Disusun oleh:
Melinda Fiska
22010118220180
Dosen Pembimbing:
dr. Tania Tedjo Minuljo, Sp. PD, K-EMD
Residen Pembimbing:
dr. Adhytia
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telahmemberikan karunia-Nya, sehingga Laporan Kasus Besar dengan judul
“Seorang Wanita 60 Tahun Dengan Diabetes Mellitus Tipe II (7 Tahun) Dengan Kaki
Diabetik Wagner II, Azotemia, Hiperglikemia, Bronkopneumonia Dan Anemia
Sedang Normositik Normokromik” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus besar ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Tania Tedjo Minuljo, Sp. PD, K-EMD, selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berharga
2. dr. Adhytia selaku residen pembimbing dan residen Ilmu Penyakit Dalam
lainnya yang telah memberikan masukan-masukan, petunjuk, serta bantuan
dalam penyusunan tugas ini
3. Ny. SK beserta keluarga, atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan
penyusunan laporan
4. Keluarga dan Teman-teman Co-Ass dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS
Belakang
I : Simetris saat statis dan dinamis
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor di kedua lapangan paru
Au : SD Vesikuler (+/+), ST (-/-)
Jantung :
I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di 2 cm lateral dari SIC VI linea midclavicularis
sinistra, pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternal (-), thrill (-),
sternal lift (-)
Pe : batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas kanan : SIC V linea parasternal dekstra
batas kiri : SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra
pinggang jantung : datar
Au : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-) gallop (-)
Abdomen :
I : cembung, skar (-), venektasi (-)
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), Area Traube timpani
Pa : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
Kriteris Pedis
Kriteria Hasil
Gangguan Perfusi Arteri dorsalis pedis tak teraba
Arteri tibialis posterior teraba
Ukuran (Extend) dalam Panjang ±100mm, lebar ±50 mm, dalam ± 10mm
mm dan dalamnya (Depth)
Infeksi Terdapat leukositosis dan azotemia
Hilang sensasi Sensibilitas (+)
Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI-test)
Tekanan darah lengan kanan : 120/70
Tekanan darah lengan kiri : 110/80
Tekanan darah tungkai kanan : 130/70 (tibialis posterior), 120/70 (dorsalis pedis)
Tekanan darah tungkai kiri : 80/40 (tibialis posterior), sulit dinilai (dorsalis pedis)
ABI kaki kanan: 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑡𝑖𝑏𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑑𝑜𝑟𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑑𝑖𝑠)
𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑖𝑟𝑖)
ABI kaki kiri : 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑘iri (𝑡𝑖𝑏𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑑𝑜𝑟𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑑𝑖𝑠)
𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑖𝑟𝑖)
?
Bakteri 12.9 0-100 /uL BAKTERI
POSITIF
Sperma 0.0 0.00-3.00 /uL
Kepekatan 22.7 3-27 Ms/cm
PEMERIKSAAN EKG (21 Januari 2020)
PEMERIKSAAN HASIL
Irama Sinus
Frekuensi 78 x/menit
Axis Normoaxis
Q patologis -
Gelombang T T Inverted (+) di lead III, V1, V2, Tall peak t (-)
3 Dislipidemia
4 Hiponatremi
5 Bronkopneumonia
6 Osteomyelitis
Problem 3. Dislipidemia
Problem 4. Bronkopneumonia
Assessment : Infeksi banal
Infeksi spesific
Ip Dx : Kultur sputum
Ip Rx : Inj ampicillin sulbactam 1,5 gr/8 jam
Ip Mx : KU, TTV dan keluhan batuk dan sesak
Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien bahkan akan dilakukan
pemeriksaan sputum untuk mengetahui kuman
penyebab penyakit pasien
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal 24/9/2019 (pukul 16.00)
Hasil
Parameter Nilai Normal
24/09/19 25/09/19
GDS jam 392 549 80 – 109 mg/dl (baik)
07.00 110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam High 308 80 – 109 mg/dl (baik)
12.00 110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam 549 541 80 – 109 mg/dl (baik)
17.00 110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam High High 80 – 109 mg/dl (baik)
22.00 110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
Evaluasi : Krisis Hiperglikemia : KAS, HHS
Plan :
Dx : Urin rutin, BGA
Rx : SP insulin sesuai GDS/4 jam
GDS Insulin Infus D5 %
< 100 - Infus D5%
101-150 0.5 Infus NaCl 0,9% 20 tpm
151-200 1
201-250 2
251-300 3
301-350 4
>350 5
Mx : KU, TTV, GDS/4 jam , urin output/24jam
Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan
dilakukan pengecekan gula darah setiap 4 jam untuk
memantau kadar gula darah pasien
Hasil
Parameter Nilai Normal
24/09/19 25/09/19
GDS jam 07.00 392 549 80 – 109 mg/dl (baik)
110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam 12.00 High 308 80 – 109 mg/dl (baik)
110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam 17.00 549 541 80 – 109 mg/dl (baik)
110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
GDS jam 22.00 High High 80 – 109 mg/dl (baik)
110 – 125 mg/dl (sedang)
≥ 126 (buruk)
Assesment :
Krisis Hiperglikemia : KAS, HHS
Plan :
Dx : Urin rutin, BGA
Rx : SP insulin sesuai GDS/4 jam
GDS Insulin Infus D5 %
151-200 1
201-250 2
251-300 3
301-350 4
>350 5
Mx : KU, TTV, GDS/4 jam , urin output/24jam
Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan
dilakukan pengecekan Gula darah setiap 4 jam untuk
memantau kadar gula darah pasien
