Anda di halaman 1dari 29

Case Presentation

UROLITHIASIS

Disusun oleh :
dr. Rashellya Rasyida Rahma

Pembimbing:
Dr. Aga Parardya, SpU
dr. Bondhan Prajati
dr. Iik Rachmawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALARAJA
PERIODE FEBRUARI 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
UROLITHIASIS

Digunakan untuk memenuhi syarat internsip di RSUD Balaraja

Disusun oleh:
dr. Rashellya Rasyida Rahma

Pembimbing:

dr. Aga Prarardya, SpU

Pendamping Internship IGD Pendamping Internship IRNA

dr. Bondhan Prajati dr. Iik Rachmawati

2
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................. 1
Lembar pengesahan ......................................................................................... 2
Daftar isi........................................................................................................... 3
BAB I
Pendahuluan ..................................................................................................... 4
BAB II
Laporan kasus .................................................................................................. 5
BAB III
Tinjauan pustaka
A. Anatomi dan Fisiologi ................................................................................. 12
B. Definisi ........................................................................................................ 18
C. Etiologi ........................................................................................................ 18
D. Epidemiologi ............................................................................................... 18
E. Klasifikasi .................................................................................................... 19
F. Komposisi Batu ........................................................................................... 19
G. Lokasi Batu ................................................................................................. 19
H. Karakteristik Radiologi ............................................................................... 19
I. Faktor resiko ................................................................................................. 19
J. Patofisiologi.................................................................................................. 20
K. Gejala Klinis ............................................................................................... 22
L. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 23
M. Penatalaksanaan.......................................................................................... 24
N. Komplikasi .................................................................................................. 25
O. Pencegahan.................................................................................................. 26
BAB IV
Kesimpulan ...................................................................................................... 27
Daftar Pustaka .................................................................................................. 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

Batu saluran kemih (urolitiasis) dapat menyerang penduduk di seluruh dunia


tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di
berbagai belahan bumi. Di negara- negara berkembang banyak dijumpai pasien batu
buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien
sehari-hari. (2)
Di Amerika Serikat 5-10 % penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan
di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu saluran
kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Batu saluran kemih ( urolitiasis ) adalah adanya batu dalam saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri atas salah
satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, sistin, struvit atau
santin.(1)
Tergantung lokasi batu, urolithiasis dapat dibagi atas empat lokasi dalam
saluran kemih, nephrolithiasis, ureterolithiasis, cystolithiasis dan urethrolithiasis.
Terdapat dua mekanisme pembentukan batu yaitu infektif dan non infektif. Batu non
infektif merupakan batu yang paling sering terjadi yang mencakup batu yang bahan
dasarnya kalsium hingga asam urat. Batu infektif dapat terjadi karena adanya
mikroorganisme yang dapat memebah urea menjadi suasana basa yang akhirnya dapat
memudahkan garam-garam magnesium, ammonium dan fosfat untuk beragregasi dan
membentuk batu MAP.
Semakin berubahnya pola makan hingga pola hidup yang diterapkan
masyarakat di Indonesia maka semakin tinggi angka kejadian urolithiasis. Berikut
akan dibahas patogenesis pelaksanaan komplikasi hingga pencegahan terhadap batu
saluran kemih.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y Alamat : Kp. Kalapa
Tgl Lahir : 18/08/1965 Suku : Jawa
Usia : 54 tahun Tanggal Masuk : 06/12/2019
Agama : Islam Ruang : IGD

Tanggal pemeriksaan : 06/12/2019

B. ANAMNESA
Keluhan Utama : kencing batu (+)
Keluhan Tambahan : nyeri kencing (+), nyeri pinggang (+)

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang:


