PTERIGIUM GRADE IV
Oleh:
Rahmawan Adhy Putra
K1A1 13 128
Pembimbing:
dr. Melvin Manuel Philips, Sp. M
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Mengetahui,
Pembimbing
A. IDENTITAS
Nama : Tn. L.M
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Poasia
Suku : Muna
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Tanggal Berobat : 10 Februari 2020
No. Register : 80635
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Selaput putih pada mata kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RS dengan keluhan adanya selaput putih pada mata
kiri yang timbul sejak ±5 tahun yang lalu. Awalnya terlihat kecil pada bola mata
putih, lama kelamaan semakin membesar hingga ke bola mata hitam. Sejak 2
tahun yang lalu pasien mulai mengeluhkan gangguan penglihatan pada mata
kanan. Keluhan lain, mata merah (+), berair (-), kotoran berlebih (-), kadang
dirasakan gatal pada mata kiri. Riwayat terpapar sinar matahari, debu, dan asap
(+) saat keluar rumah dan bekerja. Pasien tidak menggunakan pelindung mata.
Riwayat trauma pada mata tidak ada
Riwayat penyakit mata : keluhan yang sama juga pada mata kanan namun
telah dioperasi
Riwayat penggunaan kaca mata disangkal
Riwayat penyakit terdahulu: Hipertensi, Stroke, dan Diabetes Melitus
disangkal
Riwayat keluarga : Tidak ada
Riwayat pengobatan sebelumnya: pasien berobat di dokter spesialis mata
dan diberikan obat tetes mata
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status present
Kesadaran kompos mentis, sakit ringan, status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital :
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Pernapasan :18x/menit
d. Suhu : 36,7oC
3. Status Generalisata :
a. Kepala : Normocephal, deformitas (-)
b. Mata : Sklera hiperemis (+/+)
c. Hidung : Perdarahan (-/-), Sekret (-/-)
d. Telinga : Otorea (-/-)
e. Mulut : Bibir pucat (-), Stomatitis (-)
f. Leher : KGB membesar (-)
g. Toraks : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
h. Abdomen : Cembung-ikut gerak napas, pemeriksaan lain
tidak dilakukan
i. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Ekstremitas superior: Edema (-/-), akral teraba hangat
k. Ekstremitas Inferior : Edema (-/-), akral teraba hangat
4
4. Status ophtalmologis
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Ptosis (-) Edema (-) Hiperemis (-) Ptosis (-) Edema (-), Hiperemis (-)
J
Kornea Jernih ernih
.
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral, Diameter 2,5 mm, Bulat, Sentral, Diameter 2,5 mm,
RC(+) RC(+)
Lensa Jernih Jernih
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi Okuler N N
Nyeri Tekan Kesan (-) Kesan (-)
Massa Tumor Kesan (-) Kesan (-)
Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan
5
D. Visus : VOD (6/60F) VOS (4/60 F)
E. Penyinaran Obliq
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Edema (-), Hiperemis (-) hiperemis (+) jaringan
fibrovaskular dari limbus
mencapai pupil
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Normal Selaput (+)
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral, Diameter Bulat, Sentral, Diameter
2,5 mm, RC(+) 2,5 mm, RC(+)
Lensa Jernih Jernih
F. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Colour Sense : Test Ishihara (tidak dilakukan pemeriksaan)
H. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
I. Slit Lamp : SLODS: Palpebra spasm(-/-),silia sekret(-/-) ,
konjungtiva hiperemis (+/-), Kornea jernih
(+/+),BMD (normal/normal) iris coklat kripte
(+/+), pupil bulat isokor (2,5 mm/2,5mm), RC
(+/+), lensa jernih (+/+)
J. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. RESUME
Pasien datang ke RS dengan keluhan adanya selaput putih pada mata
kiri yang timbul sejak 5 tahun. Awalnya terlihat kecil, lama kelamaan semakin
membesar. Sejak 3 tahun yang lalu mengalami gangguan penglihatan pada mata
kiri. Keluhan lain, mata merah (+), berair (-), kotoran berlebih (-), kadang terasa
gatal (+). Riwayat terpapar sinar matahari, debu, dan asap (+) saat keluar rumah
dan bekerja serta tidak menggunakan pelindung mata.
Riwayat penyakit mata: Pasien memiliki keluhan yang sama pada mata
kanan namun telah dioperasi. Riwayat penggunaan kaca mata disangkal.
