Meratapi bayangmu yang terus datang menyepaku dalam luka
Aku bingung pada adatku sendiri Hingga selalu membuatku bertanya pada setiap lamunku Dimanakah keindahan cinta bila hukuman “WAJA” Menggantikan kehormatanku dengan binatang? Indah ragam budayaku elok penuh pesona Tarian jai memanjakanku Dalam dentuman gong dan gendang Yang hendak menghantarku pada peminangan Tapi semuanya itu cuman khayalan dalam kesakitanku Aku bertanya dalam diam Adakah rasa yang lebih menyakitkan ketika tarian jai dan dentuman gong gendang Kau gantikan dengan banyaknya suara hewan di depan rumahku? Ataukah engkau merasa bahwa kehormatanku dapat dipermainkan Hanya karena kaulah orang yang berada? Maaf adalah satu kata sederhana yang mungkin Dapat melegakan jiwaku yang kini penuh luka dan amarah Hanya karena salahku yang telah memberimu ruang Tapi aku tak bisa melupakan hukuman yang sungguh tak adil bagiku Aku dilahirkan dan dibesarkan olhe budaya Tapi mengapavharus aku juga yang mendapat hukuman budaya yang sungguh menyimpang? Kini hitam menyelimuti tangisku diantara para “MOSA” dan keluargaku Dimana aku selalu diposisikan sebagai orang yang salah Sehingga hukuman waja berlaku padaku dan oada kaumku semuanya Kembalikan kehormatanku yang tak pernah bisa kau gantikan dengan apapun itu Aku menjerit menahan sakit pada sudut kamarku yang diam membisu Aku berharap pada penguasa kampungku Agar sedikit melegakan kesesakan pada dada yang dibaluti dengan kesewenang-wenangan