 Pasien seorang perempuan usia 54 tahun, datang ke IGD RSUD Balaraja
dengan keluhan keluar batu dari saluran kencing kurang lebih 6 jam smrs.
Nyeri saat kencing (+). Os juga mengeluhkan terdapat nyeri pada pinggang
kanan yang menjalar hingga ke kemaluan yang hilang timbul sejak kurang
lebih 3 bulan smrs. Os mengatakan pernah terhenti tiba-tiba saat kencing dan
lancar kembali setelah perubahan posisi. Riwayat kencing berpasir (+).
Riwayat demam, mual, muntah disangkal oleh pasien. BAB dalam batas
normal. Riw. Jarang minum air putih (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan seperti ini pernah dialami pasien kurang lebih 3 bulan smrs.
 Riwayat Asma dan Alergi udara, makanan maupun obat-obatan disangkal.
 Riw DM dan HT disangkal
 Riw asam urat tidak diketahui
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
 Riwayat angota keluarga mengalami keluhan tdk diketahui
 Riwayat alergi dalam keluarga disangkal.

5
C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Glasgow Coma Scale : E4M6V5
Tekanan Darah : 131/86 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 36,0C
BB : 52kg
Kulit : Warna sawo matang
Turgor : Baik
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kuku : Tidak ada sianosis

Pemeriksaan Regional :
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.

b. Kepala : Normosefali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,
RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret
(-/-)
 Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-), coated tounge (-), koplik
sign (-)
 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di
tengah

6
c. Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar
tiroid, tidak terdapat deviasi trakea
c) JVP : 5-2 cm H2O

d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi : Tampak iktus kordis di ICS V garis midklavikula sinistra
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat di ICS V garis midklavikula sinistra
c) Perkusi : Batas kiri : ICS V garis midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS IV garis parasternal dekstra
d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
b) Auskultasi : Bising usus (+)
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-), nyeri
ketok CVA (-/-)
d) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar & lien tdk teraba, ballotemen (-)

f. Pemeriksaan Ekstremitas
 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)
 Akral hangat (+/+), edema (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

7
f. Pemeriksaan Genitalia Eksterna
 Vulva dalam batas normal
 Urethral discharge (-)
 batu (+) pada ujung oue

D. RESUME
Pasien seorang perempuan usia 54 tahun, datang ke IGD RSUD Balaraja dengan
keluhan keluar batu dari saluran kencing kurang lebih 6 jam smrs. Nyeri saat kencing
sejak 6 jam smrs. Os juga mengeluhkan terdapat nyeri pada pinggang kanan yang
menjalar hingga ke kemaluan yang hilang timbul sejak kurang lebih 3 bulan smrs. Os
mengatakan pernah terhenti tiba-tiba saat kencing dan lancar kembali setelah
perubahan posisi. Riwayat kencing berpasir (+). Demam mual dan muntah disangkal
oleh pasien. Keluhan seperti ini sebelumnya sudah pernah dialami pasien 3 bulan
smrs. Riw HT dan DM disangkal pasien. Jarang minum air putih (+)
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umu pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran composmentis (GCS: E4M6V5), TD 131/86 mmHg, nadi 90 x/menit,
pernafasan 20 x / menit, suhu 360C, dan BB 50kg. Pada pemeriksaan abdomen dalam
batas normal, nyeri tekan suprapubic (-), nyeri ketuk cva (-/-) ballotemen (-), pada
pemeriksaan genitalia eksterna ditemukan batu pada ujung osteum uretra eksterna.

Pemeriksaan Lab (Tanggal 06/12/2019 )


Nilai Satuan
Jenis Hasil
rujukan
Leukosit 9,40 5,00 – 10,00 10^3/ul
Eritrosit 4,80 4.0 – 5.0 10^6/uL
Hemoglobin 12,7 12 – 14 g/dL
Hematokrit 38 37 – 43 %
Trombosit 308 150 - 450 10^3/ul

Urinalisa
Makroskopis
- Warna Kuning Kuning -
- Kekeruhan Agak keruh Jernih -
- pH 6,0 5,0-8,5 -
- Berat Jenis 1,010 1,001-1,030 -
- Protein Negatif Negatif -
- Glukosa Negatif Negatif -
- Bilirubin Negatif Negatif -

8
- Urobilinogen Negatif Negatif -
- Keton Negatif Negatif -
- Blood +2 Negatif -
- Nitrit Negatif Negatif -
- Leukosit Esterase Negatif Negatif -
Mikroskopis
- Eritrosit 25-30 0-5 /LPB
- Leukosit 1-3 0-12 /LPB
- Bakteri Negatif Negatif -
- Epitel +1 Neg/Pos -
- Kristal Negatif Negatif -
- Silinder Negatif Negatif -
- Lain-lain Negatif Negatif -

