Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino


(NH2) serta gugus asam kerboksilat (COOH). Asam amino yang saling beikatan
dengan ikatan peptida akan membentuk protein, atau dapat disebut sebagai
polimer dari asam amino. Protein memberi peranan besar dalam tubuh mahluk
hidup, diantaranya sebagai biokatalis, pengangkut, reseptor, pembawa materi
genetik, dan pelindung. Diketahui, terdapat 20 jenis asam amino yang umum
ditemukan dalam protein, seperti glysin, tyrosin, dan lysine.

Umumnya, asam amino bersifat larut dalam air, namun hanya sebagian
saja yang dapat larut dalam pelarut organik. Asam amino sendiri memiliki titik
lebur yang sangat tinggi, yaitu hingga lebih dari 200°C. Hal ini menggambarkan
bahwa terdapat energi yang besar untuk memecah ikatan ionik pada kisi-kisi
kristalnya. Sebagian besar asam amino mengalami sedikit peruraian apabila
dipanaskan mendekati titik didih maupun titik lelehnya. Hampir semua asam
amino memiliki satu atau lebih atom asimetris yang dapat menunjukkan adanya
kegiatan optis pada asam amino. (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017)

Struktur dari asam amino umumnya tersusun dari satu atom C yang dapat
mengikat empat gugus, yaitu gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom
hydrogen, dan satu gugus sisa (R, residu). Asam amino diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu asam amino essensial dan asam amino non-essensial. Asam amino
essensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga
kebutuhan protein dari makanan sangat diperlukan. Sedangkan asam amino non-
essensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh. (Minda Azhar,
2016)

Protein sebagai polimer yang terbentuk atas α-asam amino mengandung


unsur-unsur seperti karbon, oksigen, hydrogen, dan nitrogen. Protein sendiri
tersusun atas 4 struktur, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Protein dapat diklasifikasikan dalam berbagai hal, seperti pengklasifikasian
berdasarkan bentuk molekulnya dan komponen penyusunnya. (Thenawidjaja,
2017)

Sifat reaksi kimia dari asam amino dapat diketahui dari proses penentuan
senyawa secara kualitatif dan kuatitatif. Penentuan senyawa secara kualitatif dan
kuantitatif tersebut, berupa degnaturasi protein terhadap panas dan ph ekstrim, uji
kelarutan asam amino, dan uji reaksi xanthoprotein. Untuk meningkatkan
pengetahuan terhadap asam amino dan protein, beserta jenis penentuan senyawa
asam amino secara kualitatif dan kuantitatif, maka dilakukanlah praktikum ini.
Diharapkan setelah melakukan praktikum ini, praktikan dapat mencapai tujuan
dari praktikum.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari sifat-sifat reaksi asam amino.
2. Melakukan identifikasi asam amino dan protein
3. Menentukan senyawa-senyawa asam amino secara kualitatif dan kuatitatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asam Amino dan Strukturnya

Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino


(NH2) serta gugus asam kerboksilat (COOH). Asam amino yang saling beikatan
dengan ikatan peptida akan membentuk protein. Struktur dari asam amino
umumnya tersusun dari satu atom C yang dapat mengikat empat gugus, yaitu
gugus amina (NH2), gigus karboksil (COOH), atom hydrogen, dan satu gugus sisa
(R, residu) atau disebut juga gugus rantai samping yang menjadi pembeda antar
asam amino satu dengan asam amino lainnya. Umumnya, asam amino bersifat
larut dalam air, namun hanya sebagian saja yang dapat larut dalam pelarut
organik. Asam amino sendiri memiliki titik lebur yang sangat tinggi, yaitu hingga
lebih dari 200°C. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat energi yang besar untuk
memecah ikatan ionik pada kisi-kisi kristalnya. (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017)

Dalam struktur kimia asam amino, terdapat asam amino yang bermuatan
dan tidak bermuatan. Gugus karoksil bersifat sebagai donor proton, gugus amino
bersifat sebagai akseptor proton, dan rantai samping atau R memiliki sifat yang
khas. Atom C menjadi pusat dari rantai asam amino yang dinamakan atom C-α
yang mana bergugus karboksil. Oleh karena itu gugus amino yang berikatan
dengan atom C-α ini disebut dengan α-asam amino. Berikut adalah beberapa asam
amino yang umum ditemukan di dalam protein, yang merupakan polimer dari
asam amino itu sendiri, yaitu alanine, cysteine, glycine, leucine, lysine,
methionine, proline, serine, tyrosine, valin. Terdapat 20 senyawa pada asam
amino yang memiliki rumus adasar NH2CHRCOOH.

