Legal opinion dalam conteks ini lebih ditekankan pada pertimbangan hakim, ratio dece dendi
disamping legal opinion dari para ahli hukum atau legal experts. Secara legal praxis,
pertimbangan hakim adalah mustika keadilan. Putusan pengadilan itu dapat dikatakan adil
atau berkeadilan substantif bergantung pada pertimbangan hakim yang mengadili.
1
2
3
4
2017
2 18 Tersangka Menjalanai operasi pemasangan ring jantung di RS
September Preimer Jatinegara
2017
3 30 Oktober Saksi Kunjungan ke Daerah Pemilihan (Dapil) selama masa
2017 reses
4 6 Saksi Meminta KPK melampirkan izin tertulis dari Presiden
Nopemberf
2017
5 13 Saksi Meminta KPK melampirkan surat izin Presiden
Nopember sebelum melakukan pemanggilan
2017
6 15 Tersangka Tidak jelas
Nopember
2017
6
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUD 1945 Pasca Amandemen Jo Pasal 5 ayat (1) UU No 48
Tahun 2009, Jo Pasal 184 huruf (c) KUHAP, hakim mempunyai kebebasan, kemerdekaan,
independensi berpendapat dalam memeriksa, mengadilan suatu perkara.
Pengertian kata ‘layak atau patut’ dapat diukur dari tingkat profesionlitas (professionality)
dan tingkah laku (attitude behavior or behavioural attitude) seseorang.
Profesionalitas seseorang dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang.
Secara socio-legal,pendidikan tergolong faktor internal. Faktor internal adalah faktor
kemampuan yang berada dalam diri manusia atau dalam diri anak itu sendiri:
Misalnya :
b.Perangi, perwatakan;
d. moral
sedangkan tingkah laku seseorang dapat dilihat dari cara bersikap, bertingkah laku, cara
berbusana, bertuturkata, beropini, bergaul, bersahabat, berlalulintas dan sebagainya.
Tingkah laku seseorang dapat dilihat dari segi moral, etika, kesopanan, kepribadian
(personality) dan aqidah akhlak yang dimiliki seseorang. Aqidah Rosululloh, Muhammad
Saw berada dalam Al-Qur’an.
ETIKA BERTLALULINTAS
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memberikan vonnis kepada Rsyid
Amrullah 5 bulan pidana kurungan dengan masa percobaan 6 bulan dan denda Rp
12 juta. Vonnis itu dijatuhkan karena Rasyid menabrak mobil Daihatsu Luxio dengan
mobil BMW X5 di Tol Jagorawi Km 350 Bogor ketika habis merayakan tahun baru
2013. Akibat tabrakan itu dua orang meninggal dunia yaitu Harun
13
Dalam berhukum, nilai tertinggi adalah pemahaman asas, teori, norma, undang-undang dan
peraturan perundang-undangan.
Asas Kepatutan tetah ditegaskan dalam Pasal 1339 KUH Perdata bahwa “Suatu perjanjian
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi
juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang”
Artinya persetujuan itu tidak hanya didasarkan pada isi perjanjian saja, tetapi juga harus
didasarkan pada sifat perjanjian, asas kebiasaan dan ketentuan undang-undang yang berlaku
Pasal 1338 KUH Perdata juga menegaskan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanian tidak
14
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik”.
Perjanjian dalam Pasal 1338 KUH Perdata dikatakan sebagai Facta Sun Servanda Artinya
perjanjian itu sebagai fakta hukum dan undang-undang yang mengikat bagi mereka yang
pembuatnya.