Pemeriksaan EKG (Tanggal 06/12/2019)

E. DIAGNOSA KLINIS :
Urolithiasis

F. TERAPI IGD :
IVFD Rl 500cc/8jam
Inj. Omeprazole 40 mg
Inj. Ketorolac 30 mg
Inj Ceftriaxone 1x2 gr

9
G. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Ad Bonam
 Ad Sanationum : Ad Bonam
 Ad Fungsionum : Ad Bonam

FOLLOW UP IRNA
Tgl S O A P
7/12/19 Keluhan (+), KU : TSS, Kes : CM Susp ivfd RL 500cc/8jam
Tadi pagi TD 135/87 batu Inj. OMZ 1x40 mg
keluar batu N 84 uretra Inj Ceftriaxone 1x2 gr
saat kencing, S 36,7 Pro BNO
nyeri pinggang j/p dbn Pro USG abd
(-) abd : supel, bu (+), nt (-)
eks : akral hangat, crt <3"

8/12/19 Keluhan (-) KU : TSS, Kes : CM ivfd RL 500cc/8jam


TD 131/91 Inj. OMZ 1x40 mg
N 81 Inj Ceftriaxone 1x2 gr
S 36,5
j/p dbn
abd : supel, bu (+), nt (-)
eks : akral hangat, crt <3"

9/12/19 Keluhan (-) KU : TSS, Kes : CM ivfd RL 500cc/8jam


TD 142/90 Inj. OMZ 1x40 mg
N 88 Inj Ceftriaxone 1x2 gr
S 36,5 BLPL setelah USG abd
j/p dbn
abd : supel, bu (+), nt (-)
eks : akral hangat, crt <3"
BNO : tidak tampak
ureterolithiasis

10
HASIL PEMERIKSAAN BNO

HASIL USG ABDOMEN

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Saluran kemih dibagi dua berdasarkan anatomi, bagian atas dan bawah.
Saluran kemih bagian atas meliputi ginjal dan ureter. Batas antara saluran kemih
bagian bawah dan atas adalah ureteroesikular junction yang merupakan peralihan
ureter terhadap vesika urinaria. Saluran kemih bagian bawah meliputi vesika urinaria
dan uretra.
Selain fungsi ekskresi, fungsi sistem urinaria melainkan menyimpan urin,
regulasi volume darah dan regulasi pembentukan eritrosit.(3)

Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ yang letaknya retroperitoneal, pada bagian
posterior dinding abdomen. Fungsi ginjal adalah untuk mengekskresi air, garam dan
sisa metabolisme dalam darah dalam bentuk urin dan sebagai pengatur keseimbangan
cairan dan asam basa pada tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing
masing di sisi kiri dan kanan tulang vertebra. Ginjal kanan secara anatomis terletak
lebih rendah dari ginjal kiri karena terdesak oleh hepar pada bagian superior. Ginjal
terbungkus oleh 3 lapisan yaitu perirenal fat, renal fascia dan pararenal fat.(3)

12
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian (4):
 Korteks: bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula: terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus collectivus).
 Columna renalis: bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis: bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
 Hilus renalis: suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis: bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
 Calix minor: percabangan dari calix major.
 Calix major: percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis: disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
 Ureter: saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Masing masing ginjal memiliki kurang lebih 1 juta nefron. Nefron merupakan
unit fungsional ginjal yang terdiri dari badan malphigi. Badan malphigi terdiri dari
kapsula bowman, glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle,
tubulus kontortus distal yang akan bermuara di tubulus kolektivus. Pada sekeliling
tubulus terdapat pembuluh darah kapiler arteriol yang akan membawa darah dari
dan menuju glomerulus serta kapiler peritubulus.
Nefron terbagi menjadi dua berdasarkan tempatnya, nefron kortikal
(glomerulus terletak di korteks dan sebagian lengkung henle sampai medulla
renal) dan nefron juxtamedula ( glomerulus terletak di tepi medulla dengan
sebagian besar lengkung henle terdapat pada medullanya).(5)
Ginjal mendapatkan perdarahan dari A. renalis yang merupakan percabangan
dari aorta abdominalis, sedangkan vena renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Ginjal mendapatkan sekitar 22 persen dari cardiac output atau 1100
ml/menit. A. renalis memasuki ginjal melewati hilus dan bercabang secara
progresif menjadi A. interlobaris, A. arcuate, A. interlobularis dan arteriol aferen.
Distal dari arteriol aferen yang membentuk glomerulus akan membentuk arteriol
eferen yang selanjutnya membentuk second capillary network (kapiler