Selain asam amino yang terdapat dalam protein, ada pula asam amino dari
2 golongan lainnya. Yang pertama adalah asam amino yang didapat dari satuan
pembentuk protein. Yang termasuk dalam golongan ini merupakan 4-
hidroksilprolin, 5-hidroksilisin, desmosin dan isodemosin. Struktur dari asam
amino ini terdiri atas empat molekul lisin dengan gugus R yang bergabung lalu
membentuk lingkaran piridin yang bersubstitusi. Sedangakan golongan lainnya
adalah asam amino yang tidak termasuk dalam satuan pembentuk protein. Asam
amino ini bentuknya bebas dalam beberapa sel atau jaringan. Contoh dari
golongan ini ialah derivate α-asam amino. (Minda Azhar, 2016)

2.2 Pengertian Protein dan Strukturnya

Protein adalah polimer dari asam amino, yang mana merupakan hasil dari
penyatuan antara satu asam amino dengan asam amino lain oleh ikatan peptida.
Protein terbentuk atas α-asam amino yang mengandung unsur-unsur seperti
karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen. Dalam protein terdapat rantai peptide
yang diibaratkan sebagai tulang punggung struktur protein, sedangkan ikatan
peptidak ialah faktor utama yang menentukan konfigurasi rantai tersebut.

Atom yang terikat langsung pada atom N dan juga C terletak pada bidang
datar, sedangkan atom nitrogen dengan gugus NH berkonfigurasi N trans dengan
atom O. panjang ikatn peptida C-N α lebih pendek dari ikatan C-N yang lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa ikatan peptide mempunyai karakter ikatan rangkap
yang cukup besar sehingga tidak dapat berotasi dengan bebas. Oleh karena itu,
rantai peptida dapat digambarkan terdiri atas sebuah seri bidang datar kaku yang
dipisahkan oleh gugus C-H-R.

Protein sendiri tersusun atas 4 struktur, yaitu struktur primer, sekunder,


tersier dan kuartener. Struktur primer ialah jumlah, jenis, dan urutan asam amino
yang membentuk rantai polipeptida. Struktur sekunder ialah struktur yang
berikatan kovalen dan berikatan hydrogen dari polipeptida dalam molekul protein.
Struktur tersier terbentuk karena adanya pelipatan rantai polipeptida, sehingga
terbetuklah protein globular. Struktur kuartener ialah protein yang dibentuk oleh
dua atau lebih rantai polipeptida yang saling dihubungkan oleh ikatan elektristatik
dan ikatan hydrogen. (Thenawidjaja, 2017)

2.3 Asam Amino Essensial dan Asam Amino Non Essensial

Berdasarkan penyusun protein, asam amino dibagi menjadi dua jenis, yaitu
asam amino essensial dan non-essensial. Asam amino essensial adalah asam
amino yang dibutuhkan oleh tubuh, namun tuuh tidak dapat menyintesisnya
secara mandiri, sehingga diperlukan asupan lain dari luar tubuh. Asam amino ini
penting bagi tubuh karena digunakan sebagai penyusun protein atau kerangka
molekul-molekul lainnya. Contohnya yaitu leusine, methionine, fenilalanine, dan
valin. Sedangkan asam amino yang bersifat non-essensial ialah asam amino yang
mampu disintesis oleh tubuh. Contohnya yaitu, asparagine, asam glutamate,
glutamin, dan prolin. (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017)

