Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis


2.1.1 Hakikat IPA
IPA adalah suatu singkatan dari kata “Ilmu Pengetahuan Alam”
merupakan terjemahan dari kata “Natural Science”, secara singkat sering disebut
“Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut
paut dengan alam, sedangkan Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam
atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan
sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan
pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa
pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah atau bahan bacaan
untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan
sebagai metodologi atau cara yang digunakan untuk mengetahui sesuatu yang
lazim disebut metode ilmiah (scientific methods) (Trianto, 2012). Selain sebagai
proses dan produk, Daud Joeseof (dalam Trianto, 2012) pernah menganjurkan
agar IPA dijadikan sebagai suatu”kebudayaan” atau suatu kelompok institusi
sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.

2.1.2. Sumber Belajar


Berdasarkan tujuan pembuatannya, AECT (Association of Educational
Communication and Technology) membagi sumber belajar menjadi dua
kelompok, yaitu resources by design (sumber belajar yang dirancang), resources
by utilization (sumber belajar yang dimanfaatkan). resources by design
merupakan sumber belajar yang secara sengaja direncanakan untuk keperluan
pembelajaran. Contohnya buku paket, LKS, modul, petunjuk praktikum, dan lain
sebagainya. Sedangkan resources by design merupakan segala sesuatu yang ada

7
8

disekitar kita yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Contohnya pasar,
museum, kebun binatang, masjid, lapangan, dan sebagainya.
Sementara itu, menurut bentuk/isinya, sumber belajar dibedakan menjadi
lima macam, yaitu tempat atau lingkungan alam sekitar, bendaa, orang, buku,
peristiwa, dan fakta yang terjadi.
a. Tempat atau lingkungan alam sekitar di sini adalah dimana saja seseorang
bisa melakukan proses atau perubahan tingkah laku, maka tempat tersebut
dapat dikelompokkan sebagai tempat belajar. Denga kata lain itu
merupakan sumber belajar. Sebagai contohnya, perpustakaan, museum,
sungai, pasar, gunung, kolam ikan, dan lain sebagainya.
b. Benda adalah segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan
tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan
sebagai sumber belajar. Contohnya situs, candi, benda peninggalan
lainnya.
c. Orang adalah siapa saja yang memiliki keahlian dan kemampuan teetentu
dimana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat
dikategorikan sebagai sumber belajar. Contohnya guru, ahli geologi,
politisi, dan sebagainya.
d. Buku adalah segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh
peserta didik dapat dikelompokkan sebagai sumber belajar. Contohnya
buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedia dan lain sebagainya.
e. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi contohnya adalah peristiwa
kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang guru dapat
menjadikan peristiwa atau fakta itu sebagai sumber belajar.
(Prastowo, 2015)

2.1.3. Bahan Ajar


Menurut Daryanto (2014) bahan ajar adalah seperangkat materi yang
disusun secara sistematis tertulis baik maupun tidak sehingga tercipta lingkungan
suasan yang memungkinkan siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran dikelas
seorang guru juga sebaiknya memiliki bahan ajar yang tepat. Menurut Daryanto
bahan ajar yang dimiliki guru harus sesuai dengan :
9

a. Kurikulum .
b. Karakteristis sasaran.
c. Tuntutan pemecahan masalah belajar.
Bahan ajar yang digunakan juga memiliki manfaat tersendiri bagi peserta
didik. Menurut Daryanto (2014) manfaat bahan ajar bagi peserta didik antara lain :
a. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik .
b. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi
ketergantungan terhadap kehadiran guru .
c. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang
harus dikuasai.
Bahan ajar yang baik harus dirancang dan ditulis sesuai dengan kaidah
instruksional. Hal ini diperlukan karena bahan ajar akan digunakan sebagai
pendidik untuk membantu tugas mereka dalam proses belajar – mengajar.
Pendidik (pelatih, guru, dosen, tutor, dan lain-lain) akan sangat terbantukan
dengan adanya bahan ajar karena kegiatan belajar-mengajar diharapkan akan
berlangsung lebih efektif (dalam hal waktu dan ketersampaian materi) kepada
peserta didik. Dampak positif lainnya dengan adanya bahan ajar adalan dosen,
guru, pelatih akan mempunyai lebih banyak waktu untuk membimbing peserta
didik dalam proses belajar mengajar (Widodo, 2008).
Bahan ajar tidak sama dengan sumber belajar. Sebab, bahan ajar memiliki
berbagai jenis dan bentuk. Namun demikian, para ahli telah membuat bebrapa
kategori untuk macam-macam bahan ajar tersebut. Beberapa kriteria dalam
membuat klasifikasi tersebut adalah berdasarkan bentuknya, cara kerja ya, dan
sifatnya. (Prastowo, 2015)
Bahan ajar digunakan untuk meningkatkan pembelajaran peserta didik di
kelas. Seorang guru menggunakannya untuk membuat proses pembelajaran yang
efektif. Peran seorang guru dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar
sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui
sebuah bahan ajar. Bahan ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan
yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
mandiri dan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Dengan adanya bahan ajar,
guru akan lebih runtut dalam mengajarkan bahan kepada peserta didik dan
10

tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya. (Sinuraya, dkk.,


2018)
2.1.3.1. Peran Bahan Ajar Dalam Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas yang kompleks, karena
melibatkan banyak komponen, ibarat suatu aktivitas produksi suatu produk/barang
jadi. Itu berarti bahan harus ada setiap akan melaksanakan produksi barang
tertentu. Misalnya, untuk membuat baju diperlukan bahan yang disebut kain.
Bahan ajar dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu
komponen yang harus ada, karena bahan ajar merupakan suatu komponen yang
harus dikaji, dicermati, dipelajari, dan dijadikan bahan materi yang akan dikuasai
oleh siswa dan sekaligus dapat memberikan pedoman untuk mempelajarinya.
Tanpa bahan ajar maka pembelajaran tidak menghasilkan apa-apa.
Peran tersebut menurut Tian Belawati (2003 ) meliputi peran bagi guru,
siswa, dalam pembelajaran klasikal, individual, maupun kelompok. Agar
diperoleh oemahaman yang lebih jelas akan dijelaskan masing-masing peran
sebagi berikut :
a) Bagi Guru, bagi guru bahan ajar memiliki peran yaitu :
1. Menghemat waktu guru dalam mengajar ; Adanya bahan ajar, siswa
dapat ditugasai mempelajari terlebihb dahulu topik atau materi yang
akan dipelajarinya, sehingga guru tidak perlu menjelaskan secara
rinci lagi.
2. Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi seorang
fasilitator; Adanya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran maka
guru lebih bersifat memfasilitasi siswa dari penyampai materi
pelajaran.
3. Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan
interaktif ; Adanyan bahan ajar maka pembelajaran akan lebih efektif
karena guru memiliki banyak waktu untuk membimbing sisswanya
dalam memahami suatu topik pembelajaran, an juga metode yang
digunakannya lebih variatif dan interaktif karena guru tidak
cenderung berceramah.
11

b) Bagi Siswa, bahan ajar bagi siswa memiliki peran yakni :


1. Siswa dapat belajar tanpa kehadiran/hartus ada guru.
2. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja dikehendaki .
3. Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri .
4. Siswa dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri .
5. Membantub potensi untuk menjadi pelajar mandiri.

2.1.3.2. Fungsi Bahan Ajar


Hamdani (2011), memaparkan bahan ajar berfungsi sebagai berikut :
1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam
proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang
seharusnya diajarkan kepada siswa.
2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya
dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi
yang seharusnya dipelajari atau dikuasinya.
3. Alat evaluasi pencapaian atau penugasan hasil pembelajaran.
Ada 4 tujuan pokok dari pembuatan bahan ajar, ada empat hal pokok yang
melingkupinya tersebut, yaitu :
a) Untuk menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar
yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan peserta didik;
b) Membantu peserta didik dalam memperoleh alternative bahan ajar
disamping buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh;
c) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran;
Mengevaluasi materi yang disampaikan bagi peserta didik dalam memilih
bahan ajar yang efektif untuk dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
2.1.3.3. Jenis-Jenis Bahan Ajar
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan
menjadi empat kategori. Yaitu :
1. Bahan Ajar Cetak (Printed)
Bahan cetak (printed) antara lain, buku, modul, lembar kerja siswa,
brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
12

2. Bahan Ajar Dengar (Audio)


Bahan ajar dengan (audio) antara lain kaset, radio, piringan hitam,
dan compact disk audio.
3. Bahan Ajar Pandang Dengar
Bahan ajar pandang dengar (audio visual) antara lain vidio
compack disk, film.
4. Bahan Ajaer Multimedia Interaktif
Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teacheing material)
seperti CAI (Computer Assisted Instruction) compacct disk (CD)
multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis WEB
(web based learning materials).