Perjanjian itu dikatakan layak sah dan mengikat apabila memenuhi unsur-unsur:
2.kecakapan untuk membuat suatu perikatan (dilakukan orang dewasa, sehat rokhani dan
jasmani)
Ketentuan ini telah diatur secara tegas dalam Pasal 1320 KUH Perdata
Selain asas kepatutan, juga perlu dipahami asas-asas hukum yang lain seperti:
-Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hukum pidana asas ini
juga disebut sebagai asas legalitas yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang;
4.Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex certa);
Hukum pidana mengacu pada kebenaran hukum materiil. Asas legalitas tidaklah cukup
untuk membuktikan apakah benar seseorang itu telah melakukan tindak pidana, perlu
dibuktikan dengan unsur niat. Mens rea adalah niat untuk melakukan tindak pidana. Untuk
membuktikan unsur niat harus didahului dengan adanya actus rius (peristiwa pidana)
misalnya ditemukan mayat, perempuan hamil tanpa suami, luka karena penganiayaan,
penipuan, penggelapan dan sebagainya. Namun tidak semua tindak pidana harus dibuktikan
dengan unsur niat. Tindak pidana korporasi tidak perlu dibuktikan dengan unsur niat karena
dalam tindak pidana ini terdapat asas vicarious liability. Asas vicarious liability adalah asas
kelalaian atau kekurang hati-hatian pejabat atau pimpinan dalam melaksanakan tugasnya
sehingga dapat menimbulkan kerugian di pihak lain atau kerugian negara. Kelalaian,
kekurang hati-hatian pejabat atau pimpinan dalam melaksanakan tugas juga termasuk
kesalahan dalam hukum pidana. Kesalahan dalam tindak pidana koporasi adalah alat bukti
untuk menjatuhkan sanksi pidana. Asas ini dikenal dengan Geen straft zonder schuld, artinya
tiada pidana tanpa adanya kesalahan
-Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Asas tertib kepentingan umum, asas keterbukaan, asas akuntabilitas, asas lex superiori
derogat lege inferiori, dan asas lex posteriori derogat lege priori adalah bagian dari asas
16
hukum adminstrasi yang lazim diterapkan dalam birokrasi pemerintahan. Pilar birokrasi
pemerintahan dapat dilihat melalui 4 (empat) unsur, yaitu:
1. Pelayanan
2. Transparansi
4. Kesejahteraan
-Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.Pelayanan
17
2.Transparansi
3.Ketertiban/Keamanan
4.Kesejahteraan
-Asas efektivitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang
dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat
-Asas efisiensi adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang
dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan.
-Asas kearifan lokal adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan kebijakan
harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat
18
Lex posteriori derogat lege preori= aturan yang berlaku belakangan, mengalakan aturan
yang berlaku sebelumnya
Neit Ontvan kelijk vor klaard=Gugatan tidak dapat diterima karena occur liber
Summon ius summa injuria = hukum yang mutlak adalah ketidakadilan terbesar
a.Kepatutan Hukum
Hukum adalah seperangkat norma (norma agama, moral, kesopanan, kesusilaan, adat,
dan norma hukum) yang hidup dalam masyarakat (the living law in society) bersifat memaksa
dan mengatur, dikeluarkan oleh badan tertentu, diberikan sanksi bagi yang melanggarnya).
Ilmu hukum adalah ilmu humaniora. Hukum harus hidup secara harmonis. Hukum nasional,
hukum internasional dan hukum modern harus menjaga kearifan lokal. Hukum juga
19
Paradigma Hukum
1.Legal positivism
4.Legal pluralism.
Konsep Hukum.
1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku secara
universal misalnya Kitab Suci dalam agama dan edologi negara;
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional;
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim secara inconcreto, dan tersistematisasi
sebagai judge makes law;
4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variable sosial
yang emperik;
5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak
dalam interaksi antar mereka.1
Setiono mengkongkretkan konsept hukum tersebut dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
2
Setiono, Ibid hal 22
21
4. Penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dilaksanakan secara tegas, lugas,
profesional, dan tidak diskriminatif. Peningkatan kualitas dan profesionalisme hakim
di semua lingkungan peradilan harus dilaksanakan;
KEPATUTAN UNDANG-UNDANG
Undang-undang dapat dikatakan valid apabila undang-undang itu didukung masyarakat
luas dan memiliki aturan pelaksanaan (juklak dan juknis) yang jelas.
3
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ( RPJPN ) Tahun 2005-2025, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,
h 99
22
UU DASAR 1945
MA ( MAHKAMAH AGUNG) MK
P MIL P MIL
UTA TEMPUR
Keterangan :
PA= Pengadilan Agama (UU Nomor 3 Tahun 2006, Sebagai Perubahan UU Nomor 7
Tahun 1989, diubah lagi dengan UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama)
PTUN= Pengadilan Tata Usaha Negara (UU Nomor 9 Tahun 2004, Sebagai Perubahan
UU Nomor 5 Tahun 1986, diubah lagi dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara)
MAHMIL= Mahkamah Militer (UU Nomor 27 Tahun 1999, tentang Peradilan Militer Jo
UU Nomor 31 Tahun 1997)
MAHMILTI= Mahkamah Tinggi Militer (Militer yang berpangkat Perwira Menengah di atas
Kapten)
PT MIL= Pengadilan Tinggi Militer (Pengadilan Militer Tingkat Banding , Militer yang
berpangkat Mayor ke atas)
P MIL UTAMA = Pengadilan Militer Utama , Militer yang berpangkat Perwira Tinggi, Ps 42
UU Nomor 27 / 1999)
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24 UU Dasar 1945 dan Undang-Undang N0 48 Tahun 2009
Kewenangannya Kewenangannya
1. Mengadili pada tingkat kasasi 1. Menguji undang-undang (Judicial review)
terhadap putusan yg diberikan terhadap Undang-Undang Dasar
kepada tingkat terakhir oleh 2 Memutus sengketa kewenangan lembaga
pengadilan di semua lingkungan negara yang kewenangannya diberikan oleh
peradilan yang berada di bawah Undang-Undang Dasar
Mahkamah Agung 3.Memutus pembubaran Partai Politik
2.Menguji peraturan perundang- 4 Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
undangan di bawah undang-undang 5. Wajib memberikan putusan atas terdapat DPR
terhadap undang-undang bahwa Presiden dan/atau wakil Presiden
3.Melakukan pengawasan tertinggi diduga telah melakukan pelanggaran hukum
atas perbuatan pengadilan dalam berupa penghianatan terhadap negara,
lingkungan peradilan yang berada di korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
bawahnya atau perbuatan tercela, dan /atau tidak lagi
memenuhi syarat sbg Presiden dan/atau
wakil Presiden.