2.4 Klasifikasi Protein

Protein dapat diklasifikasikan dalam berbagai hal, seperti


pengklasifikasian berdasarkan bentuk molekulnya, komponen penyusunnya.
Berdasarkan bentuk molekulnya, protein terbagi menjadi protein globular dan
fibrosa. Protein globular adalah protein yang bentukan bulat atau hampir bulat,
rantai polipeptidanya melipat dengan sangat kompak sehingga tidak ada rongga
interior yang terbentuk untuk molekul air. Protein globular mudah membentuk
kristal dan larut dalam air serta larutan garam. Contoh dari protein globular ialah
albumin dan globulin plasma, beberapa hormone, dan enzim. Sedangkan protein
fibrosa ialah protein yang berbentuk seperti serat. Rantai polipeptidanya
berbentuk elips dan saling berikatan secara menyilang. Umumnya protein fibrosa
tidak larut dalam air dan larutan garam. Contoh dari protein fibrosa ialah myosin
otot, keratin rambur, dan kolagen tulang.

Berdasarkan komponen penyusunnya, protein dibagi menjadi protein


sederhana dan majemuk. Protein sederhana hanya tersusun atas α-asam amino
sehingga hidrolisisnya secara sempurna hanya akan menghasilkan penyusun α-
asam amino saja. Beberapa contoh protein sederhana ialah albumin,
pseudoglobulin, protamine, euglobulin, dan glutelin. Sedangkan protein majemuk
ialah protein yang tersusun atas protein sederhana dan zat non-protein lainnya. Zat
tersebut disebut radikal prostetik. Berdasarkan radikal prostetiknya, protein
majemuk dibedakan menjadi glikoprotein, kromoprotein, lipoprotein,
nucleoprotein, dan fosforoprotein. (Wahjuni, 2013)

2.5 Jenis Protein yang Dibutuhkan oleh Kucing

Jenis protein yang dibutuhkan kucing dan tidak dapat disintesis oleh
tubuhnya sendiri ialah taurine. Taurin berfungsi dalam penyerapan dan pelepasan
lemak, juga membantu meningkatkan volume sel otot pada kucing. Apabila
kucing kekurangan taurine, maka sistem metabolismenya akan terganggu, bahkan
kucing dapat mengalami kebutaan hingga kelainan pada embrio pada kucing
bunting. (Sanger, dkk. 2018)
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat
3.1.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung raeksi
3. Pipet tetes
4. Penangas air
3.1.2 Uji Kelarutan Asam Amino
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
3.1.3 Uji Reaksi Xanthoprotein
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
3.2 Bahan
3.2.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim
1. Kasein 1 gr/L
2. NaOH
3. HNO3
4. HCl
3.2.2 Uji Kelarutan Asam Amino
1. Kasein 1 gr/L
2. HCl
3. NaOH
4. Aquades
5. Etanol 70%
6. Tyrosin 1 gr/L
7. Glysin 1 gr/L
3.2.3 Uji Reaksi Xantoprotein
1. Kasein 1 gr/L
2. HNO3
3. Fenol 1 gr/L
4. Tyrosin 1 gr/L
5. Glysin 1 gr/L
3.3 Skema Kerja
3.3.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Masukkan 5 ml kasein 1gr/L ke dalam 3 tabung reaksi yang
berbeda.
3. Tambahkan 5 tetes NaOH pada tabung reaksi yang pertama.
4. Tambahkan 5 tetes HNO3 pada tabung reaksi yang kedua.
5. Tambahkan 5 tetes HCl pada tabung reaksi yang ketiga.
6. Letakkan ketiga tabung reaksi ke dalam penangas air selama 10
menit lalu dinginkan dengan suhu ruangan.
6. Tambahkan 2 ml HNO3 ke dalam 2 ml larutan protein, dan lakukan
secara perlahan melalui dinding tabung sehingga terbentuk 2
lapisan pada tabung reaksi.
3.3.2 Uji Kelarutan Asam Amino
1. Masukkan 0,1 ml atau 2 tetes kasein 1 gr/L ke dalam tabung empat
rekasi yang berbeda-beda.
2. Masukkan 0,5 ml (10 tetes) HCl pekat ke dalam tabung reaksi
pertama.
3. Masukkan 0,5 ml (10 tetes) NaOH ke dalam tabung reaksi kedua.
4. Masukkan 0,5 ml (10 tetes aquades ke dalam tabung reaksi ketiga.
5. Masukkan 0,5 ml (10 tetes) etanol 70% ke dalam tabung reaksi
keempat.
6. Amati tiap-tiap tabung reaksi.
7. Tambahkan 0,1 ml (2 tetes) tyrosin 1 gr/L ke dalam tiap-tiap
tabung reaksi.
8. Amati kembali perubahan yang terjadi pada tiap tabung reaksi.
9. Tambahkan 0,1 ml (2 tetes) glysin 1 gr/L ke dalam tiap-tiap tabung
reaksi
10. Amati kembali perubahan yang terjadi pada tiap tabung reaksi.