Berdasarkan jenis-jenis bahan ajar diatas, peneliti memilih bahan ajar yang
dikembangkan adalah bahan ajar cetak yang berupa modul pembelajaran

2.1.4. Modul
Modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan
usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau
bimbingan yang minimal dari pendidik. Kemudian dengan modul peserta didik
juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan mereka terhadap materi yang
dibahas pada setiap satu satuan modul, sehingga apabila telah menguasainya,
maka mereka dapat melanjutkan pada satu satuan modul tingkat berikutnya. Oleh
karena itu modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh
peserta didik, serta disajikan dengan bahasa yan baik, menarik, dan dilengkapi
dengan ilustrasi (Prastowo, 2015).
2.1.4.1 Penyusunan Modul Pembelajaran
Dalam penyusuna sebuah modul, ada empat tahapan, yaitu :
1. Analisis Kurikulum
Tahap pertama ini bertujuan untuk menentukan materi-materi mana yang
memerlukan bahan ajar. Dalam menentukan materi, analisis dilakukan dengan
13

cara melihat inti materi yang diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar kritis
yang harus dimiliki oleh peserta didik.
2. Menentukan Judul Modul
Setelah analisis kurikulum selesai dilakukan, tahapan berikutnya adalah
menentukan judul modul. Untuk menentukan judul modul, maka kita harus
mengacu kepada kompetensi-kompetensi dasar atau materi pokok yang ada
didalam kurikulum. Satu kompetensi dapat dijadikan sebagai judul modul apabila
kompetensi itu tidak terlalu besar. Sedangkan besarnya kompetensi dapat
diseleksi, antara lain dengan cara, apabila diuraikan ke dalam materi pokok (MP)
mendapatkan maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai
satu judul modul. Namun, jika kompetensi diuraikan menjadi lebih dari 4 MP,
maka perlu dipertimbangkan kembali apakah akan dipecah menjadi dua judul
modul atau tidak.
3. Pemberian Kode Modul
Pada umumnya, kode modul adalah angka-angka yang diberi makna.
Contohnya digit pertama angka satu (1) berarti IPA, angka dua (2) berarti IPS,
angka tiga (3) berarti Bahasa, dan seterusnya. Selanjutnya, digit kedua merupakan
kelompok utama kajian, aktivitas atau spesialisasi pada jurusan yang
bersangkutan. Misalnya untuk jurusa IPA angka 1 (satu) pada digit kedua berarti
Fisika, angka 2 (dua) berarti Kimia, angka 3 (tiga) berarti Biologi dan seterusnya.
4. Penulisan Modul
Ada lima hal penting yang hendaknya kita jadikan acuan dalam proses
penulisan modul, sebagaimana dijelaskan berikut ini :
a. Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai
Rumusan kompetensi dasar pada suatu modul adalah spesifikasi kualitas
yang semestinya telah dimiliki oleh peserta didik setelah mereka berhasil
menyelesaikian modul tersebut.
b. Penentuan alat evaluasi atau penilaian
Poin ini adalah mengenai criterion items, yaitu sejumlah pertanyaan atau
tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam
menguasai suatu kompetensi dasar dalam bentuk tingkah laku.
14

Evaluasi dapat langsung disusun setelah ditentukan kompetensi dasar yang


akan dicapai, sebelum menyusun materi dan lembar kerja atau tugas-tugas
yang harus dikerjakan peserta didik. Hal tersebut bertujuan agar evaluasi yang
dikerjakan benar-benar sesuai dengan apa yang dikerjakan peserta didik.
c. Penyusunan materi
Materi atau isi modul sangat bergantung pada kompetensi dasar yang akan
dicapai. Apabila yangdigunakan dalam materi modul adalah referensi-
referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari berbagai sumber (contohnya
buku, internet, majalah, atau jurnal hasil penelitian), maka ini akan sangat
baik. Untuk penulisannya, materi modul tidak harus ditulis secara lengkap.
Kita dapat menunjukkan referensi yang digunakan agar peserta didik
membaca lebih jauh tentang materi tersebut. Tugas-tugas juga harus ditulis
secara jelas dan tidak membingungkan guna mengurangi pertanyaan dari
peserta didik tentang hal-hal yang mestinya dapat mereka kerjakan.
Kemudian kalimat yang disajikan pun tidak boleh terlalu panjang. Intinya
sederhana, singkat, jelas, dan efektif. Dengan demikian, peserta didik akan
mudah memahaminya.
d. Urutan pengajaran
Urutan pengajaran dapat diberikan dalam petunjuk penggunaan modul.
Petunjuk diarahkan kepada hal-hal yang harus dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh siswa, sehingga siswa tidak perlu banyak bertanya, guru juga
tidak perlu banyak menjelaskan atau dengan kata lain guru berfungsi
sepenuhnya sebagai fasilitator.
e. Struktur bahan ajar
Struktur modul dapat bervariasi, hal tersebut terutama tergantung pada
karakter materi yang disajikan, ketersedian sumber daya, dan kegiatan belajar
yang bakal dilaksanakan.
2.1.4.2 Mengembangkan Modul menjadi Bahan Ajar
1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran
Sebagai langkah pendahuluan dalam tahapan pengembangan materi
belajar, termasuk pengembangan modul adalah melakukan identifikasi terhadap
tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, usaha untuk mencermati secara mendalam
15

tentang tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam modul yang akan
dikembangkan sangatlah dibutuhkan. Maka dari itu tuliskan tujuan pembelajaran
dalam kalimat yang mengandung aspek ABCD (Audience, Behaviour, Condition,
dan Degree).
Audience merujuk pada siapa yang menjadi target, sasaran, atau peserta
didik. Behaviour menjelaskan tentang kompetensi yang diharapkan akan dikuasai
setelah mempelajari modul, atau dengan kata lain perilaku yang dapat diamati
sebagai hasil belajar. Sementara itu, condition merujuk pada situasi dimana tujuan
diharapkan akan dicapai, atau dalam pengertian, persyaratan yang perlu dipenuhi
agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai. Sedangkan degree adalah tingkat
kemampuan yang kita inginkan dikuasai oleh pembaca, atau dapat pula dimaknai
sebagai tingkat penampilan yang dapat diterima.
2. Memformulasikan Garis Besar Materinya
Setelah kita menetapkan tujuan pembelajarannya, maka langkah
berikutnya adalah menentukan garis besar materi yang sesuai. Harus diingat
bahwa dalam menentukan materi, kita harus selalu memperhatikan aspek ABCD
dari tujuan pembelajaran tersebut. Maksudnya, materi harus disesuaikan dengan
target pembaca (contohnya, umur dan tingkat pendidikan), tingkah laku pembaca
yang diharapkan akan dikuasai setelah mempelajari modul, serta kondisi tingkah
laku dan tingkat kemampuan yang diharapkan akan dicapai.
3. Menuliskan Materi
Pada tahap menulis materi, ada empat hal penting yang harus kita
perhatikan, sebagaimana dipaparkan dalam uraian berikut :
a. Menentukan Materi yang akan Ditulis
Ada tiga pertanyaan yang harus dijawab guna menentukan keluasaan dan
kedalaman materi yang ditulis, yaitu:
1) Apa yang harus diketahui peserta didik setelah selesai membaca materi?
2) Apa yang sebaiknya diketahui peserta didik setelah selesai membaca
materi?
3) Apakah ada manfaat jika peserta didik selesai membaca materi?
16

Modul yang ditulis dengan materi yang diluar ketiga jawaban pertanyaan
tersebut tidak akan memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan pembelajaran.
Jadi, sekarang kita tentunya menjadi jelas materi seperti apa yang mesti kita tulis.
b. Menentukan Gaya Penulisan
Untuk kaidah gaya penulisan yang dianggap mampu membantu
penyampaian pesan kepada peserta didik secara efektif meliputi petunjuk sebagai
berikut:
1) Tuliskan kata-kata seolah-olah kita berbicara secara langsung dengan
pembaca. Misalnya, “Saat ini Anda sedang mempelajari modul
Penyusunan Instrumen Penilaian Pembelajaran”.
2) Gunakan kata ganti orang pertama, contohnya Anda, Saudara, Penulis, dan
sebagainya.
3) Bicaralah langsung dengan peserta didik (pembaca).
4) Tulislah mengenai orang, benda, dan fakta.
5) Gunakan kalimat aktif dan subjek personal.
6) Gunakan kata kerja.
7) Gunakan kalimat yang singkat.
8) Gunakan paragraf yang singkat.
9) Gunakanlah kalimat retorika.
10) Lakukan dramatisasi, jika diperlukan.
11) Gunakan ilustrasi, contoh, atau kasus.

c. Menentukan Banyaknya Kata yang Digunakan


Sebenarnya, mengenai berapa banyak kata yang akan digunakan untuk
menjelaskan suatu materi tidak ada patokan yang baku. Namun, sebagai
pegangan, dapat kita gunakan ukuran bahwa rata-rata waktu yang digunakan
untuk membaca dan memahami bacaan adalah 50-100 kata per menit. Dengan
demikian, jika hendak mengembangkan materi modul untuk bahan selama satu
jam, dianjurkan untuk menulis sebanyak (50 kata x 60 menit) sampai (100 kata x
60 menit) atau 3000 sampai 6000 kata. Ini tentunya bukan perkiraan yang baku,
tetapi hanya perkiraan kasar. Jumlah kata sebenarnya ditentukan oleh
17

kompleksitas materi.Sementara itu, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk


mempelajari materi modul juga ditentukan oleh kompleksitas materi.
d. Menentukan Format dan Tata Letak (Layout)
Variasi format dapat memanfaatkan tampilan fisik, misalnya dengan
memberikan ilustrasi serta menggunakan jenis dan ukuran font yang berbeda.
1) Penentuan Tampilan Modul
a) Menggunakan list
b) Menggunakan box
c) Menebalkan kata yang penting
d) Menggunakan tulisan yang dicetak miring atau ditulis terbalik, atau
menggunakan huruf dengan jenis dan ukuran yang berbeda.
2) Penentuan Format Modul
a) Judul
b) Kata pengantar
c) Daftar isi
d) Latar belakang
e) Deskripsi singkat
f) Standar kompetensi
g) Peta konsep
h) Manfaat
i) Tujuan pembelajaran
j) Petunjuk penggunaan modul
k) Kompetensi dasar
l) Materi pokok
m) Uraian materi
n) Heading
o) Ringkasan
p) Latihan atau tugas
q) Tes mandiri
r) Post test
s) Tindak lanjut
t) Harapan
18

u) Glosarium
v) Daftar pustaka
w) Kunci jawaban
3) Menentukan format dan tata letaknya
a. Ukuran halaman dan format modul
b. Kolom dan margin
c. Penempatan tabel, gambar dan diagram.

