Anda di halaman 1dari 21

Case Presentation

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASTI


(BPH)

Disusun oleh :
dr. Rashellya Rasyida Rahma

Pembimbing:
dr. Bondhan Prajati
dr. Iik Rachmawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALARAJA
PERIODE FEBRUARI 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASTI

Digunakan untuk memenuhi syarat internsip di RSUD Balaraja

Disusun oleh:
dr. Rashellya Rasyida Rahma

Pendamping Internship IGD Pendamping Internship IRNA

dr. Bondhan Prajati dr. Iik Rachmawati

2
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................. 1

Lembar pengesahan ......................................................................................... 2

Daftar isi........................................................................................................... 3

BAB I ...............................................................................................................

Pendahuluan ..................................................................................................... 4

BAB II..............................................................................................................

Laporan kasus .................................................................................................. 5

BAB III ............................................................................................................

Tinjauan pustaka ..............................................................................................

A. Anatomi ....................................................................................................... 10

B. Definisi ........................................................................................................ 12

C. Etiologi ........................................................................................................ 12

D. Patofisiologi ................................................................................................ 13

E. Gejala dan Tanda ......................................................................................... 14

F. Diagnosis ..................................................................................................... 17

G. Tatalaksana.................................................................................................. 17

H. Prognosis ..................................................................................................... 19

BAB IV ............................................................................................................

Kesimpulan ...................................................................................................... 20

Daftar Pustaka .................................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH)


merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di
Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit
batu saluran kemih. Setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru
dengan BPH .(1, 2)
Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus
berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa
pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram
pada usia 20 - 30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat
dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk
ditemukannya BPH secara histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi
sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun
banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada
setengah diantara meraka dapat ditemukan pembesaran prostat secara
makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita ini
memerlukan pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.(1)
Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem,
faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi
sel stem sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening
mengatakan jaringan akan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.(2)

4
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M Alamat : Kp. Gagambiran
Tgl Lahir : 02/06/1960 Suku : Sunda
Usia : 59 tahun Tanggal Masuk : 15/11/19
Agama : Islam Ruang : IGD

Tanggal pemeriksaan : 15/11/19


B. ANAMNESA
Keluhan Utama : tidak bisa kencing
Keluhan Tambahan : nyeri perut (+), riwayat sulit kencing
sebelumnya (+). Kencing menetes (+), kencing tidak lampias (+) mengedan (+), tdk
bisa menahan kencing (+)
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang:
Pasien seorang laki-laki usia 59 tahun, datang ke IGD RSUD Balaraja dengan
keluhan tidak bisa kencing sejak kurang lebih 6 jam smrs. Os juga
mengeluhkan sebelumnya sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluh sulit kencing, kencing hanya menetes sedikit – sedikit. Penderita
juga mengeluh kencing tidak lampias, mengedan, dan apabila ingin kencing
tidak bisa ditahan. Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit penderita
mengeluh tidak bisa kencing dan perut terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai
mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan
pancarannya kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila
siang hari bisa lebih dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering
terbangun untuk kencing (bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga pernah
mengeluh nyeri saat kencing. Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter
penderita diberi obat dan dipasang kateter, kemudian pasien tidak kontrol lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Keluhan seperti ini pernah dialami pasien sebelumnya.

5
 Riwayat Asma dan Alergi udara, makanan maupun obat-obatan disangkal.
 Riw DM dan HT disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Riwayat angota keluarga mengalami keluhan yang sama tdk diketahui
 Riwayat alergi dalam keluarga disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Glasgow Coma Scale : E4M6V5
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 23 x / menit
Suhu : 36,70C
BB : 46 kg
Kulit : Warna sawo matang
Turgor : Baik
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kuku : Tidak ada sianosis

Pemeriksaan Regional :
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.

b. Kepala : Normosefali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,
RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret
(-/-)

6
 Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-), coated tounge (-), koplik
sign (-)
 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di
tengah

c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trakea
c) JVP : 5-2 cm H2O

d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Tampak iktus kordis di ICS V garis midklavikula sinistra
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat di ICS V garis midklavikula sinistra
c) Perkusi : Batas kiri : ICS V garis midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+)
c) Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
d) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tdk teraba

7
f. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), edema (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

g. Status Lokalis
 Regio costo vertebre
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
 Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi: Redup
 Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak
tampak kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)