3.3.3 Uji Reaksi Xantoprotein


1. Masukkan kasein 1 gr/L sebanyak 0,5 ml menggunakan pipet tetes
ke dalam tabung reaksi.
2. Masukkan HNO3 pekat sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung reaksi
tersebut.
3. Tambahkan fenol 1 gr/L sebanyak 0,5 ml ke dalam tebung reaksi
yang sama.
4. Masukkan tyrosin 1 gr/L sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung reaksi
yang baru.
5. Masukkan Masukkan glysin 1 gr/L sebanyak 0,5 ml ke dalam
tabung reaksi yang berisi tyrosin.
6. Masukkan HNO3 pekat sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung reaksi
yang berisi tyrosin dan glysin.
7. Amati perubahan yang terjadi.
8. Untuk menambahkan suasana basa, dapat ditambahkan NaOH
secukupnya, sekiranya 5 tetes.
9. Amati kembali perubahannya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


4.1.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim

Sam Sebel Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan


NaOH HCl HNO3 NaOH HCl HNO3
pel um
Kase Larut Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan
in an tidak tidak tidak tidak tidak tidak
tidak berwar berwar berwar berwar berwar berwar
berwa na na na na na na
rna (bening (bening (bening (bening (bening (bening)
(beni ) ) ) ) )
ng)

4.1.2 Uji Kelarutan Asam Amino

Sampel HCl NaOH Aquades Etanol 70%


Kasein Larutan Larutan Larutan Larutan
tidak tidak tidak tidak
berwarna berwarna berwarna berwarna
(bening) (bening) (bening) (bening)
Setelah Peubahahan
ditambahka
n
Tyrosin Larutan Larutan Larutan Larutan
tidak tidak tidak tidak
berwarna berwarna berwarna berwarna
(bening) (bening) (bening) (bening)
Glysisn Larutan Larutan Larutan Larutan
tidak tidak tidak tidak
berwarna berwarna berwarna berwarna
(bening) (bening) (bening) (bening)
4.1.3 Uji Reaksi Xanthoprotein

Sampel HNO3 Pekat + Fenol HNO3 Pekat


Kasein Larutan berwarna -
coklat keruh
Tyrosin - Larutan berwarna
coklat keruh (jingga)
Glysin - Larutan tidak berwarna
(bening)

4.2 Analisa Prosedur


4.2.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim

Awalnya, siapkan alat dan bahan yang akan digunkan untuk


praktikum. Tambahkan 5 ml kasein ke dalam 3 tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian tambakan 5 tetes NaOH, HNO3, dan HCl ke
tabung yang berbeda-beda pula. Lalu pananskan dengan penangas air
selama 10 menit dan dinginkan. Tambahkan lagi 2 ml HNO3 ke dalam
2 ml larutan protein, sehingga terbentuk 2 lapisan pada larutan.

