Anda di halaman 1dari 3

Taklif dan Taqlid

<../index.html> <../index.html> <../indexartikel.htm> <../indexartikel.htm>


(Haidar Ruhani) I. TAKLIF Taklif adalah apa-apa yang diturunkan dari siapa yang wajib
ditaati pada mulanya; bersamanya terdapat rasa berat dan dengan syarat adanya pemberitahuan.
Keterangan Definisi Sebagaimana diketahui, keinginan Allah dengan perbuatan-Nya merupakan hal yang
guna/manfaatnya kembali kepada hamba-Nya. Dan, tidak ada hasil hakiki kecuali pahala. Karena apa
yang bisa didapat tidak boleh lebih dari terhindarnya dari bahaya atas hasil yang tidak berkepanjangan.
Ini bukanlah baik sebagai suatu keinginan dalam penciptaan hamba. Sementara pahala akan buruk kalau
tidak didahului oleh taklif. Takif berasal dari kata kulfah (rasa berat). Makna dari ungkapan: diturunkan
terhadap sesuatu, artinya kepada pengembannya. Ungkapan: Siapa yang wajib ditaati, artinya adalah
Allah. Sedangkan ungkapan: pada mulanya, bermakna bahwa ketaatan pada dasarnya kembali kepada
Allah, seperti taat kepada Nabi, Imam, atau orang tua. Dengan rasa berat, karena ada perbandingan
perkara yang tidak memberatkan, seperti nikah yang memberikan kenikmatan, makan, minum, dan lain-
lain. Dengan syarat pemberitahuan: adalah persyaratan bagi pemberi taklif kepada penerima taklif.
Dengan demikian, syarat baiknya taklif ada tiga hal: 1. Kembali kepada taklif itu sendiri: * Tidak ada ke-
fasat-an padanya karena buruk. * Mendahului sebelum waktu fi'il. * Memungkinkan untuk terlaksana
(taklif yang mustahil, buruk) * Terbukti sifat tambahan yang baik. 2. Kembali kepada mukallif (pemberi
taklif) * Berilmu terhadap sifat fi'il (tindakan), baik dan buruknya. * Berilmu terhadap kadar yang pantas
diterima bagi satu-persatu pelaksana taklif, dalam bentuk pahala & dosa. * Kemampuannya untuk
menyampaikan haknya yang berhak. * Keadaannya bukan pelaku yang buruk. 3. Kembali kepada
mukallaf (tempat taklif): * Kemampuannya terhadap fi'il (perbuatan). Mustahil taklif yang tidak bisa
dilaksanakan, seperti orang buta membaca (dengan mata), orang tuli mendengar. * Berilmu terhadap
tanggung jawab (taklif) baginya atau kemungkinan berilmu, sehingga jahil mutamakin dari ilmu tidak
terampuni. * Berkemungkinan dengan alat fi'il. Ketergantungan Taklif pada Ilmu, Dhan, dan Amal Ilmu:
1. Akal, seperti ilmu tentang Allah dan sifat-Nya, keadilan, kenabian, keimaman. 2. Sami (Nash), seperti
syariat. Dhan: seperti sifat menentukan arah kiblat. Amal: ibadah. II. TAQLID Wajib bagi para mukallaf
dalam beribadah dan bermuamalah untuk menjadi mujtahid atau muqallid atau muhtath. Ijtihad adalah
mendapatkan hujjah (alasan, dalil) untuk hukum dengan malakah. Sedangkan taqlid adalah beramal atas
dasar pandangan orang yang memiliki hujjah hukum syar'i. Ijtihad memerlukan: 1. Pengetahuan akan
Bahasa Arab 2. Pengetahuan akan Al-Quran 3. Ilmu Ushul 4. Ilmu Rijal/Dirayah 5. Fatwa orang-orang
terdahulu Makna lughawi (bahasa) dari qaladah adalah sesuatu yang diletakkan di pundak, baik di
pundak sendiri ataupun orang lain. Hubungan antara makna ijtihad dan taqlid menjadi jelas manakala
diletakkan pada orang awam yang menjadikan agama serta tindak-tanduk yang berhubungan dengan
agamanya disandangkan kepada pundak pemberi fatwanya. Maka makna taqlid dalam fiqh adalah
menjadikan agamanya turun dalam posisi penyandangan pada pundak faqih. Maka, mukallaf awam
dalam posisinya adalah seperti melaksanakan hukum Allah yang benar, yang telah terjadi pembenaran.
Karena ilmunya terhadap hal tersebut secara global, dia harus bersandarkan kepada hujjah, tidak ada
jalan lain -setelah tidak mampunya beramal dengan ikhtiyath - kecuali melalui fatwa. Maka tidak ada
jalan keluar bagi tanggung jawabnya kecuali taqlid. Terdapat beberapa definisi taqlid berdasarkan
pandangan fuqaha dan ahli ushul, di antaranya sebagai berikut: 1. Bertindak (iltizam) atas dasar
pandangan orang lain (Thabathaba'i). 2. Menerima pandangan orang lain tanpa dalil (Fakhir) 3.
