asam, getaran ultrasonik,
atau radiasi ultraviolet. Denaturasi tidak termasuk pada hidrolisis ikatan peptida.
Denaturasi pada albumin akan menyebabkan proteolisis berlangsung lebih mudah
(Makfoeld et al. 2002). Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan
konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa menyebabkan kerusakan ikatan
peptide (Sumardjo 2006). Menurut penelitian Kurniati (2009) menyatakan bahwa
denaturasi protein terjadi pada tahap awal ketika protein dikenai suhu pemanasan

sekitar 500C, protein belum dapat dikatakan rusak, tetapi hanya mengalami
perubahan struktur sekunder, tersier, dan kuartener.
Kontak protein dengan beberapa bahan kimia tertentu dapat menyebabkan
protein tersebut mengalami denaturasi. Perubahan pH yang terjadi akibat
penambahan asam atau basa pada protein dapat merusak ikatan garam pada
protein tersebut. Penambahan asam berarti menambahkan ion H+ yang akan
mengubahan COOH- menjadi COOH yang akan mengakibatkan gaya tarik
menarik hilang atau terjadi kerusakan ikatan garam dalam molekul protein.
Penambahan basa pada protein berarti menambahkan ion OH - sehingga mengubah
NH3- menjadi -NH2 dan air, hal ini akan berakibat pada hilangnya gaya tarik
menarik ikatan garam pada protein. Penambahan asam dan basa yang pekat dan
ekstrem ke dalam larutan protein juga akan memutus ikatan-ikatan peptida selain
terjadinya pemutusan ikatan garam pada molekul protein. Produk dari denaturasi
disebut sebagai protein terakogulasi yang memiliki sifat tidak larut pada air tetapi
larut dalam larutan basa dan asam yang pekat atau kuat karena terhidrolisis
menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana (Sumardjo 2006).
Uji Millon
Uji millon merupakan uji untuk mengetahui keberadaan protein pada suatu
bahan pangan. Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam
asam nitrat. Jika pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein maka akan
menghasilkan endapan putih yangdapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.
Warna yang terbentuk tersebut mengindikasikan bahwa sampel yang digunakan
mengandung asam amino. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam darah juga
terdapat protein ang ditampilkan oleh berubahnya warna koagulan menjadi merah
(Winarto 2008).
Uji millon bersifat spesifik terhadap tirosin. Pada dasarnya reaksi ini positif
untuk fenol-fenol karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksifenil yang berwarna. Tetapi khusus untuk proteoso dan pepton secara
langsung akan menghasilkan larutan yangberwarna merah. Endapan yang
terbentuk berupa garam kompleks dari tirosin yang ternitrasi. Jika larutan protein
yang akan dianalisis ada dalam suasana basa, maka terlebih dahulu harus
dinetralisasi dengan asam yang bukan HCl. Jika tidak, ion merkuri dari pereaksi
akan mengendapsebagai Hg(OH)2. Ion Cl- dapat bereaksi dengan asam nitrat
menghasilkan radikal klor yangdapat merusak kompleks berwarna.

Gambar 1 Reaksi Uji Millon

Uji Biuret
Bila larutan protein dalam suasana basa kuat direaksikan dengan larutan CuSO 4
pekat, akan dihasilkan warna ungu. Warna yang dihasilkan dari reaksi tersebut
disebabkan oleh ikatan koordinasi antara ion Cu 2+ dengan pasangan elektron bebas dari N
yang berasal dari protein dan pasangan elektron bebas dari O molekul air. Reaksi ini tidak
berlaku untuk peptida. Reagen biuret terdiri dari CuSO4 dalam aquadest, KI dalam
aquadest, Na-sitrat, Na2CO3 dan NaOH. CuSO4 sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya
akan membentuk kompleks dengan protein. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya
reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Na-sitrat dan Na 2CO3 berfungsi sebagai
buffer dan NaOH berfungsi sebagai penyedia suasana basa. Suasana basa akan membantu
membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu 2+ dan 2OH-. Hal ini membantu
untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari karbon dari ikatan peptida dalam
larutan basa. Perubahan pada warna sampel uji akan memberikan hasil yang positif atau
negatif. Terjadinya warna ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat
pada peptida menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa. Makin panjang suatu
ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin pekat ( Patong

2012).
Fungsi pereaksi NaOH dan CuSO4 adalah untuk membuat suasana larutan
menjadi basa sehingga dihasilkan suatu senyawa kompleks berwarna ungu sebagai
deteksi atau penentuan kuantitatif peptida dalam larutan protein, tetapi tidak untuk
asam amino bebas. Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian
ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amina asam (-CONH2) yang berada bersama
gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti CSNH2, -C(NH)NH2,
CH2NH2,
-CRHNH2,
-CHOHCH2NH2-CHOHCH2NH2,
-CHNH2CH2OH,
-CHNH2CHOH. Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat
lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet (Sudarmadji 2007).

METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, 20 Oktober 2015 pukul 08.00
11.00 WIB di Laboraturium Kimia dan Analisis Kimia 1 Lt 2, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Percobaan ini dilakukan menggunakan alat yaitu pipet Mohr dan pipet tetes,
tabung reaksi, sentrifuge, kertas lakmus, labu Erlenmeyer, batang pengaduk,
gegep kayu, dan penangas atau hotplate.

Bahan yang dipakai adalah albumin telur, ekstrak daging, larutan HgCl 2,
larutan Pb Asetat, larutan AgNO3, Kristal (NH4)2SO4, Pereaksi Millon, Pereaksi
Biuret, larutan NaOH 10%, larutan CuSO4 0.1%, akuades, HCl 0.1 M, NaOH 0.1
M, Buffer Asetat pH 4.7, Etanol 95%, dan larutan asam asetat 1 M.
Prosedur Kerja
Pengendapan Protein Oleh Logam
Percobaan pengendapan protein oleh logam dilakukan dengan mencampur
sampel protein (ekstrak daging dan albumin telur) dengan larutan logam (larutan
HgCl2, larutan Pb Asetat, dan larutan AgNO 3) masing-masing ke dalam tabung
reaksi dan diamati.
Tabung reaksi dibersihkan dan diberi label sampel dan logamnya

Dimasukkan 2 mL larutan sampel ke dalam tabung

Ditambahkan 5 tetes larutan logam

Diamati apa yang terjadi dan dicatat waktu pengendapan

Label dilepaskan, alat dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 2 Prosedur pengendapan protein oleh logam
Pengendapan Protein Oleh Garam
Percobaan pengendapan protein oleh garam dilakukan dengan cara
menambahkan garam sedikit demi sedikit ke dalam larutan protein. Kelarutan
protein akan berkurang sehingga akan timbul endapan
Tabung reaksi disiapkan dan diberi label

Sebanyak 10 mL larutan sampel dijenuhkan dengan ditambahkan Kristal


(NH4)2SO4 sedikit demi sedikit hingga jenuh

Disentrifuge

Filtrate diambil, diuji dengan air

Endapan diuji dengan tes Millon dan filtrat diuji dengan tes Biuret

Uji tes Millon disiapkan tabung bersih diisi seujung sudip endapan

Ditambahkan 2 mL pereaksi Millon

Dipanaskan dan dicampur baik-baik

X
X

Filtrat diuji dengan pereaksi biuret

disiapkan tabung bersih

Dimasukkan 3 mL filtrat ke dalam tabung reakasi

Ditambah 1 mL NaOH 10% dan dikocok

Ditambah 1 tetes CuSO4 0.1% dan dikocok

Bila tidak timbul warna, ditetesi kembali 2-3 tetes

Alat dibersihkan, dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 3 Prosedur pengendapan protein oleh garam
Pengendapan Protein Oleh Alkohol
Percobaan pengendapan protein ini dilakukan dengan menambahkan etanol
95% dan beberapa larutan lain yaitu HCl 0.1 M, NaOH 0.1 M, Buffer Asetat pH
4.7. sifat alkohol menyebabkan penurunan kelarutan hingga timbul endapan.
Disiapkan 6 tabung reaksi yang bersih

Tabung 1 diisi larutan albumin 2% 2.5 mL dengan HCl 0.1 M 0.5 mL dan etanol
95% 3 mL

Tabung 2 diisi larutan albumin 2% 2.5 mL dengan NaOH 0.1 M 0.5 mL dan etanol
95% 3 mL

Tabung 2 diisi larutan albumin 2% 2.5 mL dengan buffer asetat pH 4.7 0.5 mL dan
etanol 95% 3 mL

Tabung 4, 5, dan 6 diberi perlakuan sama dengan langkah diatas hanya sampel
diganti ekstrak daging

Diamati kelarutan protein dan dicatat hasilnya

Alat dibersihkan, dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 4 Prosedur percobaan pengendapan protein oleh alkohol
Uji Koagulasi
Percobaan uji koagulasi dilakukan dengan memanaskan sampel protein
yaitu albumin dan ekstrak daging. Hasil yang diperoleh kemudian diuji dengan

10

pereaksi Millon dan Biuret untuk membuktikan adanya kandungan protein atau
asam amino di dalam sampel yang terkoagulasi.
Disiapkan 2 tabung reaksi bersih

Tabung A diisi oleh 5 mL albumin dan tabung B diisi 5 mL ekstrak daging

Tiap tabung ditambahkan 2 tetes asam asetat 1 M

Kedua tabung diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit

Endapat yang terbentuk diambil dengan batang pengaduk

Endapan diuji dengan pereaksi Millon

Filtrate dibagi menjadi 2, satlah sati diberi perlakuan diuji Millon dan salah
satunya diuji Biuret

