Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Apendiks atau yang disebut juga dengan umbai cacing merupakan

bagian dari organ pencernaan yang sampai saat ini belum diketahui fungsinya.

Meskipun demikian tidak sedikit kasus kesehatan yang disebabkan karena

apendiks. Jika apendiks tidak ditangani dengan segera bisa berdampak lebih

buruk (Sjamsuhidajat & De Jong,2011).

Merupakan suatu infeksi apendiks adalah penyakit yang jarang mereda

dengan cepat, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai

kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi

jarang terjadi 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa

tersubut. Tanda-tanda terjadinya perforasi meliputi meningkatnya nyeri, sasme

atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin

jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah

terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosa dapat ditegakkan dengan

pasti (Mansjor, 2012).

Tindakan pengobatan terhadap Apendiks salah satunya dapat di lakukan

dengan cara operasi (pembedahan). Operasi Apendiks dikeluarkan dengan

cara Appendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan membuang

Apendiks. (Price, 2006) (PDFhttps://publikasi.unitri.ac.id, 2017 & di akses

pada tanggal 01 februari 2019). Permasalahan yang mungkin timbul setelah

dilakukan tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas,

1
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya

infeksi (Doenges, 2000) (PDFhttps://publikasi.unitri.ac.id, 2017 & di akses

pada tanggal 31 Januari 2019).

Pembedahan adalah tindakan invasif medis yang dilakukan untuk

penanganan penyakit, injuri, atau kelainan (Lemone & Burke, 2008). Salah

satu jenis pembedahan adalah pembedahan abdomen. Tindakan pembedahan

berupa insisi pada kulit, tindakan traumatik pada jaringan tubuh lainnya, dan

manipulasi struktur tubuh viseral telah mencetuskan mekanisme inflamasi,

nyeri neuropati, dan viseral yang berkontribusi pada rasa nyeri yang terjadi

selama periode pasca bedah (Patton, 2006). Menurut Giuffre (1991, dalam Lin

& Wang, 2005) bahwa pembedahan abdomen cenderung lebih menyakitkan

diantara semua jenis pembedahan dan 70% pasien yang mengalami

pembedahan abdomen bagian atas menderita nyeri hebat.

Nyeri yang dialami oleh pasien pasca bedah abdomen, menyebabkan

meningkatnya respon simpatis tubuh, mengakibatkan meningkatnya denyut

nadi, kerja jantung, dan konsumsi oksigen (Charlton, 1997). Pemberian

analgesik tidak selalu dapat mengontrol nyeri pasca bedah (Good, et al.,

1999). Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa meskipun nyeri telah

dikelola dengan baik, kira-kira 70% pasien yang mengalami nyeri akut sedang

berlanjut menjadi nyeri akut hebat setelah dua hari pasca bedah (Owen,

McMillan, & Rogowski, 1995, dalam Fink, 1999). Selain itu juga, survey

mengindikasikan bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke

nyeri hebat pasca bedah, meskipun analgesik ditingkatkan (Mukherji & Rudra,

2
2006) dan dapat menyebabkan efek samping yang dapat menimbulkan

dampak fisiologis terhadap sistem organ dan psikologis pasien (Black &

Hawks, 2005).

Rasa nyeri yang dialami pada pasien pasca bedah bersifat subyektif,

yang artinya tidak ada dua orang yang mengalami rasa nyeri dengan cara,

respon, dan perasaan yang sama. Meskipun nyeri pasca bedah kemungkinan

dapat diprediksi derajat dan jumlah nyerinya berdasarkan tempat dan sifat

pembedahan, faktor-faktor lain dapat merubah derajat nyeri yang dialami

berdasarkan individual pasien (Charlton, 1997). Nyeri merupakan hal yang

sangat kompleks dengan gejala multidimensi yang tidak hanya ditentukan oleh

kerusakan jaringan dan nosisepsi, tetapi juga oleh aspek pengalaman nyeri

sebelumnya, usia, jenis kelamin, budaya, sikap dan keyakinan, pendidikan,

faktor psikologis seperti kecemasan (LeMone & Burke, 2008; Matassarin-

Jacobs, 1997; Shaw, 2006).

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri pasca bedah abdomen

seperti usia, jenis kelamin, budaya, tingkat pendidikan, pengalaman nyeri

sebelumnya, sikap dan keyakinan terhadap nyeri, dan tingkat kecemasan

dengan nyeri pasca bedah abdomen di lapangan mempunyai hasil yang

berbeda. Penelitian Moddeman (2000) menunjukan bahwa wanita yang lebih

tua, lebih sedikit menerima analgesik daripada wanita yang lebih muda.

Berbeda halnya dengan penelitian Ene, et al. (2008) menyatakan tidak ada

korelasi antara usia dengan tingkat nyeri selama tiga hari pasca bedah radikal

3
prostatektomi, namun pada pasien yang lebih muda memiliki skor nyeri lebih

tinggi dari yang lebih tua.