2.1.4.3 Standart Kelayakan Modul Pembelajaran


Setelah selesai menulis modul pembelajaran, selanjutnya yang perlu
melakukan evaluasi terhadap modul pembelajaran tersebut. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah modul pembelajaran telah baik ataukah
masih ada hal yang perlu diperbaiki (direvisi). Teknik evaluasi bisa dilakukan
dengan beberapa cara, misalnya evaluasi teman sejawat ataupun uji coba kepada
siswa secara terbatas. Respondenpun bisa anda tentukan apakah secara bertahap
mulai dari one to one, group, ataupun class.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), komponen-komponen
standart kelayakan modul pembelajaran yang beberapa evaluasi mencakup
kelayakan isi,kebahasaan,sajian, dan kegrafikan.

Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain :


1. Kesesuaian dengan SK, SD
2. Kesesuaian dengan perkembangan anak
3. Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar
4. Kebenaran substansi materi pembelajaran
5. Manfaat untuk penambahan wawasan
6. Kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai social

Komponen Kebahasaan antara lain mencakup :


1. Keterbacaan
2. Kejelasan informasi
3. Kesesuian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar
19

4. Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

Komponen Penyajian antara lain mencakup :


1. Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai
2. Urutan sajian
3. Pemberian motivasi, daya Tarik
4. Interaksi (pemberian stimulus dan respond)
5. Kelengkapan informasi

Komponen Kegrafikan antara lain mencakup :


1. Penggunaan font; jenis dan ukuran
2. Lay out atau tata letak
3. Ilustrasi, gambar, foto
4. Desain tampilan
Komponen-komponen penilaian di atas dapat Anda kembangkan ke dalam
format instrumen evaluasi, dapat dilihat pada lampiran 4 hingga 6. Berdasarkan
hasil evaluasi tersebut, selanjutnya dapat melakukan revisi atau perbaikan
terhadap modul pembelajaran yang Anda kembangkan. Setelah itu, modul
pembelajaran siap untuk Anda manfaatkan dalam proses pembelajaran.
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

2.1.4.4. Tujuan, Fungsi dan Kegunaan Modul


Tujuan digunakannya modul didalam proses belajar mengajar menurut
Suryosubroto (1983) ialah agar :
1. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efesien dan efektif.
2. Murid dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan kecepatan dan
kemampuanya sendiri.
3. Murid dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan
belajar sendiri, baik dibawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru.
4. Murid dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara
berkelanjutan.
5. Murid benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.
20

6. Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui
evaluasi yang dilakukan pada setiap modul berakhir.
7. Modul disusun dengan berdasar pada konsep “Master Learning” suatu
konsep yang menekankan bahwa murid harus secara optimal menguasai
bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu.
Untuk membantu guru dalam pengembangan modul, perlu disusun suatu
acuan yang bersifat oprasional. Acuan yang dimaksud berupa pedoman teknis
yang minimal memuat prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan, dan
prosedur pengembangan modul. Pedoman teknis perlu dirancang sedemikian rupa
sehingga praktis dan menarik untuk di baca dan digunakan oleh guru dan unsur-
unsur lain dalam penyusunan modul.
Sebagai salah satu jenis bahan ajar, modul memiliki setidak-tidaknya
empat fungsi, sebagai berikut:
1. Bahan ajar mandiri. Maksudnya penggunaan modul dalam proses
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk
belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik.
2. Pengganti fungsi pendidik. Maksudnya modul adalah sebagai bahan ajar
yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan
mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan
usianya. Sementara fungsi penjelas sesuatu itu juga melekat pada pendidik.
Maka dari itu, penggunaan modul bisa berfungsi sebagai pengganti fungsi
atau peran fasilitator atau pendidik.
3. Sebagai alat evaluasi. Maksudnya dengan modul siswa dituntut dapat
mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang
telah dipelajari. Dengan demikian modul juga disebut sebagai alat
evaluasi.
4. Sebagai bahan rujukan bagi siswa. Maksudnya karena modul mengandung
berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa, maka model juga
memiliki fungsi sebagai bahan rujukan siswa.
Dilihat dari sisi kegunaannya, modul memiliki empat macam kegunaan dalam
proses pembelajaran, seperti diungkapkan Anggraini dalam Prastowo (2014),
yaitu:
21

1. Modul sebagai penyedia informasi dasar. Karena dalam modul disajikan


berbagai materi pokok yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
2. Modul sebagai bahan instruksi atau petunjuk bagi siswa.
3. Modul Sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang
komunikatif.
4. Modul bisa menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik dan
menjadi bahan untuk berlatih siswa dalam melakukan penilaian sendiri
(self-assesment).

2.1.4.5. Jenis-Jenis Modul


Ada beberapa macam jenis modul yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Ada dua klasifikasi modul, yaitu menurut penggunaannya dan
tujuan penggunaannya. Dari segi penggunaannya, modul dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu: modul untuk siswa dan pendidik. Pertama modul untuk siswa,
modul yang ditujuan untuk siswa berisi kegiatan belajar yang dilakukan siswa.
Kedua, modul untuk pendidik, modul yang ditujuan untuk pendidik berisi
petunjuk pendidik, tes akhir modul, dan kunci jawaban tes akhir modul.
Jenis modul lainnya, yakni menurut tujuan penyusunannya, Vembriarto
membedakan modul menjadi dua macam, yaitu modul inti (modul dasar) dan
modul pengayaan.
1. Modul inti
Merupakan modul yang disusun dari kurikulum dasar, yang merupakan
tuntutan dari pendidikan dasar umum yang diperlukan oleh seluruh warga
Indonesia. Modul pengajaran ini merupakan hasil penyusunan dari unit-
unit program. Adapun unit-unit program disusun menurut tingkat (kelas)
dan menurut bidang studi (mata pelajaran). Unit-unit program itu sendiri
diperoleh dari hasil penjabaran kurikulum dasar. Adapun kurikulum dasar
disusun untuk memberikan pendidikan dasar umum bagi semua sekolah
dasar dan menengah.
2. Modul pengayaan
Modul pengayaan adalah salah satu bentuk modul yang merupakan hasil
dari penyusunan unit-unit program pengayaan yang berasal dari program
22

pengayaan yang bersifat memperluas (dimensi horizontal) dan/atau


bersifat memperdalam (dimensi vertikal) program pendidikan yang
bersifat umum tersebut. Ini disusun sebagai bagian dari usaha untuk
mengakomodasikan siswa yang telah menyelesaikan dengan baik program
pendidikan dasarnya mendahului teman-temannya. Hal tersebut juga
sebagai bagian dari pengakuan terhadap realitas siswa yang pada
kenyataannya ada yang lebih cepat belajarnya dari pada siswa lainnya.
Karena, menurut Vembriarto, mereka berbeda yaitu dalam hal :
kemampuan intelektual dan fisik dari teman-temannya; dan lingkungan
sosial, ekonomi, dan pendidikan keluarganya yang dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya. Dengan adanya modul pengayaan ini lembaga
pendidikan akan lebih mampu mengakomodasi siswa yang berkemampuan
cepat. Dengan mengkombinasikan modul inti dengan modul pengayaan
untuk berbagi bidang studi, hal ini memungkinkan para siswanya
mengalami kemajuan secara berkelanjutan (asas continuous progress)
dalam belajarnya sesuai dengan kemampuan dan irama belajarnya masing-
masing.

2.1.4.6 Unsur-Unsur Modul


Komponen modul (Prastowo, 2014) ada tujuh, yaitu sebagai berikut : judul,
petunjuk belajar (petunjuk siswa atau pendidik), kompetensi yang akan dicapai,
informasi pendukung, latihan, petunjuk kerja atau dapat pula berupa lembar kerja
(LK), dan evaluasi. Dari struktur ini dapat dilihat dari komponen utama yang
mesti ada dalam sebuah modul meliputi ketujuh komponen atau unsur ini. Melalui
ketujuh komponen itulah kita bangun sebuah bahan ajar yang disebut modul.

Sementara itu secara teknis, modul tersusun dalam empat unsur sebagai
berikut:
a. Judul modul. Judul ini berisi tentang nama modul dari mata kuliah
tertentu.
b. Petunjuk Umum. Unsur ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam pembelajaran, sebagai berikut: pertama,
23

kompetensi dasar; kedua, pokok bahasan; ketiga, indikator pencapaian;


keempat, referensi (diisi petunjuk dosen tentang buku-buku referensi yang
digunakan); kelima, strategi pembelajaran; keenam, menjelaskan
pendekatan, metode, langkah yang digunakan dalam proses pembelajaran;
ketujuh, lembar kegiatan pembelajara; kedelapan, petunjuk bagi
mahasiswa untuk memahami langkah-langkah dan materi perkuliahan; dan
kesembilan, evaluasi.
c. Materi Modul. Berisi penjelasan secara terinci tentang materi yang
dikuliahkan pada setiap pertemuan.
d. Evaluasi Semester. Evaluasi ini terdiri dari tengah dan akhir semester
dengan tujuan untuk mengukur kompetensi mahasiswa sesuai materi
kuliah yang diberikan.