Diamati dan dicatat hasilnya

Label dilepaskan, alat dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 5 Prosedur percobaan uji koagulasi
Denaturasi Perotein
Prosedur percobaan ini dilakukan dengan memberi tambahan HCl, NaOH
dan buffer asetat pH 4.7 serta perlakuan panas untuk mendenaturasi protein.
Perlakuan panas dapat menurunkan kelarutan karena kerusakan ikatan.
Disiapkan 8 tabung reaksi bersih

Tabung 1 diisi 4.5 mL larutan albumin 2% dan HCl 0.1 M 0.5 mL

Tabung 2 diisi 4.5 mL larutan albumin 2% dan NaOH 0.1 M 0.5 mL

Tabung 3 diisi 4.5 mL larutan albumin 2% dan buffer asetat pH 4.7 0.5 mL

Tabung 4 diisi 4.5 mL larutan albumin 2%

Dipanaskan keempat tabung dalam air mendidih selama 15 menit

Tabung 1 dan 2 ditambah buffer asetat pH 4.7 0.5 mL

Diulangi langkah diatas untuk ekstrak daging dengan tabung ke 5, 6, 7 dan 8

Dicatat hasilnya

Alat dibersihkan, dicuci, dikeringkan dan disimpan

11

Gamabar 6 Prosedur denaturasi protein


Uji Millon
Prosedur ini dilakukan dengan menambahkan pereaksi Millon pada masingmasing sampel protein sehingga terbentuk endapan putih. Selanjutnya dilakukan
pemanasan hingga berubah menjadi merah sebagai tanda adanya protein.
Disiapkan tabung reaksi bersih dan kering kemudian diberi label

Dimasukkan 3 mL sampel protein

Ditambahkan 2 mL pereaksi Millon

Dicampur dan dipanaskan

Diamati hasilnya

Alat dibersihkan, dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 7 Prosedur uji Millon
Uji Biuret
Prosedur uji biuret dilaksanakan dengan menambahkan larutan NaOH ke
dalam sampel protein. Kemudian larutan ditetesi CuSO 4 0.1% hingga timbul atau
berubah warna menjadi keunguan.
Disiapkan tabung reaksi bersih dan diberi label

Dimasukkan 3 mL sampel protein

Dimasukkan kertas lakmus dan diitambahkan NaOH 10% hingga basa

Ditambahkan 1 tetes CuSO4 0.1%, diamati warnanya

Jika tidak timbul warna, ditetesi kembali CuSO4 0.1%

Label dilepaskan, alat dicuci, dikeringkan dan disimpan


Gambar 8 Prosedur uji Biuret

HASIL DAN PEMBAHASAN


Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan
yang parsial. Presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein
(perubahan fisik) yang terjadi karena perubahan kimia (Kurniati 2009). Salah satu

12

penurunan kelarutan protein dapat dipengaruhi oleh logam-logam berat. Ion-ion


logam berat dapat membentuk garam proteinat yang tidak larut air, sehingga
terjadi pengendapan protein. Berikut disajikan tabel hasil pengammatan pengaruh
garam logam berat HgCl3, Pb-Asetat, dan AgNO3 terhadap albumin dan akstrak
daging.

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 1 Hasil pengamatan pengendapan protein oleh logam


Sampel
Logam
Hasil
Albumin
HgCl3
Endapan Putih
Albumin
Pb-Asetat
Endapan Putih
Albumin
AgNO3
Endapan Putih
Ekstrak Daging
HgCl3
Endapan Putih
Ekstrak Daging
Pb-Asetat
Endapan Putih
Ekstrak Daging
AgNO3
Endapan Putih

Tabel 1 menunjukkan hasil reaksi sampel baik albumin maupun ekstrak


daging dengan logam HgCl3, Pb-Asetat, dan AgNO3 menghasilkan endapan putih.
Menurut Murray (2006) pengendapan ini terjadi karena ion-ion logam berat
membentuk garam proteinat yang tidak larut dalam air. Pengendapan ini terjadi
karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion ion logam berat dengan anion
dari protein. Ikatan antara anion dengan ion-ion logam berat dalam percobaan ini
yaitu Ag+, Hg+, dan Pb+ akan membentuk garam proteinat yang sukar larut,
sehingga membentuk endapan berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa
endapan putih hasil reaksi antara sampel baik albumin maupun ekstrak daging
dengan logam merupakan endapan dari protein pada sampel, sehingga dapat
dikatakan bahwa logam terutama yang mengandung Hg, Pb, dan Ag dapat
menurunkan kelarutan protein.
Menurut Murray (2006) garam logam berat dapat berganti pasangan dengan
ion positif dari asam atau basa sehingga memutus jembatan garam pada protein.
Terputusnya jembatan garam pada protein dapat menyebabkan protein
terdenaturasi. Selain logam Hg, Pb, dan Ag, logam ion salisilat, trikloroasetat,
piktrat, tanat, dan sulfosalisilat serta logam yang mengandung ion Ca +, Zn+, Fe+,
Cu+ dapat mempengaruhi kelarutan protein (Murray 2006).