D. RESUME
Pasien seorang laki-laki usia 59 tahun, datang ke IGD RSUD Balaraja dengan
keluhan tidak bisa kencing sejak kurang lebih 6 jam smrs. Sebelumnya sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing, kencing hanya
menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing tidak lampias, mengedan,
dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
penderita mengeluh tidak bisa kencing dan perut terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai
mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan pancarannya
kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila siang hari bisa lebih
dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering terbangun untuk kencing
(bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga pernah mengeluh nyeri saat kencing.
Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter penderita diberi obat dan dipasang
kateter, kemudian pasien tidak kontrol lagi.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umu pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran composmentis (GCS: E4M6V5), TD 130/80 mmHg, nadi 98 x/menit,

8
pernafasan 23 x / menit, suhu 36,70C, dan BB 46kg. Pada pemeriksaan abdomen,
regio suprapubik bulging (+), nyeri tekan (+), perkusi redup.

Pemeriksaan Lab (Tanggal 15/11/19)


Nilai Satuan
Jenis Hasil
rujukan
Leukosit 8,299 5,00 – 10,00 10^3/ul

Eritrosit 4,79 4.0 – 5.0 10^6/uL

Hemoglobin 12,8 12 – 14 g/dL

Hematokrit 37 37 – 43 %

Trombosit 210 150 - 450 10^3/ul

GDS 155 70-180 mg/dL

E. DIAGNOSA KLINIS :
RETENSIO URIN EC BPH
F. TERAPI IGD :
Pasang DC
Inj. Omeprazole 40 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
G. TERAPI PULANG
Urief 2x4mg
Asam mefenamat 3x500mg
Omeprazole 2x20mg
Terpasang DC
Kontrol poli Urologi
H. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Ad Bonam
 Ad Sanationum : dubia
 Ad Fungsionum : ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica.
Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat
merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ±
3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. Lobus Medius
b. Lobus lateralis (2 buah)
c. Lobus anterior
d. Lobus Posterior

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona :


a. Zona Anterior atau Ventral.
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas
stromafibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinomater
banyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu

10
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH)

11
B. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat
yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia
pertengahan atau lanjut. Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat
prostat 20 gram.(4,6)

C. Etiologi
Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu: (1,2)
1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak
dapat merubah testoteron menjdai dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat
berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT
memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.
2. Teori Reawakening
Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

12
3. Teori Berkurangnya Kematian Sel
Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri
sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying
yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan
menghasilkan amplifikasi mayoritas daiantara sel-sel prostat. Ketidak
tergantungan terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap
terdapatnya kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen
sudah ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang
berasal dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan
adanya androgen maka sel-sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat
terjadinya involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.

D. Patofisiologi
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel-sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit
aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan
kelenjar prostat. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula sakula, dan divertikel buli- buli.
Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan
ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

13
E. Gejala dan Tanda
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun
1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif
disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot destrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus

Gejalanya :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi ( Hesistency)
b. Pancaran miksi yang lemah
c. Miksi terputus (intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder
emptying)

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hiperplastia


prostat masih tergantung tiga faktor :
a. Volume kelenjar periuretra
b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat.
c. Kekuatan kontraksi otot destrusor
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica
urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh
karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi
meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
a. Bertambahnya frekuensi miksi ( frequency)
b. Nokturia
c. Urgency
d. Disuria

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara


klinisderajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
 Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

14
 Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
 Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih
bagian atas +sisa urin > 150 ml

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk


menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai
dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang ser ing dijumpai ialah
bertambahnya frekuensi miksi yang b i a s a n y a
lebih dirasakan pada malam hari.
Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini
disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga
menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih
disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica
menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa
tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat
akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh
karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica
tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus
dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan
terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence).
Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico
uretra dan me yebabkan dilatasi ureter dan system
pelviokalises ginjal dan a k i b a t t e k a n a n intravesical yang
diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi
g a g a l g i n j a l . Oleh k a r e n a s e l a l u terdapat sisa urin dalam vesica
maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan b a t u i n i
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula
menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi
refluk dapat terjadi juga pielonefritis.