13
peritubular). Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui n.splanchnicus mayor,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotrik dan
aferen iseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. (4)

Selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan cara mengatur


keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam basa ginjal juga berperan
dalam produksi hormon seperti:
 Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang. Eritropoietin
disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir semua hormon
eritropoietin yang terdapat dalam darah disekresi oleh ginjal.
 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari vitamin D.
Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol adalah vitamin esensial
untuk meregulasi kalsium deposisi pada tulang dan kalsium reabsorbsi dalam
traktus digestivus. Calcitriol juga mempunyai peran penting dalam refulasi
kalsium dan fosfat.
 Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek. Renin
bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan
produksi aldosteron.
 Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam dan air.

14
3 tahap pembentukan urin:
1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap
protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau sekitar 1100
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat.
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler(4).
2) Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. Hasil sisa metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit
seperti natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah banyak, hingga
kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil filtrasi akan direabsorpsi
sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa. Reabsorbsi terjadi dalam tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal.
3) Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara
alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap
kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau
ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion

15
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam
tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki
elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan
kandung kemih, dengan panjang ± 25 -30 cm.Saluran ini menyempit di tiga tempat
yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal (ureteropelvic junction), di titik saat ureter
menyilang dengan A. illiaka, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih
(ureterovesicular junction). Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa
jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan
sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik tiap 5menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk
ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltic ureter dipersarafi oleh saraf simpatis
dan parasimpatis dimana gerakan di stimulasikan oleh parasimpatis dan dihambat
oleh simpatis.(7)
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter.
Sfingter adalah suatu struktur muskuler yang dapat membuka dan menutup sehingga
dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam vesika urinaria. Air
kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan
terkumpul di dalam vesika urinaria.

Vesika urinaria
Vesika urinaria merupakan kantong muskular yang bagian dalamnya dilapisi
oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat
menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil
buangan penyaringan darah. Dalam menampung air kemih kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang
adalah 300-450 ml.

16
Vesika urinaria bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut.
Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan
ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada abdomen
di atas pubis. Ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung
jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Saat vesika urinaria penuh terjadi
micturition reflex dimana m. detrusor akan berkontraksi untuk meningkatkan tekanan
dalam vesika. Pada puncak reflex ini, impuls akan ditransmisikan melalui n. pudendus
untuk menginhibisi kontraksi sphingter eksterna.(5)

Uretra(7,8)
Uretra merupakan saluran yang membawa urin keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ
seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu
m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm): bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter
urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini
disuplai oleh persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm): bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm): bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi
diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter
urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).

17
 Pars spongiosa (15 cm): bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini
dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra
pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

B. Definisi
Batu saluran kemih ( urolitiasis ) adalah adanya batu dalam saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri atas salah
satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, sistin, struvit atau
santin.(1)

C. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
 Non-infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
 Infeksi: magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.
 Genetik: sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.

D. Epidemiologi
Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang sering dijumpai dengan angka
kejadian meningkat pada negara industri. Beberapa keadaan seperti gaya hidup, pola
makan dan akses terhadap pelayanan kesehatan berdampak terhadap formasi batu
saluran kemih.(12) Berdasarkan statistik, batu lebih sering terjadi pada usia 30-50
tahun dimana pasien laki laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien perempuan.