Mengetahui hukum dari orang lain 4. Mengambil pandangan orang lain 5. Melakukan tindakan sendiri
dengan pandangan orang lain. Apapun makna taqlid dan perbuatannya, yang terpenting adalah bahwa ia
adalah suatu permasalahan yang menyangkut kewajiban dimana untuk beramal berdasarkan/sesuai
dengan fatwa mujtahid. Sebagaimana juga kewajiban mujtahid untuk beramal berdasarkan apa-apa yang
dihasilkan dari istimbath-nya. Motivasi Awam untuk Bertaqlid Terdapat dua hal yang mendasar yang
menjadi penyebab seorang awam harus bertaqlid: * Pertama: Setelah seorang awam beriman kepada
Allah, Allah tidak akan meninggalkannya dalam kejahatan dan keraguan. Maka diutuslah nabi dan
diturunkan-Nya kitab. Aturan syari'at mengatakan bahwa orang yang tidak melaksanakan perintah dan
larangan yang telah ditulis dalam Kitab dan Sunnah akan mengelurkan mereka dari lingkaran pemilih
ketaatan dan aturan peribadatan, dengan predikat kufur atas nikmat. Ini mewajibkan atas mereka dosa
dan siksa dari Allah. * Kedua: Cara pelaksanaan taklif tidak akan keluar dari dua hal berikut ini: 1.
Mendapatkan ilmu untuknya dengan cara mengeluarkannya dari tempat sangkaannya dari kitab dan
sunnah, serta mendapatkan hujjah atasnya dari kedua sumber itu. Inilah yang dinamakan ijtihad. 2.
Berhati-hati terhadap kesemua kemungkinan yang membatalkan pelaksanaannya (dalam ibadah). Inilah
yang dinamakan ihtiyath. Dengan tidak adanya kemungkinan mendapatkan hujjah untuk taklif bagi orang
awam, dan tidak adanya kemungkinan untuk ber-ihtiyath, serta tidak tahunya cara ber-ihtiyath, maka
akal akan memutuskan dengan cara lain: taqlid. Yakni, menghubungkan (amalnya) kepada sesiapa yang
memiliki hujjah atas hukum bagi dirinya. Inilah yang dinamakan taqlid: kembalinya jalur kepada 'alim.
Tidak ada yang lain kecuali akal. Begitulah alasan-rasionalnya manusia dalam hidupnya. Muhaqqiq
Khurasani mengatakan dalam "Kifayah": "Kalau tidak, akan tertutuplah pintu ilmu (untuk kebenaran
taqlid) secara mutlak bagi orang awam dengan ketidakmampuannya untuk mengetahui dalil yang ada
dalam Kitab dan Sunnah, dengan juga tidak dibenarkannya taqlid baginya. Kalau tidak, maka akan
terjadi daur dan tasalsul." Kembalinya awam dari kalangan muslimin kepada para mujtahid yang ber-
istimbath sebagai hukum Allah dari sumber-sumbernya, dalam hal haram dan halalnya Para Imam AS
serta mengetahui hukum-hukum mereka, telah merupakan perjalanan yang dilalui kehidupan kaum
muslimin sejak masa awal. Yakni, dari sisi dimana ketika dilihat dan didengar Para Imam Maksum tanpa
adanya penentangan mereka; yang berarti diridhai dan dibenarkan mereka. Beberapa Hukum Taqlid *
Cara untuk mengetahui seorang mujtahid sebagai marji' yang a'lam 1. Mengujinya 2. Menanyakan
kepada 2 (dua) orang adil yang layak menguji 3. Berkumpul (bergaul) dengannya. 4. Mendengarkan
pendapat kebanyakan yang dapat diambil manfaat (ilmu)-nya bahwa dia a'lam. * Cara mendapatkan
fatwa dari marji' 1.Mendengar langsung 2.Mendengar dari 2 (dua) orang adil atau 1 (satu) orang yang
dapat dipercaya. 3.Merujuk langsung ke risalah amaliyah-nya, bila tak dimungkinkan kesalahannya.