Dalam uji yang sama sebuah kultur pada fase mid log
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm dan suhu 1°C selama 10
menit. Kemudian kultur dibilas dengan NaCl 0,85% sebanyak 2 kali.
Supernatan yang diperoleh diencerkan hingga diperoleh jumlah sel
1012 sel/ml dan ditempatkan di tabung inkubasi (yellow) sebanyak 5
ml. Selanjutnya dipanaskan dalam inkubator selama 0, 5, 10, 15, 30,
45 dan 60 menit. Kultur hasil pemanasan kemudian dihitung jumlah
selnya dengan teknik droptest. Kultur hasil pemanasan tersebut akan
diukur kandungan protein ekstraselular dan intraselularnya. (Sugoro
dan Tetriana, 2014)

4.2.2 Uji Kelarutan Asam Amino

Mula-mula masukkan 0,1 ml atau 2 tetes kasein ke dalam 4


tabung reaksi yang berbeda. Lalu, masukkan masing-masing 0,5 ml
(10 tetes) HCl, NaOH, Aquades, dan etanol 70% ke dalam tabung
reaksi yang berbeda-beda. Amati terlebih dahulu. Kemudian
tambahkan 0,1 ml (2 tetes) tyrosin ke dalam semua tabung reaksi, dan
amati perubahannya. Setelah itu, tambahkan lagi glysin sebanyak 0,1
ml (2 tetes) ke dalam semua tabung reaksi, dan amati hasil akhirnya.

Dalam uji pada teripang dilakukan metode yang sedikit berbeda


untuk mengetahui tingkat kelarutan pada protein di dalam tubuhnya.
Pengujian asam amino dengan metode Ultra Performance Liquid
Chromatography (UPLC) Analisis asam amino menggunakan UPLC
terdiri beberapa tahap yaitu. Sampel ditimbang sebanyak 0.1 g
dihancurkan dan dimasukan ke tabung reaksi bertutup. Larutan sampel
ditambah HCl 6 N sebanyak 5-10 mL, dihidrolisis dalam oven pada
suhu 110°C selama 22 jam, lalu di dinginkan pada suhu kamar dan
dipindahkan ke labu takar 500 mL. kemudian ditambahkan aquabides
hingga tanda batas dan disaring dengan filter 0,45 μL dan dipipet 10
μL, tambahkan 70 μL AccQ Fluor Borat dan divortex. Kemudian
ditambahkan 20 μL reagen Flour Adan divortek dan diamkan selama 1
menit dan di ingkubasi selama 10 menit pada suhu 55°C. kemudian
disuntik pada UPLC sebanyak 1 μL dengan kondisi kromotografi
menggunakan kolom ACCQ-Tag Ultra C18, temperatur 49°C, fase
gerak sistem komposisi gradient detektorm PDA, laju alir 0,7 μL/menit
dan panjang gelombang 260 nm. (Gianto dan Marwita, 2017)

4.2.3 Uji Reaksi Xanthoprotein

Pertama-tama masukkan kasein 1 gr/L sebanyak 0,5 ml ke


dalam sebuah tabung reaksi. Tambahkan HNO3 pekat sebanyak 0,5 ml
ke dalam tabung reaksi yang sama dan tambahkan lagi dengan fenol
1gr/L sebanyak 0,5 ml juga. Masukkan tyrosin 1 gr/L ke dalam tabung
reaksi yang baru. Dan masukkan glysin 1 gr/ L ke dalam tabung reaksi
yang baru pula sebanyak 0,5 ml. Lalu masukkan HNO 3 pekat ke dalam
tabung reaksi yang berisi glysin dan tyrosin sebanyak 0,5 ml. Amati
perubahan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sanger, dkk.
2018) bahwa mekanismenya melalui proses nitrasi langsung dari asam
nitrat terhadap gugus benzen pada protein. Apabila dalam suatu protein
terdapat gugus benzena maka reaksi ditandai dengan perubahan warna
sampel menjadi orange setelah penambahan NaOH (basa), biasanya
warna timbul dan berada diantara lapisan NaOH dan sampel protein.

