Anda di halaman 1dari 48

Nama ; Yetri Mastri Yani Seo

Nim ; 1811B0086

Tugas ; Take Home Paliatif Care

Judul ; Ca Mamae dengan masalah keperawatan Nyeri kronis

Pendahuluan

Kanker payudara adalah pertumbuhan sel di payudara yang tidak terkendali. Di mana sel
biasanya membentuk tumor, di katakan ganas apabila sel-sel tersebut menyerang ke jaringan atau
menyebar ke daerah yang jauh, kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.

Menurut (Le mone, Karen, dan bauldoff, 2015) dan (lestari, 2014) terdapat 3 kategori utama sindrom
nyeri pada pasien yang mengalami kanker payudara yaitu:

1. Nyeri berhubungan dengan keterlibatan tumor secara langsung pada payudara. Penyebab
yang umum adalah metastasis ke tulang, kompresi saraf atau infiltrasi, dan keterlibatan pada
organ visceral yang kosong.
2. Nyeri Ca Mamae berhubungan dengan terapi. Nyeri ini dapat meliputi nyeri insisi pasca
pembedahan atau nyeri pada luka, neuropati perifer, ulserasi pada membran mukosa, dan
nyeri akibat penjangkitan herpes zoster sekunder terdapatt kemmoterapi, serta nyeri pada
pleksus saraf, otot, dan saraf perifer dari terapi radiasi.
3. Nyeri dari sebuah penyebab yang tidak berhubungan dengan kanker atau terapi, seperti
neuropati diabetic

Pengkajian

Proses keperawatan merupakan suatu metode sistematis dan ilmiah yang di gunakan perawat
untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan biologis, psikososial
dan spiritual yang optilmal pada pasien (kusumawati dan hartono, 2012). Kebutuhan psikososial
pasien Ca Mammae dengan masalah keperawatan nyeri yang dialami oleh partisipan ialah Kebutuhan
psikososial pasien yang terdiri dari aspek psikologis dan aspek sosial. Sebagian besar partisipan
memiliki respon yang baik terhadap penyakit yang diderita baik itu fisik maupun psikologisnya.
Pasien juga memiliki koping yang baik dalam menghadapi tersebut, dimana koping yang dimiliki
tidak hanya berasal dari dirinya sendiri melainkan dari orang lain, misalnya para tenaga medis.
Penelitian ini juga menunjukkan kebutuhan psikososial pasien Ca. Mammae yang harus diperhatikan
dan dipenuhi saat merawat pasien Ca. Mammae.

Pembahasan

Respon yang ditemukan dalam jurnal merupakan usaha dari setiap partisipan dalam
menjalankan terapi pengobatan serta usaha dalam menghadapi penyakit kanker payudara agar dapat
memberikan dampak positif bagi proses pengobatannya. Tumor/kanker adalah penyakit yang harus
didiagnosa sesuai dengan kaidah kedokteran modern menggunakan sarana diagnosis yang berlaku
dalam ilmu kedokteran barat, misalnya dengan radiodiagnostik, patologi anatomi/klinik atau
peralatan canggih lainnya. Ada empat metode konvensional standar untuk pengobatan kanker yaitu
pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, dan hormone terapi (terapi biologis). Akan tetapi, pada
kenyataannya dengan 4 modalitas utama ini saja seringkali kanker belum bisa diatasi. Beberapa
pasien yang dalam pengobatannya dikombinasikan dengan tanaman obat, sel darah merah dan
putihnya tidak mengalami penurunan seperti yang terjadi pada pasien yang hanya menjalani terapi
konvensional. Pasien yang menjalani terapi konvensional terutama kemoterapi, umumnya daya tahan
tubuhnya akan menurun drastis. Dengan, daya tahan tubuh rendah mengakibatkan sel-sel kanker
lebih mudah menyebar dan sisa-sisa sel kanker yang tidak terangkat bisa menyebar lagi. Terapi
konvensional yang diberikan pada penderita tumor/kanker meliputi kemoterapi, analgetik,
antiinflamasi, obat lambung, obat penghenti perdarahan, vitamin dan antibiotic. Vitamin sebagai
suplemen merupakan yang terbanyak digunakan pada penderita kanker, disusul oleh analgetik
(penghilang rasa sakit).

Pada akhir terapi ditemukan 79,6% pasien dengan kualitas hidup yang membaik dan 20,4% yang
menetap, pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer alternatif dapat
meningkatkan kualitas hidup pada pasien tumor/kanker yang berobat di dokter praktek jamu yang
terlibat dalam penelitian.Sebagian besar nyeri kanker terjadi pada penyakit progresif yang dapat
berujung pada gejala fisik dan atau psikologis, penurunan fungsi, distres spiritual dan eksistensi,
permasalahan keluarga, permasalahan finansial, dan berbagai macam permasalahan lainnya yang
dapat memperburuk kualitas hidup pasien dan keluarganya. Managemen optimal terhadap nyeri
sebaiknya dilihat dari perspektif penanganan paliatif yang luas yang bertujuan untuk menjaga
kualitas hidup selama perjalanan penyakit dan menangani permasalahan kompleks yang dapat terjadi
saat pasien mendekatai akhir hidupnya. Semua klinisi yang memberikan terapi pada pasien dengan
kanker harus mengetahui pentingnya penanganan paliatif sebagai bagian dari praktik kedokteran
yang baik dan memfokuskan diri pada pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
menangani permasalahan kualitas kehidupan, seperti nyeri. Kemampuan untuk memberikan
penilaian yang komprehensif, memberikan obat analgetik yang tepat, dan mampu berkomunikasi
dengan pasien dan keluarganya merupakan dasar dari managemen nyeri pada pasien dengan kanker.
JURNAL 1
PENGELOLAAN NYERI KANKER

Erwin Kresnoadi
Bagian / SMF Anestesiologi dan Reanimasi FK Unram / RSU Provinsi NTB

Abstract
Patients with cancer have diverse symptoms, impairments in physical and psychological functioning, and other
difficulties that can undermine their quality of life. If inadequately controlled, pain can have a profoundly
adverseimpact on the patient and his or her family. The critical importance of pain management as part of
routine cancer care has been forcefully advanced by WHO, international and national professional
organizations, and governmental agencies. diakibatkan oleh berbagai macam
Keyword : cancer patient, pain management.
permasalahan seperti: undertreatment oleh
Pendahuluan klinisi dengan pengetahuan yang kurang
Pasien dengan kanker memiliki keluhan mengenai penatalaksanaan dan terapi nyeri;
yang bermacam-macam, gangguan fungsi pemahaman yang kurang tepat tentang efek
fisik dan psikologis, dan berbagai samping dan addiksi opioid; kecenderungan
permasalahan yang dapat memperburuk untuk memberikan prioritas yang lebih
1
kualitas hidup mereka. Jika tidak dikontrol rendah pada kontrol gejala dibandingkan
dengan baik, nyeri dapat memiliki pengaruh dengan pengelolaan penyakit; pasien yang
yang buruk pada pasien maupun tidak melaporkan nyeri dan ketidakcocokan
keluarganya.1,2 Pentingnya pengelolaan nyeri dengan terapi; dan berbagai halangan untuk
sebagai bagian dari perawatan rutin pada mencapai terapi analgesik optimal dalam
kanker telah ditekankan secara luas oleh sistem pelayanan kesehatan.1 Umtuk
WHO, organisasi profesional internasional memperbaiki pengelolaan nyeri pada kanker,
dan nasional, dan instansi pemerintahan. setiap praktisi yang terlibat dalam
Prevalensi nyeri kronis berkisar antara penanganan pasien-pasien tersebut harus
3050% pada pasien dengan kanker yang memastikan bahwa informasi medis yang
menjalani terapi aktif untuk tumor solid dan dimilikinya adalah yang terbaru saat ini dan
sekitar 70-90% pada penyakit tahap lanjut. pasien memperoleh edukasi yang tepat.2
Survei prospektif mengindikasikan sekitar
90% pasien dapat memperoleh peredaan
Penilaian terhadap nyeri kanker
nyeri yang adekuat dengan terapi
Pengelolaan nyeri kanker tergantung
obatobatan sederhana, namun kesuksesan
pada penilaian yang komprehensif dalam
ini tidak dijumpai pada praktik rutin.3
mengenali gejala untuk mengetahui
Pengelolaan nyeri yang tidak adekuat
fenomena dan patogenesis, menilai
hubungan antara nyeri dan penyakit, dan telah mengarahkan pengambilan keputusan
menjelaskan pengaruh nyeri dan kondisi untuk melakukan terapi. Istilah nosiseptik
penyerta lain terhadap kualitas hidup pasien. digunakan untuk nyeri yang diduga muncul
Penilaian ini memerlukan penggunaan akibat jejas jaringan yang kontinyu. Nyeri
penamaan yang terstandarisasi dan nosiseptik disebut nyeri somatik jika aktivasi
pendekatan yang mengeksplorasi berbagai yang kontinyu berkaitan dengan serabut
dimensi nyeri dan berbagai tampilan lain dari saraf afferen primer pada jaringan somatik,
1
kanker. seperti tulang, sendi, atau otot, dan disebut
nyeri viseral jika afferen visera diaktivasi oleh
Karena nyeri merupakan keluhan
jejas.
subjektif, makan laporan langsung dari
pasien merupakan gold standard untuk Istilah neuropatik digunakan jika nyeri
melakukan penilaian. Informasi yang diduga berasal dari proses somatosensorik
diperoleh dari pasien harus mencakup: yang menyimpang di sistem saraf pusat atau
kondisi saat ini (onset, pola, dan perjalanan perifer. Nyeri neuropatik mencakup berbagai
penyakit); lokasi (lokasi primer dan pola macam sindrom. Subtipe yang banyak terdiri
penyebaran nyeri); beratnya (biasanya dari nyeri deafferensiasi (seperti nyeri
diukur dengan verbal rating scale, misal, sentral, phantom pain, dan neuralgia
ringansedang-berat, atau dengan skala postherpetiformis), mononeuropati dan
numerik 010); kualitas; dan faktor-faktor polineuropati perifer, dan sindrom nyeri
yang memperberat atau meringankan regional yang kompleks (reflex sympathetic
nyeri.2,3 Karakteristik-karakteristik ini, dystrophy atau causalgia). Meskipun nyeri
dikombinasikan dengan informasi yang neuropatik dapat berrespon dengan baik
diperoleh dari pemeriksaan fisik dan review terhadap analgesik konvensional,
pemeriksaan laboratorium dan pencitraan, sindromasindroma ini secara disproporsional
biasanya menunjukkan sindroma nyeri muncul pada pasien dengan nyeri yang
tertentu, memperjelas luasnya penyakit dan kurang berrespon terhadap obat opioid.1
hubungan antara nyeri dengan lesi tertentu, Hasilnya, diagnosis sindroma nyeri
dan memungkinkan untuk menyimpulkan neuropatik sering mengindikasikan terapi
patofisiologi nyeri tersebut. Informasi ini yang lain, termasuk penggunaan obat-obatan
mempengaruhi keputusan untuk melakukan analgesik nontradisional spesifik.

penilaian lebih lanjut atau untuk memilih


terapi spesifik tertentu. Sindroma nyeri kanker
Pengenalan sindroma nyeri dapat
Dalam beberapa tahun terakhir,
membantu dalam melakukan identifikasi
pengetahuan menganai patofisiologi nyeri
terhadap etiologi spesifik yang menyebabkan breakthrough).3 Potensi terapi baru untuk
nyeri, menuntun perlu atau tidaknya evaluasi nyeri breakthrough, seperti oral
tambahan, saran untuk terapi-terapi transmucosal fentanyl citrate, dapat
tertentu, atau membantu dalam menilai membantu dalam memahami tipe nyeri yang
outcome dari pasien. Meskipun sebagian
terjadi.4
besar sindrom nyeri akut disebabkan oleh
Sebanyak 3/4 dari sindroma nyeri kronik
diagnosis atau intervensi terapi yang biasa
berasal dari efek langsung neoplasma; yang
(Panel 1)2, munculnya nyeri akut juga sering
lainnya terkait dengan terapi yang diberikan
dijumpai pada pasien dengan nyeri kronik.
untuk menangani penyekit atau kelainan
Sampai 2/3 pasien dengan nyeri kronik yang
yang tidak terkait dengan penyakit atau
terkontrol dengan baik mengalami
terapinya. Klinisi yang menangani nyeri
munculnya nyeri sementara (nyeri
kanker harus bisa mengenali sindroma- sindroma yang biasa dijumpai.5

Tabel 1. Sindroma Nyeri Akut


Panel 1: Sindroma nyeri akut
Akibat prosedur dan terapi
Nyeri akut yang berhubungan degan prosedur diagnosis
Nyeri kepala akibat pungsi lumbar

Biopsi sumsum tulang

Pungsi lumbar

Venepuncture

Paracentesis

Thoracentesis

Nyeri akut yang berhubungan dengan teknik analgesik


Sindroma hiperalgesia opioid spinal

Nyeri akut setelah terapi Strontium-89 pada nyeri metastase tulang

Nyeri akut pasca operasi


Nyeri akut yang berhubungan dengan prosedur terapi lain
Pleurodesis

Embolisasi tumor

Insersi nephrostomy

Nyeri yang berhubungan dengan transplantasi sumsum tulang (oral mucositis, hepatopathy)
Nyeri akut yang berhubungan dengan kemoterapi
Nyeri akibat infus intravena atau intra-arteri

Kemoterapi intraperitoneal

Nyeri kepala akibat kemoterapi intrathecal

Nyeri oropharingeal mucositis

Nyeri neuropathy perifer

Nyeri tulang atau otot yang luas akibat colony-stimulating factors atau kemoterapi
Angina yang diinduksi 5-fluorouracil

Nyeri akut yang berhubungan dengan terapi hormonal


Nyeri gynaecomastia

Luteinising hormone-releasing factor tumor flare pada kanker prostat


Hormone-induced acute pain flare pada kanker payudara
Nyeri akut yang berhubungan dengan immunotherapy
Arthralgia dan myalgia dari interferon dan interleukin

Nyeri akut yang berhubungan dengan terapi radiasi


Nyeri oropharingeal mucositis

Radiasi akut enteritis dan protocolitis

Brachial plexopathy onset dini setelah radiasi pada kanker payudara


Tabel 1. Sindroma Nyeri Akut (lanjutan)

Panel 1: Sindroma nyeri akut


Akibat neoplasma atau kondisi patologis terkait
Nyeri akut terkait tumor
Vertebral collapse dan kondisi patologis lain

Obstruksi akut dari hollow viscus (misal, usus, ureter, bladder outlet)

Nyeri kepala akibat hipertensi intracranial

Haemorrhage into tumour


Nyeri akut yang berhubungan dengan infeksi
Myalgia dan arthralgia yang berhubungan dengan sepsis

Nyeri yang berhubungan dengan jejas atau abses superficial


Sindroma nyeri nosiseptik terkait tumor5 Pengenalan pola tertentu dari nyeri (misal,
Invasi neoplasma pada tulang, sendi, otot, nyeri crescendo, nyeri yang muncul pada
atau jaringan ikat dapat menyebabkan nyeri posisi berbaring terlentang, atau nyeri
somatik yang persisten; sindrom nyeri tulang
radicular) dan temuan neurologis yang dapat
adalah yang paling sering. Hanya sebagian kecil
dari metastase tulang yang menjadi nyeri, dan digunakan untuk memprediksi kemungkinan
faktor-faktor yang mengubah lesi yang tidak nyeri terjadinya kompresi epidural memungkinkan
menjadi lesi yang nyeri tidak diketahui. Vertebra
pasien dengan resiko tinggi untuk mengalami
merupakan lokasi tersering sebagai
tempat terjadinya metastase tulang dan komplikasi ini melakukan pencitraan spesifik
banyak pasien dengan kanker mengalami pada ruang epidural dengan magnetic
nyeri punggung. Perluasan dari resonance imaging (MRI) atau
neoplasma yang terdapat pada vertebra
myelography. Dengan diagnosis dan terapi
berpotensi untuk merusak corda spinalis
ataupun serabut saraf, dini tumor, gangguan neurologis dapat
sehingga dapat menyebabkan permasalahan dicegah. Ini merupakan salah satu contoh
neurologis yang berat. Nyeri punggung akibat pentingnya diperlukan pengenalan sindroma
metastase vertebra
dalam penilaian nyeri kanker.
merupakan penanda potensial akan
adanya kompresi epidural corda spinalis atau Obstruksi, infiltrasi, atau kompresi
cauda equina.
struktur viseral, termasuk hollow viscus dan
jaringan ikat penunjang, menyebabkan
berbagai sindrom nyeri nosiseptik viseral
(Panel 2).