MAHKAMAH AGUNG
Undang-Undang N0 3 Tahun 2009
Peng Niaga
UUN0 11 Prp
Tahun 1998
Peng HAM
UUN0 26
Tahun 2000
1.Pengadilan Negeri
2.Pengadilan Tipikor
3.Pengadilan Militer
KEPATUTAN HUKUM
Hukum harus bermanfaat bagi kepentingan orang banyak (the greatest goodness is the
greatest numbers).Hukum harus bisa menjaga keseimbangan kepentingan dan hukum
harus bekerja secara harmonis. Secara realitas, sistem hukum yang berlaku di Indonesia
tidak match dengan struktur sosial. Secara konseptual, hukum yang berlaku di Indonesia
masih bersifat Euro- centris.
ditambah Undang-Undang Kepailitan terdiri dari 279 pasal ), terlihat masih menganut aliran
hukum atau doktrin hukum yang berasaskan Euro sentries. Secara legal praxis, telah banyak
memunculkan putusan kontroversial yang mencederai nilai keadilan substantif di Indonesia.
Asas ultra petita sebagai derivatif Pasal 178 H.I.R, hanya merujuk pada ketentuan hukum
doktrinal, meskipun secara sosiologis di dalam persidangan hakim melihat fakta hukum yang
mengandung nilai kebenaran dan keadilan substantif, hakim harus mengesampingkan nilai
kebenaran dan keadilan tersebut karena dalam pettitum gugatan atau surat dakwaan Jaksa
penuntut umum tidak disebutkan. Realitasnya, menyimpangi asas ultra petita, bukan
merupakan perbuatan melawan hukum, karena di dalam persidangan hakim memiliki
kemerdekan konstitusional yang dijamin oleh undang-undang dan ketentuan hukum yang
berlaku. Asas ultra petita ini juga sering disimpangi dalam proses peradilan Mahkamah
Konstitusi.
Pasangan Calon Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa-Timur tahun 2009, Kaji (Khofifah
Indarparawansah- Mujiono) menggugat Pasangan Calon Karsa (Sukarwo-Syaifullah Yusuf)
ke Mahkamah Konstitusi. Penggugat memohon dalam pettitum gugatannya agar Pilgub di
daerah Madiun diulang, tetapi dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi memerintahkan
agar Pilgub Jatim diulang di daerah Madura.4
Moch Sholeh (Kuasa hukum Alimin Sukanto Wijaya, Pelapor perbuatan tidak
menyenangkan ke Penyidik atas perbuatan yang tidak menyenangkan yang dilakukan
Hariono Wijaya pemilik Hotel Meritus Surabaya sebagai Terlapor5) mengajukan gugatan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal perbuatan tidak menyenangkan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 335 ayat(1) KUH Pidana6 yang dinilai bertentangan
dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan
4
Jawa Pos, Pilgub Jatim Diulang di Madura, 28 Juni 2009, hal 7, kol 2
5
Alimin Sukanto Wijaya melaporkan perbuatan Hariono Wijaya Pemilik Hotel Meritus Surabaya karena
Terlapor telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang merugikan Pelapor. Penyidik dalam kasus ini
malah menahan Pelapor. Oleh karena itu, Moch Sholeh sebagai kuasa hukum Pelapor mengajukan gugatan
Judicial Review terhadap Pasal 335 KUHP ke Mahkamah Konstitusi
6
Pasal 335 ayat(1) KUHP, ditegaskan:”Diancam pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak tiga ratus rupiah: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak
melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tidak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”
29
Penggugat sebagian dengan amar putusan mengubah frase Pasal 335 ayat (1) KUH Pidana
menjadi: ”Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak
melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan atau dengan memakai
ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”7.(Putusan MK
menghilangkan prase ‘maupun perlakuan yang tidak menyenangkan baik terhadap
orang itu sendiri maupun orang lain’,cetak tebal dari penulis)
Putusan Mahkamah Konstitusi ini, tidak sekadar melanggar asas ultra petita tetapi
juga melanggar asas check and balances, karena mengubah frase dalam pasal undang-undang
adalah menjadi kewenangan Presiden dan DPR RI (Vide Ketentuan Pasal 5 angka(1) Undang-
Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah Pasca Amandemen tahun 20028, Jo Pasal 20 angka
(1,2, 3, dan 4), UUD 19459, Jo Pasal 22A UUD 194510), bukan kewenangan MK. Meskipun
hakim Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili sengketa konstitusi, juga
mempunyai kewenangan, kemerdekaan, kebebasan konstitusional yang dijamin oleh undang-
undang dan ketentuan hukum yang berlaku, tetapi dalam pelaksanaanya tidak boleh
melanggar konstitusi dan asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia.