Wanita dilaporkan lebih nyeri, namun menggunakan sedikit analgesik

dibandingkan dengan laki-laki (Black & Hawks, 2005). Berbeda halnya

dengan penelitian Uchiyama (2005) bahwa wanita lebih banyak menggunakan

analgesik daripada laki-laki.

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan

persepsi nyeri. Penelitian Faucett, et al. (1994) menunjukan bahwa tidak ada

korelasi signifikan antara intensitas nyeri dan tingkat pendidikan. Berbeda

halnya dengan penelitian Moddeman (2000) yang menyatakan pendidikan

mempunyai korelasi negatif dengan nyeri pasca bedah.

Pengalaman nyeri sebelumnya terhadap nyeri pasca bedah menurut

Walmsley, Brockopp dan Brockopp (1992, dalam Moddeman, 2000) dapat

mempengaruhi persepsi seseorang tentang nyeri yang timbul setelah

pembedahan. Penelitian Perry, et al. (1994) menyatakan wanita yang

mempunyai pengalaman pembedahan abdomen sebelumnya, intensitas

nyerinya lebih rendah dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengalami

pembedahan sebelumnya.

Karakteristik pribadi seseorang sebelum dan pasca bedah seperti

kecemasan, mempengaruhi persepsi dari nyeri pasca bedah (LeMone & Burke,

2008). Hasil penelitian Ozalp, et al. (2003) menunjukan bahwa pasien dengan

tingkat kecemasan yang lebih tinggi mengalami nyeri pasca bedah lebih hebat

dan membutuhkan lebih banyak analgesik.

4
Sikap dan keyakinan juga mempengaruhi pengelolaan nyeri, dimana

ditemukan lebih sering miskonsepsi terhadap nyeri (Hofland, 1992). Faktor

lain yang dapat mempengaruhi pengalaman nyeri pasca bedah adalah

keraguan untuk melaporkan nyeri, ketakutan dari pengaruh analgesik seperti

mengantuk atau adiksi dan malu meminta obat analgesik (Mackintosh, 2007).

Faktor-faktor di atas tersebut mempengaruhi pengalaman nyeri yang

dialami oleh pasien secara individual, sehingga hal ini sangat sulit untuk

menentukan atau menilai nyeri yang dialami oleh pasien. Dengan demikian,

perawat sebagai garis terdepan dalam memberikan pelayanan kepada pasien

yang mengalami nyeri pasca bedah abdomen, harus mampu untuk memahami

pasien secara individual terkait dalam pengelolaan nyeri keperawatan (Board

of Nursing, 2001).

Pemulihan pasien Post operasi membutuhkan waktu rata-rata 72,45

menit, sehingga pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua

jam pertama sesudah operasi karena pengaruh anastesi sudah hilang, dan

pasien keluar kamar sadar (Mulyono, 2008) (IPI PENGARUH TEKNIK

GENGGAM JARI id.portalgaruda.org, 2012 & di akses pada tanggal 31

Januari 2019).

Nyeri menurut IASP (Internasioanal Assosiation for the Study of Pain)

adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

kerusakan jaringan atau yang cenderung merusak jaringan, atau seperti yang

dimaksud dengan kata kerusakan jaringan (Merskey & Bogduk, 1994 dalam

Kinzel, 2008).

5
Pembedahan abdomen merupakan tindakan insisi pada daerah

abdomen, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Hampir seluruh pasien

mengalami nyeri akut akibat kerusakan jaringan pasca bedah. Pengalaman

nyeri dipengaruhi banyak faktor dan tidak mudah difahami, meskipun nyeri

telah dikelola dengan baik, kira-kira 70% pasien yang mengalami nyeri sedang

berlanjut menjadi nyeri hebat setelah dua hari pasca bedah abdomen (Giuffre

1991, dalam Lin & Wang, 2005). Selain itu juga, survey mengindikasikan

bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke hebat pasca bedah

meskipun analgesik ditingkatkan (Mukherji & Rudra, 2006).

Jumlah kasus appendicitis menurut Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara

pada tahun 2017, dilaporkan sebanyak 980 dan 77 diantaranya menyebabkan

kematian. Jumlah penderita appendicitis tertinggi ada di Kota Kendari, yaitu

371 orang (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2017).

Dari data RSUD Kota Kendari menunjukan penderita appendicitis pada

tahun 2016 sebanyak 326 orang, kemudian pada tahun 2017 sebanyak 384

orang, dan pada tahun 2018 menunjukkan penderita pasien appendicitis

sebanyak 309 orang (Rekam Medik dan SIRS RSUD Kota Kendari, 2018).

Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa meskipun nyeri telah

dikelola dengan baik, kira-kira 70% pasien yang mengalami nyeri akut sedang

berlanjut menjadi nyeri akut hebat setelah dua hari pasca bedah (Owen,

McMilan, & Rogowski, 1995, dalam Fink, 2006). Selain itu juga, survey

mengidentifikasi bahwa lebih dari 86% pasien mengalami nyeri sedang ke

nyeri hebat pasca gynecology, meskipun analgesic ditingkatkan (Mukherji &

6
Rudra, 2006) dan dapat menyebabkan efek samping yang dapat menimbulkan

dampak fisiologis terhadap system organ dan psikologi pasien (Black &

Hawks, 2014) (analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pasca bedah,

PDFhttps://media.neliti.com, 2013, dan diakses pada tanggal 31 Januari 2019).

Dari penjelasan di atas peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih

lanjut tentang “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Nyeri

Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Di RSUD Kota Kendari”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan pengalaman nyeri sebelumnya terhadap kejadian

nyeri pada pasien Post Operasi Appendisitis di RSUD Kota Kendari ?

2. Apakah ada hubungan sikap dan keyakinan tentang nyeri terhadap

kejadian nyeri pada pasien Post operasi Appendisitis di RSUD Kota

Kendari ?

3. Apakah ada hubugan tingkat kecemasan terhadap kejadian nyeri pada

pasien Post operasi Appendisitis di RSUD Kota Kendari ?

4. Apakah ada hubungan letak insisi terhadap kejadian nyeri pada pasien

Post operasi Appendisitis di RSUD Kota Kendari ?

7
C. Tujuan Penlitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Terjadinya Nyeri pada pasien Post Operasi Appendicitis di RSUD Kota

Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengalaman nyeri sebelumnya terhadap

kejadian nyeri pada pasien Post Operasi Appendisitis di RSUD Kota

Kendari.

b. Untuk mengetahui hubungan sikap dan keyakinan tentang nyeri

terhadap kejadian nyeri pada pasien Post operasi Appendisitis di

RSUD Kota Kendari.

c. Untuk mengetahui hubugan tingkat kecemasan terhadap kejadian nyeri

pada pasien Post operasi Appendisitis di RSUD Kota Kendari.

d. Untuk mengetahui hubungan letak insisi terhadap kejadian nyeri pada

pasien Post operasi Appendisitis di RSUD Kota Kendari.

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi bagi

peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan

dengan topic permasalahan yang sama.

8
2. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber bacaan dalam menambah

pengetahuan dan referensi di bidang ilmu keseatan tentang

Intensitas Nyeri Post Operasi Appendisitis.

b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dalam

menentukan intensitas nyeri pada pasien Post Operasi Appendisitis.

E. Keaslian Penelitian

No Nama Judul Desain Variabel Hasil


Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian

1. I putu Analisis Deskriptif Variabel bebas : Ditemukan 71


Artha faktor-faktor analitik - Usia responden
wijaya yang dengan - Jenis kelamin menunjukan angka
mempengaru pendekata - Spiritual usia yang
hi intensitas n cross - Budaya mengalami nyeri
nyeri pasien sectional - Pendidikan pasca bedah
pasca bedah - Pengalaman abdomen adalah
abdomen nyeri rata-rata 34-60
dalam - Sikap dan tahun.
konteks keykinan
asuhan - Kecmsan
keperawatan - Letak insisi
di RSUD Variable terikat :
Bandung Intensitas nyeri
pasca operasi

2. Rodiatul Gambran Deskriptif Variabel bebas: Pasien pasca bedah


mardiah karakteristik dengan - Pekerjaan appendiktomy lebih
pasien pasca pendekata - Usia banyak terjadi pada
bedah n Variable terikat usia 20 – 40 tahun
appendiktom retrospekti : (masa dewas) yaitu
y di f Appendiktomy sebesar 53,4%.
keperawatan Berdasarkan
bedah RSUD pekerjaan, lebih

9
kabupaten banyak terjadi pada
kotabaru orang yang berfopresi
(2017) sebagai pelajar dan
swata yaitu sebesar
20%.
3. Harsono Faktor-faktor Metode Variable bebas: Hasil penelitan
yang yang - jenis kelamin yang mengalami
mempengaru digunakan - letak insisi nyeri pasca bedah
hi intensita S-AI - kecemasan abdomen adalah
nyeri pasca untuk variable terikat: rata-rata berusia 33,
bedah mengetahu - intensitas 52 tahun dengan
abdomen i cemas nyeri usia paling muda 19
dalam dan VAS tahun dan paing tua
konteks untuk 59 tahun. Jenis
asuhan mengetahu kelamin : wanita
keperawatan i intensitas ((53,6%) laki-laki
di RSUD ade nyeri 46,3%), pendidikan
mohammad dengan menengah (52,2%)
djoden mengguna dan sebagian besar
sintang kan suku
(2009) pendekata melayu(32,8%).
n cross Insisi abdomen
sectional paling banyak pada
letak oblik (41,8%),
sebagian besar
responden cemas
ringan 49,3%),
sikap dan
keyakinan
(56,7%),dan
sebagian besar
responden tidak
pernah mengalami
sebelumnya selama
3 bulan terakhir
(55,2%).

10

Anda mungkin juga menyukai