Sebagian besar dari sindroma-


sindroma tersebut mudah untuk untuk didiagnosis, khususnya jika sindroma
didiagnosis. Beberapa sindroma dapat sulit nyerinya melebihi diagnosis neoplasmanya.

Tabel 2. Sindroma nyeri kronik pada pasien kanker : sindroma nyeri terkait tumor
Panel 2: Sindroma nyeri kronik pada pasien kanker: sindroma nyeri terkait tumor
Sindroma nyeri nosiseptik
Sindroma nyeri tulang, sendi, dan jaringan ikat
Nyeri multifokal atau generalisata (metastase fokal atau ekspansi sumsum)
Metastase basis cranium
Sindroma vertebra
Sindroma nyeri pada tulang pelvis dan pinggul
Invasi tumor pada sendi, atau jaringan ikat, atau keduanya
Sindroma nyeri paraneoplastik
Osteoarthropathy hipertrofik
Ginekomasti terkait tumor
Keterkaitan neoplastik pada viscera Sindroma
distensi hepatik

Sindroma rostral retroperitoneal


Obstruksi intestinal kronik dan peritoneal carcinomatosis
Nyeri pelvis dan perineal malignant
Obstruksi ureteral kronik

Sindrom nyeri neuropatik


Nyeri mononeuropati perifer
Nyeri polineuropati
Plexopati
Cervical
Brachial
Lumbosacral
Sacral
Radiculopathy
Kompresi korda spinalis epidural
disebabkan oleh radiasi atau regimen terapi
Sindroma nyeri neuropatik terkait tumor5 berbahan dasar kortikosteroid, dan nyeri
Sindroma nyeri neuropatik dapat viseral kronik dapat terjadi setelah
disebabkan oleh infiltrasi tumor atau kemoterapi intraperitoneal atau terapi
kompresi saraf, pleksus, atau radix, atau radiasi abdomen. Sindroma-sindroma ini
akibat efek remote dari penyakit malignant dapat menyerupai nyeri terkait tumor dan
pada saraf perifer (Panel 2). dalam melakukan penilaiannya penting
Sindromasindroma yang ada sangat untuk mengeksklusi kekambuhan.
bervariasi; pasien dapat memiliki nyeri yang
berat ataupun dysesthesia (sensasi nyeri
abnormal seperti rasa terbakar) pada bagian
dermatomal yang diinervasi oleh struktur
saraf yang rusak.

Sindroma nyeri terkait terapi5


Sindroma nyeri nosiseptik terkait
kemoterapi, terapi radiasi, atau pembedahan
jarang dijumpai (Panel 3). Nyeri somatik
terkait osteonekrosis pada tulang dapat
Sebagian besar sindroma nyeri pasca kronis pasca amputasi dapat menyebabkan
terapi bersifat neuropatik. Faktor-faktor yang terjadinya neuroma pada lokasi amputasi,
menjadi predisposisi terjadinya nyeri yang menjadi penyebab dasar stump pain,
neuropatik kronis setelah jejas saraf pada atau proses-proses sistem saraf pusat yang
beberapa pasien, yang luas dan beratnya kemungkinan mendasari perkembangan
dapat menjadi faktor minor, masih belum phantom pain.
diketahui. Setiap insisi pembedahan dapat
berlanjut menjadi sindroma nyeri neuropatik
pada sekelompok kecil pasien. Penilaian
berulang sering diperlukan untuk
mengeksklusi kekambuhan tumor. Nyeri

Tabel 3. Sindroma nyeri kronik pada pasien kanker : sindroma nyeri terkait terapi

Panel 3: Sindroma nyeri kronik pada pasien kanker: sindroma nyeri terkait terapi
Sindroma nyeri nosiseptik
Nyeri osteonekrosis
Nekrosis kaput femur atau humerus yang diinduksi radiasi atau kortikosteroid
Osteoradionekrosis tulang lain
Nyeri limfoedema
Nyeri ginekomastia
Nyeri abdomen kronik
Karena kemoterapi intraperitoneal
Karena terapi radiasi
Nyeri pelvis kronik diinduksi radiasi

Sindroma nyeri neuropatik


Sindroma nyeri neuropatik post operasi
Sindroma pasca mastektomi
Sindroma pasca thoracotomy
Sindroma pasca radical neck dissesction
Sindroma pasca nefrektomi
Stump pain dan phantom pain
Sindroma nyeri post radioterapi
Fibrosis pleksus servikal, brakhial, atau lumbosakral akibat radiasi
Neoplasma yang diinduksi radiasi
Radiasi myelopathy
Sindroma nyeri post kemoterapi
Polineuropati

Fibrosis yang diinduksi oleh radiasi dapat nyeri neuropatik kronik; gejala biasanya merusak saraf
perifer dan menyebabkan muncul beberapa bulan atau tahun setelah
terapi. Nyeri neuropatik biasanya kurang termasuk fisik, psikologis, sosial, spiritual,
tajam jika dibandingkan dengan nyeri yang eksistensi, dan lain sebagainya. Dasar
diakibatkan oleh neoplasma, dan dapat penilainan ini tetaplah konstan, yaitu
terkait dengan perlemahan perlahan yang komunikasi terbuka antara
progresif, gangguan sensorik, perubahan
klinisi dengan pasien.11-12
radiasi pada kulit, dan limfoedema. Diagnosis
Penanganan paliatif merupakan model
dapat dipersulit dengan adanya riwayat
penanganan yang difokuskan pada pasien
pembedahan sebelumnya dan risiko
dengan penyakit progresif yang tidak dapat
terjadinya kanker berulang.
disembuhkan dan keluarga pasien.
Penanganan ini merupakan pendekatan
Permasalahan lain dalam penilaian
terapi yang bertujuan untuk memperbaiki
terhadap nyeri kanker
kualitas kehidupan pasien dan keluarga
Sebagian besar pasien kanker yang selama perjalanan penyakit serta membantu
mengalami nyeri kronik juga mengalami pasien dan keluarga menghadapi adanya
gejala fisik dan psikologis lainnya. Studi kemungkinan kematian.13 Penanganan
menunjukkan bahwa nyeri, fatigue, dan paliatif harus lebih intensif pada akhir
distress psikologis adalah gejala yang paling
kehidupan, saat harus meyakinkan bahwa
sering ditemui pada pasien kanker. Penilaian
kenyamanan merupakan prioritas, setiap
yang luas akan gejala merupakan bagian
nilai dan keputusan dihormati, tersedia
yang esensial dari pengelolaan nyeri
dukungan praktikal, dan terdapat
kanker.6-8 kesempatan untuk pertumbuhan dan

Penilaian akan nyeri dan gejala, secara resolusi.

berlanjut, merupakan salah satu dari Semua klinisi yang peduli kepada pasien
berbagai macam permasalahan dalam dengan kanker memberikan penanganan
penderitaan (suffering) pasien dan paliatif sebagai bagian dari praktik
9
keluarga. Penderitaan yang dialami telah kedokteran yang baik. Terapi yang efektif
dibandingkan dengan memburuknya kualitas untuk nyeri merupakan bagian yang penting
kehidupan secara keseluruhan dan dari penanganan ini. Penanganan paliatif
didefinisikan sebagai ”nyeri keseluruhan” saat ini berkembang menjadi spesialisasi
10
(total pain). Penderitaan dan kualitas medis di berbagai negara. Rujukan kepada
kehidupan merupakan konstruksi spesialis penanganan paliatif dapat dilakukan
multidimensi dan penilaian untuk kapanpun jika gejala tidak dapat ditangani,
mengeksplorasi kedua aspek tersebut harus terdapat tingkat penderitaan global yang
menguji gangguan dalam berbagai bidang, tinggi, atau kebutuhan akan pendekatan tim
secara komprehensif diperlukan, yang nyeri kanker sedang sampai berat.
biasanya terjadi saat pasien mendekati akhir Pendekatan analgesic ladder dari WHO
hidupnya. Beberapa negara memiliki secara luas diterima sebagai dasar guideline
program spesialisasi untuk penanganan terapi.3,15,16 Meskipun pendekatan ini
paliatif pada akhir kehidupan, seperti menekankan peranan morfin, namun
program hospice.7 masing-masing pasien memberikan respon
yang berbeda-beda terhadap opioid yang
berbeda. Trial opioid runtut (disebut rotasi
Pengelolaan nyeri kanker
Meskipun dasar utama pendekatan opioid) mungkin diperlukan untuk

pengelolaan nyeri kanker adalah mengidentifikasi obat yang memberikan

farmakoterapi berdasar opioid, berbagai keseimbangan terbaik antara efek analgesia

macam strategi potensial dapat dan efek samping. Panel 4 menunjukkan


guideline untuk pengelolaan konvensional
dipertimbangkan untuk masing-masing
dari terapi opioid kronik.17
pasien. Pada berbagai kasus, penilaian akan
nyeri mengindikasikan intervensi yang Rute oral untuk pemberian opioid cukup
ditujukan pada etiologi nyeri. Terapi radiasi efektif dan dapat diterima sebagaian besar
sering digunakan untuk nyeri, dan pasien dan secara umum dipilih untuk terapi
kemoterapi paliatif terkadang digunakan opioid kronik. Rute lain mungkin dapat
dengan tujuan utama sebagai analgesia. Saat digunakan, bagaimanapun, pada
ini, US Food and Drug Administration pasienpasien tertentu. Rute administrasi
telah menyetujui dua obat-obatan transdermal tersedia bagi opioid yang sangat
kemoterapi, gemcitabine dan mitoxantrone, lipofilik, fentanil. Trial perbandingan dengan
khususnya untuk meredakan gejala pada menggunakan morfin controlled-release
kanker pankreas dan kanker prostat secara oral mengindikasikan bahwa formula ini lebih
berurutan. Penggunaan terapi ini sebagai dipilih oleh beberapa pasien dan mungkin
komponen pengelolaan nyeri harus terkait dengan kurangnya konstipasi
konsisten dengan kondisi medis pasien dan dibandingkan dengan formula lain; formula
14
tujuan penanganan. ini juga sering digunakan jika rute oral
bermasalah karena disfagia atau gangguan

Pendekatan farmakologis fungsi gastrointestinal, jika compliance sulit


Terapi opioid diperoleh dengan agen oral lain, atau jika
Dengan mengetahui efektifitas dan trial dengan fantanil diinginkan.18 Infus
keamanannya, terapi opioid sebaiknya subkutaneus kuntinyu, dengan ataupun
diberikan secara rutin pada pasien dengan tanpa injeksi bolus untuk nyeri
breakthrough, dapat diberikan dengan paparan opioid sebelumnya, dan kondisi
menggunakan ambulatory infusion pump.19 medis pasien. Pada pasien dengan paparan
Kedepannya, pompa tersebut dapat minimal terhadap opioid, dosis awal
digantikan sebagian dengan munculnya biasanya setara dengan 5-10 mg morfin
peralatan iontophoretic yang dapat parenteral tiap 4 jam. Besarnya dosis
memberikan karakteristik pemberian obat penyelamatan biasanya berkisar antara 5%
yang serupa melalui kulit. Pendekatan sampai 15% dari total dosis harian dan
intraspinal dapat bernilai pada kelompok interval pemberian cukup lama untuk
pasien kanker tertentu yang tidak dapat mengobservasi efek dari masing-masing
menggunakan terapi sistemik. Tersedia dosis. Dengan dosis oral, interval minimum
berbagai pendekatan untuk memberikan biasanya adalah sekitar 2 jam, sementara
infus epidural atau intrathecal jangka pemberian intravena adalah 10-15 menit.
panjang.20 Dosis yang berbeda-beda merupakan prinsip
dasar dalam terapi opioid.
Guideline dosis untuk terapi opioid telah
ditentukan (Panel 4). Dosis terjadwal telah Tujuannya adalah untuk memperoleh
menggantikan dosis seperlunya dalam keseimbangan antara efek analgesik dan efek
samping melalui penyesuaian dosis secara
penatalaksanaan nyeri kontinyu atau sering bertahap. Besarnya peningkatan setiap dosis
berulang. Dosis penyelamatan seperlunya biasanya adalah total dari dosis
penyelamatan yang dikonsumsi dalam 24
cenderung dikombinasikan dengan regimen
jam terakhir, atau 30-50% dari dosis harian
tetap untuk terapi nyeri breakthrough. saat ini (terkadang lebih tinggi pada pasien
Besarnya dosis awal bervariasi tergantung dengan nyeri yang berat).
pada beratnya nyeri, pemberian atau
Tabel 4. Guideline untuk pengelolaan konvensional pada terapi opioid kronik
Panel 4: Guideline untuk pengelolaan konvensional pada terapi opioid kronik
Penilaian komprehensif
Tentukan sindroma nyeri, status fungsi, gangguan psikososial, dan penyakit penyerta.
Pertimbangkan kemungkinan penyalahgunaan obat (substances). Pertimbangkan efikasi opioid
pada sindroma nyeri yang dimaksud dan peran terapi dalam pendekatan multimodal.

Pemilihan obat
Pertimbangkan umur dan apakah terdapat gagal fungsi organ mayor, khususnya ginjal, hepar, atau
respirasi.

Pertimbangkan permasalahan farmakologis.

Pertimbangkan perbandingan antar obat berdasarkan profil efek samping atau toksisitas.

Pertimbangkan efek interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik obat penyerta.


Pertimbangkan perbedaan antar individu (perhatikan outcome tearpi sebalumnya) dan terapi
pilihan pasien.

Kenali rute pemberian (misal, oral, intravena, injeksi subkutan, topikal) dan formulasi (misal,
lepas sekali atau terkendali) yang tersedia. Kenali perbandingan perbedaan biaya.

Pemilihan rute
Gunakan rute yang paling tidak invasif.

Pertimbangkan kenyamanan dan compliance dari pasien.


Pemilihan dosis dan dosis terapi
Pertimbangkan dosis sebelumnya dan potensi analgesik relatif saat awal terapi.

Mulailah dengan dosis rendah dan tingkatkan sampai mencapai efek analgesik yang adekuat atau
muncul efek samping.

Pertimbangkan dosis terjadwal tergantung pada perkiraan durasi nyeri.

Pertimbangkan medikasi penyelamatan untuk breakthrough pain.

Perhatikan bahwa toleransi jarang menjadi dasar peningkatan dosis; pertimbangkan progresifitas
penyakit saat diperlukan peningkatan dosis.

Tabel 4. Guideline untuk pengelolaan konvensional pada terapi opioid kronik (lanjutan)

Panel 4: Guideline untuk pengelolaan konvensional pada terapi opioid kronik


Trial opioid alternatif
Perhatikan perbedaan respon masing-masing individu terhadap berbagai opioid; pertimbangkan
trial opioid lain saat terjadi kegagalan terapi.

Terapi efek samping


Pertimbangkan terapi untuk konstipasi, mual, somnolen, atau gatal-gatal.
Monitoring
Monitor efikasi terapi dan status nyeri dari waktu ke waktu dan pertimbangkan modifikasi jika
diperlukan.
Informasi mengenai potensi relatif antara dengan memungkinkan penggunaan dosis
obat-obat opioid diperlukan untuk perubahan yang lebih lebih tinggi dan lebih efektif. Efek
obat atau rute pemberian (Tabel 1).21 Informasi
samping yang paling sering terkait dengan
ini diperoleh dari studi dosis tunggal pada
populasi tertentu dan fungsi sistem gastrointestinal (konstipasi,
sebaiknya digunakan sebagai mual, dan muntah) dan fungsi
guideline dalam menentukan dosis awal nouropsikologis (somnolen dan gangguan
obat baru atau rute baru. Saat berpindah dari
kognitif).23 Terdapat berbagai strategi terapi
satu opioid ke opioid yang lain, dosis obat yang
baru biasanya dikurangi 30-50% atau lebih untuk masing-masing fenomena. Beberapa
(>90%) jika obat baru merupakan pasien tidak mencapai keseimbangan antara
22
methadone. Tidak ada dosis maksimum untuk
efek analgesik dengan efek samping saat
opioid μ-agonis murni. Dosis titrasi sebaiknya
dilanjutkan sampai outcome yang diinginkan melakukan titrasi.24 Untuk pasien-pasien
tercapai atau muncul efek yang demikian, beberapa pendekatan terapi
samping yang tidak diinginkan. Pengelolaan efek mungin dapat diberikan, misalnya,
samping penting untuk diketahui pada terapi dan
pendekatan dengan menggunakan
dapat membuka jendela tearpi
obatobatan yang lain, atau penggunaan
intervensi nonfarmakologis seperti blok saraf,
prosedur pembedahan, atau terapi psikologis

(Panel 5).25

Tabel 5. Analgesik opioid untuk terapi nyeri kronik


Dosis (mg) setara dengan 10 mg morfin intramuskular
Obat Oral Intramuskular Waktu-paruh Durasi (jam) Keterangan
(jam)

Morfin 20-30 10 2-3 2-4 Standard


perbandingan
Berbagai
Morfin lepas
formula tidak
terkendali 20-30 10 2-3 8-12

bioekuivalen

Tabel 5. Analgesik opioid untuk terapi nyeri kronik (lanjutan)

Obat Dosis (mg) intramuskular Keterangan


setara dengan
10 mg morfin Durasi (jam)
Waktu-paruh
Oral Intramuskular (jam)
Morfin lepas
lambat 20-30 10 2-3 24

Oxycodone 20 .. 2-3 3-4


Oxycodone lepas
terkendali 20 .. 2-3 8-12

Potensi dapat
Hydromorphone 7,5 1,5 2-3 2-4
lebih besar

Perlu
penurunan

Methadone 20 10 12-190 4-12 dosis (70-90%)


jika pindah
obat ke
methadone
Tersedia
Oxymorphone 10 1 2-3 2-4 sediaan rektal
dan injeksi

Levorhanol 4 2 12-15 4-6


Dapat
diberikan

secara infus
intravena atau
Fentanyl .. .. 7-12 ..
subkutan. 100
μg/jam setara

dengan morfin
4 mg/jam
100 μg/jam
setara dengan
morfin 4

Fentanyl mg/jam. Rasio


.. .. 16-24 48-72
transdermal morfin oral
dengan

transdermal
adalah 70:1.

Tabel 6. Pilihan terapi alternatif jika regimen opioid gagal.


Panel 5: Pilihan terapi alternatif jika regimen opioid gagal.
Pendekatan Pilihan terapi
Gunakan teknik farmakologis untuk menurunkan Gunakan analgesik adjuvant.
kebutuhan akan opioid sistemik. Gunakan opioid spinal.
Tentukan opioid yang memiliki keseimbangan terbaik Trial opioid runtut (rotasi opioid)
antara efek analgesik dan efek samping.

Perbaiki torelansibilitas opioid. Managemen yang lebih agresif pada efek samping (misal,
penggunaan stimulan untuk sedasi yang diinduksi opioid).

Cobalah teknik nonfarmakologis untuk menurunkan Pendekatan anestetik (misal, blok).


kebutuhan akan opioid sistemik. Pendekatan pembedahan (misal, cordotomy).
Pendekatan rehabilitatif (misal, bracing).
Pendekatan psikologis (misal, terapi kognitif).

efek samping dari masingmasing NSAIDs


Analgetik non-opioid dan adjuvant bervariasi diantara pasien; disamping itu,
Analgetik non-opioid terdiri dari NSAIDs yang berbeda memberikan efek yang
acetaminophen dan non-steroidal berbeda dan bervariasi pada seorang pasien
antiinflamatory drugs (NSAIDs). Analgetik yang sama.
adjuvant adalah obat-obat yang memiliki Dengan mengetahui dosis efektf minimal dan
indikasi primer selain nyeri namun memiliki dosis maksimum, titrasi dosis biasanya telah
efek analgetik dalam kondisi-kondisi ditentukan. Penggunaan NSAIDs dibatasi
tertentu. oleh efek samping dan perhatian terhadap
efek toksik pada sistem gastrointestinal dan
Acetaminophen dan NSAIDs digunakan
renal. Penggunaan obat ini cenderung akan
secara luas, menghasilkan efek analgesik
berkembang dengan munculnya inhibitor
yang tergantung pada dosis pemberian, dan
selektif cyclooxyenase-2, yang lebih aman
terdapat hubungan dosis-respon yang
terhadap sistem gastrointestinal dan renal.26
dikarakteristikkan dengan dosis efektif
minimum dan dosi maksimal (ceiling dose) Analgesik adjuvant terdiri dari obat-
untuk analgesik. Acetaminophen biasanya obatan yang berada di kelas-kelas yang
lebih aman namun tidak memiliki efek berbedabeda (Panel 6). Diantara pasien
antiinflamasi dasar; bukti menunjukkan dengan kanker, obat-obat ini cenderung
bahwa efikasinya kurang pada nyeri tulang diberikan setelah terapi opioid
dan nyeri yang terkait dengan proses dioptimalisasi. Kortikosteroid merupakan
inflamasi yang luas. NSAIDs dapat menjadi obat dengan berbagai fungsi dan biasanya
berguna dan sebaiknya dipertimbangkan digunakan pada pasien dengan penyakit
untuk diberikan bersamaan dengan tahap lanjut untuk meredakan nyeri,
pemberian opioid. Efikasi maksimum dan anoreksia, mual, dan malaise. Banyak
analgetik adjuvant yang lain, termasuk calcitonin. Dengan bertambahnya bukti
antidepresan, antikonvulsi, dan anestetik bahwa biphosphonates memperbaiki
oral lokal, digunakan untuk nyeri neuropatik morbiditas secara keseluruhan terkait
yang tidak memberikan respon yang adekuat dengan metastase tulang, penggunaan obat
terhadap opioid.27 Trial berlanjut terkadang ini terus meluas dan berkembang. Nyeri
diperlukan untuk mengidentifikasi obat- terkait dengan obstruksi usus malignant
obatan yang berguna. Analgetik adjuvant mungkin sulit untuk diterapi. Obat
yang lain digunakan untuk mentatalaksana antikolinergik, octreotide, dan kortikosteroid
nyeri tulang yang tidak berrespon terhadap dapat menjadi adjuvant yang berguna dalam
opioid. Diantaranya adalah biphosphonates, meredakan nyeri dan muntah.28
obat-obat radiopharmaceutical, dan

Panel 6:
Analgesik
adjuvant
Indikasi Contoh
Multipurpose Kortikosteroid
drugs Dexametasone
Prednisone
Nyeri Antidepresant (multipurpose, namun digunakan untuk nyeri
neuropatik
neuropatik)

Antidepresant trisiklik
Amitriptyline
Desipramine
Antidepresant baru
Fluoxetine
Paroxetine
Agonist α-2 adrenergik (multipurpose, namun digunakan
untuk nyeri neuropatik)

Clonidine
Tizanidine
Antagonis reseptor NMDA
Ketamine
Dextromethorpan
Antikonvulsan
Gabapentin
Carbamazepine
Phenytion
Valproate

Clonazepam
Lamotrigine
Anestetik oral lokal
Mexiletine
Tocainide
Neuroleptics
Pimozide
Lain-lain
Baclofen
Calcitonin
Tabel 7. Analgesik adjuvant.
Tabel 7. Analgesik adjuvant (lanjutan)

Panel 6: Analgesik adjuvant

Indikasi Contoh
Obat untuk sindrom nyeri regional Calcitonin
kompleks atau yang dicurigai nyeri Clonidine
terkait simpatik
Prazosin
Agen topikal Capsaicin
Phenoxybenzamine
Anestetik lokal
Obat untuk nyeri tulang Biphosphonates (misal, pamidronate)
Calcitonin
Radiopharmaceutical (misal, strontium-89 dan samarium-153)
Obat untuk obstruksi usus Scopolamine
Glycopyrrolate
Octreotide
Teknik analgesik lain
Bagi pasien yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi obatobatan, harus
dipetimbangkan terapi analgesik alternatif. Terapi yang dimaksud terdiri dari berbagai intervensi
anestesi, pembedahan, neurostimulasi, psikiatri, dan psikologis (Panel 5).29 Beberapa pasien mencari
pengobatan alternatif untuk memperoleh kesembuhan. Belum ada studi perbandingan dari
intervensi-intervensi tersebut dan pemilihan terapi dilakukan berdasarkan penilaian terhdap
tingkatan nyeri yang dirasakan pasien, status medis dan psikososial, luasnya penyakit, dan tujuan
terapi yang diinginkan. Pada masing-masing kasus, klinisi harus mempertimbangkan keuntungan dan
beban terkait dengan terapi yang akan diberikan. Komunikasi terbuka mengenai masalah-masalah ini
penting dalam memberikan dukungan jangka panjang kepada pasien dengan sindroma nyeri yang
berulang.

Ringkasan
Sebagian besar nyeri kanker terjadi pada penyakit progresif yang dapat berujung pada gejala fisik
dan atau psikologis, penurunan fungsi, distres spiritual dan eksistensi, permasalahan keluarga,
permasalahan finansial, dan berbagai macam permasalahan lainnya yang dapat memperburuk
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Managemen optimal terhadap nyeri sebaiknya dilihat dari
perspektif penanganan paliatif yang luas yang bertujuan untuk menjaga kualitas hidup selama
perjalanan penyakit dan menangani permasalahan kompleks yang dapat terjadi saat pasien
mendekatai akhir hidupnya. Semua klinisi yang memberikan terapi pada pasien dengan kanker harus
mengetahui pentingnya penanganan paliatif sebagai bagian dari praktik kedokteran yang baik dan
memfokuskan diri pada pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menangani
permasalahan kualitas kehidupan, seperti nyeri. Kemampuan untuk memberikan penilaian yang
komprehensif, memberikan obat analgetik yang tepat, dan mampu berkomunikasi dengan pasien
dan keluarganya merupakan dasar dari managemen nyeri pada pasien dengan kanker.

Daftar Pustaka
1. Portenoy RK, Foley KM, Inturrisi CE. The nature of opioid responsiveness and its implications for
neuropathic pain: new hypotheses derived from studies of opioid infusions. Pain 2000; 43: 273–
86.
2. Portenoy RK. Pain syndromes in patients with cancer and HIV/AIDS. In: Portenoy RK, ed.
Contemporary diagnosis and management of pain in oncologic and AIDS patients. Newtown, PA:
Handbooks in Healthcare, 1998: 44–70.
3. WHO. Cancer pain relief and palliative care. Geneva: WHO, 1996.
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

4. Portenoy RK, Payne R, Coluzzi P, et al. Oral transmucosal fentanyl citrate (OTFC) for the treatment
of breakthrough pain in cancer patients: a controlled dose titration study. Pain 1999; 79: 303–
12.
5. Cherny NI, Portenoy RK. Cancer pain: principles of assessment and syndromes. In: Wall PD,
Melzack R, eds. Textbook of pain, 4th ed. Edinburgh: Churchill Livingstone (in press).
6. Portenoy RK, Thaler HT, Kornblith AB, et al. Symptom prevalence, characteristics and distress in a
cancer population. Qual Life Res 2004; 3: 183–9.
7. Ventafridda V, DeConno F, Ripamonti C, et al. Quality-of-life assessment during a palliative care
programme. Ann Oncol 2000; 1: 415–20.
8. Curtis EB, Krech R, Walsh TD. Common symptoms in patients with advanced cancer. J Palliat Care
2001; 7: 25–9.
9. Portenoy RK. Cancer pain: pathophysiology and syndromes. Lancet 2002; 339: 1026–31.
10. Saunders C. The philosophy of terminal care. In: Saunders C, ed. The management of terminal
malignant disease. London: Edward Arnold, 2004: 232–41.
11. Cassell EJ. The nature of suffering and the goals of medicine. N Engl J Med 2002; 306: 639–45.
12. Cherny NI, Coyle N, Foley KM. Suffering in the advanced cancer patient: a definition and taxonomy.
J Palliat Care 2004; 10: 57–70.
13. Cella DF. Quality of life: concepts and definition. J Pain Symptom Manage 2004; 9: 186–93.
14. Burris HA 3rd, Moore MJ, Andersen J, et al. Improvements in survival and clinical benefit with
gemcitabine as first-line therapy for patients with advanced pancreas cancer: a randomized trial.
J Clin Oncol 2007; 15: 2403–13.
15. Jacox A, Carr DB, Payne R, et al. Management of cancer pain. AHCPR publication no. 94-O592:
Clinical practice guideline no 9. Rockville, MD: US Department of Health and Human Services,
Public Health Service, March, 2004.
16. American Pain Society. Principles of analgesic use in the treatment of acute pain and cancer pain.
Skokie, IL: American Pain Society, 2002.
17. Ingham J, Portenoy RK. Drug therapy for pain: NSAIDS and opioids. Curr Opin Anaesthesiol 2003;
6: 838–44.
18. Ahmedzai S, Brooks D. Transdermal fentanyl versus sustained-release oral morphine in cancer
pain: preference, efficacy, and quality of life. J Pain Symptom Manage 2007; 13: 254–61.
19. Bruera E. Subcutaneous administration of opioids in the management of cancer pain. In: Foley KM,
Bonica JJ, Ventafridda V, eds. Advances in pain research and therapy, vol 16. New York: Raven
Press, 1990: 203–18.
20. Waldman SD, Leak DW, Kennedy LD, et al. Intraspinal opioid therapy. In: Patt RB, ed. Cancer pain.
Philadelphia: JB Lippincott, 2003: 285–38.
21. Derby S, Chin J, Portenoy RK. Systemic opioid therapy for chronic cancer pain: practical guidelines
for converting drugs and routes of administration. CNS Drugs 2008; 9: 99–109.
22. Bruera EB, Pereira J, Watanabe S, et al. Systemic opioid therapy for chronic cancer pain: practical
guidelines for converting drugs and routes. Cancer 2006; 78: 852–57.
23. Portenoy RK. Management of common opioid side effects during long-term therapy of cancer
pain. Ann Acad Med Singapore 2004; 23: 160–70.
24. Derby S, Portenoy RK. Assessment and management of opioidinduced constipation. In: Portenoy
RK, Bruera
EB, eds. Topics in palliative care, vol 1. New York: Oxford University Press, 2007: 95–112.
25. Doyle E, Hanks GWC, MacDonald N, eds. Oxford textbook of palliative medicine. New York: Oxford
University Press, 1998.
26. Vane JRE, Bakhle YS, Botting RM. Cyclooxygenase 1 and 2. Ann Rev Pharmacol Toxicol 2008;
38: 97–120.
27. Portenoy RK. Adjuvant analgesics in pain management. In: Doyle D, Hanks GW, MacDonald N, eds.
Oxford textbook
of palliative medicine. New York: Oxford University Press, 1998: 361–90.
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

28. Bloomfield DJ. Should bisphosphonates be part of the standard therapy of patients with multiple
myeloma or bone metastases from other cancers? An evidence-based review. J Clin Oncol 2008;
16: 1218–25.
29. Ripamonti C. Management of bowel obstruction in advanced cancer patients. J Pain Symptom
Manage 2004; 9: 193– 200.