7
Jawa Pos, MK Menghapus Perbuatan Tidak Menyenangkan Pasal 335 ayat(1) KUHP, 20 Januari 2014, hal 3,
kol 1
8
Pasal 5 angka (1) UUD 1945, ditegaskan: “Presiden berhak mengajukan rancangan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat”
9
Pasal 20 angka (1) UUD 1945, ditegaskan:”Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang”; Pasal 20 angka(2), ditegaskan:”Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”; Pasal 20 angka (3), ditegaskan: “ Jika
rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh
diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu”; Pasal 20 angka (4), ditegaskan:”
Presiden mengesahkan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang”.
10
Pasal 22A UUD 1945, ditegaskan: “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang”
11
Jawa Pos, 21 Juli 2007, hal 3, kol 1, Sengkon dan Karta dituduh merampok dan membunuh suami-istri
(Sulaiman-Siti Haya) di Desa Bojongsari, Bekasi Jawa-Barat tahun 1974. Pengadilan memvonis 7 tahun penjara
untuk Sengkon dan 12 tahun penjara untuk Karta, tetapi belakangan terkuak pembunuh aslinya ketika bersama-
sama berada di Penjara.
30
Jombang, Jawa-Timur tahun 200412. KUHAP tidak mampu menyeret atau memproses
secara hukum terhadap aparat penegak hukum tersebut untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Selama ini, KUHAP dalam melaksanakan fungsinya, hanya berorientasi pada
kepentingan pelaku, bukan berorientasi pada kepentingan korban.
12
Jawa Pos, 8 Oktober 2007, hal 2, kol 3. Memberitakan: Membunuh 9 korban dari beberapa daerah secara
berentet. Kemudian ditemukan seorang korban X, yang dibunuh secara misterius di Kebon Tebu wilayah
Jombang tahun 2004. Penyidik menangkap Terdakwa LH dan MD. Pengadilan Negeri Jombang menjatuhkan
pidana penjara 12 tahun untuk LH dan MD masih dalam proses persidangan. Belakangan Riyan mengakui
bahwa yang melakukan pembunuhan terhadap korban misterius tersebut adalah Riyan sendiri.
13
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, PT Adetya
Bakti, Cet 1, Bandung, 2005, h 12
31
yang diatur dalam Pasal 185 angka (1) KUHAP14, karena dalam pemeriksaan saksi melalui
persidangan teleconference bisa terjadi persidangan dilaksanakan di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, sementara saksi yang diperiksa berada di Jerman. Kasus ini pernah terjadi
ketika mantan Presiden J.B Habibie diperiksa sebagai saksi dalam perkara korupsi Buloggate
I dengan Terdakwa Akbar Tanjung Cs. Dalam persidangan teleconfence, persidangan
dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Saksi (J.B. Habibie) berada di Jerman.
Keterangan saksi tersebut dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah.
Transaksi elektronik di satu sisi memang menguntungkan, tetapi di pihak yang lain,
menimbulkan penyelewengan dan masalah hukum, khususnya mengenai sahnya suatu
perjanjian dengan menggunakan media elektronik. Menurut ketentuan Pasal 1313 KUH
Perdata : Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Subekti berpendapat, perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ditegaskan
syarat sahnya perjanjian : sepakat saling mengikat diri, kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian dan suatu sebab yang halal.
14
Pasal 185 angka(1) KUHAP, menegaskan: “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
di sidang pengadilan”
15
Pasal 1320 KUH Perdata, menegaskan:”Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat:
(1).sepakat mereka yang mengikatkan diirinya; (2). kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; (3).suatu hal
tertentu; dan (4).suatu sebab yang halal”
32
dilakukan berdasarkan itikat baik (Vide Pasal 1338 KUH Perdata16). Jadi apapun bentuk
dan media dari kesepakatan tersebut, tetap berlaku dan mengikat para pihak karena
perikatan tersebut merupakan undang-undang bagi yang membuatnya.