18
E. Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu, karakteristik x-
ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu. Klasifikasi ini penting dalam
menatalakasanakan pasien karena daoat mempengaruhi terapi dan juga prognosis.(9)

F. Komposisi Batu(9)
Komposisi kimiawi terdiri dari kalsium oksalat, asam urat, ammonium urat,
magnesium ammonium fosfat, sistein, xantin dan 2,8-dihidroksiadenin.

G. Lokasi batu(10,11)
 Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga calyx
ginjal.
 Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
 Cystolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
 Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra

H. Karakteristik radiologi(9)
 Radiopaque: kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, kalsium
fosfat.
 Poor radiopaque: magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
 Radiolucent: usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-adenine.

I. Faktor risiko
 Faktor intrinsik:
o Herediter
o Usia: cenderung terjadi pada usia 30-50 tahun
o Jenis kelamin: pasien laki laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien
perempuan
 Faktor ekstrinsik:
o Geografi: beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt.

19
o Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan kejadian batu saluran
kemih.
o Diet: diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
o Pekerjaan: sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas.

J. Patofisiologi
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami stasis urin seperti pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hiperplasia prostat benigna merupakaan keadaan keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.(12)
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau infeksi.
Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi (free stone formation)
batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan sistein. Pada infeksi batu
yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme bakteri. Sedangkan formasi batu yang
frekuensinya paling banyak, kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks
masih belum dapat jelas dimengerti.(13)
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam
urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable dalam urin jika
tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi Kristal yang
lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup membuntukan saluran
kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih dan
membentuk retensi kristal. dengan mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan
pada agregat tersebut hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih.(12)
Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih,
atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Batu asam urat lebih mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan magnesium

20
ammonium fosfat cenderung terformasi dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu
saluran kemih terdiri atas batu kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat,
fosfat membentuk batu kalsium fosfat dan kalsium oksalat.
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan batu.
Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat dengan cara
berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium akan
membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat mengurangi formasi batu yang
berkomponen kalsium. Beberapa proteinpun dapat bertindak sebagai inhibitor dengan
cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal maupu
menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan,
protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin.(12)
Batu struvit merupakan batu yang terbentuk karena adanya infeksi saluran
kemih. kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi suasana basa melalui hidrolisis
urea menjadi amoniak. Salah satu kuman golongan pemecah urea adalah Proteus
vulgaris.(12)

Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banya dijumpai (±80%) dari seluruh batu saluran kemih.
Kandugan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur itu. Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kalkulus
kalsium antara lain;
1. Hiperkalsiuri: kadar kalsium lebih dari 250-300 mg/24 jam. Hiperkalsiuri
dapat terjadi karena peningkatan absorbs kalsium dari usus, gangguan
reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal dan peningkatan resorpsi tulang yang
terjadi pada hiperparatiroid.
2. Hiperoksaluri: kadar oksalat yang melebihi 45 gram per hari. Oksalat dapat
ditemukan pada the, kopi, mie instan dan sayutan berwarna hijau terutama
bayam.
3. Hiperurikosuri: kadar asam urat yang tinggi (850 mg/24 jam) dalam urin.
Asam urat yang berlebihan dalam urin dapat bertindak sebagai inti batu dari
batu kalsium oksalat.
4. Hipositraturi: karena sitrat dapat mengikat kalsium sehingga mencegah
pengikatan oksalat pada kalsium maka kadar sitrat yang rendah dalam urin

21
dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kalsium oksalat. Hipositraturi
dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi diuretic golongan tiazid jangka
panjang.
5. Hipomagnesiuri: mekanisme yang sama dengan sitrat, magnesium dapat
mengikat kalsium sehingga menghambat pengikatan oksalat. Hipo magnesuri
dapat disebabkan oleh inflammatory bowel disease.

Batu asam urat


Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker dan yang
mengonsumsi banyak obat urikosurik. Asam urat adalah hasil metabolisme purin
dimana didapatkan dari konsumsi ataupun hasil metabolisme endogen. Asam urat
relatif tidak larut dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah membentuk
kristal dan selanjutnya berkembang menjadi batu asam urat. Batu asam urat
bentuknya halus dan tidak bergerigi seperti seperti batu kalsium oksalat. Batu ini
bersifat radio lusen sehingga tidak tampak pada pemeriksaan BNO polos. Pada
pemeriksaan BNO IVP tampak suatu filling defect pada obstruksi saluran kemih.

