Disusun oleh :
dr. Rashellya Rasyida Rahma
Pembimbing:
dr. Bondhan Prajati
dr. Iik Rachmawati
LAPORAN KASUS
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASTI
Disusun oleh:
dr. Rashellya Rasyida Rahma
2
DAFTAR ISI
Judul ................................................................................................................. 1
Daftar isi........................................................................................................... 3
BAB I ...............................................................................................................
Pendahuluan ..................................................................................................... 4
BAB II..............................................................................................................
A. Anatomi ....................................................................................................... 10
B. Definisi ........................................................................................................ 12
C. Etiologi ........................................................................................................ 12
D. Patofisiologi ................................................................................................ 13
F. Diagnosis ..................................................................................................... 17
G. Tatalaksana.................................................................................................. 17
H. Prognosis ..................................................................................................... 19
BAB IV ............................................................................................................
Kesimpulan ...................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M Alamat : Kp. Gagambiran
Tgl Lahir : 02/06/1960 Suku : Sunda
Usia : 59 tahun Tanggal Masuk : 15/11/19
Agama : Islam Ruang : IGD
5
Riwayat Asma dan Alergi udara, makanan maupun obat-obatan disangkal.
Riw DM dan HT disangkal
Pemeriksaan Regional :
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.
b. Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,
RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret
(-/-)
6
Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-), coated tounge (-), koplik
sign (-)
Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di
tengah
c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trakea
c) JVP : 5-2 cm H2O
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Tampak iktus kordis di ICS V garis midklavikula sinistra
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat di ICS V garis midklavikula sinistra
c) Perkusi : Batas kiri : ICS V garis midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+)
c) Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
d) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tdk teraba
7
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
Akral hangat (+/+), edema (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
g. Status Lokalis
Regio costo vertebre
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi: Redup
Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak
tampak kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)
D. RESUME
Pasien seorang laki-laki usia 59 tahun, datang ke IGD RSUD Balaraja dengan
keluhan tidak bisa kencing sejak kurang lebih 6 jam smrs. Sebelumnya sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing, kencing hanya
menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing tidak lampias, mengedan,
dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
penderita mengeluh tidak bisa kencing dan perut terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai
mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan pancarannya
kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila siang hari bisa lebih
dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering terbangun untuk kencing
(bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga pernah mengeluh nyeri saat kencing.
Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter penderita diberi obat dan dipasang
kateter, kemudian pasien tidak kontrol lagi.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umu pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran composmentis (GCS: E4M6V5), TD 130/80 mmHg, nadi 98 x/menit,
8
pernafasan 23 x / menit, suhu 36,70C, dan BB 46kg. Pada pemeriksaan abdomen,
regio suprapubik bulging (+), nyeri tekan (+), perkusi redup.
Hematokrit 37 37 – 43 %
E. DIAGNOSA KLINIS :
RETENSIO URIN EC BPH
F. TERAPI IGD :
Pasang DC
Inj. Omeprazole 40 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
G. TERAPI PULANG
Urief 2x4mg
Asam mefenamat 3x500mg
Omeprazole 2x20mg
Terpasang DC
Kontrol poli Urologi
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Sanationum : dubia
Ad Fungsionum : ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica.
Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat
merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ±
3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. Lobus Medius
b. Lobus lateralis (2 buah)
c. Lobus anterior
d. Lobus Posterior
10
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH)
11
B. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat
yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia
pertengahan atau lanjut. Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat
prostat 20 gram.(4,6)
C. Etiologi
Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu: (1,2)
1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak
dapat merubah testoteron menjdai dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat
berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT
memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.
2. Teori Reawakening
Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
12
3. Teori Berkurangnya Kematian Sel
Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri
sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying
yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan
menghasilkan amplifikasi mayoritas daiantara sel-sel prostat. Ketidak
tergantungan terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap
terdapatnya kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen
sudah ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang
berasal dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan
adanya androgen maka sel-sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat
terjadinya involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.
D. Patofisiologi
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel-sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan
kelenjar prostat. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan
ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
13
E. Gejala dan Tanda
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun
1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif
disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot destrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus
Gejalanya :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi ( Hesistency)
b. Pancaran miksi yang lemah
c. Miksi terputus (intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder
emptying)
14
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih
bagian atas +sisa urin > 150 ml
15
Skor IPSS (International Prostate Symptoms Score)
F. Diagnosis
Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan
gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan
saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering
miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila
sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan
nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi
total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi.(3)
Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus
16
urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok
dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba
sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang
dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila
batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60
gram.(1,3)
Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO,
IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah ureflowmetri.(1)
G. Penatalaksanan
Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa
TURP ataupun open prostatektomi.(2)
Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan
fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel, hidroureter,
hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.(3)
Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan
gejala yang terjadi.
Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu: (2,5)
1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari
dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu vesika
atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya
harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai
luka pada dinding vesika sembuh.
2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel
prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik.
Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
17
usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika.
Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang
lama, beberapa komplikasinya antara lain : perdarahan, infeksi, fistula
kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi. (5)
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar
emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi.(3)
Jenis terapi lainnya adalah: (3,5)
1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan
keluhan ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi dan dilarang minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan
(sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. terapi medikamentosa:
a. penghambat enzim 5 alfa reduktase
1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume
prostat.
2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
b. penghambat alfa adrenergik:
1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
18
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa
repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2 bulan.
3. terapi invasive minimal
a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di
rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang
diletakkan di uretra pars prostatica.
b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)
c. High intensity focused ultrasound
d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)
e. Stent prostat
H. Prognosis
Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.(3)
19
BAB IV
KESIMPULAN
BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut1. Istilah BPH
atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat1,2,3. Hiperplasia
prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka
ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun1,4.
Pada kasus ini pasien adalah laki – laki dengan usia 59 tahun dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil. Berdasarkan jenis kelamin serta usia pasien menunjukan
salah satu faktor resiko terhadap BPH. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
insidensi BPH pada laki – laki. Salah satunya adalah produksi testosterone pada testis
serta beberapa faktor lainnya yang dicurigai dapat memicu munculnya BPH ini seperti
gaya hidup semsasa muda, faktor lingkungan. Pembesaran prostat ini akan berdampak
pada obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower
urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun
iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi,
nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa
tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine1,2,4. Hubungan
antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan
gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.
20
DAFTAR PUSTAKA
21