Anda di halaman 1dari 8

CRITICALL APPRAISAL

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PENGOBATAN DEMAM TIFOID


ANAK DI RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 – 2002

GURUH GALIH BHUWANA

( 1811010 )

PRODI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2019/2020
A. PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang semakin meningkat, termasuk
bidang kesehatan secara umum. Teknologi di bidang kesehatan telah mencapai taraf yang
sangat memuaskan dalam hal mengatasi penderitaan dan kematian penyakit tertentu, namun
masalah kesehatan bagi masyarakat umum masih sangat rawan. Beberapa tahun terakhir ini
sejumlah penyakit menular tertentu sudah dapat diatasi. Tetapi dilain pihak timbul pula
masalah baru dalam bidang kesehatan masyarakat, baik yang berhubungan dengan penyakit
menular maupun penyakit yang tidak menular, dan erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan lainnya.
Di negara-negara berkembang, perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10
sampai 540 per 100.000 penduduk. Perkembangan sanitasi di negara berkembang tidak dapat
mengurangi angka kejadian demam tifoid. Diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta
kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di indonesia demam tifoid masih
merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Penyakit infeksi usus
yang ada, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenritis.
Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri masuk melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi ole bakteri, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan, setelah itu kuman akan
masuk ke dalam peredaran darah. Bakteri ini berkembang biak pada oran hati dan limfa yang
dapat menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala demam tifoid ditandai dengan suhu tubuh
meningkat selama lebih dari 7 hari, umumnya siang hari terlihat segar namun menjelang
malam terjadi demam tinggi. Gangguan pencernaan merupakan sifat bakteri yang menyerang
saluran cerna sehingga menyebabkan diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi
konstipasi atau sulit bang air beser. Terjadi pula gangguan susunan saraf pusat yaitu hilangnya
kesadaran, biasanya penderita akan lebih merasakan nyaman saat berbaring tanpa melakukan
aktifitas lain, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
Di indonesia penyakit ini tergolong masih tinggi. Penyakit tipes sangat erat hubungannya
dengan higienis perorangan yang kurang baik. Sanitasi lingkungan yang jelek misalnya
penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang
kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang belum
sempurna, serta fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Typhus abdominalis atau yang lebih dikenal dengan demam tifoid atau tipes adalah suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Penyakit tifes yang diketahui sudah dalam keadaan parah dapat menimbulkan komplikasi
intestinal yaitu pendarahan usus yang mengakibatkan perporasi perlubang yang terjadi di usus
halus akibat dari bakteri Salmonella typhi dan terjadi pula ileus paralitik.
Sebelum dilakukan pengujian pada pola pemberian antibiotika pada pengobatan demam
tifoid, beberapa faktor seperti faktor dokter telah dimasukkan dalam pengambilan keputusan
diagnosis. Faktor lain adalah pasien dan obat. Faktor pasien seperti umur pasien telah
dipisahkan karena pasien yang dijadikan sampel penelitian adalah pasien anak. Data lain yang
dikumpulkan adalah jenis kelamin, berat badan, kelas perawatan, cara pembayaran dan lama
hari rawat inap. Sementara faktor obat diamati dari jenis antibiotika yang diberikan untuk
pengobatan demam tifoid anak.

B. CRITICAL APPRAISAL
1. DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Pengambilan sampel menggunakan metode
quota sampling. Pengambilan data dilakukan dengan mencatat data-data yang dibutuhkan
peneliti di Rumah Sakit Anutapura Palu yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, , jenis
antibiotik yang digunakan, bentuk sediaan yang digunakan, lama perawatan dan data
laboratorium. Data yang dikumpulkan kemudian dianalis secara deskriptif sesuai dengan
tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

2. TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta

3. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak

4. POPULASI
Populasi adalah seluruh pasien demam tifoid anak yang dirawat inap selama Januari 2001 –
Desember 2002 di Bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
5. BESAR SAMPEL
Kriteria Inklusi sampel yang akan diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai
berikut:
a. Pasien anak dengan diagnosis demam tifoid yang dirawat inap sepanjang periode
Januari 2001 – Desember 2002
b. Pasien demam tifoid anak yang tidak mempunyai penyakit penyerta
c. Pasien yang menyelesaikan pengobatan hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
Kriteria Eksklusi sampel yang dikeluarkan dari penelitian adalah:
a. Pasien anak demam tifoid dengan penyakit penyerta
b. Pasien anak yang pulang paksa.

6. ALAT UKUR
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur berupa tensi meter, thermometer dan
timbangan BB.

7. METODE STATISTIK
Dalam penelitian ini data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan
diagram. Penggunaan metode deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran pola
pengobatan demam tifoid.

8. KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN


Dalam penelitian ini tidak dicantumkan kejadian yang tidak diinginkan.

9. DATA DASAR
Data dasar yang dimiliki oleh peneliti sudah lengkap, yaitu pasien demam typoid anak yang
dirawat inap di bagian kesehatan anak rumah sakit fatmawati jakarta

10. PENAMBAHAN DATA


Peneliti tidak menambahkan beberapa data terkait dengan penatalaksanaanya

11. SIGNIFIKASI STATISTIK


Didalam penelitian ini peneliti tidak menyebutkan adanya uji statistic.

12. TEMUAN UTAMA


Berdasarkan jenis antibiotika yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid anak terlihat
bahwa kloramfenikol (53,55%) masih merupakan antibiotika pilihan utama yang
diberikan untuk demam tifoid anak di Bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Fatmawati
periode Januari 2001 – Desember 2002, karena keampuhan kloramfenikol masih diakui
berdasarkan efektivitasnya terhadap Salmonella typhi disamping obat tersebut relatif
murah. Namun Suharyo dkk. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa angka relaps pada
pengobatan demam tifoid dengan menggunakan kloramfenikol lebih tinggi bila
dibandingkan dengan penggunaan kotrimoksazol1

13. EFEK PERLAKUAN


Dari 182 pasien demam tifoid anak tanpa penyakit penyerta yang dirawat terlihat bahwa rentang
hari rawat inap berkisar antara 3 - 12 hari. Rincian dari hari rawat inap dapat dilihat pada
Tabel 3. Pemilihan pasien demam tifoid anak tidak dilakukan secara acak, namun seluruh
data yang ada diambil sebagai sampel. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias yang
mungkin terjadi dan sesuai dengan kriteria inklusi serta tujuan penelitian awal yaitu
melihat pola pemberian antibiotika pada pengobatan demam tifoid anak.

14. HASIL
Hasil lain menunjukkan adanya pemberian obat golongan sefalosporin generasi ketiga yang
digunakan untuk pengobatan demam tifoid anak yakni seftriakson (26,92%) dan sefiksim
(2,19%). Namun dari 2 jenis obat ini, seftriakson menjadi pilihan alternatif pengobatan
demam tifoid anak yang banyak digunakan di Bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit
Fatmawati sepanjang periode Januari 2001 -Desember 2002

15. PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA


Selain itu hasil uji komparatif antara seftriakson dan sefiksim terlihat bahwa seftriakson dengan
dosis 65 mg/kg BB sekali sehari selama 5 hari tidak ditemukan kegagalan baik klinis
maupun bakteriologis (2%), angka relaps hampir mendekati 2%. Sementara itu sefiksim
dengan dosis 25 mg/kgBB sekali sehari selama 8 hari masih didapatkan kegagalan klinis
maupun bakteriologis 3% meskipun angka relap dapat ditekan mendekati 1% 13,17. Hasil
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di India bahwa pengobatan
dengan seftriakson memberikan keberhasilan 98% dalam mengobati demam tifoid anak
dengan angka relaps rata-rata 2%16.

16. MANFAAT PENELITIAN DITEMPAT LAIN


Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan bahan masukan dalam pemberian antibiotika
kloramfenikol untuk demam tifoid pada anak.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dapat ditarik kesimpulan bahwa antibiotika kloramfenikol
masih merupakan pilihan utama yang digunakan untuk pengobatan demam tifoid anak. Selain
itu seftriakson merupakan antibiotika kedua yang menjadi pilihan dalam alternatif pengobatan
demam tifoid anak di Rumah Sakit Fatmawati pada periode Januari 2001 – Desember 2002.
Mapping Jurnal Penelitian
NO PENELITI/TAHUN JUDUL TUJUAN METODOLOGI AN
PENELITIAN PENELITIAN DA

1. Lili Musnelina1 POLA Tujuan penelitian ini Metode penelitian Pas


PEMBERIAN tujuan untuk yang digunakan dem
2. Fuad Afdhal1
ANTIBIOTIKA memperoleh adalah Rum
3. Ascobat Gani PENGOBATAN gambaran pola menggunakan Fatm
DEMAM TIFOID pengobatan metode quota
4. Pratiwi Andayani ANAK DI RUMAH demam tifoid Di sampling.
SAKIT Rumah Sakit TEMPAT
2001-2002
FATMAWATI Fatmawati Jakarta PENELITIAN
JAKARTA TAHUN
Penelitian ini dilakukan di
2001 – 2002
Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta

POPULASI

Populasi adalah
seluruh pasien
demam tifoid anak
yang dirawat inap
selama Januari 2001
– Desember 2002 di
Bagian Kesehatan
Anak Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta.

SAMPEL

182 orang

TEHNIK
SAMPLING

quota sampling

Anda mungkin juga menyukai