Batu struvit
Batu struvit atau yang sering disebut batu infeksi adalah batu yang terbentuk
karena adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin
menjadi suasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Salah satu kuman
golongan pemecah urea adalah Proteus vulgaris. Pada suasana basa inilah yang
memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk
batu magnesium ammonium fosfat ( MAP ).(12)

K. Gejala klinis
Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:
 Nefrolithiasis: Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal
karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA
positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada

22
pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat
ditemukan.
 Ureterolithiasis: Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik
ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha gerakan
peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria karena
trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
 Cystolithiasis: Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK
yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria.
Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien
juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang
meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan
enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun infeksi maka gejala obstruksi
saluran kemih bagian atas seperti demam dan mual muntahpun dapat dirasakan
oleh pasien.(14)

L. Pemeriksaan penunjang
 Foto BNO polos: Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radiopaque di saluran kemih.
 BNO IVP: Untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal, BNO IVP
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi batu non opaque.
 RPG: jika BNO IVP tidak dapat dilakukan oleh pasien maka pemeriksaan
ini dapat dilakukan.
 USG: Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal ataupun di
vesika urinaria, gambaran positif batu dapat terlihat adanya posterior
acoustic shadow. USG juga dapat mengidentifikasi adanya hidronefrosis,
pionefrosis atau pengerutan ginjal.
 Pemeriksaan darah: Untuk menilai kadar komponen pembentuk batu
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya batu seperti asam urat.
 Pemeriksaan urin: Menilai adanya infeksi pada saluran kemih dari
kekeruhan, uji nitrat, leukosit, bakteri dan darah.

23
M. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih sevepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat dikeluarkan
dengan cara medika mentosa dan non medika mentosa:
 Medika Mentosa(14):
o Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk
mengurangi nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi.
Pemberian diuretik dapat digunakan untuk memperlancar aliran
urin. Edukasi pasien untuk minum banyak juga dapat dilakukan
untuk memperlancar aliran urin.
o Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat
dapat mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat
ini adalah pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.
 Non Medika Mentosa(14,15)
o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat
memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui
tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave
batu dapat dipecahkan. Pasien dapat merasa nyeri kolik pada
proses pemecahan batu. Kontraindikasi pemecahan batu
menggunakan ESWL adalah pasien hamil, infeksi saluran kemih
dan batu sistein.
o PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.
o Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra,
batu dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat
dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
o Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
o Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil
batu ureter.

24
o Bedah terbuka: terbagi atas pielolitotomi dan ureterolitotomi.
Pada tindakan ini pasienpun dapat dilakukan nefrektomi jika terjadi
gagal ginjal ataupun pionefrosis.

Algoritme penatalaksanaan non medika mentosa pada urolithiasis

N. Komplikasi
Batu yang menyumbat pada saluran kemih dapat menyebabkan komplikasi
terhadap organ superior terhadap penyumbatan. Beberapa komplikasi urolithiasis
adalah obstruksi ureter yang dapat menyebabkan hidroureter hingga hidronefrosis.
Urin yang statis karena penyumbatan ginjalpun dapat menjadi media yang baik untuk
berkembangnya bakteri hingga dapat menyebabkan infeksi hingga urosepsis. Pada
keadaan tertentu pyonefrosis juga dapat terjadi pada batu saluran kemih bagian atas.
Perjalan pengeluaran batu juga dapat menimbulkan trauma pada ureter hingga dapat
membetuk striktur ureter. Dalam jangka waktu yang lama batu dapat mengiritasi
mukosa vesika urinaria secara kronis, hingga dapat menyebabkan komplikasi
karsinoma sel skuamosa.(2)