2.1.4.7. Langkah-Langkah Penyusunan Modul


Penyusunan modul dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Analisis Kebutuhan Modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan
RPP untuk memperoleh informasi modul yang dibutuhkan peserta didik dalam
mempelajari kompetensi yang telah diprogramkan. Nama atau judul modul
sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi yang telah terdapat pada silabus dan
RPP. Pada dasarnya tiap satu standar kompetensi dikembangkan menjadi satu
modul dan satu modul terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran.
Tujuan analisis kebutuhan modul adalah untuk mengidentifikasi dan
menetapkan jumlah dan judul modul yang harus dikembangkan dalam satu satuan
program tertentu. Satuan program tersebut dapat diartikan sebagai satu tahun
pelajaran, satu semester, satu mata pelajaran atau lainnya.
Analisis kebutuhan modul sebaiknya dilakukan oleh tim, dengan anggota
terdiri atas mereka yang memiliki keahlian pada program yang dianalisis. Analisi
kebutuhan modul dapat dilakukan dengan langkah sebagai beriku:
a. Tetapkan satuan program yang akan dijadikan batas/lingkup kegiatan.
Apakah merupakan program tiga tahun, program satu tahun, program
semester, atau lainnya.
24

b. Periksa apakah sudah ada program atau rambu-rambu operasional untuk


pelaksanaan program tersebut. Misal program tahunan, silabus, RPP, atau
lainnya. Bila ada, pelajari program-program tersebut
c. Identifikasi dan analisis standar kompetensi yang akan dipelajari, sehingga
diperoleh materi pembelajaran yang perlu dipelajari untuk menguasai standar
kompetensi tersebut.
d. Selanjutnya, susunan dan organisasi satuan atau unit bahan belajar yang dapat
mewadahi materi-materi tersebut. Satuan atau unit ajar ini diberi nama, dan
dijadikan sebagai judul modul.
e. Dari daftar satuan atau unit modul yang dibutuhkan tersebut, identifikasi
mana yang sudah ada dan yang belum ada/tersedia di sekolah.
f. Lakukan penyusunan modul berdasarkan prioritas kebutuhannya.
Setelah kebutuhan modul ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat
peta modul. Peta modul adalah tata letak atau kedudukan modulpada satu satuan
program yang digambarkan dalam bentuk diagram. Pembuatan peta modul
disusun mengacu kepada diagram pencapaian kompetensi yang termuat dalam
kurikulum. Setiap judul modul dianalisis keterkaitannya dengan judul modul yang
lain dan diurutkan penyajiannya dengan urutan pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Pemetaan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :

Silabus/RPP

Analisis Pengetahuan,
Kebutuhan Keterampilan, dan

Judul Modul

Pemetaan Daftar Judul Modul

Pemetaan

Gambar 2.1. Pemetaan Modul


25

2. Desain Modul
Desain penulisan modul yang dimaksud disini adalah Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru. Didalam RPP
telah memuat strategi pembelajaran dan media yang digunakan, garis besar materi
pembelajaran dan metoda penilaian serta perangkatnya. Dengan demikian, RPP
diacu sebagai desain dalam penyusunan/penulisan modul. Penulisan modul belajar
diawali dengan menyusun buram atau draft/konsep modul. Modul yang dihasilkan
dinyatakan sebagai buram sampai dengan selesainya proses validasi dan uji coba.
Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak, barulah suatu modul dapat
diimplementasikan secara rill di lapangan. Langkah-langkah penyusunan buram
(konsep) modul dapat dilihat pada alur berikut ini :

Kerangka Modul

Perumusan Tujuan Tujuan Akhir

Perumusan Evaluasi Sistem Evaaluasi

Analisis Materi RPP

Tugas /Praktik Untuk Penguatan


Perumusan
Tugas/Praktik Kognitif, Afektif, dan Psikomtorik

Tes Kognitif, tes afektif, dan tes


Penyusunan Evaluasi Psikomotorik

Perumusan Kunci
Jawaban Kunci Jawaban

Buram
Modul
Gambar 2.2. Penyusunan Buram (Konsep) Modul
26

3. Implementasi
Implementasi modul dalam kegiatan belajar dilaksanakan sesuai dengan
alur yang telah digariskan dalam modul. Bahan, alat, media dan lingkungan
belajar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran diupayakan dapat dipenuhi
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan skenario yang ditetapkan.
4. Penilaian
Penilaian hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penugasan
peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam modul.
Pelaksanaan penilaian mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan di dalam
modul. Penilaian hasil belajar dilakukan menggunkan instrument yang telah
dirancang atau disiapkan pada saat penulisan modul.
5. Evaluasi dan validasi
Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran,
secara periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dimaksudkan
untuk mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan
modul dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembangannya. Untuk
keperluan evaluasi dapat dikembangkan suatu instrumen evaluasi yang didasarkan
pada karakteristik modul tersebut. Instrumen ditujukan baik untuk guru maupun
peserta didik, karena keduanya terlibat langsung dalam proses implementasi suatu
modul, dengan demikian hasil evaluasi dapat objektif.
Validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan
kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai, artinya efektif
untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul
dinyatakan valid (sahih). Validasi dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan
ahli yang menguasai kompetensi yang dipelajari. Bila tidak ada maka dilakukan
oleh sejumlah guru yang mengajar pada bidang atau kompetensi tersebut.
Validator membaca ulang denga cermat isi modul. Validator memeriksa, apakah
tujuan belajar, uraian materi, bentuk kegiatan, tugas, latihan atau kegiatan lainnya
yang ada diyakini dapat efektif untuk digunakan sebagai media menguasai
kompetensi yang menjadi target belajar. Bila hasil validasi ternyata menyatakan
27

bahwa modul tidak valid maka modul tersebut perlu diperbaiki sehingga menjadi
valid.
6. Jaminan Kualitas
Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan dalam pengembangan suatu modul, maka selama
proses pembuatannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul telah
disusun sesuai dengan desain yang ditetapkan. Demikian pula, modul yang
dihasilkan perlu diuji apakah telah memenuhi setiap mutu yang berpengaruh
terhadap kualitas suatu modul. Untuk kepentingan penjaminan mutu suatu modul,
dapat dikembangkan suatu standar operasional prosedur dan instrumen untuk
menilai kualitas suatu modul.

2.1.4.8. Keuntungan Modul


Adapun keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran dengan penerapan
modul menurut Nasution (2008). Modul memberikan feedback yang banyak dan
segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajarnya. Kesalahan segera
dapat diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja seperti halnya dengan pengajaran
tradisional. Ulangan sering hanya diberikan beberapa kali dalam satu semester.

2.1.4.9. Keterbatasan Bahan Ajar Modul


Menurut Nasution (1982), walaupun tampaknya pengajaran modul lebih
membantu peserta didik belajar dengan hasil yang memuaskan bila dibandingkan
dengan pengajaran konvensional, namun ada sejumlah masalah timbul bagi
peserta didik, guru, dan administrator.
1. Kesulitan Bagi Peserta Didik
Belajar sendiri memerlukan disiplin diri. Peserta didik harus sanggup
mengatur waktu, memaksa diri untuk belajar dan kuat terhadap godaan-
godaan teman untuk bermain. Para peserta didik telah terbiasa menerima
pelajaran dari guru, kebanyakan melalui mendengarkannya cenderung
menjadi pasif dan akan mengalami kesulitan untuk beralih kepada cara
baru yang menuntut aktivitas sebagai dasar utama dalam belajar.
2. Kesulitan Bagi Pengajar
28

Menyiapkan modul yang baik selain memakan waktu yang banyak juga
memerlukan keahlian dan keterampilan yang cukup. Hendaknya pengajar
yang akan memulai pengajaran modul diberikan waktu khusus untuk
mempersiapkannya.
3. Kesulitan Bagi Administrator
Pengajaran modul menurut hakekatnya memerlukan banyak fasilitas yang
akan melibatkan soal pembiayaan yang meliputi gaji pegawai tambahan
untuk mengurus administrasi modul. Tenaga juga diperlukan untuk
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan percobaan
yang berhubungan dengan berbagai modul. Menyusun jadwal pelajaran
yang fleksibel dapat pula menimbulkan kesukaran. Pengadaan ujian dan
pemberian angka harus disesuaikan dengan pengajaran modul.
.
2.1.5. Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri sebagai proses umum yang dilakukan menusia untuk mecapai atau
memahami informasi. Gullo menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal keseluruhan kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analiti, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran Inkuiri adalah: 1) keterlibatan siswa
secara maksimal dalam proses kegiatan pembelajaran. 2) keterarahan kegiatan
secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, dan 3) Mengembangkan
sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri
(Trianto, 2010).
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri siswa
adalah:
a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa
berdiskusi.
b. Inkuiri berfokus pada hipotesis.
c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta) (Joyce, 2009).
Untuk menciptakan kondisi seperti ini, guru mempunyai peran sebagai
berikut:
29

a. Motivator, memberi rangsangan sehingga siswa aktif dan bergairah


berpikir
b. Fasilisator, membimbing siswa jika siswa mengalami kesulitan.
c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.
d. Administrator, bertangşung jawab terhadap seluruh kegiatan siswa
e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.
g. Rewarder, memberi penghargaan terhadap prestasi yang dicapai siswa
(Trianto, 2010).
Menurut Gulo model pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehigga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Selanjutnya
menurut Kourilsky, pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang
berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inkuiri kedalam suatu isu atau
mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu produser yang
digariskan secara jelas dan sruktur kelompok (Mentari dan Juru Bahasa Sinuraya,
2015).

2.1.5.1 Bentuk- bentuk Inkuiri


Adapun menurut Sund dan Trowbridge mengemukakan tiga macam
metode inkuiri sebagai beokut:
1. Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing)
Siswa memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan pedoman
tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing.
Pendekatan ini digunakan bagi siswa yang belum berpengalaman belajar
dan dengan metode inkuiri, dalam hal ini guru memberikan bimbingan
pengarahan yang cukup luas. Pada tahap awal bimbingan lebih banyak
diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi, sesuai dengan
perkembangan pengalaman peserta didik. Pelaksanaannya sebagian besar
dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan permasalahan. Petunjuk yang
30

cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat data yang


diberikan oleh guru.
2. Free Inquiry (Inkuiri Bebas)
Pada inkuiri bebas, siswa melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang
ilmuwan. Pada pengajaran ini siswa harus dapat mengidentifiksi dan
merumuskan berbagai topik permasalahan yang diselidiki. Metode inkuiri
bebas adalah role approach yang melibatkan siswa dalam kelompok
tertentu, setiap anggota kelompok memiliki tugas coordinator kelompok,
pembimbing teknis, pencatatan data, dan pengevaluasi proses.
3. Modified Free Inquiry (Inkuiri Bebas Dimodifikasi)
Guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian peserta didik
diminta memecahkan masalah melalui pengamatan, eksplorasi, dan
prosedur penelitian.
Dari penjelasan jenis-jenis inkuiri di atas, disimpulkan pembagian inkuiri
diatas berdasarkan peranan guru dan siswa dalam pembelajaran inkuiri.