JURNAL 2

Artikel Riset Jurnal Kefarmasian IndonesiaVol.6 No.1-Feb. 2016:49-59


p-ISSN: 2085-675X
e-ISSN: 2354-8770

Jamu Pada Pasien Tumor/Kanker sebagai Terapi Komplementer

Herbal as A Compelementary Therapy for Tumor/Cancer Patients

Siti Nur Hasanah*, Lucie Widowati

*Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Indonesia
*E-mail :s.nurhasanah@litbang.depkes.go.id

Diterima: 29 Oktober 2015 Direvisi: 14 Januari 2016 Disetujui: 11 Februari 2016

Abstrak
Untuk mengetahui penggunaan jamu sebagai terapi komplementer pada dokter praktek jamu, dilakukan
penelitian potong lintang, non intervensi pada pasien dokter praktik jamu komplementer-alternatif di rumah
sakit, Puskesmas, dan praktik mandiri pada jejaring dokter di Indonesia. Evaluasi dilakukan selama 10 bulan
dengan menggunakan rekam medik dokter praktek jamu serta program entri pada website Badan Litbangkes.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan perangkat lunak SPSS versi 19.0. Diperoleh 71
pasien kanker dengan total 129 kunjungan, bervariasi antara 1-4 kali kunjungan per pasien. Jenis tumor/kanker
terbanyak ditemukan organ payudara (32%). Dari 71 pasien tumor/kanker, 80,3% menerima terapi jamu;
14,1% menerima terapi kesehatan konvensional dan jamu; 2,8% menerima terapi konvensional jamu dan
kesehatan tradisional; 1,4% menerima terapi jamu dan kesehatan tradisional. Terapi konvensional meliputi
kemoterapi/antikanker, analgetik/antiinflamasi, antibiotik, obat lambung, asam tranexamat, vitamin dan obat
hormonal. Vitamin merupakan terapi konvensional yang terbanyak digunakan, disusul analgetik/antiinflamasi.
Untuk terapi jamu (ramuan), komponen yang paling sering diberikan adalah kunyit putih dan rumput mutiara.
Ramuan dengan komponen yang sama diberikan oleh 8 dokter yang berbeda, yaitu rumput mutiara, kunyit
putih dan bidara upas. Terdapat 51,4% pasien datang dengan kualitas hidup baik, 40% sedang dan 8,6% buruk.
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Setelah mendapat 3 modalitas terapi, terdapat 79,6% pasien yang mengalami perbaikan kualitas hidup dan
20,4% yang kualitas hidupnya menetap.
Kata kunci: Jamu; Tumor; Kanker; Komplementer

Abstract
To determine the use of herbs as complementary therapy in the practice of herbal medicine doctor , performed a
cross sectional study , non-intervention in patients with doctors' complementary - alternative herbal medicine in
hospitals , health centers, clinic of physician networks Indonesia. Using medical records and entry program on
the website Badan Litbangkes, 10 months evaluated, analyzed descriptively using SPSS software version
19.0.Obtainable 72 patients tumor with 129 visits, varying between 1-4 each patient. The most commonly tumor
found is breast (32%). Of the 71 patients with tumors, 80.3% receiving herbal, 14.1% received conventional
and herbal, 2.8 % received conventional, herbal and traditional health , and 1.4 % received herbal and
traditional health. Conventional included chemotherapy, analgesics/antiinflammatory, antibiotic, stomach
medicine, tranexamat acids, vitamins, hormonal drugs. Vitamins most used, followed by analgesic/anti
inflammatory. Herbal therapy (potion) most often given white turmeric and pearl grass. Herbs with the same
components supplied by 8 different doctorspearl grass, white turmeric,bidara upas.There are 51,4% patients
came with good quality of life, 40% moderate and 8.6% bad. After receiving 3 modality therapy, there are
79,6% patients with improved quality of life and 20,4% status quo.
Keywords: Herbal medicine; Tumors; Cancers; Complementary

49

PENDAHULUAN karsinogen seperti nitro- samine.Flavonoid dan


Indonesia merupakan negara dengan kekayaan karotenoid bertindak sebagai antioksidan.
flora nomor 2 di dunia, memiliki berbagai Karotenoid dan sterol mengubah struktur
macam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan membran atau integritas. Senyawa yang
sebagai obat termasuk untuk pengobatan mengandung sulfur dapat menekan DNA dan
kanker. Akan tetapi dalam pemakaian tumbuhan sintesis protein, sedangkan fitoestrogen
untuk pengobatan masih rendah bila bersaing dengan estradiol untuk reseptor
dibandingkan dengan beberapa negara Asia, estrogen sehingga akan terjadi keadaan anti
terutama dalam hal pemakaian tumbuhan obat proliperatif.2
yang terintegrasikan dalam pelayanan Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang
kesehatan formal.1 Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT), setelah
Diberbagai belahan dunia tumbuhan obat telah melalui prosedur dan identifikasi yang panjang,
banyak digunakan untuk pengobatan kanker, berhasil memilih 30 jenis tanaman berkhasiat
baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. obat dalam mengatasi berbagai penyakit,
Tanaman yang digunakan adalah yang termasuk kanker. Selain itu berdasarkan
mengandung senyawa atau substansi seperti pengalaman pengobatan di RSU Dr. Saiful Anwar
karotenoid, vitamin C, selenium, serat dan Malang dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
komponenkomponennya, dithiolthiones, diperoleh sejumlah herbal yang dapat
isotiosianat, indol, fenol, inhibitor protease, dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan.3
senyawa aliin, fitisterol, fitoestrogen dan Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker cukup
limonen. Glukosianalat dan indol, tiosianat dan tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
isotiosianat, fenol dan kumarin dapat tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di
menginduksi multiplikasi enzim fase II Indonesia adalah 4,3 per 1.000 penduduk dan
(melarutkan dan umumnya mengaktivasi). Asam merupakan penyebab kematian nomor 7
askorbat dan fenol memblok pembentukan sebesar 5,7% dari seluruh penyebab kematian. 4
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Sementara itu pada Riskesdas tahun 2013, memberikan obat herbal hanya pada pasien
prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 dewasa; pemberian terapi berdasarkan hasil
per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang. diagnosis yang telah ditegakkan; penggunaan
Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI obat herbal dilakukan dengan menggunakan
Yogyakarta (4,1‰), diikuti Jawa Tengah (2,1‰), tanaman berkhasiat obat sebagai contoh
Bali (2‰), Bengkulu, dan yang selama ini telah digunakan di beberapa
rumah sakit dan PDPKT; mencatat setiap
DKI Jakarta masing-masing 1,9 per mil. 5
intervensi (dosis, bentuk sediaan, cara
Penyakit kanker juga menyebabkan beban pemberian) dan hasil pelayanan yang
pembiayaan negara sangat tinggi. Hal ini meliputi setiap kejadian atau perubahan yang
dapat diketahui dari data Jamkesmas yang terjadi pada pasien termasuk efek samping.3,7
menunjukkan bahwa pemanfaatan dana
Beberapa fakta yang kita jumpai pada
Jamkesmas paling tinggi penyerapannya
masyarakat akhir-akhir ini adalah
untuk penanganan penyakit kanker
kecenderungan kembali ke alam. Banyaknya
dibandingkan dengan penyakit
pilihan tanaman obat yang ditawarkan,
degeneratif lainnya. 6 mahalnya biaya pengobatan kanker secara
konvensional, ketidakberhasilan dan banyaknya
Pengobatan kanker yang baik harus memenuhi penyulit sampingan dalam pengobatan kanker
fungsi menyembuhkan dalam kedokteran konvensional, serta adanya
(kuratif), mengurangi rasa sakit (paliatif) dan kasus kanker yang dapat disembuhkan dengan
mencegah timbulnya kembali (preventif). 6 tanaman obat mendorong makin banyak
Pengobatan komplementer alternatif adalah masyarakat yang memilih pengobatan alternatif
salah satu pelayanan kesehatan yang akhir- antara lain dengan tanaman obat sebagai cara
akhir ini banyak diminati oleh masyarakat pengobatan kanker. Hal ini menjadi pendorong
maupun kalangan kedokteran konvensional. 7 dilakukannya penelitian ini.8
Pelayanan kesehatan tradisional Untuk mengetahui penggunaan jamu sebagai
komplementer alternatif merupakan terapi komplementer pada dokter praktek jamu,
pelayanan yang menggabungkan pelayanan dilakukan analisis untuk mengetahui komponen
konvensional dengan kesehatan tradisional jamu yang digunakan sebagai terapi
dan/atau hanya sebagai alternatif komplementer kanker, perbaikan kualitas hidup,
menggunakan pelayanan kesehatan serta efek samping yang timbul pada pasien
tradisional, terintegrasi dalam pelayanan tumor/kanker dengan terapi komplementer
kesehatan formal. 7 Keberhasilan masuknya alternatif. Berdasarkan analisis ini, ditemukan
obat tradisional ke dalam sistem pelayanan adanya perubahan quality of life (QoL) dan efek
kesehatan formal hanya dapat dicapai samping yang terjadi. Hasil studi ini merupakan
apabila terdapat kemajuan yang besar dari unit analisis dari penelitian jamu registry yang
para klinisi untuk menerima dan telah dilakukan Badan Litbang Kesehatan
menggunakan obat tradisional. 1 Kementerian Kesehatan pada tahun 2014.
Penyelenggaran pengobatan komplementer
alternatif diatur dalam standar pelayanan
METODE
medik herbal menurut Kepmenkes
Desain penelitian ini adalah potong lintang non
No.121/Menkes/SK/II/2008 yang meliputi
intervensi. Populasi merupakan pasien
melakukan anamnesis; melakukan
tumor/kanker pada dokter praktik jamu di
pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik
Rumah Sakit, Puskesmas, dan praktik mandiri
(inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
yang berada pada jejaring dokter di 7 provinsi,
maupun pemeriksaan penunjang
yaitu DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim,
(laboratorium, radiologi, EKG); menegakkan
Bali dan Sulsel.3 Kriteria inklusi responden
diagnosis secara ilmu kedokteran;
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

meliputi pasien tumor/kanker yang berobat kunjungan. Kunjungan I = 57,3%, kunjungan II =


pada dokter praktik jamu yang mengobati 24,2 %, kunjungan III = 11,3 % dan kunjungan IV
pasiennya secara komplementer-alternatif. = 7,3%. Terjadi penurunan jumlah kunjungan
Kriteria eksklusi responden adalah pasien sejak kunjungan pertama ke kunjungan
dengan diagnosis selain tumor/kanker. berikutnya, hal ini mungkin terjadi karena
pasien merasakan ada perbaikan pada kualitas
Lokasi penelitian bertempat di Rumah Sakit,
hidupnya sehingga merasa tidak perlu berobat
Puskesmas, Klinik Jamu, praktek bersama,
lagi. Hal ini tampak pada penilaian quality of life
dan praktik mandiri dimana terdapat dokter
(QoL) akhir yang membaik sejumlah 79,6% dan
praktik secara komplementer-alternatif di DKI
tidak satupun pasien yang mengalami
Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali dan
memburuknya kondisi pada QoL akhir.
Sulsel. Perangkat penelitian yang digunakan
berupa rekam medik dokter praktek jamu Dalam pengobatannya, konsep yang digunakan
dan template pada website Pusat Teknologi oleh dokter praktik komplementer-alternatif
Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik.3 untuk pasien tumor/kanker adalah
sebagai berikut:
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Badan Litbangkes
No.LB.02.01/5.2/KE.118/2014. Pengumpulan
data dilakukan dengan pengisian catatan
medik pasien oleh dokter praktek jamu
(tanpa intervensi). Catatan medik berisi
karakteristik pasien; anamnesis keluhan,
riwayat pengobatan, riwayat penyakit Gambar 1. Langkah-langkah tindakan
dahulu, riwayat penyakit keluarga, penyakit pelayanan medik oleh dokter herbal
sistem organ; pemeriksaan fisik dan
penunjang; diagnosis holistik meliputi emik
dan etik; penilaian kualitas hidup;
penatalaksanaan meliputi terapi
konvensional, kesehatan tradisional, dan
jamu. Pada kuesioner follow up ditambahkan
catatan kejadian tidak diinginkan setelah
minum jamu meliputi keluhan yang timbul.
Selanjutnya dilakukan pengiriman catatan
medik pasien ke Pusat Jamu Registry di
website. Evaluasi dilakukan setiap bulan
selama 10 bulan dan diperoleh registri jamu
untuk 10 penyakit. Data pasien tumor/kanker
yang diperoleh dilakukan analisis.

51
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian Jamu Registry ini diperoleh 71
pasien tumor/kanker dengan total 129
kunjungan yang bervariasi antara 1 sampai 4 kali
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Dari data yang diperoleh, langkahlangkah


yang dilakukan dalam tindakan pelayanan
medik herbal sudah sesuai dengan standar
pelayanan medik herbal menurut Kepmenkes
No.121/Menkes/SK/ II/2008.

Tabel 1.Karakteristik pasien kanker,jamu registry tahun 2014


Karakteristik Jumlah Persentase

20 -30 tahun 6 8.5


31 – 40 tahun 17 23.9
41 – 50 tahun 28 39.4
51 – 60 tahun 12 16.9
61 – 70 tahun 4 5.6
≥ 71 tahun 4 5.6

Laki- laki 10 14.1


Perempuan 61 85.9

Tidak Sekolah 1 1.4


Tidak Tamat SD 1 1.4
Tamat SD 3 4.2
Tamat SLTP 7 9.9
Tamat SLTA 20 28.2
Tamat Perguruan Tinggi 39 54.9

Tidak Bekerja 19 26.8


Sekolah 1 1.4
Tentara/Polisi/PNS 7 9.9
Pegawai Swasta 18 25.4
Wiraswasta 8 11.3
Buruh/Petani/Nelayan 7 9.9
Lainnya 11 15.4
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Karakteristik pasien 0,9). 9,11


Responden penelitian ini adalah pasien dewasa
yang datang ke dokter praktek jamu. Terdapat
71 pasien dengan total 129 kunjungan, yang
bervariasi antar 1-4 kali kunjungan per pasien.

Dari hasil penelitian (Tabel 1) diperoleh


karakteristik pasien dengan keluhan kanker
berada pada usia antara 20 hingga lebih dari 71
tahun. Persentase terbesar pada rentang usia
41-50 tahun yaitu sebesar 39,4%, diikuti usia 31-
40 tahun sebesar 23,9%, usia 51-60 tahun
sebesar 16,9%. Jumlah pasien perempuan 6 kali
lebih banyak daripada laki-laki.

Menurut Oemiati, dkk, berdasarkan kelompok


umur, makin tua usia responden risiko terkena
penyakit tumor/kanker makin tinggi, yang
mencapai puncaknya pada usia 35 sampai 44
tahun. Selanjutnya secara perlahan risikonya
akan menurun dan akan terjadi peningkatan
kembali pada usia > 65 tahun. Menurut jenis
kelamin risiko penyakit tumor/kanker lebih
banyak perempuan dibandingkan laki-laki.9 Data
statistik WHO menunjukkan bahwa tumor
ganas payudara menempati urutan pertama
dengan jumlah kasus terbanyak dari seluruh
jenis kasus keganasan di seluruh dunia.10

Jenis tumor/kanker yang terbanyak ditemukan


pada penelitian ini adalah pada organ payudara
(45,1%). Tumor/kanker ginjal, darah, kelenjar
getah bening, lidah, dan kulit hanya ditemukan
1,4%, seperti terlihat pada Tabel 2.