4.3 Analisa Hasil


4.3.1 Denaturasi Protein oleh Panas dan Ph Ekstrim
Pada uji yang dilakukan pada kasein, umumya tidak terjadi
perubahan setelah adanya pemanansan selama 10 menit, baik dengan
penambahan tambakan 5 tetes NaOH, HNO 3, dan HCl. Namun
setelaha penambahan 2 ml HNO3, akan terbentuk 2 lapisan pada
larutan yang diuji. Hasil positif tersebut membuktikan bahwa protein
akan terdenaturasi dengan suhu serta ph yang ekstrim.
Dalam uji lainnya pemanasan pada suhu 65°C dengan waktu
yang berbeda pada kultur bakteri menunjukkan adanya penurunan
jumlah sel yang hidup sebanding dengan bertambahnya waktu.
terganggunya metabolisme sel akan menyebabkan sel bakteri tidak
mampu bereplikasi. Aktivitas protein banyak tergantung pada struktur
dan konformasi molekul protein yang tepat. Apabila konformasi
protein berubah, salah satunya oleh perubahan suhu, maka aktivitas
biokimiawinya berkurang. Perubahan konformasi alamiah menjadi
suatu konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang
disebut denaturasi. Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya
oleh panas, tetapi juga oleh pH ekstrim oleh beberapa pelarut organik.
(Sugoro dan Tetriana, 2014)

4.3.2 Uji Kelarutan Asam Amino


Pada uji kelarutan asam amino yang menggunakan tyrosin dan
glysin didapat hasil mengenai kelarutannya dalam air dan pelarut
organik. Tyrosin yang tercampur dengan berbagai larutan tersebut
tidak larut dalam air maupun dalam pelarut organik, sedangkan glysin
merupakan protein yang larut dalam air walaupun tidak larut dalam
pelarut organik.
Dalam uji kelarutan lainnya, ditemukan bahwa glysin adalah
asam amino yang bersifat polar dan dapat menghambat proses dalam
otak yang menyebabkan kekakuan gerak seperti pada multiple
sclerosis. Prolin adalah asam amino yang gugus R-nya nonpolar dan
bersifat hidrofobik. Prolin memiliki gugus amino yang bebas dan
membentuk struktur aromatik. Asam amino ini dapat diperoleh dari
hasil hidrolis kasein. Asam amino pada umumnya larut dalam air dan
tidak larut dalam pelarut organik non polar, yaitu eter, aseton, dan
kloroform. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan rantai
samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat
membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika
polar, dan hidrofobik jika non polar. (Gianto dan Marwita, 2017)

4.3.3 Uji Reaksi Xanthoprotein


Pada uji xanthopeotein ini kasein yang ditambahkan fenol dan
HNO3 pekat mengalami perubahan warna menjadi coklat keruh, hal ini
membuktikan bahwa ujinya benilai positif, yang menunjukkan bahwa
larutan tersebut mengandung inti aromatik yang nantinya digunakan
untuk menentukan kadar protein. Sedangkan untuk larutan tyrosin dan
glysin tidak menunjukkan hasil uji positif. Sebab hasil uji positif dari
xanthoprotein menunjukkan perubahan warna jingga pada larutan .
Fungsi dari uji xantoprotein ini adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya gugus benzena dalam sampel protein. Karena protein
merupakan senyawa yang kompleks maka beberapa jenis protein
memiliki gugus benzena didalamnya. Mekanismenya adalah proses
nitrasi langsung dari asam nitrat terhadap gugus benzen pada protein.
Apabila dalam suatu protein terdapat gugus benzena maka reaksi
ditandai dengan perubahan warna sampel menjadi orange setelah
penambahan NaOH (basa), biasanya warna timbul dan berada diantara
lapisan NaOH dan sampel protein. (Sanger, dkk. 2018)
4.4 Menjawab Pertanyaan

1. Buat kurva standar.

Gambar 1. Jumlah bakteri dalam kurun waktu pemanasan


(Sugoro dan Tetriana, 2014)

2. Tentukan kurva protein dalam larutan cuplikan yang diberikan.

Gambar 2. Pertumbuhan bakteri yang mengandung protein.