2.1.5.2 Inkuiri Terbimbing


Pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) yaitu suatu model
pembelajaran inkuiri yang pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau
petunjuk cukup luas kepada peserta didik. Piaget mengemukakan bahwa model
inkuiri adalah model yang mempersiapkan peserta didik pada suatu situasi untuk
mełakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi dan
mencari jawaban sendiri serta menghubungkan penemuan yang satu dengan
penemuan yang lain, kemudian membandingkan apa yang ditemukan dengan yang
ditemukan peserta didik Iainnya. Tujuan umum inkuiri terbimbing adalah untuk
mengembangkan siswa yang mandiri yang tahu bagaimana untuk memperluas
pengetahuan dan keahlian mereka melalui terampil menggunakan berbagai
sumber informasi yang digunakan dengan baik (Kuhlthau, 2007).
Firman dan Widodo menyatakan bahwa kemampuan siswa untuk
melakukan yang "sungguhan" masih belum memadai, maka yang digunakan di
sekolah adalah inkuiri terbimbing. Melalui inkuiri terbimbing guru memberi
bimbingan dan arahan kepada siswa sehingga dapat melakukan kegiatan
31

penyelidikan, misalnya guru memberi permasalahan, guru membimbing siswa


untuk menemukan pertanyaan yang akan di teliti, guru membimbing dalam
pelaksanaan penyelidikan, atau membimbing dalam pencatatan hasil
(Thursinawati, 2012).
Ciri-ciri model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain; (1) ruang
lingkup untuk melakukan suatu penyelidikan atau pengamatan diberikan kepada
siswa, (2) siswa melakukan restrukturiasi masalah-masalah, (3) siswa melakukan
identifikasi masalah yang berdasarkan penyelidikan atau pengamatan, (4) siswa
melakukan "trial and eror" atau berspekulasi berbagai cara untuk memecahkan
masalah dan kesulitan.

2.1.5.3. Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing


Menurut Carol C. Kuhlthau, terdapat enam karakteristik inkiri terbimbing
yaitu sebagai berikut:
a. Siswa belajar aktif dan terefleksi pada pengalaman
Jhon Dewey menggambarkan pembelajaran sebagai prosesaktif individu,
bukan sesuatu yang dilakukan untuk seseorang, tetapi lebih kepada ynag
dilakukan oleh sesorang. Pembelajaran merupakan kombinasi dan
tindakan refleksi pada pengalaman. Dewey menekankan pembelajaran
hands on (berdasar pengalaman) sebagai penentang metode otoritor dan
menganggap pengalaman dan inkuiri (penemuan) sangat penting dalam
pembelajaran bermakna.
b. Siswa belajar berdasarkan pada apa yang siswa tahu
Prinsip dasar teori konstruktivitas adalah pengalaman masa lalu dan
pemahaman sebelum membentuk dasar adalah untuk membangun
pengetahuan baru. Teori-teori pendidikan utama telah disediakan badan
luas literatur tentang bagaimana anak-anak membangun skema atau
konstruksi yang membentuk pandangan mereka tentang dunia. Konsep
utama teori ini adalah bahwa koneksi untuk pengetahuan anak penting
untuk membangun pemahaman baru.
c. Siswa mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses pembelajaran
melalui bimbingan
32

Rangkaian berpikir ke arah lebih tinggi memerlukan proses mendalam


yang membawa kepada sebuah pemahaman. Proses mendalam
memerlukan waktu motivasi yang dikembangkan oleh pertanyaan-
pertanyaan otentik tentang objek yang digambarkan dari pengalaman dan
keingintahuan siswa.
d. Perkembangan siswa terjadi secara bertahap
Siswa berkembang melalui tahap perkembangan kognitif, kapasitas siswa
untuk berpikir abstrak ditingkatkan oleh umur. Perkembangan ini
merupakan bagian kompleks yang meliputi kegiatan berpikir, tindakan,
refleksi, menemukan dan menghubungakan ide, membuat hubungan,
mengembangkan dan mengubah pengetahuan sebelumnya, kemampuan
serta sikap dan nilai.
e. Siswa belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain
Siswa akan belajar terus-menerus melalui interaksi dengan orang lain
disekitar mereka. Pengalaman belajar melalui interaksi disebut konstruksi
sosial. Siswa membangun pemahaman mereka tentang dunia secara terus-
menerus, untuk melakukan interaksi dengan orang-orang disekitar
kehidupan mereka. Misalnya, orang tua, teman sebaya, guru, saudara,
kenalan, dan orang asing merupakan bagian dari lingkungan sosial yang
membentuk lingkungan belajar siswa untuk membangun dan membentuk
diri mereka sendiri.
f. Siswa mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran
Siswa belajar dari semua pengertiannya. Siswa menggunakan seluruh
kemampuan fisik, mental, dan sosial, untuk membangun pemahaman yang
dalam mengenai dunia dan apa yang hidup di dalamnya ( Kuhlthau, 2007).

2.1.5.4. Tahapan Pelaksanaan Inkuiri Terbimbing


Secara lebih terperinci, tahap pelaksanaan inkuiri terbimbing (Guided
Inquiry) menurut Kuhlthau (2012) terdiri dari delapan tahapan yaitu:
1. Open (Pendahuluan)
Pendahuluan adalah awal dari proses penyelidikan. Open adalah fase yang
berbeda dan menetapkan arah penyelidikan. Guru mempersiapkan siswa
33

untuk belajar, memberi motivasi untuk berkreativitas, dan menciptakan


minat pengetahuan sebelumnya. Mengemukakan tujuan pembelajaran dan
kriteria keberhasilan, memfokuskan siswa untuk menghadapi persoalan
penting dan menentukan tingkat penguasaan yang diharapkan.
2. Immerse (Orientasi)
Tugas utama dari immerse adalah membimbing siswa agar terhubung
dengan konsep dan menemukan ide menarik untuk mengeksplorasi lebih
lanjut kegiatan orientasi dimaksudkan untuk memperkenalkan siswa pada
masalah berkaitan dengan materi ajar. Pada fase ini guru membimbing
siswa menanamkan pengetahuan awal yang diketahui siswa sebelumnya.
3. Eksplore (Menyelidiki)
Fase Eksplore, siswa melakukan berbagai survei dari berbagai sumber dan
membaca. Kemudian merenungkan pertanyaan yang akan membentuk
penyelidikan siswa. Pada tahap observasi siswa mempunyai kesempatan
untuk mengandalkan observasi, mendesain eksperimen, mengumpulkan,
menguji dan menganalisa dengan baik berdasarkan sumber belajar maupun
melalui kegiatan penyelidikan. Siswa sering menjadi kewalahan oleh
semua informasi dan bingung dengan ide-ide yang tidak cocok. Guru
membimbing siswa untuk tetap berpikiran terbuka seperti menjelajahi dan
menerima informasi baru.
4. Identify (Mengenali/Mengidentifikasi)
Fase Identify, untuk membangun pertanyaan dari ide yang menarik dan
menekankan masalah. Guru memperkenalkan strategi yang
memungkinkan setiap siswa untuk memilih informasi dan ide-ide dengan
jelas kemudian menguji hipotesis.
5. Gather (Mengumpullan)
Fase gather, siswa memilih secara pribadi pertanyaan yang bermakna dan
menarik untuk penyelidikan dari sumber informasi yang mereka temukan.
Guru membimbing siswa dengan pendekatan terstruktur untuk
penyelidikan. Siswa mencari berbagai sumber yang berguna untuk
memahami pertanyaan penyelidikan siswa.
6. Create (Menciptakan/ Menghasilkan)
34

Setelah siswa mengumpulkan cukup informasi untuk mengkonstruksi


pemahaman siswa selanjutnya mengatur pembelajaran untuk presentasi.
Bagian create dirancang untuk membimbing siswa dalam penyelidikan.
Guru membimbing siswa dalam menciptakan pemahaman menarik dan
jelas untuk didokumentasikan dengan baik dari perolehan data tentang apa
yang siswa pelajari dalam proses penyelidikan.
7. Share (Memberi/Membagi)
Share merupakan fase puncak dalam proses penyelidikan ketika siswa
berbagi produk yang telah mereka ciptakan untuk ditunjukkan apa yang
telah mereka pelajari dengan siswa lain dalam kelompok penyelidikan
mereka. Fase share dirancang agar mereka saling berbagi produk yang
telah mereka kembangkan selama fase create untuk mengkomunikasikan
apa yang telah mereka pelajari tentang pertanyaan selama penyelidikan
dengan menarik dan inovatif. Komponen penting dari inkuiri terbimbing
adalah pembelajaran kolaboratif yang terjadi ketika siswa membagikan
apa yang telah mereka pelajari dalam proses penyelidikan.
8. Evaluate (Evaluasi)
Setiap kegiatan akhir dengan membuat evaluasi terhadap yang mereka
dapatkan, refleksi terhadap apa yang telah mereka pelajari dan menilai
penampilan mereka. Evaluasi biasa diperoleh dengan melaporkan hasil
kepada teman dan guru untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai
isi dari kualitas hasil.
Tahapan inkuiri terbimbing akan berjalan dengan baik jika guru dan siswa
efektif dalam penggunaan waktu yang baik.