Menurut WHO dalam WHO Global Burden of


Disease (2008), 69% kejadian tumor
payudara di seluruh dunia terjadi di negara
berkembang, walaupun di Afrika dan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, tumor ganas
payudara menempati urutan kedua kejadian
tertinggi setelah kanker leher rahim. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Oemiati,
dkk yang memperoleh prevalensi tumor
terbanyak yaitu ovarium & serviks uteri
sebesar 19,3% (95%CI 17,8-20,9), kedua yaitu
tumor payudara sebesar 15,6% (95% CI 14,2-
17,1), diikuti oleh tumor kulit (14,9%),
kelenjar gondok dan endokrin (12,5%).
Terendah tumor saluran nafas (paru) 0,6%
(95% CI 0,4-
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Modalitas terapi anatomi/klinik atau peralatan canggih


Dari 71 pasien tumor/kanker, 57 pasien lainnya. Ada empat metode konvensional
(80,3%) menerima terapi jamu, 10 pasien standar untuk pengobatan kanker yaitu
(14,1%) menerima terapi konvensional dan pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, dan
jamu, 2 pasien (2,8%) menerima terapi hormone terapi (terapi biologis).6,12 Akan
konvensional, jamu dan kesehatan tetapi, pada kenyataannya dengan 4
tradisional; dan 1pasien (1,4%)menerima modalitas utama ini saja seringkali kanker
terapi jamu dan kesehatan tradisional. belum bisa diatasi. Beberapa pasien yang
dalam pengobatannya dikombinasikan dengan
Tabel 3. Jenis terapi yang diberikan, tanaman obat, sel darah merah dan putihnya

Tabel 2. Gambaran jenis tumor/kanker,jamu registry tahun 2014


Jenis Tumor/Kanker Jumlah Persentase
Payudara 32 45.1
Ovarium 9 12.7
Kandungan 6 8.5
Leher 6 8.5
Paru 4 5.6
Kolon 4 5.6
Serviks 3 4.2
Hidung 2 2.8
Ginjal 1 1.4
Darah 1 1.4
Kelenjar getah bening 1 1.4
Lidah 1 1.4
Kulit 1 1.4

53

jamu registry tahun 2014 tidak mengalami penurunan seperti yang


Jenis terapi Frekuensi Persentase terjadi pada pasien yang hanya menjalani
Jamu 57 80.3 terapi konvensional. Pasien yang menjalani
Jamu dan kestrad 1 1.4 terapi konvensional terutama kemoterapi,
Konvensional dan jamu 10 14. 1 Konvensional,
umumnya daya tahan tubuhnya akan
jamudan 2 2. 8
kestrad menurun drastis. Dengan, daya tahan tubuh
rendah mengakibatkan sel-sel kanker lebih
Tidak menerima terapi 1 1.4 mudah menyebar dan sisa-sisa sel kanker yang
tidak terangkat bisa menyebar lagi.12
Terapi konvensional
Tabel 4. Terapi konvensional untuk
Tumor/kanker adalah penyakit yang harus
tumor/kanker, jamu registry tahun 2014
didiagnosa sesuai dengan kaidah kedokteran
Jenis terapi Jumlah Persentase
modern menggunakan sarana diagnosis yang
konvensional
berlaku dalam ilmu kedokteran barat,
Vitamin 13 32
misalnya dengan radiodiagnostik, patologi Analgetik/anti
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

inflamasi 12 29 elektroakupunktur yang dilakukan sekali


Antibiotik 5 12 sehari selama 30 menit merupakan terapi
Kemoterapi/anti tambahan yang efektif untuk meringanan
kanker 4 10 disfungsi imunitas yang disebabkan
Obat lambung 3 7 kemoterapi pada pasien tumor ganas.14
Asam traneksamat 2 5
Hormonal 2 5

Terapi konvensional yang diberikan pada


penderita tumor/kanker meliputi
kemoterapi, analgetik, antiinflamasi, obat
lambung, obat penghenti perdarahan,
vitamin dan antibiotic (Tabel 4). Vitamin
sebagai suplemen merupakan yang
terbanyak digunakan pada penderita kanker,
disusul oleh analgetik (penghilang rasa sakit).

Terapi kesehatan tradisional

Terapi kesehatan tradisional yang digunakan


oleh dokter hanya didapatkan oleh 3 dari 71
pasien yang berobat, satu pasien diantaranya
mendapatkan 2 jenis terapi kesehatan
tradisional sekaligus

(Tabel 5).

Tabel 5. Terapi kesehatan tradisional


untuk tumor/ kanker, jamu Registry
tahun 2014
Jenis terapi kestrad Jumlah Persentase
Akupunktur 2 2.8
Akupresur 1 1.4
Prana 1 1.4

Akupunktur yang digunakan pada terapi


kanker bukan ditujukan untuk mengobati
penyakit kankernya karena penusukan pada
lesi merupakan kontraindikasi. Hal ini
dilakukan untuk pengobatan paliatif yaitu
mengurangi nyeri kronis, mengurangi efek
samping kemoterapi ataupun radioterapi
seperti nyeri, mual, muntah, serta
mengurangi dosis obat anti-nyeri sehingga
kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan.13

Penelitian Chen S et.al, mengenai efek terapi


elektroakupunktur terhadap sel T, sel natural
killer, hitung leukosit dan imunitas humoral
pada pasien 36 tumor ganas yang mendapat
kemoterapi rutin menunjukkan bahwa
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

Terapi jamu sudah digunakan di Poli Obat Tradisional RSUD


Dr. Soetomo Surabaya dalam
Terapi jamu yang diberikan berupa ramuan
beberapa komponen jamu yang berbeda-beda bentuk ekstrak dengan dosis sehari 3×500-
oleh tiap dokter. Dalam satu terapi jamu dapat
1000 mg.3
terdiri dari satu komponen tunggal maupun
gabungan beberapa komponen jamu dengan Komponen jamu yang banyak digunakan
rata-rata 3-4 komponen, dan yang terbanyak selanjutnya yaitu rumput mutiara (Hedyoris
sampai 12 komponen jamu dalam satu terapi. corymbosa) yang rasanya manis dan tawar.
Pada Tabel 6 diuraikan 10 komponen jamu Rumput mutiara mengandung kumarin,
yang paling sering digunakan dalam terapi hentriakontana, stigmasterol, asam ursolat,
tumor/kanker. Ditemukan ramuan jamu danasam oleanolat. Tanaman ini digunakan
dengan komponen yang sama diberikan oleh 8 untuk membantu pengobatan kanker terutama
dokter yang berbeda yaitu rumput mutiara, kanker saluran cerna, kanker hati, pankreas,
kunyit putih dan bidara upas. serviks, payudara, nasofaring, laring,
limfosarkoma dan kandung kemih.3
Tabel 6. Komponen terapi jamu
terbanyak untuk tumor/kanker, jamu Umbi bidara upas (Merremia mammosa Hall.f)
registry tahun 2014 berkhasiat untuk mengobati kanker, memiliki
Komponen jamu Jumlah Persentase kandungan kimia resin, pati, dan tanin
Kunyit putih 48 23
sedangkan getahnya mengandung zat
Rumput mutiara 46 22 oksidase. 16
Bidara upas 36 17 Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Sambiloto 18 9 rasanya pahit, digunakan untuk penyakit
Keladi tikus 12 6 trofoblas ganas termasuk mola invasif dan
Temu manga 10 5 koriokarsinoma, tumor paru dan hamil anggur.
Temulawak 7 3 Sambiloto juga merupakan tanaman
Benalu 7 3 berkhasiat obat yang sudah digunakan di Poli
Daun sirsak 6 3 RSSA Malang dengan cara direbus sebanyak 5
Daun dewa 4 2 gram.3

Komponen jamu yang paling banyak diberikan Berdasarkan penelitian Sukardiman dkk,
kepada pasien tumor/kanker yaitu kunyit putih ditemukan bahwa senyawa andrografolida
(C.zedoaria). Injeksi 0,3-0,5 ml secara intra hasil isolasi dari tanaman sambiloto memiliki
peritoneal ekstrak pada mencit dapat aktivitas antikanker melalui mekanisme
menghambat 50% pertumbuhan sarkoma 180 apoptosis terhadap sel kanker HeLa dengan
tetapi tidak menghambat 50% pertumbuhan harga IC50 sebesar 109,90 μg/ ml. 17
karsinoma ascites Ehrlich. Sementara itu injeksi Keladi tikus, temu mangga, dan benalu juga
75 mg/kg secara subkutan dapat menghambat diindikasikan sebagai tanaman obat antikanker
pertumbuhan dari sarkoma 37, kanker serviks yang digunakan di Poli RSSA
U14 dan karsinoma ascites Ehrlich. Uji klinik
pemakaian ekstrak C. zedoaria terhadap 165 Malang dan RSUD Dr. Soetomo
kasus penderita kanker serviks didapatkan Surabaya. 1 Penelitian Iswantini dkk,
hasil 52 kasus achieved of short term cure, 25 memperoleh hasil bahwa ekstrak keladi tikus
kasus marked effects, 41 kasus improvement dalam air demineralisasi menghambat 76,1%
dan 47 kasus unresponsiveness.15 Kunyit putih enzim tirosin, enzim yang memengaruhi
juga merupakan tanaman berkhasiat obat yang perkembangan sel-sel kanker di tubuh
manusia, sedangkan genistein senyawa
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

antikanker hanya memiliki daya hambat senyawa aktifnya. Berdasarkan uji toksisitas
12,89%. Adanya daya hambat menunjukkan akut pada benalu manga, tidak diperoleh dosis
keladi tikus yang menyebabkan kematian hewan uji,
sehingga hanya dapat ditemukan LD50 semu
berpotensi sebagai antikanker. 18
untuk mencit sebesar 16,0962 g/kg BB.22 Uji
farmakologis isolat flavonoid menunjukan
bahwa benalu mangga memiliki aktivitas
penghambatan pertumbuhan kanker pada
mencit dengan dosis 12,2 mg/mL.23.
Penelitian lain mengenai keladi tikus juga
Penelitian Parama dkk tentang induksi
dilakukan oleh Indrayudha dkk, menunjukkan
apoptosis daun Sirsak (Annona muricata Linn)
adanya ribosom inactivating proteins (RIPs)
terhadap kanker dengan penyebab virus
pada ekstrak natrium klorida daun keladi tikus
ditemukan bahwa daun sirsak dalam kloroform
yang dapat memotong rantai DNA sel kanker
berpotensi sebagai kemoprevensi pendamping
sehingga pembentukan protein sel kanker
kemoterapi pada sel yang diberikan untuk
terhambat dan gagal berkembang. Kegagalan
kanker dengan penyebab virus.24
perkembangan sel kanker akan merontokkan
dan memblokir pertumbuhan sel kanker tanpa Daun dewa (Gynura segetum (Lour). Merr)
merusak jaringan di rasanya manis dan tawar. Umbinya
mengandung alkaloid, saponin, flavonoid,
sekitarnya.19
minyak asiri dan tannin. Daun ini mempunyai
Penelitian Yuandani dkk, membuktikan bahwa efek antiradang, antipiretik, analgesik dan
ekstrak etanol rimpang temu mangga menghancurkan bekuan darah. Dapat
mengandung senyawa golongan saponin, digunakan untuk pengobatan tumor dan kista,
flavonoid, glikosida, glikosida antrakuinon dan dengan peran utama meningkatkan daya tahan
steroid/triterpenoid. Ekstrak tersebut memiliki tubuh pasien.3,12
aktivitas antikanker baik preventif maupun
Selain tanaman di atas terdapat juga tapak
kuratif dengan aktivitas terbaik tampak pada
dara sebagai komponen jamu untuk mengobati
dosis 800 mg/kg bb yang mendekati nilai pada
kanker. Tanaman ini bisa meracuni sel-sel
suspensi CMC 1%.20
kanker, di dalam tanaman ini terdapat
Berdasarkan penelitian Masfiroh dkk, diketahui senyawa vinkristin, vinblastin dan senyawa lain
bahwa ekstrak, fraksi etil asetat, dan isolat yang mampu membunuh sel-sel kanker.
rimpang temulawak memiliki aktivitas Keuntungan lain, dalam dosis yang sekarang
antiproliferasi terhadap sel kanker payudara umumnya digunakan, tanamaan obat tidak
T47D dengan konsentrasi IC50 masing-masing bersifat toksik sehingga lebih aman untuk
adalah 19,15 µg/mL; 17,07 g/mL; dan 19,22 tubuh pasien.12
µg/mL. Kenaikan konsentrasi ekstrak, fraksi etil
Penilaian Quality of Life
asetat, dan isolat rimpang temulawak dapat Hasil pengobatan digambarkan dalam formulir
menyebabkan kenaikan aktivitas antiproliferasi quality of life (QoL) dari Komisi Nasional
(α=0,05). Isolat yang dihasilkan merupakan Saintifikasi Jamu yang disarikan dari WHO
senyawa komponen minyak atsiri, yaitu yakni dengan menilai kualitas hidup pasien
golongan seskuiterpenoid yang diduga sebelum dan sesudah diberikan terapi. Hal-hal
arkurkumen.21 yang dinilai dalam formulir ini termasuk 4
Beberapa penelitian yang telah dilakukan aspek kehidupan, yaitu aspek fisik berupa
terhadap benalu mangga sebagai langkah awal gejala fisik dan kemandirian, aspek psikis
menuju fitofarmaka antara lain adalah studi berupa sedih dan cemas, aspek spiritual
fitokimia untuk mengidentifikasi kandungan berupa tujuan hidup dan arti hidup, serta
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

aspek sosial berupa kebutuhan dan dukungan. Berikut ini adalah keluhan yang timbul pada
Berbagai aspek ini dinilai derajat berat atau pasien yang hanya diterapi jamu saja tanpa
ringannya dan diberi skor sesuai derajatnya. diterapi konvensional:
Semakin ringan keluhan maka skor akan
• Mual dan muntah terjadi pada pasien
semakin besar, dan sebaliknya. Penilaian baik,
dengan terapi temulawak.
sedang atau buruk mengacu pada interval
• Mual saja saja terjadi pada pasien dengan
jumlah skor semua dimensi. QoL dikatakan terapi keladi tikus, kunyit putih, rumput
baik jika memiliki skor 2532, sedang 17-24, mutiara, sambiloto, dan daun ungu.
buruk 8-16. • Alergi (kulit gatal, kemerahan, bengkak)
terjadi pada pasien dengan terapi keladi
Tabel 7.Gambaran penilaian QoL, jamu tikus, sambiloto, temu putih, daun dewa,
registry tahun 2014 dan kunyit.
QoL Awal • Rasa kembung dan cepat kenyang terjadi
Baik Sedang Buruk pada pasien dengan terapi rumput
51,4% 40% 8,6% mutiara, kunyit putih, dan bidara upas.
QoL Akhir
• Masa perdarahan mens lebih pendek 1
minggu terjadi pada pasien dengan terapi
Membaik Menetap Memburuk keladi tikus, kunyit putih, rumput utiara,
79,6% 20,4% 0 dan sambiloto.
Sementara itu keluhan rasa tidak nyaman pada
Terdapat 51,4% pasien yang datang dengan perut bagian bawah terjadi pada pasien
kualitas hidup yang baik, 40% sedang dan 8,6% dengan terapi konvensional (asam
buruk. Hal ini terdapat separuh lebih pasien traneksamat, sukralfat dan vitamin tambah
yang berobat memiliki kualitas hidup yang darah) dan terapi jamu (ikan gabus, putih
baik. Selanjutnya setelah mendapat terapi, telur, mahkota dewa, meniran, kulit manggis).
baik konvensional, tradisional maupun terapi Karena pasien tidak diterapi dengan satu jenis
jamu, terdapat 79,6% pasien yang mengalami obat/jamu, belum dapat dipastikan penyebab
perbaikan kualitas hidup dan 20,4% yang dari efek samping ini.
kualitas hidupnya menetap. Pada penelitian ini
Menurut lampiran Kepmenkes
tampak bahwa pasien yang mencari
No.121/Menkes/SK/II/2008 tanggal 6 Februari
pengobatan komplementer alternatif berada
2008, efek samping sambiloto yaitu reaksi
pada semua derajat kualitas hidup, meskipun
alergi, fatigue, perubahan rasa pada lidah, dan
tidak terdistribusi secara merata. Pasien yang
pembengkakan kelenjar limfe. Efek samping
datang dengan kualitas hidup buruk pada
benalu tumbuhan buah yaitu bradikardi, diare,
pasca terapi menjadi membaik atau menetap,
mual, muntah, hipotensi, dan hipertensi.
tidak ada yang memburuk pada akhirnya.
Keladi tikus mempunyai efek samping berupa
mual, muntah, dan diare.1
Kejadian tidak diinginkan
Sejumlah 4 dari 131 pasien (3,1%) mengalami
kejadian yang tidak diinginkan berupa keluhan KESIMPULAN
efek samping. Efek samping yang dikeluhkan Sepuluh komponen jamu yang paling banyak
berupa alergi (gatal, kulit kemerahan, digunakan pada pasien tumor/kanker berturut-
bengkak), masa perdarahan menstruasi yang turut adalah kunyit putih, rumput mutiara,
lebih pendek dari satu minggu, mual, muntah, bidara upas, sambiloto, keladi tikus,
rasa kembung dan cepat kenyang, serta rasa temulawak, temu mangga, daun dewa, benalu,
tidak nyaman pada perut bagian bawah. dan daun sirsak.