Permasalahan yang akan timbul dari suatu transaksi apabila salah satu pihak ingkar
janji (wanprestasi). Penyelesaian permasalahan yang terjadi tersebut, selalu berkait dengan
apa yang menjadi barang bukti dalam bertransaksi, terlebih apabila transaksi yang
menggunakan sarana elektronik. Hal ini karena menggunakan dokumen atau data elektronik
sebagai akibat transaksi melalui media elektronik, belum diatur secara khusus dalam hukum
acara yang berlaku, baik dalam Hukum Acara Perdata maupun dalam Hukum Acara Pidana.
16
Pasal 1338 KUH Perdata, menegaskan: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan – alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan etikad baik”
33
Dalam kondisi riil, transaksi elektronik tidak dapat dihindari, bahkan tidak terasa
masyarakat terbiasa melakukan transaksi tersebut, misalnya : melakukan pembayaran melalui
mesin pembayaran (Automatic Teller Machine/ATM, atau Anjungan Tunai Mandiri).
Sebenarnya tanpa disadari bahwa transakasi dengan mennggunakan credit berpotensi
merugikan orang lain. Segala transaksi elektronik yang telah dilakukan, tidak dapat
dikembalikan, meskipun ada unsur perjanjian yang tidak terpenuhi atau salah input di mesin
ATM dan pembobolan credit card sehingga justru pihak lain yang menerima keuntungan.
Asas yurisdiksi ekstrateritorial dan alat bukti elektronik, sudah seperti alat bukti lain
yang diatur dalam KUHAP (Pasal 184) atau H.I.R/R. Bg. (Pasal 45, 164). Jika dikaitkan
dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang ITE17, tanda tangan elektronik diakui memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional yang menggunakan tinta
basah dan bermaterai .
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain
17
Pasal 11 angka (1) UU ITE, ditegaskan: “Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:(a). data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
terkait hanya kepada Penanda Tangan; (b). data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada proses
penandatanganan elektronik, hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; (c). segala perubahan terhadap Tanda
Tangan Elektronik yang terjadi, setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; (d). segala perubahan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut, setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui; (e). terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya, dan (f).
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik terkait”.
34
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat publik dari, ke
dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang
tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
sedang ditransmisikan.
Kemudian di dalam Pasal 47 Undang-Undang ITE ditegaskan :
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 angka (1) atau
angka (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp 800. 000. 000, 00 (delapan ratus juta rupiah)
Alat bukti dalam perkara perdata dapat dilihat secara tegas dalam Pasal 164 H.I.R/
R.Bg dan Pasal 1866 KUH Perdata, bahwa alat bukti adalah : tulisan, saksi-saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah. Sedangkan dalam ranah hukum pidana alat bukti
adalah (a) keterangan saksi ; (b) keterangan ahli ; (c) surat ; (d) petunjuk ; dan (e)
keterangan terdakwa (Vide Pasal 184 ayat (1) KUHAP) ; Selanjutnya Pasal 184 ayat (2)
KUHAP, ditegaskan : ”Hal yang secara umum sudah jelas, tidak perlu dibuktikan”. Meskipun
H.I.R, R.bg dan KUHAP tidak mengatur masalah alat bukti elektronik, namun di berbagai
undang-undang yang telah mengatur dokumen elektronik menjadi alat bukti yang sah,
termasuk alat bukti surat, microfim dan media lainnya (CDROM atau WORM)
dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ITE.
Uraian tersebut dikuatkan dengan ketentuan Pasal 5 angka (4) huruf (a dan b)
Undang-Undang ITE yang menegaskan :
18
Pasal 1868 KUH Perdata, ditegaskan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang, di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu
ditempat dimana akte dibuatnya”
36
penyempurnaan Kodifikasi Kitab Undang-Undang itu, sesuai dengan kebutuhan nasional dan
global saat ini.
Hukum ekonomi dalam arti luas adalah suatu sistem hukum yang dijadikan pondasi,
pemandu dan pengawal sistem ekonomi suatu negara, untuk mengatur perilaku dan aktivitas
di bidang ekonomi, dan penyelesaian sengketanya yang substansi hukumnya mengacu pada
sistem ekonomi yang terdapat dalam konstitusi, dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi, menciptakan kepastian berinvestasi atau berbisnis, dan memberdayakan pelaku
bisnis serta mengembangkan kemandirian ekonomi bangsa20
Sifat hukum ekonomi yang luas itu, sejalan dengan pendapat Hari Purwadi, bahwa:
Law by no means globalizes through transnational and international law only. For
example, law may be transplanted in state to state collaboration, and transnational networks
of indigenous group to another: mobility of people, mobility of law21
Berdasarkan pernyataan dari Hari Purwadi tersebut, dapat dipahami bahwa dalam
globalisasi, yang mengglobal tidak sekadar hukumnya yang menglobal secara lintas negara
(regional) dan internasional melalui pencangkokan hukum antara negara yang satu dengan
negara yang lain, dan terjadinya jaringan lintas negara yang berasal dari kumunitas penduduk
asli dengan negara-negara lain, sehingga terjadi mobilitas penduduk dan mobilitas hukum
(global people global knowledge).