25
O. Pencegahan
Pencegahan urolithiasis dapat dilakukan dan dibedakan bergantung pada komposisi
batu:
 Batu asam urat: pengaturan diet rendah purin dan pemberian allopurinol
sebagai pengontrol kadar asam urat dalam darah
 Batu kalsium fosfat: melakukan pemeriksaan ekskresi kalsium dalam urin dan
nilai kalsium darah. Nilai yang melebihi normal dapat menandakan etiologi
primer seperti hiperparatiroidisme
 Batu kalsium oksalat: sumbernya dapat berasal dari eksogen maupun endogen.
Makanan yang banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan
coklat. Selain itu, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit
lain, seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin D.
Pada umumnya pembentukan batu juga dapat dihindarka dengan cara asupan
cairan yang mencukupi, aktivitas yang cukup dan mengontrol beberapa kadar
zat dalam

26
BAB IV

KESIMPULAN

Urolithiasis adalah keadaan dimana adanya batu pada saluran kemih dimulai
dari ginjal, ureter, vesika urinaria hingga uretra. Penyakit batu saluran kemih
menempati posisi ke dua paling sering ditemukan pada urologi dengan seiringnya
waktu karena perubahan pola hidup dan diet masyarakat. Pasien wanita usia 54 tahun,
dimana pada teori dikatakan usia 50-an untuk perempuan merupakan salah satu factor
risiko internsik pada penyakit batu saluran kemih.
Dari gejala klinis pasien mengalami nyeri saat kencing, terdapat batu dan pasir
pada kencing, dan nyeri pinggang yang menjalar ke kemaluan. Selain itu pasien juga
pernah mengalami pipisnya terhenti secara tiba-tiba dan dengan perubahan posisi,
kencing dapat lancer kembali. Gejala-gejala yang dialami pasien merupakan gejala
khas pada batu saluran kecing. Ada beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi pada
saluran kemih, batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit dan batu
campuran.

Komplikasi batu saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan total
dari saluran sehingga menyebabkan flow back pada urin. Efek dari flow back dari
urin adalah dapat terjadinya hidroureter hingga hidronefrosis. Pada kasus tertentu
urosepsis dapat terjadi pada pasien. Gejala yang terdapat pada urolithiasis adalah
antara lain Obstructive Lower Urinary Track Syndrome, mual muntah, demam, nyeri
kolik pada pinggang, hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat berkemih.

Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa


ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive dan
non invasiv. Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi. Tindakan
non-invasiv antara lain ESWL. Pada pemeriksaan USG abdomen pasien ditemukan
batu pada ginjal kanan sebesar 0,87cm, maka dari itu jika dibandingkan dengan teori,
untuk pasien ini tidak dapat dilakukan tindakan non pembedahan non invasiv seperti
ESWL sebagai pilihan utama.

27
Pasien dapat mencegah terjadinya batu dengan cara mengatasi infeksi saluran
kemih yang dialaminya, mengontrol kadar zat dalam darahnya dan hidrasi yang
cukup.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, S, Pradipta E. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta : Media


Aesculapius, 2014. Hal: 277-279.
2. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu, 2014.
Hal : 87- 101.
3. Drake R, Vogl A, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students. Third Edition.
Philadelphia : Churchill Livingstone Elsevier; 2015. P. 373-378.
4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA
Davis Company; 2007
5. Guyton.A.C. et all .Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia:
Elsevier saunders; 1996
6. Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2001
7. Hansen J. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2010. P.165.
8. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001
9. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M. Guidelines on
Urolithiasis. European Association of Urology; 2011. P.289-293.
10. Sorensen, C. M., & Chandhoke, P. S. (2002). Hyperuricosuric calcium
nephrolithiasis. Endocrinology and metabolism clinics of North America,
31(4), 915-925.
11. Takahashi, Naoki, Akira Kawashima, Randy D. Ernst, Illya C. Boridy,
Stanford M. Goldman, George S. Benson, and Carl M. Sandler.
"Ureterolithiasis: can clinical outcome be predicted with unenhanced helical
CT?." Radiology 208, no. 1 (1998): 97-102.
12. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth
Edition. Philadelphia; 2012. P.
13. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology Supplements 9 (2010). Department of Urology,
Sindelfingen-Boeblingen Medical Center, Germany. P.802-806.
14. Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17th edition. The
McGraw-Hill companies; 2008. P.246

29

Anda mungkin juga menyukai