Pada akhir terapi ditemukan 79,6% pasien


dengan kualitas hidup yang membaik dan
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

20,4% yang menetap, pada penelitian ini


dapat disimpulkan bahwa terapi
komplementer alternatif dapat meningkatkan
kualitas hidup pada pasien tumor/kanker yang
berobat di dokter praktek jamu yang terlibat
dalam penelitian ini.

Sebanyak 3,1% pasien yang hanya diterapi


jamu saja tanpa diterapi konvensional
mengalami kejadian yang
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

rnal Kefarmasian Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan; 2013.
6. Direktorat Jenderal Kesehatan
tidak diinginkan berupa mual, muntah, alergi Masyarakat. Lawan kanker dengan
pada kulit, rasa kembung dan cepat kenyang, pengobatan tradisional [internet].
dan masa perdarahan menstruasi yang lebih Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
pendek dari satu minggu. Hal ini terjadi pada 2012 Jun 12.
terapi komponen jamu temulawak, keladi Diperoleh dari: http://www.kesmas.
tikus, kunir putih, rumput mutiara, depkes.go.id/artikel/4442/
7. Widowati L. Laporan studi jamu registry.
sambiloto, daun ungu, temu putih, daun
Jakarta: Badan Penelitian dan
dewa, kunyit, dan bidara upas.
Pengembangan Kesehatan; 2014.
Perlu penelitian dengan jumlah responden 8. Naland H. Tanaman obat sebagai
yang lebih besar dan dilakukan di pusat pengobatan penunjang dalam
rujukan kanker agar evaluasi terapi secara mengobati kanker. Buletin PDPTK. 2007
medis juga bisa dilakukan. Mar.
9. Oemiati R, Rahajeng E, Kristanto AY.
Prevalensi tumor dan beberapa faktor
UCAPAN TERIMA KASIH
yang mempengaruhinya di Indonesia.
Ucapan terima kasih disampaikan
Buletin Penelitian Kesehatan.
sedalamnya kepada Kepala Pusat 2011;39(4): 190-204.
Penelitian Teknologi Terapan Kesehatan dan 10. World Health Organization. The global
Epidemiologi Klinik, tim peneliti dan dokter burden of disease: 2004 update.
praktik komplementer alternatif yang telah Jenewa: WHO Press; 2008.
memberikan waktunya untuk ikut 11. Kementerian Kesehatan RI. Profil
kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:
berpartisipasi dalam studi ini sebagai
Kementerian Kesehatan RI; 2009.
responden.
12. Mangan Y. Solusi sehat mencegah dan
mengatasi kanker. Jakarta: Agromedia
DAFTAR RUJUKAN Pustaka; 2009.
13. Mihardja H. Peranan akupunktur dalam
1. Ma’at S. Tanaman obat untuk bidang kanker. Indonesian Journal of
pengobatan kanker bagian 3. Jurnal Cancer. 2008;2(1):24-6.
Bahan Alam Indonesia. 2004;4(1):205- 14. Mihardja J, Hetty.Prospek akupunktur
12. dalam pengobatan kanker melalui
2. Potter JD, Steinmetz K. Vegetables, fruit peningkatan proliferasi dan
and phytoestrogens as preventive sitotoksisitas sel natural killer.
agents. IARC Scientific Publications. Indonesian Journal of Cancer.
1996; 139:61-90. 2011;5(4):181-5.
3. Republik Indonesia. Keputusan Menteri
15. Ma’at S. Tanaman obat untuk
Kesehatan RI tentang Standar Pelayanan
pengobatan kanker bagian 4. Jurnal
Medik Herbal. Jakarta: Kementerian
Bahan Alam Indonesia. 2005;2(4):244-
Kesehatan RI; 2008.
52.
4. Kementerian Kesehatan RI. Laporan
16. Badan Penelitian dan Pengembangan
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007.
Kesehatan. Inventaris Tanaman Obat
Jakarta: Badan Penelitian dan
Indonesia VI. Jakarta: Departemen
Pengembangan Kesehatan; 2007.
Kesehatan; 2006.
5. Kementerian Kesehatan RI. Laporan
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H, dkk)

17. Sukardiman, Rahman A, Ekasari W, 23. Sukardiman. Efek antikanker isolat


Sismindari. Induksi apoptosis senyawa flavonoid herba benalu mangga
andrografolida dari sambiloto (Dendrophthoe pentandra) [skripsi].
(Andrographis paniculata Nees) Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas
terhadap kultur sel kanker. Media Airlangga; 1999.
Kedokteran Hewan. 2005 24. Astirin OP, Artanti AN, Fitria MS,
September;21(3):105-110. Perwitasari EA, Prayitno A. Annona
18. N, Triaspolitica. "Mengenal Penyakit muricata Linn. leaf induce apoptosis in
Kanker, Jenis, Gejala, Penyebab Berikut cancer cause virus. Journal of Cancer
Pengobatan Kanker." Mau Nanya Dong Theraphy. 2013 Sept;4(7):1244-50.
Dok. N.p, 20 June 2017. Web. 28 June Available from: http://www.scirp.org/
2017. < https:// journal/PaperInformation.aspx?paperID
nanyadongdok.blogspot.com/2017/06/ =3
mengenal-penyakit-kangker- 6589
jenisgejala.html>.
19. Indrayudha P, Wijaya ART, Iravati S. Uji
aktivitas ekstrak daun dewandaru
(Eugenia uniflora, Linn) dan daun keladi
tikus (Typhonium flagelliforme, (Lodd)
Bl) terhadap pemotongan DNA
superkoil untai ganda. Jurnal Farmasi
Indonesia. 2006;3(2):63-70.
20. Yuandani, Dalimunthe A, Hasibuan PAZ,
Septama AW. Uji aktivitas antikanker
(preventif dan kuratif) ekstrak etanol
temu mangga (Curcuma mangga Val.)
pada mencit yang diinduksi
siklofosfamid. Majalah Kesehatan
PharmaMedika.
2011;3(2):255-9.
21. Musfiroh I, Udin LZ, Diantini A, Levita J,
Mustarichie R, Muchtaridi. Aktivitas
antiproliferasi ekstrak, fraksi etil asetat,
dan isolat rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) terhadap sel kanker
payudara T47D. Bionatura–Jurnal
Ilmuilmu Hayati dan Fisik. 2011
Jul;13(2):93100.
Jamu pada Pasien Tumor/Kanker ....(Siti Nur H
dkk)

22. Khakim A. Ketoksikan akut ekstrak air


daun benalu (Dendrophthoe pentandra
(L.) Miq. dan Dendrophthoe falcata ( L.f.
) Ertingsh) pada mencit jantan dan uji
kandungan kimia [skripsi]. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada; 2000.
JURNAL 3

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 20 No.2, Juli 2017, hal 118-127


pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203 DOI: 10.7454/jki.v20i2.478

PILIHAN PENGOBATAN PASIEN KANKER PAYUDARA MASA


KEMOTERAPI: STUDI KASUS
Laili Rahayuwati*, Kusman Ibrahim, Maria Komariah

Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran, Sumedang 45363, Indonesia

*Email: lailira2002@yahoo.com

Abstrak

Kanker payudara memberi pengaruh pada status emosional perempuan, terutama pada usia reproduksi. Selama
pengobatan, mereka mendapatkan pengalaman individu yang unik. Studi kasus ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengalaman hidup pasien kanker payudara pada pemilihan terapi dan situasi lingkungan yang mendorong promosi
kesehatan. Studi ini melibatkan 17 partisipan yang dipilih dengan purposive sampling. Pengumpulan data melalui
wawancara mendalam dan penelusuran catatan arsip. Terdapat empat tema dominan, yaitu (1) Kanker merupakan
konsep dan bagian dari legalitas sosial budaya yang berifat subjektif; 2) Pemilihan jenis terapi harus
diterima/disepakati oleh keluarga dan sistem dukungan sosial; 3) Kondisi sakit kanker memberikan arti dalam
kehidupan pasien; dan (4) Harapan untuk sembuh. Pasien seharusnya dipahami sebagai sebuah hubungan antara
tubuh sebagai entitas fisik dan aspek-aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual. Oleh karena itu, pembangunan
semua aspek (fisik, psikologis, sosial, spiritual) sudah menjadi bagian dari pengalaman hidup perempuan dengan
kanker payudara.

Kata Kunci: fase kemoterapi, kanker payudara, pemilihan pengobatan

Abstract

Choice of Treatments among Breast Cancer Patients during Chemotherapy: Case Study. Breast cancer has an t
influence on emotional status of women, especially in reproductive age women. During cancer treatments, the women
have uniquely individual experienced. The purpose of this case study was (1) to explore life experienced by breast
cancer patients, including the choice of treatments and surrounding situation which encourage for health promoting.
The study involved 17 women selecting with purposive sampling. The data were collected through in-depth interviews
and documents or archive records reviewing. Based on the thematic analysis, we found four predominant themes which
emerged as regards to patients’ experienced. It was namely (1) Cancer is concept and part of socio-cultural legality;
(2) Choosing the therapies should be accepted by family and social support system; 3) Valuing cancer as the disease in
life; 4) Hoping for recovery. We should understand the breast cancer patients as a connection between the body as a
physical entity and other aspects such as psychological, social and spiritual. Therefore, the development of all aspects
(physical, psychological, social, spiritual) has become part of the life experience of women with breast cancer.

Keywords: breast cancer patients, choice of treatments, the life of experience of illness
WHO (2013) menyatakan secara spesifik bahwa
sekitar 508.000 perempuan meninggal karena
kanker payudara pada tahun 2011. Di Indonesia,
Pendahuluan khususnya di RS Kanker Dharmais Jakarta, kasus
kanker payudara juga terus meningkat, dari 221
kasus pada tahun 2003 menjadi 657 kasus pada
118
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 119

tahun 2008 (Rumah Sakit Kanker Dharmais, 2014). sebanyak 88% responden menyatakan
Kondisi ini diperparah karena sebanyak 60–70% menggunakan terapi komplementer atau alternatif
pasien yang datang ke RS sudah berada pada dengan melakukan terapi medis dalam waktu yang
kondisi stadium lanjut. Kanker payudara, sama.
umumnya terjadi pada kelompok perempuan
pasca menoupause, tetapi saat ini banyak
ditemukan pada usia yang muda, seperti kurang Masyarakat menggunakan terapi komplementer
dari 25 tahun (Kementerian Kesehatan, 2015). dengan alasan keyakinan, keuangan, menghindari
kandungan kimia dan dampak terhadap
Kanker payudara pada perempuan akan kesembuhan (Widyatuti, 2008). Terapi
memengaruhi eksistensi dan kesejahteraannya, komplementer menjadi salah satu cara bagi tenaga
baik secara fisik, emosional, psikologis, sosial, kesehatan, dalam hal ini adalah perawat untuk
maupun spiritual. Dampak akan terasa lebih berat menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan
bila terjadi pada usia reproduksi karena berkaitan menggunakan diri sendiri sebagai alat atau media
dengan seksualitas dan posisi perempuan sebagai penyembuh pasien dari masalah kesehatan (WHO,
istri dan ibu (Brousselle, et al., 2017; Murtiwi, 2017). Pengertian terapi komplementer dalam hal
Nurachmah, & Nuraini, 2005). ini adalah terapi yang digunakan bersama-sama
dengan terapi medis konvensional (Wang, 2017).
Masalah yang dihadapi pasien kanker payudara Terapi komplementer, diantaranya adalah
baik dalam menentukan diagnosis maupun pengobatan herbal. Beberapa tahun terakhir di
pemilihan terapi bersifat multidimensi, dengan Indonesia, penggunaan obat herbal yang berasal
banyak pertimbangan seperti masalah fisik, sosial, dari fitokimia ditujukan tidak sekedar untuk
psikologis dan spiritual, tentunya finansial. suplemen gizi maupun kosmetik, namun juga
Terlebih lagi, pasien dan keluarga seringkali tida untuk kepentingan pengobatan. Namun demikian,
memahami pentingnya deteksi dini kanker masyarakat lebih memilih kombinasi antara terapi
payudara atau jika penyakit sudah berada pada kimia, seperti kemoterapi dengan pengobatan
kondisi lanjut. Mereka juga mengalami kesulitan dengan herbal (Universitas Gajah Mada, 2012).
untuk memutuskan terapi, apakah menggunakan
terapi modern atau terapi komplementer Penerapan kesehatan integratif, yaitu terapi
(Anggraeni, Ngatimin, & Arsin, 2012; WHO, 2017; konvensional dan komplementer di Indonesia
Wang, 2017). sudah merambah ke institusi pelayanan kesehatan
sesuai dengan amanat UU No 36 tahun 2009
tentang kesehatan, dan dalam PP 72 tahun 2012
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tentang Sistem Kesehatan Nasional juga diatur
dipilih pasien, hampir 70% pasien kanker payudara pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan
mengalami putus kemoterapi dan banyak yang komplementer yang dilaksanakan secara sinergi
tidak melakukan kemoterapi pra-bedah setelah dan integrasi dengan pelayanan kesehatan
didiagnosis kanker payudara stadium awal dan ("Siapkan Pengobatan Tradisonal di RS", 2014).
lebih memilih perawatan alternatif (Aprianti, Namun demikian, masih banyak menimbulkan
2012). Selanjutnya, Hikmanti dan Ardian (2014) sikap pro dan kontra di kalangan profesional
mengungkapkan bahwa motivasi pasien dalam kesehatan.
menggunakan terapi komplementer atau alternatif
Meninjau permasalahan yang berkaitan dengan
adalah membantu tubuh dalam proses
kebutuhan pasien kanker payudara terhadap jenis
penyembuhan (75%), meningkatkan sistem
terapi yang dipilih, perlu suatu kajian yang
kekebalan tubuh (56%), dan merasa berbuat
berbasis ilmu kesehatan yang bermanfaat untuk
sesuatu dalam terapinya (56%). Selain itu,
memahami proses menentukan pilihan terapi
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 120

