Anda di halaman 1dari 4

Nama Kelompok :

Agricia Wattimuri (17025010012)


Andriana Ela Saputri (17025010017)
Dwi Betty Haryanti (17025010019)
Dyta Fitriana (17025010030)
Lisa Dwilyana (17025010031)
Sayekti Dwi Nastiti (17025010032)
Eriesta Wahyuningtyas (17025010033)

Tanaman Kedelai pada Tanah Masam dan Cara Mengatasi Tanah Masam

Lahan masam merupakan lahan yang memiliki PH dibawah 7. Lahan masam memiliki
beberapa permasalahan jika digunakan sebagai lahan untuk budidaya, seperti tidak
tersedianya beberapa unsur hara, dan keracunan tanaman. Menurut Haryanto, 2008 Lahan
kering di daerah beriklim tropika basah, seperti Indonesia, didominasi oleh tanah masam
dengan kesuburan rendah (1, 2). Tanah demikian dikenal sebagai Oxisol dan Ultisol. Di
Indonesia Oxisol diklasifikasikan sebagai tanah Podsolik Merah kuning (PMK) dan
diperkirakan meliputi luasan 47,5 juta ha atau 24,9 % dari seluruh luas daratan (3). Tanah
PMK memiliki curah hujan tahunan 2000 — 3000 ml/tahun dengan ciri antara lain
kemasaman rendah, pH < 5 kadang-kadang dapat mencapai 3, tekstur tanah relatif kasar, dan
KTK ( Kapasitas Tukar Kation ) rendah.

Unsur hara yang menjadi tidak tersedia merupakan dalah satu masalah yang dihadapi
pada lahan masam. Hal ini sesuai dengan yang dihadapi Amirrullah., 2017 dalam
penelitiannya, jika tanah masam P tersedia akan terikat dan tidak dapat terurai secara bebas
sehingga sulit untuk diserap oleh tanaman. Lahan yang subur memiliki ketersediaan unsur
hara yang cukup bagi tanaman, ada beberapa hal yang harus di perhatikan tingkat kesuburan
tanah pada lahan rawa pasang surut diantara nya unusr hara makro dan unsur hara mikro.

Penelitian yang dilakukan oleh Triandiati, 2013 dilaksanakan mulai bulan Januari
sampai dengan Juni 2009 di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm 1PB,
Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu PcngetahuanAlam (FMIPA), IPB, Bogor.
Media tanam yang digunakan adalah tanah masam yang berasal dari Jasinga dengan
sifat-sifat kimia tercantum pada Tabel 1 yang telah ditanami kedelai pada satu musim tanam
sebelumnya dan tanpa pengapuran.(Triadiati, 2013)

Triadiati, 2013 menguji penanaman kedelai pada lahan masam dengan beberapa variasi
perlakuan. Parameter yang dapat dilihat jika tanaman kedelai mengalami cekaman akibat
tanah masam yaitu terhambatnya pertumbuhan akar dan terhambatnya perkembangan Bintil
akar, yang diakibatkan Bakteri Rizhobium.sp Terhambat pertumbuhannya pada kondisi yang
terlalu asam.

Sudrajat, 2010 Memiliki pendapat yang sama dengan Triadiati, 2013 yaitu
penggunaan parameter bobot kering akar dapat digunakan untuk menilai ketenggangan
tanaman terhadap keracunan Aluminium, sehingga dapat dijadikan sebagai karakter seleksi
pada proses pemuliaan tanaman.

Tanah masam dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya dengan pengapuran
atau penambahan Kalsium (Ca). Hal ini sesuai dengan pendapat Setiono, 2018 Apabila pada
tanah masam kahat Ca sekaligus juga menghambat kehidupan rhizobium. Pembentukan bintil
akar yang terhambat akan menghambat penambatan nitrogen, dengan demikian penambahan
Ca diperlukan untuk untuk pembentukan bintil akar sehingga penambatan nitrogen dapat
berlangsung kembali

Perbaikan tanah Masam dapat dilakukakn secara bilogis. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Aryanto, 2015 Penggunaan kompos diperkaya mikrob dapat meningkatkan
kualitas tanah masam. Hal ini sesuai denga pernyataan Barus, 2012Perbaikan sifat fisik dan
kimia tanah dapat dilakukan diantaranya dengan penambahan bahan organik, yang memiliki
peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga
jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas
tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat
kimia, fisik, maupun biologi tanah.
Daftar Pustaka

Amirrullah, J. et al. (2017) ‘Dampak Keasaman Tanah Terhadap Ketersediaan Unsur Hara
Fosfor Di Lahan Rawa Pasang Surut Kabupaten Banyuasin’, Jurnal
Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pertanian Bersama Pertani Lokal untuk
Optimalisasi Lahan Suboptimal, pp. 978–979.

Aryanto, A. (2015) ‘Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah dan Gogo dengan Pemberian
Pupuk Hayati Berbasis Bakteri Pemacu Tumbuh di Tanah Masam’, Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 20(3), pp. 229–235. doi: 10.18343/jipi.20.3.229.

Barus, J. (2012) ‘Pengaruh Aplikasi Pupuk Kandang dan Sistim Tanam Terhadap Hasil
Varietas Unggul Padi Gogo Pada Lahan Kering Masam di Lampung’, Jurnal
Lahan Suboptimal, 1(1), pp. 102–106.

Haryanto, Komaruddin, R. I. K. dan E. L. S. (2008) ‘PENGARUH PUPUK FOSFAT ALAM


PADA TANAH MASAM TERHADAP PERTUMBUHAN JAGUNG SERTA
SERAPAN N-ZA DAN N-UREA’, Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi,
4(2), pp. 130–142.

Setiono, A. S. dan Z. S. (2018) ‘Tanggapan Pertumbuhan Kacang Tanah ( Arachis Hypogeae


L) Terhadap Pupuk Kandang Sapi dan Dolomit Pada Tanah Masam’, Jurnal Sains
Agro, 03(01).

Sudrajat, D. (2010) ‘Identifikasi Karakter Morfofisiologi Kedelai Adaptif Lahan Masam’,


Jurnal penelitian Pertanian Terapan, 10(2), pp. 103–110.

Triadiati, N. R. M. dan Y. R. (2013) ‘Respon Pertumbuhan Tanaman Kedelai Terhadap


(Bradyrhizobium japonicum) Toleran Masam dan Pemberian Pupuk di Tanah
Masam’, Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 41(1), pp.
24–31.

Anda mungkin juga menyukai