19
Adi Sulistiyono, Kuliah Hukum dan Ekonomi Program Doktor Ilmu Hukum UNS tanggal 12 Desember 2012
20
Adi Sulistiyono, Ibid
21
Hari Purwadi, Kuliah Hukum dan Globalisasi, tanggal 5 Oktober 2012 di UNS Surakarta
37
Globalisasi hukum dan penduduk ini, selaras dengan pendapat Jamal Wiwoho,
bahwa:
Globalization is fact that the world’s people and nations are more interdependency than ever
before and becoming more so. The measure of the interdependency are global flows of such
things as trade, investment and capital and related degradation of the ecosystem or with all
life depend22
Proses hukum dan globalisasi dalam bidang ekonomi tersebut, perlu disoroti melalui 3
(tiga) aspek, yaitu: Sistem Ekonomi, Peranan Hukum dan Pengaruh Globalisasi. Dengan
demikian pilar hukum dagang di Era Globalisasi ini sudah berada di ranah hukum ekonomi,
seperti: (1). Hukum investasi; (2). Hukum Penanaman Modal Asing; (3). Hukum Perbankan
baik Konvensional maupun Syariah; (4).Hukum Kontrak dalam bidang bisnis di tingkat
nasional, regional dan internasional; (5).Hukum Niaga; (6).Hukum Perindustrian; (7).Hukum
Perseroan Terbatas (PT), BUMN, Commanditaire Vennootschap (CV) ,Hukum Koprasi,
Hukum Yayasan dan sebagainya.
22
Jamal Wiwoho, Kuliah Hukum dan Globalisasi, tanggal 20 Oktober 2012 di PDIH UNS Surakarta
38
Dosen Pengampu: Dr. Bunadi Hidayat, Drs.,S.H.,M.H Sifat : Opened Books System
Soal:
1.Berikan diskripsi yuridis yang jelas tentang legal opinion yang berlaku di Indonesia
3.Jelaskan hubungan legal positivistics dan legal sociological yang diterapkan di Indonesia
4.Jelaskan validitas legal substance, legal structure dan legal culture di Indonesia
5.Berikan diskripsi kepatutan civil law system dan common law system dikaitkan dengan
struktur sosial di Indonesia
Good Luck
A.Teori
1.Socio controle –Ide, aspirasi harus berasal dari masyarakat, hukum itu ditemukan
dan dibuat untuk kepentingan manusia.Hukum harus bermanfaat untuk
kepentingan orang banyak (The greatest goodness is the greatest numbers)
Konsep Hukum
Nomos, tradisi,
b.kesepakatan norma adat,
Komunitas konvensi,
39
Wajah pembangunan hukum nasional diharapkan dapat memiliki nilai dan prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1. Pembangunan hukum harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan Undang Dasar Tahun
1945 ; memiliki struktur dan aparat penegak hukum yang baik ; tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai ; dapat mengangkat dan menumbuhkan rasa kesadaran yang
40
tinggi di hati masyarakat ; dapat menciptakan keadilan yang substantif dan demokratisasi
yang sehat ; memperhatikan sifat kemajemukan dan tatanan hukum yang berlaku ;
mengarah pada kepentingan globalisasi ; berupaya memperoleh kepastian hukum dan
perlindungan hak asasi manusia (HAM) ; menjamin pelayanan hukum yang berpihak
pada keadilan, kebenaran dan ketertiban ; dapat menciptakan kehidupan bangsa yang
sejahtera, aman dan tertib ;
B. Politik Hukum-membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, menuju negara yang welfare state, masyarakat yang
mahdani, masyarakat yang baldatun, thayyibatun, wa rabbun ghafur.
Hukum harus dapat dipahami dengan mudah oleh semua orang, tidak sulit
dilaksanakan dalam sistem hukum dan memiliki tujuan yang sesuai dengan realitas yang
ada. Pernyataan ini selaras dengan pendapat Werner Menski yang menyatakan bahwa:
23
Werner Menski, Comperative Law In A Global Context, The Legal System of Asia and Africa, Second Edition,
Cambridge University Press, 2006, p 181
41
Religion/Ethics/Morality
Legal
pluralism
Legal pluralism fills the central space in this triangle because it signifies all those scenarios
and conflict situations in which neither of the three major law making sources rules the roost
absolutely. The centre of this triangle would appear to indicate ‘perfect’ justice as the result
of an equilibrium between the various competing forces25
24
Werner Menski, Ibid p 183
25
Werner Menski, Ibid p 186
42
The primary goal of mapping diversity of legal pluralism is simply to attempt to categorize
the considerable diversity that exists within the legal pluralist paradigm26.
