Anda di halaman 1dari 3

Protein dalam bahan biologis biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang ataupun ikatan

kimiawi yang lebih erat dengan lemak atau karbohidrat. Ikatan-ikatan ini mempengaruhi penentuan
sifat-sifat fisis bahan, misalnya dalam sistem emulsi makanan. Pemanasan yang perlu dilakukan untuk
mempersiapkan bahan sesuai dengan selera konsumen akan berpengaruh terhadap protein yang
terkandung di dalamnya, serta pemanasan yang berlebihan akan merusak nilai protein dipandang dari
sudut nilai gizi. Hal ini menyebabkan pentingnya menganalisa protein yang terkandung dalam bahan
makanan sehubungan dengan proses-proses yang akan dikenakan pada suatu bahan makanan tertentu
(Morion, 1980).
Secara kimiawi, protein merupakan polimer, dengan asam amino sebagai monomernya dan
dihubungkan dengan ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan antara gugus karboksil satu asam
amino dengan gugus amino dari asam amino di sampingnya (Lehninger, 1995). Asam amino adalah
senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2)
yang salah satunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil (atom C-) (Sudarmadji dkk,
1989).
Asam amino penyusun protein merupakan turunan dari asam karboksilat yang satu atom hidrogennya
diganti dengan gugus amino (-NH2). Gugus asam karboksilat menyebabkan sifat asam dan gugus amino
menyeabkan sifat basa. Sehingga asam amino bersifat amfoter (Lehninger, 1995)
Protein yang diisolasi dari sel hidup ada beratus-ratus. Semuanya mengandung unsur-unsur C, H, N dan
O dan hampir semua mengandung S. Beberapa protein juga mengandung P, Fe, Zn dan Cu. Bilamana
protein itu dihidrolisis dengan bantuan asam maka hasilnya adalah asam amino, yang jumlahnya
tergantung dari panjang rantai berat molekul dan lain-lain. Asam-asam amino mempunyai sifat-sifat fisik
seperti :
a. Kelarutan
Kebanyakan asam amino larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi tidak larut dalam pelarut-pelarut
non polar seperti alkohol, eter dan benzena. Yang larut dalam alkohol dan eter adalah asam-asam amino
seperti prolin dan hidroksiprolin (S.Riawan, Drs, 1990).

Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu protein berubah maka dikatakan protein ini mengalami
denaturasi. Denaturasi diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder,
tersier dan kuartener terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan kovalen (Winarno,
1995).
Sebagian besar protein globular midah mengalami denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk
konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang-kadang perubahan ini memang
diekhendaki dalam pengolahan makanan, tetapi sering pula dianggap merugikan sehingga perlu
dicegah(Winarno,2002).
Ada dua macam denaturasi protein, yaitu penembangan rantai peptide dan pemecahan protein menjadi
unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangn molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini
tergantung pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua
terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam iaktan sekunder. Ikatan- iaktan yang
dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah :
a. Ikatan hidrogen
b. Ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang saling berlekatan membentuk
suatu miselle dan tidak larut dalam air
c. Ikatan ionic antara gugus bermuatan positif dan gugus bermuatan negative
d. Ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfide dalam sistin (Winarno,2002).
Denaturasi daapt diartikan perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener
terhadapa molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-iaktan kovalen. Karena itu denaturasi
dapat pula dikatakan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen interaksi hidrofobik, ikatan
garam,dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul(Winarno,2002).
Pemekaran atau pengembangan molekulprotein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang
ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama
atau berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi
sebagai suatu koloid, maka protein akan mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus
reaktif protein tersebut menahan sluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan
terpisahdari protein yang etrkoagulasi itu, maka protein akan mengendap(Winarno,2002).
Menurut Suhardi (1991), denaturasi dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut dan semakin
kental. Penggumpalan ini dapat disebabkan oleh :
a. Pemanasan
b. Pemberian asam
c. Penambahan enzim
d. Perlakuan mekanis
e. Logam berat

Hidrolistis rantai polipeptida


Ikatan peptida yang ada pada protein dapat dihidrolisis dengan bantuan asam dalam keadaan panas,
basa atau enzim. Yang sering digunakan sebagai asam ialah HCl. Bilamana dipergunakan HCl maka ada
beberapa asam amino yang rusak seperti triptofan, serina dan treonin. Hidrolisis juga dapat dilakukan
dengan larutan NaOH yang pekat pada suhu tinggi (mendidih). Kerugian cara ini ialah sisreina, sistina
dan treonina rusak. Semua asam amino mengalami rasemasi. Cara ini hanya dipergunakan untuk
menera triptofan saja. Karena asam tersebut tahan terhadap basa.
Pada umumnya protein dapat dikoagulasi kecuali gelatin. Peristiwa koagulasi dapat terjadi pada saat pH
mendekati titik isoelektris. Menurut Suhardi (1988), tiap – tiap asam amino mempunyai titik isoelektris
yang berbeda – beda. Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH tersebut asam amino berada pada
bentuk zwitter ion dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka
terendah dan akan menyebabkan protein mengendap dan menggumpal. Pada saat titik isoelektris ini
jumlah kation dan anion yang terbentuk sama banyaknya.
Berdasarkan struktur molekulnya, pada dasarnya asam amino merupakan senyawa yang bermuatan
ganda atau zwitter ion, keadaan ini mudah berubah karena dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau pH
lingkungan. Pada pH rendah asam amino akan bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi akan
bermuatan negatif. Pada pH 4,8–6,3 (pH isoelektris) asam amino akan berada pada keadaan dipolar atau
ion zwitter. Pada keadaan ini kelarutan dalam air paling kecil sehingga pada pH sekitar ini protein akan
mengendap (Soeharsono, 1989).
Protein yang menggumpal atau mengendap merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu
protein. Terjadinya denaturasi pada protein ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor di bawah ini :
1. Pengaruh pemanasan
Pemberian panas pada pengolahan protein harus memperhatikan pemanasan yang menyebabkan
protein terdenaturasi. Protein yang dipanaskan di atas 800C umumnya akan mengalami denaturasi.

http://my.opera.com/sampahbermanfaat/blog/show.dml/4450601

Anda mungkin juga menyukai