pasien kanker payudara dalam meningkatkan hasil wawancara; (7) Reporting, membuat laporan
kualitas hidupnya, dan bagi profesional kesehatan sesuai dengan kriteria studi yang sudah dilakukan.
penting untuk mengembangkan kemampuan dan
kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasien dan
Validitas dan reliabilitas data dipertahankan
masyarakat.
dengan empat pengukuran, yaitu: (1) kredibilitas
yang dipastikan melalui wawancara berulang
Metode untuk menyesuaikan yang disampaikan partisipan
dengan situasi yang ada, (2) transferabilitas, data
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan yang dikumpulkan memungkinkan untuk
metoda kualitatif studi kasus, yaitu memfokuskan menggambarkan situasi pasien kanker di Jawa
pada pasien yang datang ke rumah sakit rujukan, Barat, (3) dependabilitas, setiap tahap
untuk menganalisis situasi dan kebutuhan yang
kualitatif dikuti, dari pendekatan ke pasien,
diperlukan pasien kanker payudara di wilayah
pengumpulan data, sampai pengambilan
Provinsi Jawa Barat mulai pada tahap menduga
kesimpulan, (4) konfirmabilitas, dilakukan
atau merasakan gejala, pilihan, sampai
triangulasi data dengan memperoleh informasi
memutuskan berobat. Penelitian sudah
dari petugas tentang kondisi pasien. Adapun
mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas
proses analisis data dari hasil transkrip dan
Kedokteran Universitas Padjadjaran dengan No.
observasi serta catatan medis dilakukan dengan
277/UN6.C1.3.2/KEPK/PN/2015.
menggunakan analisis tema.
Hasil
Populasi penelitian ini adalah pasien yang sedang
menjalani rawat inap maupun rawat jalan di RS
yang telah didiagnosis kanker payudara. Sejumlah Latar belakang partisipan mencakup suku,
17 pasien dipilih secara purposeful untuk pendidikan, dan social ekonomi. Semua bersuku
mengetahui pandangan dan pengalaman dalam Sunda, tetapi satu Jawa dan satu Sumatera.
Mayoritas SMP dan SMA, satu D3 dan satu
terapi kanker payudara. Adapun kriteria partisipan
adalah yang sudah didiagnosis kanker payudara Sarjana. Mayoritas menegah ke bawah, tiga orang
berdasar catatan medis; berasal dari wilayah Jawa tinggi. Melalui kajian tematik, terdapat tema
Barat yang datang ke RS rujukan; dan pernah atau utama yang didapatkan berkenaan dengan
sedang menjalani kemoterapi. persepsi pasien kanker terhadap penyakitnya serta
pemilihan terapi pada saat mendapatkan gejala
penyakit.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
mendalam, studi dokumentasi, dan data arsip.
Adapun tahap wawancara mendalam yang akan Lima tema utama yang didapatkan, yaitu: (1)
dilakukan adalah: (1) Thematizing, mengapa dan Konsep penyakit berdasarkan kategori subyektif
apa yang sudah dan akan diteliti; (2) Designing, dan sosial budaya (illness, sickness); (2) Pilihan
merencanakan wawancara dalam penelitian; (3) pengobatan yang diterima oleh keluarga; (3)
Interviewing, melakukan wawancara berdasarkan Persepsi kesembuhan pada setiap jenis
pedoman yang sudah disusun; (4) Transcribing, pengobatan; (4) Konsep sakit dalam kehidupan
menyiapkan hasil wawancara untuk dianalisis; (5) mempunyai makna positif; dan (5) Tingginya
Analyzing, memutuskan tujuan, topik proses harapan sembuh. Adapun beberapa penjelasan
alamiah dari wawancara serta metode analisis tema yang muncul adalah sebagai berikut:
yang sesuai; (6) Verifying, melakukan validasi dari
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 121

Penyakit adalah faktor subyektif (yang


dirasakan) dan dilegalisasi oleh budaya. Hampir
semua partisipan mengungkapkan sebenarnya
mereka merasakan gejala kanker relatif sudah
lama, bahkan 8–10 tahun yang lalu. Umumnya
yang dirasakan pada awalnya adalah benjolan yang
kecil saja di sekitar payudara. Hanya sedikit pasien
sudah menduga menyampaikan kemungkinan
kanker payudara. Namun, umumnya semua gejala
dan tanda yang dirasakan tadi akan diabaikan atau
tidak diperiksakan ke dokter. Hal ini disebabkan
oleh beberapa kemungkinan: 1) kekawatiran akan
mengetahui kejadian sebenarnya bahwa pasien
menderita penyakit yang parah; 2) tidak mau
menambah atau mengakibatkan rasa was-was
pada diri pasien sendiri maupun keluarga ika
mengetahui apa yang dideritanya; 3) keterbatasan
biaya, jika benar didiagnosis penyakit parah belum
atau tidak mempunyai biaya untuk berobat.

Secara umum, partisipan menilai benjolan yang


ada adalah hal yang belum perlu untuk
diperiksakan karena dalam kehidupan sehari-hari
mereka masih mampu untuk beraktifitas seperti
biasa.
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 122

Baik aktifitas bekerja mencari penghasilan di luar ada perdarahan, akhirnya ibu memutuskan
rumah maupun aktifitas sehari-hari yang berkaitan untuk di
dengan pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan hal kemoterapi di RS.” (I-1)
tersebut, sepanjang tidak mengganggu aktifitas,
maka sesuatu gejala atau tanda bukanlah suatu Pilihan pengobatan yang diterima oleh keluarga.
penyakit. Hampir seluruh pasien menyatakan tidak Hampir seluruh pasien menyatakan bahwa mereka
memeriksakan gejala benjolan tersebut ke dokter tidak menentukan pilihan peng obatan sendiri atau
atau RS. mandiri. Setiap pilihan jenis pengobatan
merupakan hasil diskusi dan kesepakatan dengan
keluarga atau orang terdekat. Mayoritas pasien
Terlebih lagi, pengetahuan pasien tentang kanker menyatakan bahwa orang yang paling berperan
sangat terbatas, umumnya mereka hanya dalam pilihan pengobatan adalah suami, disusul
mendapatkan sedikit informasi melalui televisi, keluarga seperti kakak dan adik perempuan. Dalam
selain itu hampir tidak pernah pasien mengetahui hal pilihan pengobatan, anak jarang sekali
seluk beluk kanker dengan lebih detail. Informasi dilibatkan sekalipun beberapa diantara mereka
lain tentang kanker mereka dapatkan juga dari sudah dewasa. Namun ada sedikit pasien yang
sumber yang dianggap dipercaya seperti, suami, menyatakan bahwa dukungan pilihan pengobatan
saudara, teman maupun tetangga. Seringkali pula mereka terima juga dari anak yang sudah dewasa.
setiap gejala yang dirasakan oleh pasien Yang berperan dalam menentukan pilihan
dikonsultasi ke pemimpin informal, seperti orang pengobatan selanjutnya adalah pemimpin
yang tahu tentang agama, misal ustadz untuk informal, yaitu orang yang dianggap tahu lebih baik
memutuskan pertolongan atau mencari jenis dalam persoalan agama maupun dalam kehidupan
pengobatan yang tepat. sehari-hari, seperti ustadz, maupun keluarga yang
berpendidikan apakah dokter maupun non dokter.
Secara umum pasien tidak bermasalah dalam biaya
pengobatan karena ditanggung melalui Gakinda Situasi menunjukkan bahwa sulit bahkan tidak
dan BPJS. Bagi pasien yang sudah sakit sebelum mungkin bagi pasien untuk menentukan pilihan
periode BPJS atau asuransi lain (sebelum tahun pengobatan sendiri tanpa pertinmbangan orang
2011) mereka menyiapkan biaya pengobatan lain. Hal ini disebabkan karena: 1) Karakter sosial
tersendiri, contohnya untuk sekali operasi dan budaya di masyarakat umumnya bersifat
menyiapkan dana 25–35 juta rupiah. kolektif, sehingga setiap keputusan yang dianggap
penting harus dihasilkan oleh kesepakatan
“Sebelum ikut BPJS untuk satu kali kemoterapi bersama; 2) Pada tahap pasien mendapatkan
mencapai 2.5–3 juta, total operasi 23 –35 juta. diagnosis sakit dan mendapatkan pengobatan
Terus apa yang harus saya lakukan? Uangnya kemoterapi, akan terjadi penurunan fisik. Saat ini
tidak ada, sudah habis. Ada beberapa orang kehadiran dan support keluarga sangat dibutuhkan
yang mengatakan untuk tidak melakukan untuk menopang aktifitas fisik pasien. Bahkan ada
operasi, lebih baik menggunakan pengobatan
pasien saat awal didiagnosis kanker, maka oleh
herbal. Kemudian ibu mencoba mencari
pengobatan herbal, adanya yang mahal dan ibu suami yang menilai bahwa kanker adalah penyakit
tidak sanggup karena memang tidak ada berat maka serta merta tidak diperbolehkan untuk
biayanya. Berhubung sudah ikut ada program melakukan pekerjaan rumah tangga. Lebih banyak
BPJS dan ibu sudah tidak kuat karena selalu disarankan untuk istirahat dan melakukan
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 123

pekerjaan ringan saja. Sumber informansi sepenuhnya. Namun sebagian pasien lain
menyatakan: menyatakan bahwa pilihan pengobatan CAM
belum mampu menyembuhkan penyakitnya.
Adapun setiap pilihan pengobatan CAM umumnya
“Informasi yang saya tahu bahwa penyakit nya
adalah penyakit mematikan. Setelah tahu itu ibu dilandasi oleh: 1) Ketakutan terhadap konsep
sangat drop, yang menjadi penyemangat ibu operasi pengobatan konvensional serta efek
adalah jangan terlalu dipikirkan, yang kemoterapi yang dinilai mempunyai dampak besar
terpenting adalah saya berusaha untuk berobat dari penurunan fisik; 2) Bebebara pasien
semampu kita, allhamdulillah badan ibu tidak menyatakan bahwa pilihan CAM juga didasarkan
drop, badan tidak mengecil. Suami tidak
pada ketersediaan biaya. Meskipun jika dihitung
memperbolehkan mengerjakan yang berat,
banyak secara total jumlah yang dikeluarkan untuk
istirahat.” (I-4) membiayai pengobatan melalui CAM (termasuk
Sumber informasi untuk pengobatan umumnya transportasi) maupun melalui medis konvensional
dilakukan melalui proses pencarian secara mandiri adalah sama besar, namun dengan pilihan CAM
oleh keluarga. Baik melalui televisi, media maupun mereka membayarkan sedikit demi sedikit sesuai
pencarian di internet. Ada juga partisipan yang dengan ketersediaan dana yang ada pada saat itu
menanyakan masalah penyakitnya dan proses sehingga tidak dirasakan sangat memberatkan.
pengobatan kepada dokter, namun sedikit pasien
Dalam menentukan pilihan untuk menjalani pe
yang puas dengan jawaban yang diberikan.
ngobatan medis konvensional mempertimbangkan
Selanjutnya, untuk jenis obat dan penggunaannya,
kerugian antara lain adalah: 1) Yang paling
umumnya mereka mendapatkan informasi dari
perawat kemoterapi. Contoh ungkapan: ‘menakutkan’ untuk tidak dipilih adalah operasi,
karena secara fisik payudara merupakan salah satu
citra perempuan sehingga jika harus diambil
“Iya dia (suami) mah nyari nya di google di
internet. Kata suami saya ini mungkin kanker dengan operasi ada kekhawatiran besar bahwa
lah gitu. Dia langsung bikinlah BPJS gitu. Takut pasien akan kehilangan ciri fisik sebagai
sih sebelum saya dapet persiapan dulu, hmmh., perempuan secara utuh; 2) Menjalani kemoterapi,
dia langsung lah bikin BPJS gitu.” (I-6) paling dirasakan besar dari segi efeknya, bukan
sekedar mual dan muntah namun yang sangat
“iya nyari di internet, ibu juga dapet informasi dirasakan adalah kerontokan dan kebotakan
dari temen. Eh bukan temen tapi saudaranya
rambut, penurunan badan secara drastis,
teman. Terus ibu juga sebelum di operasi sama
di kemo teh ke perwat dan dokter dulu nyari penurunan fisik dan kehitaman warna kulit.
informasi.” (I-16)
Meskipun, sebagian kecil partisipan mampu
Persepsi kesembuhan pada setiap jenis bertahan menjalani efek kemoterapi dengan
pengobatan. Setiap pilihan pengobatan yang melakukan pilihan diet dengan disiplin tinggi
dilakukan oleh pasien, selalu bertujuan untuk
namun sebagian besar pasien merasakan
kesembuhan. Berdasarkan pernyataan pasien, pengalaman paling ‘drop’ secara fisik setelah
yang melakukan pilihan pengobatan menjalani kemoterapi. Beberapa pernyataan yang
Complementary Alternative Medicine (CAM) disampaikan oleh sebagian besar pasien berikut:
sebagian menyatakan bahwa bisa mengecilkan
benjolan kanker, meskipun belum sembuh
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 124

“Rasanya mual, ga bisa makan, ga bisa minum, mereka akan menjalani kemoterapi. Beberapa
saya ngedrop pertama kali dikemo. Jadwal pasien langsung pulang ke luar kota setelah
berikut sudah datang lagi, saya ga kuat, kemoterapi dengan memesan travel. Namun, ada
ngedrop harus dirawat dulu. Harus makan
sedikit pasien yang baru pulang keesokan harinya
bergizi dulu baru bisa dikemo lagi.”
setelah menjalani kemoterapi. Di tempat kost
“Buat saya, di kemo paling berat (dibandingkan inilah juga merupakan tempat untuk saling
radiasi, operasi_red), banyak keluhannya setiap bertukar pikiran dan berdiskusi oleh sesama pasien
di kemo: meriang, sariawan, bahkan sakit kena kanker payudara yang umumnya datang ditemani
mata.” suami atau kerabat lain.

Selain itu: “Efek kemo lebih berat dari radiasi


dan operasi, sampe makan lidah juga ga ada
Konsep sakit dalam kehidupan mempunyai
rasa. Dan yang tidak bisa dilupakan kerontokan
rambut sampe botak”. makna positif. Meskipun pada awalnya,
keberadaan sakit dianggap sebgai musibah oleh
Dalam memandang efek kemoterapi, tiap seluruh pasien. Bahkan sebagian dari mereka
partisipan mempunyai konsep yang variatif. masih sering menyangkal. Namun, sebagian lain
Namun dalam melihat proses kesembuhan yang menilai bahwa sakit adalah suatu hal yang
akan mereka terima setelah kemoterapi hampir merupakan ujian Allah untuk setiap umatnya. Hal
seluruh subyek menyatakan secara positif mereka yang menunjukkan bahwa sakit memunyai nilai
mempunyai harapan untuk sembuh setelah dalam kehidupan antara lain beberapa pernyataan
yang menyebutkan: 1) Bisa jadi seorang pasien
‘berjuang’ dengan cara menjalani kemoterapi. mempunyai beberapa kesalahan dan dosa yang
harus ditebus dengan sakit mereka; 2) Dengan
Biasanya pasien mulai menerima episode setiap sakit mereka harus mengambil hikmah bahwa
perjalanan penyakit kanker payudara setelah pasien diminta untuk belajar ihlas dan sabar dalam
pasien saling bertemu muka, bertukar pikiran menerima semua takdir dan ketentuan Allah; 3)
dengan sesama pasien kanker baik dalam ruang Dengan sakit, diharapkan mereka termotivasi dan
kemoterapi maupun di luar ruang kemoterapi. berusaha untuk sembuh sebagai bentuk usaha dan
Seperti contohnya, beberapa pasien rujukan ke ihtiar kepada Allah. Dengan sakit pula, pasien akan
RSHS dari beberapa tempat di luar kota Bandung menjadi semakin dekat ke Allah karena selalu
seperti Purwakarta, Cianjur, Pengalengan, memohon unuk riringankan sakitnya. Keadaan
Tasikmalaya dan lainnya akan menyewa sebuah sakit dan kesembuhan juga dinilai bervariasi
rumah ‘kost’ di sekitar lingkungan RS. Rumah menurut pa sien, namun sebagian dari pasien
tersebut memang kebanyakan dihuni oleh pasien menyatakan:
yang menjalani kemoterapi di RSHS. Bahkan ibu
kost sudah biasa menyiapkan bubur kacang hajau “Soal sembuh tergantung, ada keinginan sembuh
maupun bubur makanan untuk pasien yang ga, jika ada keinginan sembuh pasti bisa. Kaya
datang. Jika biasanya kemoterapi dilaksanakan kata dokter mah latihan tenang, enjoy aja. Masa
mulai jam 9–12 siang, makasebagian besar pasien mau jerit-jerit ke Allah, da tetep ga bisa sembuh.
akan datang ke tempat kost tersebut sehari Jadi terima aja dengan ikhlas, mudah-mudahan
bisa jadi obat.”
sebelumnya untuk melakukan proses administrasi.
Setelah proses administrasi selesai, maka esoknya
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 125

“Kemo pertama juga awalnya sedikit down, tapi


sekarang ngga, ya kalau pusing mual
mudahmudahan dikuatkan saja sama Allah,
sekarang ah jalani aja, enjoy-enjoy aja. Lebih
deket sama Allah yang utama. Lihat pasien lain
juga bisa, insya Allah.”