Problem 4.Hiperkalemia
Subjektif : Nyeri pada luka
Objektif : Kesadaran : composmentis
Tanda vital
TD : 135/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37.0oC
VAS :3
SpO2 : 99%
Laboratorium (25/9/19)
Nama Hasil Nilai Satuan Keterangan
Pemeriksaan Rujukan
ELEKTROLIT
Natrium 128 136-145 mmol/L L
Kalium 5.8 3.5-5.1 mmol/L H
Chlorida 98 98-107 mmol/L
Laboratorium (25/9/19)
Nama Hasil Nilai Satuan Keterangan
Pemeriksaan Rujukan
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 8.8 12.00-15.00 gr/dl L
Hematokrit 28.3 35-47 % L
Eritrosit 3.39 4.4-5.9 10^6/Ul L
MCH 26 27.00-32.00 Pg L
MCV 83.5 76-96 fL
MCHC 31.1 29.00-36.00 g/dl
Leukosit 21.9 3.6-11 10^3/Ul H
Trombosit 615 150-400 10^3/Ul H
RDW 17.7 11.60-14.80 % H
MPV 9.8 4.00-11.00 fL
KIMIA KLINIK
Ureum 177 15-39 mg/dl H
Kreatinin 4.9 0,6-1,3 mg/dl H
BAB II
ALUR PIKIR
Alur Keterkaitan Masalah
Seorang perempuan 48 tahun datang dengan keluhan nyeri di kaki kiri. Nyeri
diawali dengan bengkak, berwarna kemerahan, terasa panas dan terdapat luka. Tidak
ada hal yang memperingan dan memperberat nyeri. Karena sakit pasien hanya
berbaring di tempat tidur dan tidak melakukan aktivitas. Pasien memiliki riwayat
penyakit DM sejak tahun 2014 dan mengkonsumsi obat Metformin dan Acarbosa.
Pasien tidak rutin meminum obat. Pasien memiliki riwayat amputasi jari tengah kaki
kanan pada tahun 2014 dan amputasi jempol kaki kiri pada September 2019.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan IMT pasien 26,7 kg/m2, konjungtiva palpebra
pucat (+/+). Batas kiri jantung berada pada SIC VI 2 cm lateral linea midclavicula
sinistra dan pinggang jantung datar. Pemeriksaan ekstremitas di Regio pedis sinistra
ditemukan kaki bengkak (+), tampak menghitam (+), pus (+),tampak deformitas (+),
amputasi digiti I (+), teraba hangat (+), nyeri tekan (+), ROM sulit dinilai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
GLP-1 agonis
DPP-4 inhibitor
Akarbosa
(menghambat
alfa-
glukokinase)
6. Sel alfa Sintesis glukagon oleh sel alfa pankreas GLP-1 agonis
meningkat, sehingga HGP (Hepatic Glucose
pankreas Production) dalam keadaan basal meningkat. DPP-4 inhibitor
Amylin
7. Ginjal Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa per SGLT-2 inhibitor
hari, di mana 90% glukosa terfiltrasi diserap (contoh:
kembali oleh SGLT-2 (Sodium Glucose co- dapaglifozin)
transporter) pada tubulus proksimal, dan 10%
sisanya diabsorbsi oleh SGLT-1 pada tubulus
asenden & desenden sehingga normalnya tidak
ada glukosa di urin. Pada pasien DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2.
Gambar 1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) 2016,
yaitu sebagai berikut:
1) Autoimun.
2) Idiopatik.
4) Endokrinopati
Gestasional
Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan
dibagi menjadi dua yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati
(mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak
terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah
sebagai berikut.1
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner.
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal nyeri saat aktivitas dan
berkurang saat istirahat (claudicatio intermitent), meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
Pembuluh darah otak: Stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik: Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memperlambat retinopati. Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati.
Neuropati
- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki dan amputasi.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri,
dan lebih terasa sakit di malam hari.
Nefropati diabetik: Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal
dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus. Kendali glukosa dan
tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko atau memperlambat
progresivitas nefropati.12
1.3 Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di lapangan. Definisi dari anemia adalah keadaan di mana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara laboratorik, anemia dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar
hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit.
Diagnosis anemia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis, dapat ditemukan adanya sindrom anemia yaitu kumpulan gejala
yang mengenai berbagai sistem, yang muncul pada penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu. Nilai rujukan kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia pada orang dewasa
menurut WHO dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Anemia
Populasi Non Anemia
Mild Moderate Severe
Bayi usia 6-59
≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
bulan
Anak usia 5 –
≥ 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 < 8.0
11 tahun
Anak usia 12 –
≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
14 tahun
Wanita tidak
hamil (usia di ≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
atas 15 tahun)
Wanita hamil ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Pria (usia di
≥ 13.0 11.0-12.9 8.0-10.9 < 8.0
atas 15 tahun)
Untuk mengidentifikasi penyebab anemia, perlu dilakukan evaluasi dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium darah. Tidak ada klasifikasi sederhana dari
anemia, namun pendekatan diagnosis dapat merujuk dari algoritma Wintrobe.