6
Riwayat penyakit terdahulu: Hipertensi, stroke, dan diabetes melitus disangkal.
Riwayat keluarga: dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat pengobatan
sebelumnya: pasien berobat di dokter spesialis mata diberikan obat tetes mata
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: kesadaran kompos
mentis, sakit ringan, status gizi kesan baik. Pada pemeriksaan opthalmologis di
dapatkan VOD 6/6F dan VOS 4/60F. Pada OS didapatkan konjungtiva palpebra
dan bulbi hiperemis, dan kornea, iris, pupil, lensa dalam batas normal. OS
didapatkan jaringan fibrovaskular yang sudah mencapai pupil.
E. DIAGNOSIS PRE OPERASI
OS Pterigium grade 4
F. PENATALAKSANAAN
1. Rencana operasi eksisi Pterigium
G. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : dubia ad Bonam
Ad sanationam : dubia ad Bonam
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Kata pterigium berasal dari bahasa Yunani, yaitu pteron, yang berarti
lain: genetik, pajanan sinar matahari, pajanan sinar UV, dan usia dewasa.1
sebagai masalah yang tidak signifikan sampai lesi mencapai pada sumbu
visual.2
daerah non-tropis dengan prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun adalah
16,8 %; laki-laki 16,1 % dan perempuan 17,6 %. Hasil survei morbiditas oleh
kejadian pterigium sebesar 13,9 % dan menempati urutan kedua penyakit mata
di Indonesia.3
8
Pterigium masih menjadi permasalahan yang sulit karena tingginya
didapatkan bahwa recurrence rate pada pasien berusia kurang dari 40 tahun
adalah 65 % dan pada pasien berusia lebih dari 40 tahun adalah 12,5 %. Selain
terhadap komplikasi.3
B. Anatomi
permukaan posterior palpebra dan anterior bola mata, terminasi pada limbus
membran mukosa ini karena fakta bahwa ia menghubungkan bola mata dengan
dari tepi kelopak mata sekitar 2 mm pada bagian belakang kelopak sampai
9
ke alur dangkal, yakni sulkus subtarsalis. Bagian ini sebenarnya zona
kuat pada seluruh tarsal kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah,
2. Konjungtiva bulbaris. Melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat
kornea. Bagian ini dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episcleral
dan kapsul Tenon. Terdapat sebuah dataran tinggi 3-mm dari konjungtiva
yang terputus hanya pada sisi medial oleh caruncle dan plica semilunaris.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar yakni kelenjar sekresi musin dan
1. Kelenjar sekresi musin. Terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang
kelenjar ini mensekresi mucus yang penting untuk membasahi kornea dan
konjungtiva.
10
2. Kelenjar lakrimalis aksesoris. Terdiri dari: Kelenjar Krause (terdapat pada
batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus inferior).4
dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri ciliaris
pericorneal.
Sistem ini dari sisi lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan sisi
11
Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel,
2 lapis epitel: lapisan superficial terdiri dari sel-sel silinder dan lapisan
dalam terdiri dari sel-sel datar. Konjungtiva forniks dan bulbaris memiliki
3 lapis epitel: lapisan superfisial terdiri dari sel silindris, lapisan tengah
terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri dari sel kubus. Limbal
gepeng.4
2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari
di temukan ketika bayi lahir tapi akan berkembang setelah 3-4 bulan awal
3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis.
Lapisan ini lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva
tarsal, di mana lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh
dan saraf dari konjungtiva. Lapisan ini bersatu dengan mendasari kapsul
12
C. Definisi
yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan berwarna
D. Epidemiologi
dari 1% di Jepang hingga 29% di Kepulauan Samoa dan 23% pada kulit hitam
antara 300 lintang utara dan selatan lebih tinggi dari pada di daerah beriklim
UV-B dari pterigium. Peran kerusakan limbal yang dimediasi UV telah banyak
ditinjau, dan Coroneo et al. telah mengusulkan bahwa kornea yang fokus
ekonomi rendah, dan orang yang tinggal di daerah pedesaan), beberapa kondisi
13
Pterigium bisa terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
wanita. Kejadian berulang lebih sering pada umur muda daripada umur tua.
(18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). Provinsi DKI Jakarta mempunyai
prevalensi pterygium terendah yaitu 3,7 persen, diikuti oleh Banten 3,9 persen.