15
Skor IPSS (International Prostate Symptoms Score)

F. Diagnosis
Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan
gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan
saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering
miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila
sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan
nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi
total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi.(3)
Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus

16
urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok
dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba
sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang
dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila
batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60
gram.(1,3)
Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO,
IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah ureflowmetri.(1)

G. Penatalaksanan
Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa
TURP ataupun open prostatektomi.(2)
Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan
fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel, hidroureter,
hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.(3)
Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan
gejala yang terjadi.
Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu: (2,5)
1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari
dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu vesika
atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya
harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai
luka pada dinding vesika sembuh.
2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel
prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik.
Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak

17
usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika.
Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang
lama, beberapa komplikasinya antara lain : perdarahan, infeksi, fistula
kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi. (5)
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar
emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi.(3)
Jenis terapi lainnya adalah: (3,5)
1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan
keluhan ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi dan dilarang minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan
(sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. terapi medikamentosa:
a. penghambat enzim 5 alfa reduktase
1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume
prostat.
2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
b. penghambat alfa adrenergik:
1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek

18
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa
repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2 bulan.
3. terapi invasive minimal
a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di
rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang
diletakkan di uretra pars prostatica.
b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)
c. High intensity focused ultrasound
d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)
e. Stent prostat

H. Prognosis
Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.(3)

19
BAB IV

KESIMPULAN

BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut1. Istilah BPH
atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat1,2,3. Hiperplasia
prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka
ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun1,4.
Pada kasus ini pasien adalah laki – laki dengan usia 59 tahun dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil. Berdasarkan jenis kelamin serta usia pasien menunjukan
salah satu faktor resiko terhadap BPH. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
insidensi BPH pada laki – laki. Salah satunya adalah produksi testosterone pada testis
serta beberapa faktor lainnya yang dicurigai dapat memicu munculnya BPH ini seperti
gaya hidup semsasa muda, faktor lingkungan. Pembesaran prostat ini akan berdampak
pada obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet
obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar
prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower
urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun
iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi,
nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa
tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine1,2,4. Hubungan
antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan
gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2011. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.
2. Anonim. 2011. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at
http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.
3. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. 2009. Prostate Hyperplasia. Harrison’s
Manual of Medicine. Ed. 17. USA : The McGraw Company
4. Price SA, Wilson LM. 2005. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6.
Jakarta : EGC;
5. Purnomo B. 2011. BPH. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Malang: Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya;
6. Sherwood L. 2011. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Ed.2. Jakarta : EGC
7. Sjamsuhidajat, de Jong. 2010. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 3. Jakarta: EGC.
8. Snell RS.2006. Prostat. Anatomi Klinik. Ed.6. Jakarta : EGC
9. Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak.
Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-5
10. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Bina
rupa aksara, Jakarta ; 161-70
11. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-34
12. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.
13. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I - 3
    Bab I - 3
    Dokumen6 halaman
    Bab I - 3
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen12 halaman
    Bab 1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • ANALISI VC
    ANALISI VC
    Dokumen15 halaman
    ANALISI VC
    Kirana Rachmas
    Belum ada peringkat
  • Bab I - 3
    Bab I - 3
    Dokumen6 halaman
    Bab I - 3
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen7 halaman
    Bab 1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    Dokumen101 halaman
    Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    ashov
    Belum ada peringkat
  • ANALISI VC
    ANALISI VC
    Dokumen15 halaman
    ANALISI VC
    Kirana Rachmas
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Dokumen30 halaman
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • UROLITHIASIS
    UROLITHIASIS
    Dokumen29 halaman
    UROLITHIASIS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • BSK Fixxxxx
    BSK Fixxxxx
    Dokumen61 halaman
    BSK Fixxxxx
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 3 Man 2
    Absen 3 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 3 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • BSK Fixxxxx
    BSK Fixxxxx
    Dokumen61 halaman
    BSK Fixxxxx
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • ASMA FIX Mantap
    ASMA FIX Mantap
    Dokumen38 halaman
    ASMA FIX Mantap
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Dokumen30 halaman
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 1 Man 2
    Absen 1 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 1 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • UROLITHIASIS
    UROLITHIASIS
    Dokumen29 halaman
    UROLITHIASIS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 2 Man 2
    Absen 2 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 2 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 1 Man 2
    Absen 1 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 1 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen Penyuluhan
    Absen Penyuluhan
    Dokumen1 halaman
    Absen Penyuluhan
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir
    Daftar Hadir
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • PENYULUHAN - DBD Fix
    PENYULUHAN - DBD Fix
    Dokumen10 halaman
    PENYULUHAN - DBD Fix
    Frenytha Anggreini
    100% (7)
  • PP Presentasi DBD
    PP Presentasi DBD
    Dokumen9 halaman
    PP Presentasi DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • PP Presentasi DBD
    PP Presentasi DBD
    Dokumen9 halaman
    PP Presentasi DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen15 halaman
    DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen15 halaman
    DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen6 halaman
    Meningitis
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • K Espro
    K Espro
    Dokumen28 halaman
    K Espro
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen6 halaman
    Meningitis
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis Tugas1
    Meningitis Tugas1
    Dokumen4 halaman
    Meningitis Tugas1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat