- Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata
kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan Blake,1981:1-3).
- Tipologi budaya organisasi bertujuan untuk menunjukkan aneka budaya organisasi yang
mungkin ada di realitas, Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi
misalnya dengan membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis
kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi.
- Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi
jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang
memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya
dapat dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi
yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan
misi dan secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun
ada pergantian pimpinan.
- Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya
yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama
secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen
mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang
berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak
begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian
pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
- Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan
dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih
sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan
penting dan melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan
organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan
perubahan itu sendiri.
- Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
a) Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi
b) Norma-norma
c) Nilai-nilai yang dominan
d) Filosofi
e) Aturan-aturan
f) Iklim organisasi
- Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam
suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang
menghasilkan produk barang.
- Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
a) Inisiatif individu
b) Toleransi terhadap resiko
c) Pengarahan
d) Integrasi
e) Dukungan manajemen
f) Pengawasan
g) Identitas
h) Sistem penghargaan
i) Toleransi terhadap konflik
j) Pola komunikasi
- Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe
budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan
istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan
lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan
memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan
memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi.
Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta
mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga
berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan
yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan
pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan
besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut
Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari
empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada
dalam masa peralihan.
Iklim organisasi adalah keadaan, kondisi dan karakteristik lingkungan tempat bekerja yang
menjadi ciri khas suatu organisasi yang terbentuk dari sikap, perilaku dan kepribadian seluruh
anggota organisasi.
Iklim organisasi adalah suatu konsep yang menggambarkan suasana internal lingkungan
organisasi yang dirasakan anggotanya selama beraktivitas dalam rangka tercapainya tujuan
organisasi. Iklim organisasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja
karyawan sehingga perlu dipergaiki guna meningkatkan kepuasan kerja yang nantinya menjadi
faktor pendorong keberhasilan organisasi.
Pengertian Iklim Organisasi Menurut Para Ahli
Steers (1985)
Menurut Steers, Iklim Organisasi adalah kualitas lingkungan internal suatu organisasi yang di
alami oleh anggotanya, memengaruhi perilaku serta dapat tergambar dari seperangkat
karakteristik atau atribut khusus dari organisasi tersebut.
Toulson dan Smith (1994) Menurut Toulson dan Smith (1994), Iklim Organisasi adalah sesuatu
yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi
akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan
Wirawan (2007) Menurut Wirawan, Iklim Organisasi adalah persepsi anggota organisasi dan
mereka yang berhubungan secara tetap dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi
di lingkungan internal organisasi secara rutin yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi
dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
Davis dan Newstrom (2000)Menurut Davis dan Newstrom, Iklim Organisasi adalah sebuah
konsep yang menggambarkan suasana internal lingkungan organisasi yang dirasakan
anggotanya selama mereka beraktivitas dalam rangka tercapainya tujuan organisasi
Menurut Steve Kelneer, terdapat enam dimensi iklim organisasi, diantaranya yaitu:
Flexibility conformity
Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan
bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang
diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur
yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam
mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi
Resposibility
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai elaksanaan tugas organisasi yang
diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam
proses yang sedang berjalan.
Standards
Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian
kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap
kesalahan atau hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
Reward
Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai penghargaan dan pengakuan atas
pekerjaan yang baik.
Clarity
Ini berkaitan dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari
mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.
Tema Commitmen
Ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki
organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.
Menurut Litwin dan Stringer (1968), terdapat 5 (lima) dimensi iklim organisasi, diantaranya
yaitu:
Responsibility (tanggung jawab)
Identity (identitas)
Warmth (kehangatan)
Support (dukungan)
Conflict (konflik)
Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisas
Menurut Asmar (1999), ada lima faktor yang memengaruhi iklim organisasi, diantaranya yaitu:
Penempatan Personalia
Masalah penempatan personalia sangat penting, karena jika terjadi kesalahan dalam
penempatan bisa menjadikan perilaku pegawai terganggu dan akhirnya bisa merusak iklim
organisasi. Dalam penempatan seorang pemimpin hendaknya melihat berbagai aspek dan
kondisi seperti spesialisasi yang dimiliki, kegemaran, keterampilan dan pengalaman watak
Pembinaan Hubungan Komunikasi
Komunikasi sangat berperan penting karena dengan adanya komunikasi maka akan tercipta
suatu iklim organisasi.
Pendinasan dan Penyelesaian Konflik
Setiap organisasi akan mengalami perubahan pada setiap aspeknya seiring dengan perubahan
lingkungan. Proses perubahan tersebut sangat penting untuk mengantisipasi agar tidak terjadi
stagnasi bahkan kemunduran organisasi. Dalam hal ini, pimpinan berperan membuat para
pegawai menjadi lebih dinamis dan mampu mendukung kemajuan organisasi dengan cara
memberi kebebasan pada pegawai untuk mengembangkan kreativitasnya dan merealisasikan
idenya.
Pengumpulan dan Pemanfaatan informasi
Informasi sangat bermanfaat bagi organisasi terutama dalam penyusunan program kerja
organisasi, mendukung kelancaran penggunaan metode kerja dan sebagai alat kontrol atau
pengawasan.