Pada pasien ini, tidak terdapat adanya abnormalitas hematologi selain anemia sehingga
dilakukan pemeriksaan jumlah retikulosit. Tidak dilakukan pemeriksaan bone marrow puncture
(BMP) untuk mengevaluasi adanya penyebab anemia yang mengarah ke keganasan hematologi
atau gangguan sumsum tulang karena tidak ditemukan adanya abnormalitas hematologi lain.
Klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat indeks eritrosit atau
hapusan darah tepi dibagi menjadi tiga golongan yaitu14
Oleh karena itu, klasifikasi dari anemia pada pasien ini adalah anemia sedang dengan
hemoglobin 8,1 gr/dL serta berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit
yaitu MCH 27.6 pg dan MCV 80,4 fL sehingga dapat diklasifikasikan menjadi anemia sedang
normositik normokromik.
1.4 Azotemia
Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) (referensi kisaran, 8-20 mg /
dL) dan serum kreatinin (nilai normal 0,7-1,4 mg / dL) tingkatan.
1. Prerenal azotemia
Azotemia prerenal mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena masalah
dalam sirkulasi sistemik yang menurunkan aliran ke ginjal. Dalam azotemia prerenal, penurunan
aliran ginjal merangsang retensi garam dan air untuk mengembalikan volume dan tekanan.
Ketika volume atau tekanan menurun, refleks baroreceptor yang terletak di lengkungan aorta dan
sinus karotid diaktifkan. Hal ini menyebabkan aktivasi saraf simpatik, menghasilkan
vasokonstriksi arteriol aferen ginjal dan sekresi renin melalui b 1-reseptor. Melalui mekanisme
yang tidak diketahui, aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan peningkatan reabsorpsi tubular
proksimal garam dan air, serta asam urat BUN, kreatinin, kalsium,dan bikarbonat.
2. Intarenal Azotemia
Azotemia intrarenal, juga dikenal sebagai gagal ginjal akut (ARF), azotemia ginjal-ginjal,
dan cedera ginjal akut (AKI), mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena masalah
di ginjal itu sendiri.
3. Postrenal azotemia
Azotemia postrenal mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena hambatan
dalam sistem pengumpulan. Obstruksi mengalir mengarah pada pembalikan Starling pasukan
yang bertanggung jawab untuk penyaringan glomerular. obstruksi bilateral Progresif
menyebabkan hidronefrosis dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapsul Bowman dan
penyumbatan tubular mengakibatkan penurunan progresif dan penghentian paling dalam filtrasi
glomerular, azotemia, asidosis, overload cairan, dan hiperkalemia.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan penurunan progresif fungsi ginjal yang bersifat
ireversibel. Menurut National Kidney Foundation’s National Kidney Foundation (NKF KDOQI),
PGK didefiniskan sebagai kerusakan ginjal persisten dengan karakterisitik adanya kerusakan
structural atau fungsional (seperti mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria, kelainan histologis
ataupun radiologis), dan atau menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60
ml/menit/1,73 m2 selama sedikitnya 3 bulan.
1.5 Pneumonia
Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapatkan di
masyarakat. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia komunitas adalah infeksi pneumonia yang terjadi akibat infeksi
diluar RS, sedangkan pneumonia nosokomial adalah yang terjadi > 48 jam setelah dirawat di
Rumah sakit.1 Penelitian dibeberapa negara melaporkan bahwa bakteri gram positif penyebab
utama pneumonia komunitas. Data dari rumah sakit di Indonesia tahun 2012 menunjukkan
bahwa penyebab terbanyak pneumonia komunitas adalah kuman negatif seperti Kleibseilla
pneumonia (29%), Acinetobacter baumanii (27%), Pseudomonas aeruginosa (6%), sedangkan
gram positif Streptococcus pneumonia (12%), Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus
(16%).
Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, foto thorax dan
laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto thorax terdapat
infiltrat/ air bronchogram ditambah dengan gejala dibawah ini :
1. Batuk
2. Perubahan karakteristik sputum/purulent
3. Demam ≥ 38o C (aksila)/ riwayat demam
4. Sesak nafas (RR≥24X/menit)
5. Nyeri dada
6. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara nafas bronkial
dan ronkhi.
7. Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500
Pemeriksaan biakan diperlukan untuk menentukan kuman penyebab menggunakan bahan
sputum, darah, atau aspirat endotrakheal, aspirat jaringan paru dan bilasan bronkus. Penyebab
spesifik pneumonia harus dicari karena dapat mengubah penatalaksanaan standar yang bersifat
empiris.
Pada pasien ini ditemukan adanya corakan vascular yang meningkat pada pemeriksaan x
foto thorax dan ditemukan leukositosis pada pemeriksaan darah rutin.
DAFTAR PUSTAKA