Tidak dipermasalahkan a'lamiyah (paling alim) dalam hal ruju' (kembali) kepada mujtahid, kecuali dalam
hal taqlid. Selain permasalahan tersebut (taqlid), maka dapat dikembalikan permasalahannya kepada
faqih. Seperti masalah perwalian yatim, orang gila, dan wakaf, apabila tidak ada walinya. Atau,
permasalahan wasiat apabila tidak ada washi-nya. Karena, kalau kita perhatikan, keberadaan faqih dapat
digolongkan menjadi: 1. Keberadaannya sebagai marji' dalam hal taqlid dan berfatwa. 2. Keberadaannya
sebagai marji' dalam hal qadi. 3. Keberadaannya sebagai wali dan pemimpin muslimin. Pembahasan
keberadaan ke-1 dan ke-2 merupakan satu pembahasan yang telah dibahas di atas, sementara untuk yang
ke-3 dapat diketahui lebih lanjut. Tidak ada keraguan bahwa pada dasarnya tidak ada kekuasaan dan
wilayah seseorang atas orang lain, kecuali kekuasaan dan wilayah Allah SWT. Karena Dia-lah Rabb,
Malik, dan Tuhan mereka. Dia-lah yang mencipta dan memerintah. Pada-Nya kekuasaan dan
penggunaan atas kepunyaan-Nya. Segala kehendak pengguna dan kekuasaan selain-Nya serta intervensi
dalam hukum dan keputusan-Nya selalu memerlukan ketentuan-Nya. Sebagaimana ketentuan Allah
terhadap Nabi dalam firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan
Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya." (QS An-Nisaa' 59) "Nabi itu lebih utama bagi orang-
orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang
mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih utama di dalam Kitab Allah dari pada orang-orang
mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada auliya' kalian. Adalah
yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab." (QS Al-Ahzab 6). Maka dengannya, Nabi memiliki
posisi yang mana pandangannya memiliki kekuasaan politik, ekonomi, qadhi, jihad, dan pengaturan
permasalahan muslimin dan menyusunnya dalam semua aspek. Begitu juga fungsi Para Imam, yang satu
setelah satunya, dalam wilayah dan pemerintahan berdasarkan ketentuan Allah. Sebagaimana kita pahami
dalam tafsir ungkapan Ulil Amri, dan lain-lain. Bagaimana halnya ketika dalam kondisi ghaibah (Imam
Mahdi)? Apakah dapat dibuktikan bahwa faqih memiliki wilayah yang mutlak atau tidak? Ini dapat
dijelaskan dengan: 1. Telah diketahui bahwa masalah yang paling penting adalah perlunya manusia dalam
kehidupannya akan adanya seorang yang ahli politik dan wali dalam perihal kehidupannya, baik yang
berkenaan dengan masalah politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Karena, tidak ada dalam
kehidupan mereka yang hampa dari pengatur mereka dan pengatur perihal kehidupan mereka. Hal inipun
diungkapkan oleh Amirul Mukminin: "Laa budda linnaasi min amiir" ("Adalah keharusan bagi manusia
memiliki pemimpin"). 2. Merupakan suatu hal yang tidak rasional kalau dikatakan bahwa Islam adalah
agama yang sempurna, cukup, dan terakhir, tetapi syarat-syaratnya tidak menyempurnakan kehidupan
manusia yang diwajibkan mengikutinya, sehingga terpenuhilah semua aspek kehidupannya. Sebagaimana
dikatakan Rasul pada Haji Wada':"Wahai manusia, apa-apa yang akan mendekatkan kalian kepada Allah
dan menjauhkan kalian dari neraka, semuanya telah kuperintahkan; dan apa saja yang menjauhkan kamu
dari Allah dan mendekatkan kepada neraka, sesungguhnya telah kularang tentangnya." Rasulullah
SAWW, di masa hidup beliau, melaksanakan kepemimpinan dalam segenap aspek kehidupan: politik,
budaya, ekonomi, dan lain-lain, yang diperlukan manusia, sampai dengan pengangkatan Imam Ali AS
dan imam-imam untuk umatnya dalam hal keimanan dan politik. Ini tercermin dalam ayat: "Al yauma
akmaltu lakum diinukum wa atmamtu 'alaikum...." 3. Banyak riwayat Ahlul Bait yang menjelaskan
pelbagai keberadaan wali untuk umat dan dengan kriteria serta hikmahnya. Seperti dalam khutbah Imam
Ali AS ketika di Siffin. "Kedudukan mereka sebagai pemegang wasiat rahasia-Nya, pelindung urusan-
Nya, sumber pengetahuan tentang Dia, lembah kitab-kitab-Nya dan gunung agama-Nya. Dengan mereka
Allah (SWT) meluruskan punggung agama yang bengkok dan menghilangkan getar anggota tubuhnya."
(Nahjul Balaghah). Sehingga dapat kita simpulkan: 1. Perlunya keberadaan wali untuk masyarakat. 2.
Perlunya menjaga hak-hak wali dan berwali via verse. 3. Adanya konsekuensi penentangan. 4.
Sesungguhnya dengan memahami keyakinan atas dasar ungkapan dan ibarat-ibarat yang ada merupakan
petunjuk bahwa wilayah dan wali serta sifat-sifatnya adalah faqih yang lengkap syaratnya. Maka
pengertian wilayah terangkum dari ketentuan khabar dan hadits yang melihatnya merupakan dasar fiqh
Syi'ah. Padanya, pembangunan Umat Islam terbukti pada faqih adil yang syar'i. Pemahaman inipun
merupakan suatu hal dari keyakinan kita tentang tahunya Rasul dan Para Imam bahwa akan terjadi ke-
ghaib-an Imam Ke-12 yang berkepanjangan. Dengan itu pula terbuktilah keberadaan wilayah-nya faqih
yang mutlak, ditambah lagi dengan riwayat yang tidak terbantah, baik matan maupun sanad, seperti
bahwa "ulama adalah pewaris para nabi." http://www.bogor.indo.net.id/mitra/ipabi/ Back To Top

Anda mungkin juga menyukai