No

1
2

Tabel 2 Hasil pengamatan pengendapan protein oleh garam


Sampel +
Hail Pengamatan
Filtrat + air
Endapan + Millon
Filtrat + Biuret
Kristal
(NH4)2SO4
Endapan
Tidak larut
Filtrat bening
Keruh keunguan
putih
endapan kuning
Endapan
Larut
Endapan kuning
Tiga lapisan, atas endapan
putih
serpihan, tengah bening,
dan bawah endapan putih

Selain itu, dilakukan juga percobaan pengendapan protein oleh garam.


Sampel yang digunakan dalam percobaan pengendapan protein ini adalah albumin

13

dan ekstrak daging sapi. Percobaan dimulai dengan penambahan garam sedikit
demi sedikit sampai garam tidak dapat larut lagi dalam albumin dan ekstrak
daging sapi. Penambahan garam ini menyebabkan pengendapan pada protein. Hal
ini karena molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam yang banyak akan
cenderung mengikat molekul air sehingga tidak cukup untuk menghidrasi molekul
protein. Akibatnya protein lebih kuat dan kelarutannya menurun (Winarno 2002)
Setelah itu larutan potein dan garam di sentrifugasi. Salah satu metode
dalam memisahkan campuran adalah sentrifugasi. Proses pemisahan partikel
berdasarkan berat partikel tersebut terhadap densitas layangnya. Partikel yang
densitasnya lebih tinggi daripada pelarut turun (sedimentasi), dan partikel yang
lebih ringan mengapung ke atas. (Nugroho 2013). Setelah itu, dilakukan
pencampuran larutan protein dengan kristal garam anorganik (NH4)2SO4, diamati
endapan yang terbentuk kemudian disaring filtrat dan endapannya. Filtrat
dicampurkan dengan air, albumin dengan air tidak larut sedangkan ekstrak daging
sapi dengan air larut. Peristiwa ini dikenal dengan salting-out. Hal initerjadi
karena proses persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Grup
ion pada permukaan protein menarik banyak molekul air dan berikatan dengan
sangat kuat (Winarno 2002).
Perlakuan selanjutnya yaitu dengan mengambil endapan setelah dilakukan
pelarutan dengan air, kemudian dilakukan uji biuret pada filtrat. Disamping itu,
dilakuan pula uji millon untuk endapan, keudanya kemudian dipanaskan selama 5
menit. Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil pemanasan pada endapan dan
millon menunjukkan warna cairan atas berubah menjadi bening dan endapan
berwarna kuning, hasil ini terjadi karena ternitrasinya gugus fenol pada tirosin
oleh pereaksi Millon membentuk garam merkuri (Winarno 2002).
Hasil dalam tabel menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemanasan selama
kurang lebih 5 menit, maka pada tabung reaksi pertama yaitu antara filtrat dengan
biuret menunjukkan warna keruh kekuningan untuk albumin dan pada ekstrak
daging sapi menunjukkan terbentuknya warna 3 lapis yaitu atas endpan serpihan,
tengah berwarna bening, dan bawah menunjukkan endapan berwarna putih.
Berdasar hasil pengamatan albumin menunjukkan bahwa uji biuret menunjukkan
hasil yang positif, hal ini ditunjukkan dengan warna yang dihasilkan yaitu
keunguan, biuret bereaksi dengan senyawa kompleks Cu dengan gugus CO dab
NH dari rantai peptida yang menunjukkan.
Tabel ekstrak daging sapi, berdasar hasil pengamatan tidak menunjukkan
warna positif yaitu warna ungu atau warna lembayung. Hal ini dikarenakan
daging sapi mengandung asam amino salah satunya histidin, sesuai dengan
literatur bahwa dipeptida dari asam-asam amino histidin, serin, dan treonin tidak
memberikan reaksi positif untuk uji biuret (Dalilah 2006).Selain logam berat,
pengendapan protein juga dapat disebabkan oleh alkohol. Alkohol dapat
mengendapkan protein karena gugus fungsional dari alkohol lebih kuat mengikat
air sehingga kelarutan protein dalam air berkurang. Berikut disajikan tabel hasil
pengamatan pengaruh etanol terhadap kelarutan protein dengan beberapa
perlakuan berbeda.
Tabel 3 Hasil pengamatan pengendapan protein oleh alkohol
N
o