2.1.6. Keterampilan Proses Sains


Keterampulan proses sains (KPS) adalah pendekatan bahwa untuk
menemukan pengetahuan memerlukan keterampilan mengamati, melakukan
eksperimen, mengolah data, mengkomunikasikan gagasan dan sebagainya.
Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan
kemampuan mental, fisik, dan sosial sebagai kemampuan yang lebih tinggi.
35

KPS adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh,


mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori
IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual), maupun
keterampilan sosial (Rustaman, 2005). Keterampilan proses sains memberikan
rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta dan konsep
ilmu pengetahuan dengan baik (Dimiyati, 2009). KPS sangat penting bagi siswa
sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains
yang diharapkan mendapat pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan
yang telah ada. Sehingga siswa menjadi aktif dan siswa bisa belajar proses dan
produk ilmu pengetahuan.
Sesuai dengan kurikulum 2013 yang menyatakan untuk mengetahui hasil
belajar siswa harus beriorentasi pada karakteristik kompetensi yaitu: ranah sikap,
ranah keterampilan dan ranah pengetahuan. Jadi jenis keterampilan dalam
penelitian ini adalah keterampilan proses sains. Menurut Semiawan, keterampilan
proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-
kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu
kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru.
Pada penelitian ini indikator dari keterampilan proses sains mengaju pada
melakukan pengamatan, inferensi, mengajukan pertanyaan, menafsirkan hasil
pengamatan, mengelompokkan, meramalkan, berkomunikasi, membuat hipotesis,
merencanakan percobaan, menerapkan konsep atau prinsip, dan menyimpulkan
(Fatmi dan Sahyar, 2014).
Keterampilan proses sains dapat dibagi menjadi Basic Science Process
Skill dan Integrated Science Process Skill. Pada Basic Science Process Skill
memilikí indikator sebagai berikut: observing, inferring, measuring,
communicating, classitying, dan predicting. Indiktor yang dimiliki Basic Science
Process Skill merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang saintis.
Kemampuan ini dapat ditunjukkan pada kegiatan eksperimen. Integrated Science
Skill merupakan tahap peningkatan dalam kemampuan proses sains.
Hal ini ditunjukkan dengan indikator yang dimiliki pada penilaian secara
integrated berbeda dengan basic. Pada Integrated indikator yang dimiliki adalah
controling variabes, defining, operationally formulaying, hypottheses,
36

interpreting data, experimenting dan formulating models (Malawati dan Sahyar,


2016).

2.1.6.1. Jenis-Jenis Keterampilan Proses Sains


Jenis-jenis keterampilan proses sains menurut Rustaman (2005) adalah
sebagai berikut:
a. Melakukan pengamatan (observasi) adalah keterampilan proses sains yang
menggunakan indera penglihat, pembau, pendengar, pengecap, dan perasa.
Menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan.
b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi) adalah keterampilan proses sains
yang mencatat setiap pengamatan, menghubungkan hasil pengamatan, dan
menemukan keteraturan dari satu seri pengamatan dan menyimpulkannya.
c. Mengelompokan (klasifikasi) adalah keterampilan proses sains yang
mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,
membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.
d. Meramalkan (prediksi) adalah keterampilan proses sains yang mengajukan
perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu
kecenderungan atau pola yang sudah ada.
e. Berkomunikasi adalah keterampilan proses sains yang terdiri membaca
tabel, grafik atau diagram, menggambarkan data empiris dengan grafik,
tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, menyusun dan
menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.
f. Berhipotesis adalah hubungan antara dua variabel atau mengajukan
perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan beshipotesis diungkapkan cara
melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya
terkandung cara untuk mengujinya.
g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan adalah beberapa kegiatan
menggunakan pikiran termasuk kedalam keterampilan proses
merencanakan penyelidikan. Menentukan variabel yang terlibat dalam
suatu percobaan, menentukan variabel kontrol dan variabel bebas,
menentukan apa yang diamati, diukur dan ditulis serta menentukan cara
dalam penyusunan rencana kegiatan penelitian perlu ditentukan cara
37

mengolah data untuk disimpulkan, maka dapat merencanakan


penyelidikan atau terlibat kegiatan menentukan cara mengolah data
sebagai bahan untuk menarik kesimpulan.
h. Menerapkan konsep atau prinsip adalah keterampilan proses sains dimana
siswa mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep
yang telah dimiliki.

2.1.6.2. Peran Keterampilan Proses Sains Dalam Pembelajaran


Keterampilan proses perlu di kembangkan dalam pembelajaran karena
keterampilan proses mempunyai peran-peran sebagai berikut:
a. Membantu siswa belajar mengembangkan pikiran.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c. Meningkatkan daya ingat.
d. Memberikan kepuasan intristik bila anak telah berhasil melakukan
sesuatu.
e. Membantu siswa mempelajari konsep- konsep sains (Trianto, 2010).

2.1.6.3. Teori-Teori Belajar Yang Mendukung KPS


KPS merupakan asimilasi dari berbagai keterampilan intelektual yang
dapat diterapkan pada proses pembelajaran. Menurut Piaget mengemukakan
bahwa kemampuan berpikir anak akan berkembang bila dikomunikasikan secara
jelas dan cermat yang dapat disajikan dengan grafik, diagram, tabel, gambar atau
bahasa isyarat lainnya. Menurut Brunner mengemukakan bahwa dalam pengajaran
dengan penemuan, anak akan menggunakan pikirannya untuk melakukan berbagai
konsep atau prinsip. Dalam proses penemuan, anak melakukan operasi mental
berupa pengukuran, prediksi, pengamatan, inferensi, dan pengelompokan. Jika
seorang anak menggunakan potensi intelektualnya untuk berpikir dan disetujui
bahwa melalui sarana keterampilan sains anak akan dapat didorong secara internal
membentuk intelektual secara benar. Ausubel berpendapat jika anak belajar
dengan perolehan informasi melalui penemuan, maka belajar ini menjadi yang
bermakna.
38

2.1.7. Pengertian Penelitian dan Pengembangan

Secara umum metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk


mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan ini adalah metode
penelitian dan pengembangan atau sering disebut Research and Development (R
& D) (Sugiyono, 2013). Metode penelitian dan pengembangan adalah
metode yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut. Produk penelitian dan pengembangan dalam
bidang pendidikan dapat berupa model, media, alat peraga, modul, alat
evaluasi, dan/atau perangkat pembelajaran.
Balitbang (Badan penelitian dan pengembangan) Depdiknas
menjelaskan bahwa metode penelitian dan pengembangan memuat tiga
komponen utama, yaitu: (1) model pengembangan, (2) prosedur pengembangan,
dan (3) uji coba produk (Arifin, 2012). Seels dan Richey mendefinisikan
penelitian pengembangan sebagai berikut:
“Developmental research, as opposed to simple
instructional development, has been defined as the
systematic study of designing, developing and
evaluating instructional programs, processes and
products that must meet the criteria of internal
consistency and
effectiveness.”
Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa penelitian pengembangan
dibedakan dengan pengembangan pembelajaran yang sederhana, didefinisikan
sebagai kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan, dan
mengevaluasi program-program, proses, dan hasil pembelajaran yang harus
memenuhi kriteria dan keefektifan secara internal. Lebih lanjut lagi Seel dan
Richey menjelaskan, penelitian pengembangan dalam bentuk sederhana dapat
berupa: (1) kajian tentang proses dan dampak rancangan pengembangan dan
upaya-upaya pengembangan tertentu atau khusus, atau berupa; (2) suatu situasi
dimana seseorang melakukan atau melaksanakan rancangan, pengembangan
39

pembelajaran, atau kegiatan evaluasi dan mengkaji proses pada saat yang
sama, atau berupa; (3) kajian tentang rancangan, pengembangan, dan proses
evaluasi pembelajaran baik melibatkan komponen proses secara menyeluruh ata
tertentu saja.
Pengertian metode penelitian dan pengembangan atau research and
development sebagai metode yang digunakan untuk menghasilkan produk
tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Sedangkan pengertian
penelitian adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu
produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pengertian penelitian pengembangan menurut para tokoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan adalah
proses kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan, mengevaluasi
program-program, proses, dan hasil pembelajaran yang diimplemetasikan dalam
bentuk produk, baik itu berupa produk baru ataupun menyempurnakan produk
yang sudah ada dengan memvalidasi dan menguji tingkat keefektifitasannya,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2. Langkah-langkah Penelitian
Agar dapat menghasilkan produk yang baik maka perlu dilakukan
rancangan dan pengembangan yang cermat. Prosedur dalam penelitian dan
pengembangan modul Fisika ini adalah model desai penelitian dan
pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Develop, Implement Evaluate) yang
dipadukan menurut langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang
direkomendasikan oleh Borg dan Gall dengan dasar pertimbangan model
tersebut cocok untuk mengembangkan modul matematika yang valid, efektif,
dan efisien. ADDIE merupakan singkatan dari Analysis, Design,
Development or Production, Implementation or Delivery and
Evaluations seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 sebagai berikut
40

Design
 Needs  Prototy Implement
assesment pe  Formati
 Leamer/Ta  Selection  Creatio ve
sk/Context tactics n of  summat
Analysis determina intructio ive
tion n
Analysis Development
Evaluation

Gambar 2.3. Model Pengembangan ADDIE


(Sumber: Togala, 2013)
Berdasarkan bagan tersebut langkah-langkah pengembangan produk,
model penelitian dan pengembangan ini lebih rasional dan lebih lengkap
daripada model 4D yaitu (1) Defin atau pendefinisian, (2) Design atau
perancangan, (3) Develop atau pengembangan, dan (4) Disseminate atau
penyebarluasan). Inti kegiatan pada setiap tahap pengembangan juga hampir
sama. Oleh sebab itu, model ini dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk
pengembangan produk seperti model, strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, media dan bahan ajar.
Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry untuk merancang
sistem pembelajaran. Berikut ini diberikan contoh kegiatan pada setiap tahap
pengembangan model atau metode pembelajaran, yaitu: (1) Analysis atau
analisis, (2) Design atau desain, (3) Development atau pengembangan, (4)
Implementation atau penerapan, dan (5) Evaluation atau evaluasi. Adapun
tahapan model pembelajaran ADDIE menurut Chaeruman (2008) adalah
sebagai berikut :