Beberapa hal yang dirasakan oleh partispan


sebagai kekurangan bahwa selama sakit, mereka
tidak bisa menjalankan peranan pekerjaan di
rumah tangga bahkan bisa jadi memberatkan
menambah beban pekerjaan anggota keluarga lain.
Ada partisipan yang sangat menerima keadaan
sakitnya mencoba untuk melakukan evaluasi sebab
sakit yang dialaminya:

“... mungkin pengaruh dari makanan terus


karena saya kerja dan kepengaruh KB.”

Namun, sedikit pasien yang masih sulit menerima


sakitnya, sehingga tidak mau melakukan evaluasi,
sebagaimana pernyataan berikut:

“... ada beberapa teman kerja yang meng-ajak


mengikuti seminar kanker. Tapi ibu sudah
menutup telinga. Ibu suka disuruh ikut seminar,
tapi ibu merasa sudah tidak mau mendengarkan
lagi, sudah cukup drop.”

Hal positif lain adalah keberadaan teman berbagi,


umumnya partisipan merasa mempunyai harapan
besar dan merasa lebih baik saat melihat
keberadaan sesama pasien kanker lain yang kurang
beruntung secara fisik, bahkan seringkali lebih
buruk kondisinya. Terlebih lagi, secara psikologis,
sebagian besar partispan menyatakan bahwa diri
mereka semakin kuat karena ada banyak orang
yang menghibur dan memberikan dukungan
positif. Sebagaimana pernyataan berikut:
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 126

“Penyakit mah ga usah dipikirin yang penting mah dibawa enjoy. Kan disini mah banyak yang
seumuran, kan kalau kontrol bareng, bekel timbel, makan-makan.”

Salah satu partisipan yang berumur 81 tahun sekarang, merupakan penyintas kanker yang pernah
dialami sepuluh tahun yang lalu menyatakan, bahwa untuk sembuh dimulai dari pola pikir, dimana
pikiran harus berubah yang ada hanyalah motivasi untuk sembuh saja. Dan selalu mednekatkan diri
pada Allah sepanjang waktu dengan cara meningkatkan ibadah mulai dari pagi hari sampai malam.
Partisipan ini juga menyatakan, meskipun dalam kondisi yang dinyatakan sakit, karena profesinya
sebagai guru, beliau tetap mengajar ke sekolah yang jaraknya 60 km pp ditempuh menggunakan bis
kota.

Tingginya harapan sembuh. Meskipun soal kesembuhan terletak di tangan Allah, namun semua
partisipan menyatakan mereka punya harapan besar untuk sembuh. Mereka selalu mohon doa
untuk disembuhkan. Sekalipun secara usaha yang dibuktikan oleh masing-masing partisipan sangat
bervariasi. Contohnya, sedikit pasien yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
tepat dan jumlah yang cukup dengan ‘melawan’ nafsu makan yang

sudah berkurang drastis. Di sisi lain, kebanyakan partisipan mengatakan kerena nafsu makan
semakin menurun maka sulit bagi mereka unutk memenuhi kecukupan gizi yang seharusnya.

Hanya sedikit partisipan yang tahu bahwa kesembuhan penyakit kanker membutuhkan waktu yang
sangat lama, bahkan selang lima tahun berlaku masih juga membutuhkan obat. Seperti halnya yang
disampaikan partisipan berikut:

“... banyak gitu ya orang lain juga udah pada sehat cuman kalau sembuh total mah ee susah gitu
yak arena masih harus terus berobat kan. Kan kanker mah yang udah 5 tahun juga harus terus
berobat.”

Tentang harapan sembuh, salah seorang partisipan yang mempunyai harapan untuk menuaikan
ibadah lebih baik. Partisipan lain menyatakan jika sembuh ingin membuka usaha untuk membantu
perekonomian keluarga di masa depan.

Pembahasan

Secara umum, partisipan menentukan pilihan berobat tidak sekedar pada medis modern, namun
banyak memanfaatkan terapi yang bersifat alternatif maupun komplementer. Menurut WHO (2017),
pengobatan komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan berasal dari negara
yang bersangkutan, namun kriteria ini juga perlu dirumuskan kembali karena terapi herbal di
Indonesia justru sebagian besar merupakan terapi komplementer. Tambahan definisi tentang terapi
komplementer adalah semua terapi yang digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvensional
yang direkomendasikan oleh penyelenggaraan pelayanan kesehatan individu (Potter & Perry, 2009).
Selain itu, CAM diartikan sebagai suatu bentuk penyembuhan yang bersumber dari berbagai sistem,
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 127

modalitas dan praktek kesehatan, baik yang didukung secara teori maupun dari kepercayaan (WHO,
2017; Wang, 2017).

Berdasarkan pandangan partisipan, mereka sulit membedakan apakah pilihan berobat mereka
bersifat alternatif ataupun komplementer. Idealnya, partisipan perlu memahami perbedaan antara
terapi komplementer dan terapi alternatif. Jika terapi komplementer (komplemen= pelengkap),
diartikan sebagai terapi pelengkap dari terapi konvensional yang telah dibuktikan manfaatnya. Maka
terapi alternatif adalah penggunaan terapi diluar sistem konvensional. Meskipun terapi alternatif
meliputi intervensi yang sama dengan terapi komplementer, tetapi sering kali yang dilakukan pasien
saat pemilihan pengobatan awal adalah terapi alternatif menjadi pengobatan primer yang
mengganti pelayanan medis (Wang, 2017).

Keperawatan komlementer adalah cabang ilmu keperawatan yang menerapkan pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya yang dilakukan tersebut bertujuan untuk
mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan
pasien secara keseluruhan. Sehingga diperlukan adanya pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandas ilmu pengetahuan biomedik (Frisch, 2001; Irawan,
Rahayuwati, & Yani, 2017).

Masalah fisik yang muncul antara lain hilangnya nafsu makan setelah mendapat kemoterapi atau
terapi radiasi. Hal tersebut sejalan dengan kesimpulan penelitian Yabroff, et al., (2004) bahwa
meskipun klien kanker payudara hidup lebih lama, mereka belum tentu sehat seperti masyarakat
umum lainya. Berbagai upaya informan lakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi agar kondisi
fisiknya tetap stabil, baik melalui upaya pemenuhan sesuai anjuran medis maupun pencarian ke
terapi alternatif dan komplementer.

Selain kebutuhan pengobata yang bersifat fisik, secara umum pasien sangat membutuhkan
kebutuhan psikologis dan sosial. Gangguan psikologis termasuk kecemasan dan depresi, umumnya
terjadi pada pasien kanker dengan berbagai diagnosa dan mereka mencoba bertahan dari waktu ke
waktu (Kim, et al., 2015). Hasil sebuah penelitian memperkirakan bahwa depresi telah terjadi pada
20–25% dari pasien kanker dan tampaknya lebih tinggi pada pasien dengan kanker stadium lanjut
(Redeker, Lev, & Ruggiero, 2000). Diagnosis kanker payudara juga meningkatkan distres psikososial
bagi penderitanya (Mahon, 2011). Kebutuhan emosional dan sosial pasien bisa dilakukan dan
diperoleh melalui interaksi dan semua dukungan, terutama oleh keluarga dalam bentuk dukungan
emosional (perhatian, kasih sayang, empati), dukungan penghargaan (menghargai kondisi pasien
yang masih dalam perawatan, memberikan umpan balik sesuatu yang dibutuhkan atau lainnya),
dukungan informasi (saran, nasehat) maupun dukungan instrumental (melalui ketersediaan tenaga,
dana dan waktu). Penelitian yang dilakukan oleh Kroenke, et al. (2013) mengungkapkan bahwa
selain dukungan keluarga, ada hubungan antara jaringan sosial dan mekanisme dukungan sosial
terhadap kualitas hidup penderita kanker setelah didignosa. Dukungan sosial bisa berasal dari
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 128

teman, tetangga dan komunitas. Kebutuhan spiritual juga ditunjukkan oleh pasien, sehingga
dukungan spiritual harus dikuatkan terutama untuk mendukung sistem fisik dan psikologis melalui
bantuan kesembuhan pasien dengan selalu mengajak berpikir positif, menjalani hidup penuh arti
dan mampu bertahan terhadap penyakitnya (Witdiawati, Rahayuwati, & Sari, 2017).

Mengingat, tingginya kebutuhan pasien kanker payudara terhadap terapi komplementer, diharapkan
perawat mampu melakukan pendekatan secara holistik (bio, psiko, sosio, kultural, spiritual) kepada
pasien dalam penanganan penggunaan terapi. Secara khusus, perawat bekerja sangat dekat dengan
klien mereka dan berada dalam posisi mengenali titik pandang klien. Oleh karena itu, diharapkan
perawat mampu menentukan terapi medis alternatif atau komplementer mana yang lebih sesuai
dengan kepercayaan dan menawarkan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan pasien kanker
payudara (Potter & Perry, 2009).

Kesimpulan

Pasien kanker payudara selalu dipahami sebagai kondisi bahwa manusia adalah kompleks, terdisiri
dari keterikatan tubuh secara fisik, serta aspek lain seperti psikologi, sosial budaya dan spiritual.
Oleh karena itu, perjalanan hidup dalam sebagai pasien kanker payudara sebagai pengalaman sakit
selalu melibatkan unsur fisik, psikologis, social budaya dan spiritual.

Perjalanan hidup pasien kanker dalam mencari pilihan terapi harus dimaknai dalam pemahaman
sudut pandang pasien dan keluarga itu sendiri. Sehingga para petugas kesehatan harusnya mampu
memberikan perawatan dan terapi lebih spesifik sesuai kebutuhan pasien (SS, YA, INR).

Referensi

Anggraeni, R., Ngatimin, R., & Arsin, A. (2012). Deteksi dini pada penderita kanker payudara stadium
lanjut di RSUD Labuang Baji
Makassar. Diperoleh dari http://pasca.unhas. ac.id/jurnal/files/7599e1c4c12fbfbb9d41626
7405f4c63.pdf

Aprianti, D. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pencarian pelayanan kesehatan pada
pasien kanker payudara di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (Skripsi, tidak dipublikasikan).
Program Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Brousselle, A., Breton, M., Benhadj, L., Tremblay,


D., Provost, S., Roberge, D., . . . Tousignant, P. (2017). Explaining time elapsed prior to cancer
diagnosis: Patients perspectives. BMC Health Services Research, 17 (1), 448. doi:
10.1186/s12913-017-2390-1.
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 129

Frisch, N. (2001). Nursing as a context for alternative/ complementary modalities. Online Journal of
Issues in Nursing, 6 (2), 2.

Hikmanti, & Adrian, F.H.N. (2014). Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan
pengobatan pada wanita penderita kanker payudara. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil
Penelitian & Pengabdian. Diperoleh dari http://jurnal.unimus.ac.id/
index.php/psn12012010/article/view/1253/1 306.

Irawan, E., Rahayuwati, L., & Yani, D. (2017). Hubungan penggunaan terapi modern dan
komplementer terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 5 (1), 19–28.

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehaan RI. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Kim, M.K., Kim, T., Moon, H.G., Jin, U.S., Kim, K., Kim, J., … Han, W. (2015). Effect of cosmetic
outcome on quality of life after breast cancer surgery. European Journal of Surgical Oncology,
41 (3), 426–432, https:// doi.org/10.1016/j.ejso.2014.12.002.
Kroenke, C.H., Kwan, M. L., Neugut, A.I., Ergas, I.J., Wright, J.D., Caan, B.J., . . . Kushi, L.H. (2013).
Social networks, social support mechanisms, and quality of life after breast cancer diagnosis.
Breast Cancer Research and Treatment, 139 (2), 515–527. doi:
10.1007/s10549-013-2477-2.

Mahon, S.M. (Ed.) (2011). Breast cancer. Pittsburgh, US: Oncology Nursing Society. Diperoleh from
http://www.ebrary.com.

Murtiwi, M., Nurachmah, E., & Nuraini, T. (2005). kualitas hidup klien kanker yang menerima
pelayanan hospis atau homecare: Suatu analisis kuantitatif. Jurnal Keperawatan Indonesia, 9
(1), 13–18. doi: http://dx.doi.
org/10.7454/jki.v9i1.154

Potter, P., & Perry, A. (2009). Fundamental of nursing (3rd Ed.). Toronto, ON: Elsevier Canada.

Redeker, N.S., Lev, E.L., & Ruggiero, J. (2000). Insomnia, fatigue, anxiety, depression, and quality of
life of cancer patients undergoing chemotherapy. Scholarly Inquiry for Nursing Practice, 14
(4), 275–284, 286–290.

Rumah Sakit Kanker Dharmais. (2014). Statistik kanker: 10 besar kanker tersering RSKD rawat jalan
(kasus baru) tahun 2007. Diperoleh dari http://www.dharmais.co.id/ index.php/cancer-
statistic.html.

Siapkan Pengobatan Tradisonal di RS. (2014). Diperoleh 17 April 2017, dari http://kebijak
ankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/19 8-siapkan-pengobatan-tradisonal-di-rs.
Rahayuwati, et al., Pilihan Pengobatan Pasien Kanker Payudara Masa Kemoterapi 130

Universitas Gajah Mada (2012, July 3). Terapi herbal kurang diminati untuk pengobatan kanker.
Diperoleh 10 April 2017, dari https://www.ugm.ac.id/id/newsPdf/4353-tera
pi.herbal.kurang.diminati.untuk.pengobatan.
kanker.

Wang, L. (2017). Early diagnosis of breast cancer. Sensors, 17 (7), 1572. MDPI AG. doi: http://
dx.doi.org/10.3390/s17071572.

Widyatuti, W. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12


(1), 53–57. doi: http://dx.doi.org/10.7454 /jki.v12i1.200.

Witdiawati, W., Rahayuwati, L., & Sari, S. (2017). Enculturation in the life pattern of breast cancer
patients: An ethno-nursing study on sundanese women. Jurnal Ners, 12 (1), 99– 107. doi:
http://dx.doi.org/10.20473/jn.v12i1 .4143.

World Health Organization. (2013). Breast cancer data. Diperoleh dari http://www.who.intl.
org.

World Health Organization. (2017). Cancer. Diperoleh dari http://www.who.int/media


centre/factsheets/fs297/en/

Yabroff, K.R., Lamont, E.B., Mariotto, A., Warren, J.L., Topor, M., Meekins, A., & Brown, M.L. (2008).
Cost of care for elderly cancer patients in the United States. Journal National Cancer Institute,
100 (9), 630-641.
doi: 10.1093/jnci/djn103.

Anda mungkin juga menyukai