Sampel

Hasil

14

1
2

Albumin
Albumin

Albumin

Ekstrak Daging

Ekstrak Daging

Ekstrak Daging

Bening, tidak ada endapan


Bening, tidak ada endapan
Lapisan atas berwarna putih keruh, lapisan
bawah berwarna bening
Lapisan atas berwarna putih bening, tengah
kuning bening, bawah endapan
Kuning bening, endapan berwarna
Bening, ada endapan didasar dan ditengahtengah

Etanol sebagai pelarut organik dapat mempengaruhi kelarutan protein, hal


ini ditunjukkan pada hasil pesngamatan dalam tabel 2. Albumin yang direaksikan
dengan etanol dalam suasana asam yaitu dengan menambah HCl maupun dalam
suasana basa yaitu dengan menambahkan NaOH menunjukkan hasil campuran
berwarna bening dan tidak ada endapan.
Menurut Kurniati (2009) protein memiliki sifat amfoter. Sehingga
penambahan HCl menyebabkan gugus amino pada protein bereaksi dengan ion H +
sehingga protein bermuatan positif dan penambahan NaOH akan menyebabkan
gugus karboksilat bereaksi dengan OH-, sehingga protein bersifat negatif. Protein
yang bermuatan positif memiliki pH di bawah titik isoelektrik, sedangkan protein
yang memiliki muatan negatif pH di atas titik isoelektrik (Sumardjo 2009).
Dengan kata lain, pH larutan protein tidak netral, sehingga larutan protein tetap
berwarna bening.
Menurut Kurniati (2009) adanya muatan pada molekul protein
menyebabkan protein bergerak dibawah pengaruh medan listrik. Sehingga etanol
tidak dapat menurunkan kelarutan protein. Sedangkan reaksi campuran albimun
dan buffer asetat dengan etanol menghasilkan campuran yang memiliki dua
lapisan, lapisan atas berwarna putih keruh dan lapisan bawah berwarna bening
tanpa endapan.
Menurut Sumardjo (2009) buffer memiliki pH dalam rentang titik
isoelektrik. Pada titik isoelektrik, terdapat kesetimbangan antara bentuk-bentuk
asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation. Titik isoelektrik dapat
ditentukan berdasarkan kekeruhan dan endapan karena pada titik dekat isoelektrik
akan terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik yang menyebabkan kelarutan
minimum, sehingga terjadi kekeruhan. Warna keruh dalam larutan menandakan
etanol menurunkan kelarutan protein dalam jumlah kecil. Hal ini menunjukkan
etanol sedikit lebih kuat menyerap air dibandingkan protein.
Ekstrak daging yang direaksikan dengan etanol dalam suasana asam yaitu
dengan menambah HCL menghasilkan campuran dengan tiga lapisan, lapisan atas
berwarna putih bening, lapisan tengah berwarna kuning bening, dan lapisan
bawah endapan. Ekstrak daging yang direaksikan dengan etanol dalam suasana
basa yaitu dengan menambahkan NaOH menunjukkan hasil campuran berwarna
kuning bening dengan endapan berwarna. Sedangkan reaksi ekstrak daging
dengan etanol dan buffer asetat menghasilkan campuran yang berwarna bening
dengan endapan dibagian tengah dan dasar.
Berbeda dengan albumin, tiga perlakukan berbeda yaitu pada tabung
percobaan nomor 4, 5, dan 6 menghasilkan endapan protein pada ekstrak daging.
Endapan yang terbentuk menandakan etanol menurunkan kelarutan protein dalam

15

ekstrak daging sehingga tidak larut. Hal ini menunjukkan gugus alkohol dalam
etanol mengikat air lebih kuat dari protein dalam ekstrak daging.
Titik isoelektrik dapat ditentukan berdasarkan kekeruhan dan endapan
karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak-menolak elektrostatik
yang menyebabkan kelarutan minimum, sehingga terjadi kekeruhan (Sumardjo
2009). Endapan yang terbentuk juga menunjukkan hasil reaksi dalam tabung 4, 5
dan 6 mencapai rentang titik isoelektrik.
Pengamatan koagulasi protein dilakukan dengan menambahkan sampel
protein dengan buffer asam asetat kemudian dipanaskan. Hasil dari pemanasan
terbentuk endapan dan filtrat yang kemudian diuji dengan uji Millon dan Biuret
menunjukkan hasil sebagai berikut:

No

Sampel

Albumin

Ekstrak
daging

Tabel 4 Hasil pengaamatan uji koagulasi


Hasil Pengamatan
Asam Asetat
Endapan +
Filtrat +
Filtrat + Biuret
1M
Millon
Millon
endapan putih + endapan
endapan
lembayung
filtrat
kuning
kuning
endapan putih + endapan
endapan
kuning
filtrat
putih
putih
transparan