E. Faktor Risiko
radiasi UV matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter.9
1. Radiasi Ultraviolet
14
ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva mengakibatkan kerusakan sel
2. Faktor Genetik
3. Faktor lain
dari pasir, angin, debu, air menyebabkan kerusakan sel induk limbal oleh
terjadinya pterygium.9
matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan
terbaru menunjukkan bahwa virus human papilloma juga dapat terlibat dalam
hanya lesi degeneratif, tetapi bisa merupakan hasil dari proliferasi sel yang
MMPs (TIMPs) di tepi pterigium yang maju mungkin bertanggung jawab atas
15
peradangan, remodeling jaringan, penghancuran lapisan Bowman dan invasi
pterigium dapat mewakili daerah yang mengalami defisiensi sel induk limbal
konjungtiva.10
teori patogenesis, antara lain teori pajanan terhadap sinar ultraviolet (UV), teori
growth factor-sitokin pro-inflamasi, dan teori stem cell. Teori pajanan sinar UV
yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα. Beberapa teori menyatakan bahwa radiasi
ultraviolet, angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya
16
sitokin pro-inflamasi, sehingga merangsang sumsum tulang untuk
mengeluarkan stem cell yang juga akan memproduksi sitokin dan berbagai
growth factors. Sitokin dan berbagai growth factor akan mempengaruhi sel di
limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas endotel dan epitel yang
G. Manifestasi Klinis
mencapai kornea dan sumbu visual. Daya tarik yang bekerja pada kornea dapat
ganda abduksi.10
keluhan mata iritatif, merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan
keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi
1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada
17
line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan
3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
Gambar 1. Pterigium1
H. Diagnosis
Pterygium adalah kondisi tanpa gejala pada 12tahap awal, kecuali untuk
pupil atau karena astigmatisme kornea yang disebabkan oleh fibrosis pada
gerakan mata.12
18
berasal dari garis Stocker pterigium, garis besi pada kornea di tepi terdepan
asimptomatik. Jika ditemukan gejala, yang dijumpai antara lain mata kering,
19
2. Berdasarkan luas pterigium
melewati kornea
c. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir
pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar
3-4 mm)
I. Diagnosis Banding
1. Pinguekula
20
rangsangan sinar matahari, debu,angin, dan panas. Letak bercak ini pada
masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi,
maka sekitar bercak degenarasi ini akan telihat pembuluh darah yang
melebar. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetapi bila terlihat adanya
Gambar 3 . Pingueculum15
2. Pseudopterigium
yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus
21
Pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu
kornea.5
Gambar 4. Pseudopterigium
Pterigium Pseudopterigium
kelopak
ataupun statis
dibawah selaput
22
J. Penatalaksanaan
penglihatan. Lindungi mata dari sinar matahri, debu, dan udara kering
tepat.5
2. Terapi Medikamentosa
a. Topikal
1) Mytomicin C
sekunder.16
23
2) Bevacizumab
3) Loteprednol etabonate
Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu
dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air
perbaikan.16
24
5) Kemoterapi
6) Iradiasi beta
3. Terapi Operatif
utama (30-50%). Hal itu dapat dikurangi dengan langkah berikut :12
c. Eksisi bedah dengan conjungtival graft yang diambil dari mata yang
sama atau mata lainnya saat ini adalah teknik yang diminati.
25
d. Pada pterigium rekalsitran rekuren, eksisi bedah harus digabungkan
berikut:
sklera
26
4) Limbal conjunctival autograft transplantation (LLAT) untuk
27
Gambar 7. Satu minggu setelah operasi graft17
K. Komplikasi
28
L. Prognosis
dapat mentoleransi prosedur operasi dan hanya merasa tidak nyaman pada
setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan Pterigium rekuren dapat dilakukan
eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva auto graft atau transplantasi
membran amnion.5
29
DAFTAR PUSTAKA
1-2
International
5. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2017.
7. Lestari DJT, dkk. 2017. Pterigium Derajat IV pada Pasien Geriatri. Majority 7 (1):
1-6
2013
10. Bahuva A, Rao KS. 2015. Current Concepts in Management of Pterigium. Delhi
Journal of Ophthalmology.
30
11. Lang GK, dan Gabriele EL. 2006. Pterygium in Ophthalmology A Pocket
13. Safi, H. dkk. 2016. Correlations Between Histopathologic Changes and Clinical
14. Eva, PR. Whitcher, JP. 2018. Vaugan dan Asbury’s General Ophthalmology 19th
15. Todorovic D.dkk. 2016. Updates On The Treatment of Pterygium. Serbian Journal
31