1. Analysis atau Analisis

Tahap pertama yang dilakukan dalam mengembangkan modul yaitu


analisis. Tahap analisis merupakan suatu proses needs assessment (analisis
kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan) dan melakukan analisis
41

tugas (task analyze). Analisis dilakukan dengan melakukan observasi awal


untuk mengidentifikasi fakta-fakta yang ada dalam proses pembelajaran.
Tahapan analisis yang dilakukan untuk mengidentitifikasi permasalahan-
permasalahan yang ada atau permasalahan yang dihadapi oleh siswa.
Menentukan tujuan instruksional dilakukan untuk menghasilkan tujuan
pembelajaran yang akan dimuat di dalam modul. Menganalisis siswa dilakukan
dengan tujuan mengidentifikasi produk yang sesuai dengan sasaran siswa,
kegiatan ini dapat dilakukan dengan wawancara maupun pemberian angket.
Mengidentifikasi sumber yang tersedia dilakukan dengan tujuan
mengidentifikasi semua jenis sumber daya yang akan dibutuhkan untuk
menyelesaikan seluruh proses pengembangan. Kemudian mengidentifikasi
produk yang dikembangkan, perhitungan lamanya pengembangan dan
menganalisis biaya pengembangan.
Tahap analisis merupakan tahap dimana peneliti menganalisis perlunya
pengembangan terhadap suatu produk dan menganalisis kelayakan dan syarat-
syarat pengembangan. Tahap analisis yang dilakukan dapat mencakup analisis
kebutuhan, analisis kurikulum dan analisis karakter peserta didik.
2. Design atau Desain
Tahap ini dikenal dengan istilah membuat rancangan produk bahan ajar.
Rancangan produk masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses
pengembangan berikutnya.
Pada tahap ini, selain merancang produk yang akan dikembangkan,
peneliti juga menyusun instrument yang akan digunakan untuk menilai produk
yang akan dikembangkan. Instrument disusun dengan memperhatikan aspek
penilaian produk.
3. Development atau Pengembangan
Development dalam model ADDIE yang didalamnya berisi kegiatan realisasi
rancangan produk. Dalam tahap desain, telah disusun kerangka konseptual
penerapan bahan ajar dalam hal ini modul Fisika. Dalam tahap pengembangan,
kerangka yang masih konseptual tersebut direalisasikan menjadi produk yang siap
diimplementasikan. Tahap ini merupakan tahap pembuatan modul fisika. Modul
yang dibuat disesuaikan dengan desain yang telah dirancang. Hal-hal yang
42

terlebih dahulu dilakukan dalam pembuatan modul yaitu mengumpulkan materi


pembelajaran yang akan disajikan, gambar, video, dan animasi yang berkaitan
dengan materi. Setelah seluruh bahan yang diperlukan terkumpul, maka langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah membuat modul.
4. Implementasi
Implementasi dalam penelitian ini merupakan proses uji coba produk yang
telah dikembangkan. Produk yang telah direvisi berdasarkan masukan validator
dan dinyatakan layak maka dapat mulai diujicobakan kepada subjek penelitian.
Implementasi ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan dan kepraktisan dari
produk yang telah dikembangkan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap terakhir yang dilakukan setelah
implementasi dilakukan. Tahap evaluasi dilakukan dalam rangka memperbaiki
produk sesuai dengan saran yang diberikan. Masukan yang diperoleh merupakan
masukan dari pengguna yang menjadi subjek penelitian maupun dari ahli.

2.1.8. Materi Pembelajaran


2.1.8.1. Momentum
Momentum adalah kecederungan benda bergerak untuk melanjutkan
gerakannya pada kelanjutan yang konstan. Secara khusus, momentum dihasilkan
oleh perkalian antara massa benda dengan kecepatannya. Secara matematis dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
𝜌 = 𝑚. 𝑣
Dengan :
 = momentum (kg m/s)
m = massa benda (kg)
v = kecepatan benda (m/s)

2.1.8.2.Impuls
Saat sebuah benda yang memiliki momentum mengalami pengaruh gaya
dari luar yang bekerja dalam selang waktu tertentu sehingga menimbulkan
perubahan momentum. Peristiwa ini dinyatakan sebagai impuls.
Impuls digunakan untuk menambah, mengurangi, dan mengubah arah
momentum dalam selang waktu tertentu. Impuls dapat dirumuskan sebagai hasil
kali gaya dengan selang waktu.
Secara matematis impuls dapat dinyatakan oleh persamaan :
𝐼 = 𝐹. ∆𝑡
43

dengan :
I = Impuls (Ns)
F = gaya (N)
∆𝑡 = selang waktu (s)
Selain itu, jika mendapatkan sebuah grafik gaya F terhadap kurva maka
dapat menentukan besar impuls dari luas daerah di bawah kurva.

2.1.8.3.Hubungan Momentum dan Impuls


Impuls umumnya digunakan apabila pada suatu peristiwa gaya yang
bekerja sangat besar dalam waktu yang singkat. Bedasarkan Hukum II Newton
mendapatkan persamaan :
𝐹 =𝑚𝑎
∆𝑣
Karena 𝑎 = , maka :
∆𝑡
∆𝑣
𝐹=𝑚
∆𝑡
𝐹 ∆𝑡 = 𝑚 ∆𝑣
𝐹 ∆𝑡 = 𝑚 𝑣2 − 𝑚𝑣1
𝐼 = 𝑝2 − 𝑝1
𝐼 = ∆𝑝
Berdasarkan persamaan di atas, impuls yang bekerja pada suatu benda
sama dengan perubahan momentum yang dimiliki benda tersebut.

2.1.8.4.Hukum Kekekalan Momentum


Apabila dua buah benda masing-masing bermassa m1 dan m2
bertumbukan, maka kecepatan awal benda v1 dan v2 sebelum tumbukan menjadi
v1; dan v2’ setelah bertumbukan. Sedangkan F12 adalah gaya dari m1 yang
digunakan untuk menumbuk m2 , dan F21 adalah gaya dari m2 yang digunakan
untuk menumbuk m1 .

m1 m2

F21 F12
m1 m2
Gambar 2.4. Duah buah bola yang saling bertumbukan
Maka menurut hukum III Newton :
𝐹12 = −𝐹21
Apabila tumbukan berlangsung dalam selang waktu tertentu, maka
persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut :
𝑚1 𝑣1′ − 𝑚1 𝑣1 = −(𝑚2 𝑣2′ − 𝑚2 𝑣2 )
44

𝑚1 𝑣1′ − 𝑚1 𝑣1 = −𝑚2 𝑣2′ + 𝑚2 𝑣2


𝑚1 𝑣1 + 𝑚2 𝑣2 = 𝑚1 𝑣1′ + 𝑚2 𝑣2′
𝑝1 + 𝑝2 = 𝑝1′ + 𝑝2′
Persamaan di atas disebut dengan hukum kekekala momentum . Dalam hal
ini, hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa ”jumlah momentum benda
sebelum tumbukan sama dengan jumlah momentum benda setelah tumbukan”.

2.1.8.5. Tumbukan
Tumbukan atau tabrakan terjadi bila sebuah benda yang bergerak
mengenai benda lain yang diam atau sedang bergerak juga. Misalnya, tabrakan
antara dua mobil dijalan raya, tumbukan antara dua bola bilyar dan tumbukan
antara bola dan lantai. Pada setiap peristiwa tumbukan akan selalu berlaku hukum
kekekalan momentum
Tumbukan dibagi kedalam tiga jenis yang disesuaikan dengan
karakteristik gerak benda sesaat setelah tumbukan, yakni :
a. Tumbukan lenting sempurna
b. Tumbukan lenting sebagian
c. Tumbukan tidak lenting sama sekali.
Perbedaan tumbukan-tumbukan tersebut dapat diketahui berdasarkan nilai
koefisien restitusi (e) dari dua benda yang bertumbukan. Koefisien restitusi dari
dua benda yang bertumbukan sama dengan perbandingan negatif antara beda
kecepatan sesudah tumbukan dengan beda kecepatan sebelum tumbukan. Secara
matematis, dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝑣1′ − 𝑣2′
𝑒=−
𝑣2 − 𝑣1
dengan :
e = koefisien restitusi (0 < e < 1)

a. Tumbukan Lenting Sempurna


Tumbukan antara dua benda dikatakan lenting sempurna apabila jumlah
energi mekanik benda sebelum dan sesudah tumbukan tetap. Energi mekanik
adalah jumlah antara energi potensial dan energi kinetik. Untuk bidang datar yang
ditinjau dari energi kinetiknya, karena energi potensial benda tidak berubah
sehingga dengan kata lain pada tumbukan lenting sempurna berlaku hukum
kekekalan energi kinetik.
𝐸𝑘1 + 𝐸𝑘2 = 𝐸𝑘1′ + 𝐸𝑘2′
1 1 1 1
𝑚1 𝑣12 + 𝑚2 𝑣22 = 𝑚1 𝑣′12 + 𝑚2 𝑣2′2
2 2 2 2

Selain memenuhi hukum kekekalan kinetik, tumbukan lenting sempurna


juga memenuhi hukum kekekalan momentum. Oleh karena itu, koefisien restitusi
untuk tumbukan lenting sempurna sama dengan satu (e = 1)
45

b. Tumbukan Lenting Sebagian


Tumbukan antara dua benda dikatakan lenting sebagian, hukum kekekalan
energi kinetik tidak berlaku karena terjadi perubahan jumlah energi kinetik
sebelum dan sesudah tumbukan. Energi kinetik setelah tumbukan lebih kecil bila
dibandingkan dengan energi kinetik sebelum tumbukan.
Jadi tumbukan lenting sebagian hanya memenuhi hukum kekekalan
momentum. Adapun koefisien restitusi tumbukan lenting sebagian mempunyai
nilai di antara nol dan satu (0 < e <1).

c. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali


Tumbukan antara dua benda dikatakan tidak lenting sama sekali apabila
sesudah tumbukan kedua benda tersebut menjadi satu (bergabung) dan
mempunyai kecepatan yang sama.
𝑣1′ = 𝑣2′ = 𝑣 ′
Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, jumlah energi kinetik benda-
benda sebelum tumbukan lebih besar dari jumlah energi kinetik setelah tumbukan
sehingga hukum kekekalan energi kinetik tidak berlaku. Hukum kekekalan
momentum untuk dua buah benda yang bertumbukan tidak lenting sama sekali
dapat dituliskan sebagai berikut :
m1v1+ m2v2 = (m1+ m2)v’
dalam hal ini koefisien restitusi untuk tumbukan tidak lenting sama sekali
sama dengan nol (e = 0).