Berdasarkan hasil pengamatan koagulasi diatas, penambahan asam asetat


dan pemanasan menimbulkan koagulasi pada kedua jenis sampel protein. Hal ini
ditunjukkan dengan terbentuknya filtrat dan endapan putih yang meruoakan
protein yang terdenaturasi dan kemudian terkoagulasi. Endapan dan filtrate
protein tersebut kemudian diuji dengan Millon dan Biuret.
Hasil uji Millon pada endapan dan filtrat albumin berwarna kuning.
Menurut Winarno, apabila suatu protein memiliki asam amino tirosin didalamnya
akan berubah menjadi merah apabila diuji dengan uji Millon. Warna kuning
menunjukkan adanya asam amino tirosin namun tidak terlalu banyak pada
albumin. Uji Millon yang dilakukan pada ekstrak daging menunjukkan warna
putih atau berhasil negatif. Artinya, pada koagulasi protein ekstrak daging tidak
ditemukan adanya asam amino.
Hanya bagian filtrat saja yang diuji dengan Biuret. Filtrat koagulasi albumin
menunjukkan hasil lembayung artinya di dalam filtrat tersebut mengandung
protein. Hal itu sesuai dengan pernyataan Patong (2012) bahwa perubahan warna
menjadi ungu menunjukkan adanya protein. Sedangkan di dalam filtrat ekstrak
daging tidak mengandung protein ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi
kuning saat diuji dengan Biuret.
Pengamatan denaturasi protein dilakukan dengan pemanasan pada protein
terlebih dahulu dan didinginkan, kemudian dilakukan perubahan pH. Hasil
pengamatan disajikan pada tabel berikut ini.

No
1
2

Tabel 5 Hasil pengamatan denaturasi protein


Sampel
Hasil Pengamatan
Albumin + HCl
Endapan putih keruh
Albumin + NaOH
Endapan putih keruh

16

3
4
5
6
7
8

Albumin + Buffer Asetat


Albumin tidak ditanbah apapun
Ekstrak daging + HCl
Ekstrak daging + NaOH
Ekstrak daging + Buffer Asetat
Ekstrak daging tidak ditambah
apapun

Endapan putih keruh (gel)


Tidak ada perubahan
Endapan putih keruh
Endapan putih mengapung
Endapan putih keruh
Endapan putih keruh

Berdasarkan data hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa albumin


dan ekstrak daging yang ditambahkan suasana asam (HCl) mengalami denaturasi
yang ditandai dengan adanya endapan putih keruh. Penambahan suasana basa
pada kedua sampel juga mengalami denaturasi yang ditandai dengan adanya
endapan putih keruh dan endapan putih mengapung, begitu juga dengan
penambahan buffer asetat pada kedua sampel tersebut mengalami denaturasi
dengan adanya endapan putih keruh pada masing-masing sampel. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sumardjo (2006) mengenai terjadinya pemutusan ikatan garam
yang berakibat denaturasi pada protein dikarenakan perubahan pH, baik
ditambahkan suasana asam, basa, ataupun penyangga.
Berbeda halnya dengan albumin yang tidak ditambahkan apapun, tidak
terjadi perubahan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Sumardjo (2006) bahwa
seharusnya albumin dalam air mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Adanya
perlakuan pendinginan pada temperatur kamar menjadikan penyebab albumin
tidak mengalami penggumpalan dan hanya larut saja. Ekstrak daging yang tidak
tambahkan apapun mengalami denaturasi dengan adanya endapan putih keruh
karena dipanaskan sebelumnya.
Tinggi rendahnya suhu atau adanya pemanasan dapat memengaruhi
kelarutan protein dalam larutan garam. Kelarutan protein juga dipengaruhi dengan
perubahan pH karena penambahan asam HCl, buffer Asetat, dan basa NaOH.
Menurut Makfoeld et al. (2002) bahwa selain pemanasan dan perubahan pH
metode lain yang dapat mendenaturasi protein yaitu pemberian sinar ultraviolet,
gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat, penyimpanan dalam pelarut, dan
adanya logam-logam berat.
Pengamatan terhadap protein dilakukan pengamatan langsung terhadap
sifat-sifat fisik dari protein. Sampel yang diamati pada uji millon adalah larutan
albumin dan ekstrak daging sapi. Hasil pengamatan ini dapat dilihat pada tabel 6.
No
1
2

Tabel 6 Hasil pengamatan uji millon


Sampel
Hasil pengamatan
Albumin
Endapan putih
kuning
Ekstrak daging sapi
Endapan putih
kuning

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa uji millon


menggunakan larutan albumin tidak mengandung asam amino, karena warna yang
terbentuk bukan warna merah. Hal ini tidak sesuai karena albumin merupakan
jenis protein yang mengadung tirosin sebagai salah satu asam amino
penyusunnya. Prinsip uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin
yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol

17

pada gugus R-nya yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon.
Hasil positif dari uji millon ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna
putih dan berubah menjadi merah setelah dipanaskan (Winarto 2008).
Kemudian pengamatan dengan menggunakan sampel ekstrak daging sapi.
Warna yang terbentuk setelah sampel direaksikan dengan pereaksi Millon dan
kemudian dipanaskan adalah warna kuning. Menurut literatur, ekstrak daging sapi
mengandung protein yang apabila direaksikan dengan pereaksi Millon kemudian
dipanaskan maka akan membentuk warna merah yang menunjukkan bahwa
sampel tersebut mengandung asam amino dalam protein (Winarto 2008).
Pengamatan terhadap protein dilakukan pengamatan langsung terhadap
sifat-sifat fisik dari protein. Bahan yang akan diamati adalah larutan albumin dan
ekstrak daging sapi. Hasil pengamatan ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil pengamatan uji biuret
No
Sampel
Hasil pengamatan
1 Albumin
Lembayung (ungu)
2 Ekstrak daging sapi
Lembayung (ungu)
Berdasarkan hasil pengamatan dari kedua sampel yaitu albumin, sampel
yang digunakan positif mengandung ikatan peptida ditandai dengan adanya
perubahan warna menjadi ungu (lembayung). Albumin merupakan jenis protein
yang memiliki struktur kimia yang lebih kompleks dan mengikat dua atau lebih
asam amino esensial sehingga dapat membentuk ikatan peptida sehingga reaksi ini
akan menunjukkan hasil positif terhadap dua buah atau lebih ikatan peptida
(Poedjiadi 2009).
Kemudian pengamatan dengan menggunakan sampel ekstrak daging sapi.
Setelah diamati sampel yang digunakan juga positif mengandung ikatan peptida.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa ekstrak daging sapi mengandung asam
amino yang memiliki struktur kimia yang membentuk ikatan peptida sehingga
akan menunjukka hasil positif. Ikatan peptida merupakan ikatan yang
menggabungkan asam-asam amino. Gugus karboksil suatu asam amino berikatan
dengan gugus amino dari molekul asam amino lain menghasilkan suatu dipeptida
dengan melepaskan air. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan banyak energi,
sedang untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi (Jalip 2008).
Pada uji biuret ini penambahan CUSO 4 tidak boleh berlebih karena Cu
merupakan logam berat. Jika penggunaannya terlalu banyak maka albumin akan
terdenaturasi membentuk koagulan. Pada suasana alkalis akan terbentuk Cu(OH) 2
dari reaksi Cu2+ + 2OHCu(OH)2 (ungu) Cu2+ berwarna biru, jika berlebihan
akan mengakibatkan warna ungu terkalahkan sehingga hasilnya negatif. Garam
ammonium mengganggu uji biuret karena ion-ion dari garam ammonium lebih
mudah dalam mengikat air, sehingga menyebabkan kelarutan protein dalam air
berkurang. Zat lain yang dapat memberikan uji biuret positif yaitu histidin, serin,
dan urea (Poedjiadi 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan
Logam logam berat HgCl3, Pb-Asetat, dan AgNO3 dapat menurunkan
kelarutan protein albumin dan protein dalam ekstrak daging, protein mengalami
pengendapan sekaligus terdenaturasi. Garam dapat mengendapkan protein pada
konsentrasi tertentu akibat adanya proses salting in dan salting out yang
menurunkan kelarutan. Etanol dapat menurunkan kelarutan albumin pada titik
isoelektrik yaitu dengan penambahan buffer asetat. Etanol juga dapat menurunkan
kelarutan protein dalam ekstrak daging pada semua perlakuan, namun paling
berpengaruh pada titik isoelektrik yaitu dengan penambahan buffer asetat.
Koagulasi protein terjadi akibat pemanasan membentuk endapan putih.
Koagulasi albumin masih terdapat protein pada sampel, sedangkan pada ekstrak
daging yang terkoagulasi tidak terdapat protein hasil uji Millon dan biuret. Proses
denaturasi dapat disebabkan karena adanya pemanasan pada protein dan
perubahan pH yang diakibatkan dengan penambahan suasana asam (HCl), suasana
basa (NaOH), serta buffer Asetat. Uji biuret albumin dan ekstrak daging sapi
positif mengandung ikatan peptida ditandai dengan adanya perubahan warna
menjadi ungu (lembayung). Uji millon menggunakan larutan albumin dan ekstrak
daging sapi tidak mengandung asam amino, karena warna yang terbentuk bukan
warna merah. Hal ini tidak sesuai karena albumin merupakan jenis protein yang
mengadung tirosin sebagai salah satu asam amino penyusunnya. Prinsip uji millon
adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.
Saran
Percobaan ini menggunakan dua jenis sampel sehingga perlu kehati-hatian
dan kebersihan alat agar tidak terjadi kontaminan. Sebaiknya pengujian dilakukan
dengan jumlah dan takaran yang tepat karena dapat mempengaruhi hasil
percobaan. Uji biuret akan menunjukkan hasil positif berwarna ungu setelah
ditambahkan CuSO4 sehingga saat penambahan CuSO4 dengan cara meneteskan
sebaiknya lebih hati-hati karena penambahan CuSO4 yang berlebihan akan
mempengaruhi hasil uji biuret ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dalilah E. 2006. Evaluasi nilai gizi dan karakteristik protein daging sapi dan hasil.
Repository IPB Fakultas Peternakan [internet]. [diunduh 2015 November
10];
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/3233/ELIH
%20DALILAH_D2006.pdf?sequence=4
Elrod S, Stansfield W. 2002. Schaums Outlines Genetika Edisi Keempat. Jakarta
(ID): Erlangga.
Jalip I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Jakarta (ID): Universitas
Gajah Mada