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan kerja adalah suasana atau keadaan dalam kerja yang mencakup keadaan
fasilitas atau sarana yang ada, misalnya ruangan untuk pimpinan, ruang rapat, lobi, ruang kerja
pegawai, ruang tamu dan lain sebagainya yang memberikan efek pada susasana hati pegawai.
Pengukuran Iklim Organisasi
Menurut Davis dan Newstorm (2000), iklim organisasi memiliki unsur-unsur organisasi yang
menjadi tolok ukur dalam pengukuran iklim organisasi, diantaranya yaitu:
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan sebuah bidang riset dan juga suatu keterampilan praktis yang
mencakup kemampuan seseorang atau sebuah organisasi untuk “memimpin” atau
membimbing orang lain, tim, atau seluruh organisasi.
Literatur para spesialis saling beradu pandangan, membandingkan antara pendekatan
Timur dan Barat dalam kepemimpinan, dan juga (di Barat sendiri) antara pendekatan
Amerika Serikat dengan Eropa. Civitas akademika di A.S. mengartikan kepemimpinan
sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang di dalamnya seseorang dapat melibatkan
bantuan dan dukungan selainnya dalam usaha mencapai suatu tugas bersama.
Pengertian Kepemimpinan Menurut Para Ahli
Menurut John Piffner
Kepemimpinan adalah seni dalam mengkoordinasikan dan mengarahkan individu atau
kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
Menurut Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses
komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu
Menurut Jacobs & Jacques, 1990, 281
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti Kepemimpinan) pada kerjasama da
dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan
Menurut Slamet, 2002: 29
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaru
orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang
otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter
akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk
:
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang
bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama
masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh
para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan
masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini
sangat mengembangkan sikap kebersamaan
Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang
kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya
yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu
memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak
selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi
Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan
lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari
orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi
tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang
harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu
sering intervensi.
Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang
pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam
organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe
militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
Baca Juga :
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh
yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata
lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang –
orang yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak
memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang
terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin,
dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta
memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing
meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal
cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk
mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas
– Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan
apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama
lainnya, tetapi banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada
sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana
nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan.
Baca Juga :
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi
yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
Teori Kepeminpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta
menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini
akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas
kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang
lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
Baca Juga : Pendidikan Non Formal – Pengertian, Manfaat, Konsep, Pentingnya Dan
Contohnya
Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif
antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori
kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership
Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap
filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan
bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi
orang untuk melakukan sesuatu.
Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi
terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat
pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan
upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi
ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis)
berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.
Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia
menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan
prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam
mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan
digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri,
dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja
yang diperintahkan.
Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan
hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya
memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan
pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan
yang diambil tidak bersifat sepihak.
Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang
demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja
dan dapat mengarahkan diri sendiri.
Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat
longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung –
jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan
dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan,
yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan
orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan
kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya
kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang
terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang –
orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader –
member rolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader
position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan
(akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar
diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan
kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey
dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan
pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat
kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting
untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai
individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok ,
pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing –
masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun
disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa
sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah
satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4
gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana
cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka
membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah.
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum
memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda
berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa
yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating
(penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu).
Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan
proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan
dengan detil yang sudah dikerjakan.
Baca Juga : Tujuan Belajar : Pengertian Menurut Para Ahli, Ciri, Jenis Dan Faktor
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga
menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang
tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi
suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti
tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi
yang baik dengan mereka.
Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam
melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi
tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan.
Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut
dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita
perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka
dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka
mengenai peningkatan kinerja.
Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan
tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf
kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas
mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat
tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari
bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”.
Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus
menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya
perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas
organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan
tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana
telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat
mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga
kemampuan khusus yakni :
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang
pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal,
peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan
(decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Baca Juga : Bentuk Agresi : Pengertian, Jenis, Faktor Penyebab Dan Aspek Perilakunya
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam
peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin
menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu.
Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri.
Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan
membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong
kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri
sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai
yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan
utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya.
Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru
kepentingan publik yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable
). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan.
Artinya seluruh perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan
kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar
setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang
melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya
melebihi kepentingan public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti
dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi
begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah
emosi.
Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus
memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif.
Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan
integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif
sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para
pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak
pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan
Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan
berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode
kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter
kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah
daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses
ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari
orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing
motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara
dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah
inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya
akan menuju.
Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang – orang atau
organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan
tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk
senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya
sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2 aspek mengenai visi, yaitu
visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat
membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk
mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia
selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari
mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi
dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi
orang – orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki
kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya
dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran,
rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti
monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta
memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku
maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku
seorang pemimpin, yaitu :
1. Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh
– sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia
hidup dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk
senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan
diperbuatnya.
2. Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan
duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan
beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat
penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan
atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan
kekuasaan semata.
3. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek ,
baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa
menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan
dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture
(membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan
dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan
menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence,
salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant
leadership).
Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman,
menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak
kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya
adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah
hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik
bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Baca Juga: Pendidikan Formal – Pengertian, Ciri, Tujuan, Perbedaan Dan Pentingnya
Kepemimpinan Sejati
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses
perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan
bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan
dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi
kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh,
” I don’t think you have to be waering stars on your shoulders or a title to be leadar.
Anybody who want to raise his hand can be a leader any time”,dikatakan dengan lugas
oleh General Ronal Fogleman,Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya
Saya tidak berpikir anda menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar
pemimpin. Orang lainnya yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain
waktu.
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang
dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim
akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah
seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima
oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian
(honor & praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan,
semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati
adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari
kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa
bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan
merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan
perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan
mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selam bertahun – tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa
kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang
dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati.
Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa
adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi
serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan
kepemimpinan sejati, yaitu :
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan
bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-
qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun
pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa
bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan
intrapersonal, kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya
dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metode
kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to
keep growing. The the day I stop growing, somebody else takes the leadership baton.
That is way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah
saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan
mengambil alih kepemimpinan tsb.
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi
dan seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan
yang dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan
terarah yang dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh
didiamkan. Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa
kepemimpinan, seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.
Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang
muncul dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat. Contohnya
adalah masalah banjir yang di alami masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali,
seringkali terjadi banjir di wilayah Kuta.
Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat tidak menguntungkan. Masalah
ini haruslah segera ditangani. Dalam hal pembuatan drainase dan infrastruktur lainnya,
diperlukan kematangan rencana agar pembangunan yang dilaksanakan tidak berdampak
buruk. Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong bisa
menurunkan debit air yang meluber ke jalan.
Baca Juga: Pengertian Alat Peraga dan Penggunaan Alat Peraga Dekak-Dekak
Dari uraian di atas kesimpulannya bahwa gaya kepemimpinan yang cocok dan ideal
adalah kombinasi gaya-gaya kepemimpinan yang telah dikemukakan di atas. Seorang
pemimpin harus sanggup memainkan kepemimpinannya dalam berbagai gaya, ia harus
dapat bertahan dalam segala situasi, dan beralih dari satu gaya ke gaya yang lainnya
sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam organisasi. Kedarmaan dan Udaya (dalam
Modul UT 1999: 118) “Seorang pemimpin yang efektif tidak ditentukan oleh gaya atau
tipe kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin kelompok, tetapi tergantung cara
menerapkan tipe/gaya kepemimpinan pada situasi yang sesuai”.
Menurut Toha (1983: 314) gaya kepemimpinan adalah pola perilaku spesifik yang
ditampilkan oleh pemimpin dalam upaya mempengaruhi bawahan atau pengikut guna
mencapai tujuan organisasi atau kelompoknya. Lebih lanjut Silalahi (dalam Gitosudarmo,
1999: 316) mengatakan studi kepemimpinan yang mempelajari dimensi perilaku
pemimpin antara lain: (1) Studi Tennenbaum dan Schmidt; (2) Studi Kepemimpinan
Universitas Lowa; (3) Studi Kepemimpinan Universitas Michigan; (4) Studi Kepemimpinan
Universitas Ohio; (5) Studi Kepemimpinan Blake dan Mouton; dan (6) Studi
Kepemimpinan Rensis Lekert.
Studi kepemimpinan yang mempelajari dimensi perilaku pemimpin tersebut memang
telah di akui oleh para ahli administrasi, dan banyak di gunakan sebagai bahan referensi
penelitian mengenai kepemimpinan. Pendapat lain mengenai gaya perilaku pemimpin
dikemukakan oleh Gitosudarmo dan Sudita (1999: 128) yang menyatakan bahwa yang
menjadi gaya perilaku pemimpin adalah sebagai berikut:
Perilaku instrumental
Perilaku instrumental meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian
dan koordinasi dari kegiatan bawahan oleh pemimpin. Penekanan pemahaman bawahan
akan apa yang diharapkan seorang pemimpin.
Perilaku suportif
Perilaku suportif meliputi kegiatan memberikan pertimbangan terhadap kebijaksanaan
dari bawahan, menunjukkan perhatiannya kepada kesejahteraan, menciptakan
lingkungan kerja yang menyenangkan.
Perilaku partisipatif
Perilaku partisipatif di cirikan oleh kegiatan memberikan informasi, dan menekankan
pada konsultasi dengan bawahan, dan menggunakan gagasan bawahan dalam
memutuskan keputusan yang berkaitan dengannya.
Perilaku berorientasi kepada prestasi
Perilaku berorientasi kepada prestasi meliputi kegiatan menerapkan tugas-tugas, dengan
harapan agar bawahan bekerja dengan prestasi yang tinggi dan secara terus menerus
berupaya meningkatkan prestasi
Gaya perilaku kepemimpinan yang diutarakan oleh Gitosudarmo dan Sudita ini lebih
menekankan hubungan antara pemimpin dan organisasi yang di pimpinnya, serta
hubungan antara bawahan dengan pemimpin. Hubungan tersebut meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian pengendalian koordinasi antar pimpinan dan bawahan.