Benda Dijatuhkan dan Memantul


Benda yang jatuh kemudian memantul, besar koefisien restitusi
dirumuskan dengan :
𝑣′ ℎ ℎ𝑛+1
𝑒 = − 𝑣2 = √ℎ2 maka, 𝑒=√
1 1 ℎ𝑛

dimana hn adalah tinggi pantulan ke-n (n = 0,1,2,3,, dst)

2.1.8.6. Penerapan Konsep Momentum dan Impuls


Beberapa penerapan konsep momentum dan impuls :
a. Tembakan Peluru dari Senapan atau Meriam
Sebelum peluru ditembakkan dari senapan, peluru dan senapan berada
dalam keadaan diam. Pada saat peluru ditembakkan, peluru akan bergerak dengan
kecepatan tertentu sedangkan senapan akan bertolak berlawanan arah dengan
gerak peluru. Misalkan peluru dinyatakan dengan A dan senapan dengan B , maka
hukum kekekalan momentum dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑚𝐴 𝑣𝐴 + 𝑚𝐵 𝑣𝐵 = 𝑚𝐴 𝑣𝐴′ + 𝑚𝐵 𝑣𝐵′

karena vA = vB = 0 (keadaan diam ), maka :


46

𝑚𝐴 𝑣𝐴′ = −𝑚𝐵 𝑣𝐵′

b. Peluncuran Roket
Pada peluncuran roket berlaku hukum kekekalan momentum, yaitu pada
saat mesin roket dinyalakan, gas panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran
bahan bakar mendapatkan momentum yang arahnya kebawah dan roket akan
mendapatkan momentum yang besarnya sama dengan arah yang berlawanan
dengan arah buang dari gas panas tersebut.
Pada peluncuran roket terjadi perubahan massa selama geraknya. Hal ini
terjadi karena pada dasarnya gaya dorong roket dihasilkan dari perubahan massa
roket tiap satuan waktu.
Berdasarkan prinsip momentum dan impuls, gaya dorong pada roket dapat
dinyatakan sebagai berikut :
𝐹. ∆𝑡 = ∆(𝑚. 𝑣𝑟𝑒𝑙 )
∆(𝑚. 𝑣𝑟𝑒𝑙 )
𝐹=
∆𝑡
∆𝑚
𝐹= 𝑣
∆𝑡 𝑟𝑒𝑙
dengan :
𝐹= gaya dorong (N)
∆𝑚
= banyaknya massa gas yang disemburkan tiap waktu (kg/s)
∆𝑡
𝑣𝑟𝑒𝑙 = kecepatan relatif (partikel-partikel gas yang disemburkan) terhadap roket (m/s)

2.1.9. Penelitian-penelitian yang Relevan


Berikut ini merupakan data penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Penelitian-penelitian yang Relevan
No Nama Topik Penelitian Hasil Penelitian
peneliti
1. Setyadi, Pengembangan Modul Hasil data respon siswa terhadap
dkk (2017) Pembelajaran Biologi Berbasis uji coba penggunaan modul
Pendekatan Saintifik untuk pembelajaran biologi berbasis
Meningkatkan Hasil Belajar saintifik pada konsep ekologi
Siswa didapatkan hasil 50% siswa
memberikan respon posotif
terhadap modul pembelajaran
biologi berbasis pendekatan
saintifik pada konsep ekologi
yaitu 84,23%.
47

No Nama Topik Penelitian Hasil Penelitian


peneliti
2. Nurmayanti Pengembangan Modul Elektronik Hasil uji validasi modul
, dkk Fisika dengan Strategi PDEODE elektronik oleh ahli pembelajaran
(2015) pada Pokok Bahasan Teori sebesar 83,65%. Uji validasi
Kinetik Gas untuk Siswa Kelas dengan ahli materi menunjukkan
XI SMA persentase sebesar 95,11%.

3. Lasmiyati Pengembangan Modul Variabel pemahaman konsep


(2014) Peembelajaran untuk diperoleh thitung= 2,535 dengan
Meningkatkan Pemahaman nilai signifikan 0,015 sehingga
Konsep dan Minat SMP dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran lebih efektif.
Sementara pada variabel minat
siswa diperoleh thitumg= 3,112
dengan nilai signifikasi 0,003
sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika
menggunakan modul lebih
efektif.
4. Yanti, dkk Pengembangan Modul Pembelajaran menggunakan
(2015) Pembelajaran Fisika SMA/MA modul pembelajaran berbasis
Berbasis Masalah untuk masalah dapat meningkatkan
Meningkatkan Keterampilan keterampilan berpikir kritis siswa
Berpikir Kritis Siswa karena peningkatan nilai rata-rata
keterampilan berpikir kritis siswa
pada ujicoba luas yaitu 39%.
5. Sukiminian Pengembangan Modul Hasil validasi oleh ahli materi
dari, dkk Pembelajaran Fisika dengan rata-rata nya 87,33%. Hasil
(2015) Pendekatan Saintifik evaluasi ahli media pembelajaran
87,71%. Hasil evaluasi guru
Fisika SMA sebesar 84,69%. Dan
hasil angket peserta didik sebesar
84,76%.

2.2. Kerangka Konseptual


Hakekat belajar fisika adalah proses perubahan tingkah laku siswa dalam
memahami fisika, sehingga meninggalakan dampak terhadap peningkatan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan pemahaman yang benar
tentang konsep dan prinsip fisika serta menghubungkan konsep-konsep fisika,
maka diharapkan siswa mampu menyelesaikan berbagai masalah kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, siswa dpat menemukan, membuktikan,
merealisasikan, dan mengaplikasikan suatu konsep dalam kehidupan sehari-hari.
48

Oleh sebab itu, dalam pembelajaran fisika yang ditekankan tidak hanya hasil,
tetapi proses untuk mendapatkan hasil juga diutamakan.
Melalui strategi pembelajaran berbasis inkuiri ini dapat meningkatkan :
motivasi siswa dalam belajar , mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan, keterampilan siswa dalam memecahkan
masalah, keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan
meningkat, mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi,
disiplin, tanggung jawab, sopan santun, kerja sama.
Pencapaian hasil belajar dapat optimal diperlukan dengan berbagai
penerapan model pembelajaran yang bermakna, dengan penerapan model
pembelajaran diharapkan siswa mapu menemukan sendiri pengetahuan dan
keterampilan yangdibutuhkan, bukan karena diperoleh dari guru saja tetapi siswa
mampu membangun pengetahuan dalm pemikirannya sendiri dengan adanya
interaksi dengan siswa lain.

2.3. Kerangka Berpikir


Ada banyak persoalan yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam proses
belajar dan mengajar, diantaranya siswa kesulitan memahami pelajaran, jumlah
siswa yang terlalu banyak mengakibatkan siswa tidak memperoleh kesempatan
yang sama untuk memahami pelajaran, bahan ajar berupa buku teks kurang
menarik untuk dibaca oleh siswa, buku pembelajaran yang digunakan terbatas dan
dai tahu ke tahun tidak berubah konsep/model, hal ini membuat rendahnya sikap
keinginan motivasi belajar siswa dan permasalahan belajar lainnya.
Kriteria keberhasilan belajar adalah adanya pengaruh yang besar dari
interaksi belajar mengajar yang baik antara siswa dengan yang lain dan siswa
dengan guru. Interaksi belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar, bahan ajar
Fisika perlu dikembangkan agar lebih menarik minat belajar siswa.
Perubahan kurikulum yang selalu berubah membuat ketersediaan bahan ajar
atau buku kurang sesuai dengan tuntutan kurikulum, dan karakteristik sasaran
kurang tepat, serta tuntutan pemecahan masalah tidak dapat terjawab. Untuk itu,
bahan ajar dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan karakteristik keadaan
siswa. Pengembagan bahan ajar Fisika harus dapat menjawab atau memecahkan
49

masalah atau kesulitan dalam belajar Fisika. Terdapat sejumlah materi


pembelajaran Fisika yang seringkali siswa merasa kesulitan untuk memahami atau
sebaliknya guru kesulitan untuk mnjelaskan karena materi tersebut abstrak, rumit,
asing, bagan atau peta konsep terlalu singkat, dan sebagainya.
Bahan ajar Fisika yang dikembangkan dapat membuat semangat dan rasa
ingin tahu siswa meningkat. Selain itu ketersediaan bahan ajar berupa modul
pembelajaran memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan
keterampilan mencari solusi permasalahan, dan sebagainya.
Salah satu pembelajaran yang melibatkan kemandirian belajar siswa adalah
menggunakan model pembelajaran inkuiri. Dalam pembelajaran inkuiri siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, motivator,
pengarah dan sebagainya. Selanjutnya untuk keberhasilan pembelajaran Fisika
guru mengembangkan bahan ajar berupa modul pembelajaran berbasis inkuiri.

Anda mungkin juga menyukai