19

James J, Baker C, dan Swain H. 2002. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan.


Jakarta (ID): Erlangga.
Kurniati E. 2009. Pembuatan konsentrat protein dari biji kecipir dengan
penambahan HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 9(2):115-122.
Makfoeld D, Marseno DW, Hastuti P, Anggrahini S, Raharjo S, Sastrosuwignyo S,
Suhardi, Martoharsono S, Hadiwiyoto S, Tranggono. 2002. Kamus Istilah
Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Murray, Robert K. 2006. Biokimia Harper. Jakarta (ID): Penerbit Buku
Kedokteran (ECG).
Patong. 2012. Biokimia Dasar. Makasar: Lembah Harapan Press
Poedjiadi A. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press
Setiyadi W. 2007. Aktivitas proteolitik lactobacillus acidophilus dalam fermentasi
susu sapi. Journal ilmu ternak [internet]. [diunduh 2015 November 10]. 7
(1):
69-72;
http://jurnal.unpad.ac.id/jurnalilmuternak/article/viewFile/2236/2088
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.
Tejasari. 2005. Nilai-nilai Gizi Pangan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science
Third Edition. Springer Science + Business Media : New York
Winarno F. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
Winarto F. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia

20

LAMPIRAN

No
1
2
3

5
6

Tabel 8 Hasil pengamatan pengendapan Protein oleh Garam


Hasil Pengamatan
Sampel
Kristal
Filtrat +
Endapan +
Filtrat + Biuret
(NH4)2SO4
Air
Millon
endapan
Albumi endapan
tidak
kuning +
keruh keunguan
n
putih
larut
bening
Albumi endapan
tidak
endapan
keruh keunguan
n
putih
larut
kuning
endapan
Albumi endapan
tidak
kuning
lebayung
n
putih
larut
putih
atas = endapan
serpihan
Ekstrak endapan
endapan
larut
tengah = bening
daging
putih
kuning
bawah = endapan
putih
endapan
Ekstrak endapan
larut
kuning, filtrat
lembayung
daging
putih
bening
Ekstrak endapan
tidak
endapan putih
tidak berubah
daging
putih
larut
kuning

No

Sampel

Albumin

Albumin

Albumin

Ekstrak
daging

Ekstrak
daging

Ekstrak
daging

Tabel 9 Hasil pengamatan koagulasi proteinn


Hasil Pengamatan
Asam Asetat
Endapan +
Filtrat +
Filtrat + Biuret
1M
Millon
Millon
endapan
endapan
endapan putih
lembayung
kuning
kuning
endapan
endapan
endapan putih
lembayung
kuning
kuning
endapan
endapan
endapan putih +
kuning
kuning
lembayung
filtrat
pekat
transparan
endapan putih + endapan
endapan
kuning
filtrat
putih
putih
transparan
endapan
endapan putih +
endapan
kuning ,
lembayung
filtrat
kuning
filtrat putih
endapan
endapan
kuning
endapan putih +
putih
putih
transparan
filtrat
kuning
bening
keruh

21

1
2
3
4
5
6

Tabel 10 Hasil pengamatan uji Millon


Sampel
Hasil Pengamatan
Albumin
endapan putih kuning
Albumin
endapan putih kuning
Albumin
endapan putih kuning
Ekstrak daging
endapan putih kuning
Ekstrak daging
endapan putih kuning
Ekstrak daging
endapan putih kuning

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 11 Hasil pengamatan uji biuret


Sampel
Hasil Pengamatan
Albumin
bening ungu lembayung
Albumin
bening ungu lembayung
Albumin
ungu lembayung
Ekstrak daging
kuning ungu lembayung
Ekstrak daging
ungu lembayung
Ekstrak daging
kuning ungu lembayung

No

Anda mungkin juga menyukai