(Sugoro dan Tetriana, 2014)


3. Senyawa apa yang dapat mengganggu penentuan protein secara Biuret?

Yang akan mengganggu penentuan secara Biuret adalah senyawa


polialkohol, karena ia bereaksi dengan cara yang hampir sama dengan
ikatan peptide sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pendekteksian
protein. (Sanger, dkk. 2018)

4. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terahadap Biuret? Bila


iya, bagaimana menentukan kadar protein yang tercampur dalam peptida?
Fungsi dari uji Biuret ini adalah untuk mendeteksi ada atau
tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel. Dengan kata lain suatu
protein pasti memiliki ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan yang
menghubungkan antara asam amino satu dengan asam amino lainnya.
Ikatan ini terjadi antar atom N pada suatu asam amino dengan atom C pada
asam amino lain yang mengikat atom O. Reaksi yang terjadi pada uji
biuret adalah: 1 Ikatan peptida tersebut membentuk senyawa kompleks
yang berwarna ungu dengan ion Cu 2+ pada larutan CuSO4 dalam basa.
Namun reaksi pada zat organik umumnya bereaksi sangat lambat sehingga
perlu pemanasan dalam proses reaksinya. (Sanger, dkk. 2018)
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino
(NH2) serta gugus asam kerboksilat (COOH). Asam amino yang saling beikatan
dengan ikatan peptida akan membentuk protein, atau dapat disebut sebagai
polimer dari asam amino. Umumnya, asam amino bersifat larut dalam air, namun
hanya sebagian saja yang dapat larut dalam pelarut organik. Asam amino sendiri
memiliki titik lebur yang sangat tinggi, yaitu hingga lebih dari 200°C. Penentuan
senyawa secara kualitatif dan kuantitatif tersebut, berupa degnaturasi protein
terhadap panas dan ph ekstrim, uji kelarutan asam amino, dan uji reaksi
xanthoprotein.

5.2 Saran
Diharapkan praktikum ini tak hanya sebagai pemenuhan penilaian semata.
Tetapi juga sebagai penambah ilmu bidang biokimia bagi tiap-tiap praktikan. Pun
kedepannya diharapkan praktikum dapat dilakukan secara langsung, agar
praktikum lebih mudah dilakukan dan dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Minda. 2016. Biomolekul Sel : Karbohidrat, Protein, dan Enzim.1st ed.
Padang : UNP Press Padang.

http://repository.unp.ac.id/454/1/Minda%20Azhar-eBuku%20Biomolekul%20sel-
2016.pdf

Gianto, Made Suhandana., Marwita Sari Putri, R. 2017. Komposisi Kandungan


Asam Amino pada Teripang Emas (Stichoupus horens) di Perairan Pulau
Bintan, Kepulauan Riau. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan 6 (2) : 186 –
192.

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishtech/article/view/5850

Sanger, G., Damngilala, L. J., Montolalu, L. A., Dotulong, V. 2018. Outline Buku
Ajar Kimia Pangan. 1st ed. Manado : Unsrat Press.

https://inspire.unsrat.ac.id/uploads/daring/berkas/2019-03-
11berkas1961010919860220016.pdf
Sugoro, Irawan., Tetriana, Devita. 2014. Kadar Protein Klebsiella pneumoiae
Hasil Pemanasan 65°C. Jurnal Biologi 7 (1) : 40-44.

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kauniyah/article/view/2712

Suprayitno, Eddy., Dwi Sulistiyani, Titik. 2017. Metabolisme Protein. 1st ed.
Malang : UB Press.

https://books.google.co.id/books?
id=iXZODwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=asam+amino+dan+prote
in&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwifl_CE9dTsAhWS_XMBHXv1AIIQ6A
EwAHoECAEQAg#v=onepage&q=asam%20amino%20dan
%20protein&f=true

Thenawidjaja, Meggy., Tirta Ismaya, W., Retnoningrum, D. S. 2017. Protein


Biokimia Mudah dan Menggugah. 1st ed. Jakarta : Gramedia Widiasarana.
https://books.google.co.id/books?
id=esRGDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=fals
e

Wahjuni, Sri. 2013. Metabolism Biokimia. 1st ed. Denpasar : Udayana University
Press.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/2c38007b586ffa59d79823
dad95fecc1.pdf

Anda mungkin juga menyukai