Jadi konsep hukum pluralisme adalah konsep hukum yang bersifat opened and
ended, konsep hukum yang memiliki kekuatan moral, kekuatan negara dan kekuatan
masyarakat. Ketiganya harus saling bersinergi, saling dapat menjaga keseimbangan
kepentingan hak dan kewajiban untuk memperoleh keadilan subtantif khususnya dalam
penegakan hukum pidana anak. Oleh karena Indonesia adalah negara kepulauan yang oleh
Afdoll Bastian disebut sebagai An Archipelago Island by its motto Unity in Diversity, oleh
Empu Tantular dikatakan sebagai negara yang berbhinneka-tunggal-ika, memiliki masyarakat
yang pluralisistik, maka konsep hukum pluralisme itu harus dapat dipersepsi oleh semua
bangsa Indonesia
26
Warwick Tie, Legal Pluralism Toward a multicultural Conception of Law, Dartmouth Publishing Company
Limited, England, 1999, p 59
43
UNDANG-UNDANG
DASAR
MPR
The system of norms we call a legal order is a system of dynamic kind. Legal norms are not
valid because they themselves or the basic norm have a content the binding force of which is
self-evident. They are not valid because of their inherent appeal. Legal norms may have any
44
kind of content. There is no kind of human behavior that, because of its nature, could not be
made into a legal duty corresponding to a legal right. The validity of a legal norm can not be
questioned on the ground that its contents are incompatible with some moral or political
value. A norm is a valid legal norm by virtue of the fact that it has been created according to
a definite rule and by virtue there of only. The basic norm of a legal order is the postulated
ultimate rule according to which the norms of this order are established and annulled,
receive and lose their validity.27
Berkaitan dengan hukum yang berlaku bagi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila telah
dinyatakan kedudukannya oleh para Pendiri Negara Republik Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam penjelasan umum. Di sana ditegaskan
bahwa Pancasila adalah cita hukum (Rechtsidee) dan sebagai norma fundamental negara
(staats foundamental norm) yang menguasai hukum Dasar Negara baik hukum Dasar tertulis
maupun hukum Dasar tidak tertulis28.
27
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Printed in the United States of America, 1961, p 113
28
A. Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Menyelenggarakan
Pemerintahan Negara, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta 1990, h 308
45
NORMA
PEM
FUNDAMENTAL
NEGARA BUKAAN
UUD
1945
BATANG TUBUH
SISTEM HK UUD 1945
INDONESIA
TAP MPR
PERATURAN PELAKSANAAN
& SISTEM NORMA
PERATURAN OTONOMI HUKUM
PERTIMBANGAN HAKIM-
PENEGAKAN
DISKRESI HAKIM
HUKUM
46
Fungsi hukum diperlukan untuk melaksanakan sistem peradilan. Hukum harus dapat
menjaga keseimbangan kepentingan antara kepentingan negara, masyarakat dan individu.Oleh karena
itu, hukum dan struktur sosial masyarakat tidak dapat dipisahkan. Yusriadi mensitasi pendapat
Talcott Parson dalam bukunya ‘ The Social System ‘, mengatakan bahwa :
Masyarakat tak ubahnya seperti tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang saling
berhubungangan satu sama lain. Demikian juga masyarakat itu mempunyai berbagai kelembagaan
yang saling terkait dan bergantung satu sama lain, sehingga perubahan yang terjadi pada satu
lembaga akan berakibat pada perubahan di lembaga lain29
Berdasarkan uraian the social system tersebut, dapat dipahami bahwa dalam pembangunan
hukum nasional perlu memahami konsep hukum sebagai kontrol sosial (Social control), dan fungsi
hukum sebagai sarana perubahan (Social engineering)
Menurut Yusriadi :
fungsi hukum sebagai social control adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota-anggota
masyarakat agar bertingkahlaku atau bersikap tindak sesuai dengan harapan masyarakat…..,
sedangkan fungsi hukum sebagai social engineering merupakan sarana menggerakkan perubahan
sosial. Hukum kongkretnya perundang-undangan, merupakan pijakan negara untuk mewujudkan
kebijakannya 30
hukum sebagai sarana untuk menyalurkan kebijakan pemerintah sehingga tindakannya dapat
dilaksanakan31
Yusriadi mengkaitkan fungsi hukum tersebut dalam Seminar Hukum Nasional ke –IV dengan
rincian sebagai berikut :
2. penegak keadilan dan pengayom masyarakat terutama yang mempunyai kedudukan sosial
ekonomi lemah ;
3. penggerak dan pendorong pembangunan dan perubahan menuju masyarakat yang dicita-citakan ;
29
Yusriadi, Perubahan Konsep Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah Di Kalangan Warga Masyarakat Sekitar
Daerah Industri, Disertasi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, h 18
30
Yusriadi, Ibid, h 153-155
31
Yusriadi, Loc Cit
47
5. faktor penjamin keseimbangan dan keserasian yang dinamis dalam masyarakat yang mengalami
perubahan cepat ;
Selanjutnya, Yusriadi mensitasi pendapat Sunaryati Hartono, bahwa fungsi hukum dalam
pembangunan mempunyai 4 fungsi, yaitu :
John Stuart Mill (Filsuf Inggris), mengatakan: Hukum harus dapat memberikan manfaat bagi
orang banyak (the greatest goodness is the greatest numbers)
Materi Konsep KUHP (sistem hukum pidana materiil dan asas-asas), ingin disusun /diformulasikan
dengan berorientasi pada berbagai pokok pemikiran dan ide dasar yang antara lain mencakup :
- Keseimbangan antara perlindungan / kepentingan pelaku tindak pidana (ide individualisasi pidana)
dan korban tindak pidana ;
- Keseimbangan antara unsur (fakta obyektif (perbuatan /lahiriyah) dan subyektif / orang / batiniah
(sikap batin) : ide- daad –dader strafrecht;
Rubach Gustav mendifinisikan penegakan hukum harus mengacu pada 3 (tiga) pilar nilai
hukum, yaitu: (1) kepastian hukum ( the certainty of law); (2) keadilan substantif (substantial justice),
dan (3). Manfaat (utility)
Menurut Laurence Friedman, hukum dapat bekerja melalui 3 (tiga) fungsi, yaitu:
32
. Yusriadi, Ibid , h 159
33
. Yusriadi, Loc Cit
34
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, PT Adetya
Bakti, Cet 1, Bandung, 2005, h 12
48
Dasar pengajuan gugatan perdata dapat didasarkan pada 2 (dua) perbuatan, yaitu:
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atau perbuatan melawan hak (Onrechtmatige daad) dan
Perbuatan Ingkar Janji, tidak memenuhi kewajiban (Wanprestatie atau wanprestasi).Perbuatan
melawan hukum dapat didasarkan pada asas setiap perbuatan manusia atau badan hukum yang
dapat menimbulkan kerugian di pihak lain harus mengganti kerugian (Vide Pasal 1365 BW).
Perbuatan ini tidak didasarkan pada perjanjian tetapi didasarkan pada akibat perbuatan itu dapat
menimbulkan kerugian di pihak lain. Gugatan wanpestasi dapat didasarkan pada perjanjian atau
kesepakatan dari para pihak yang bersangkutan baik yang dibuat secara tertulis maupun yang
dilakukan secara lisan. Salah satu dasar hukum gugatan wanprestasi adalah Pasal 1234 BW (setiap
perikatan adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu).
Dasar gugatan cerai dan penjatuhan talak dapat didasarkan pada perbuatan sebagai
berikut: Hak cerai dalam perkawinan adalah hak istri. Seorang istri dapat mengajukan gugatan cerai
terhadap suaminya ke Pengadilan jika terdapat alasan sebagai berikut:Telah melanggar ucapan
sighat ta’lik:
Pelanggaran ucapan sighat ta’lik terhadap istri tersebut dapat berakibat jatuhnya talak 1
dari suami.Gugatan istri juga bisa terjadi apabila suami telah melakukan perbuatan melawan hukum
misalnya dengan cara meninggalkan istri tanpa kejelasan yang benar lebih dari 1 tahun, terbukti
berselingkuh dengan wanita lain, melakukan perkawinan sirri dengan wanita lain dan melakukan
poligami tanpa izin istri.Perizinan berpoligami adalah penting karena perkawinan di Indonesia
menganut asas monogami (Vide Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1Tahun 1974 Jo Pasal 27
49
BW).Gugatan istri juga dibenarkan apabila suami sudah bertahun-tahun meninggalkan istri tanpa
nafkah wajib lahir batin dan melakukan penganiayaan terhadap istri di luar batas kewajaran.
Penjatuhan talak terhadap istri dapat dilakukan apabila suami telah melakukan
pelanggaran sghat ta’lik terhadap istri, istri terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum
berselingkuh dengan laki-laki lain. Istri tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai istri, tidak ada
kecocokan dalam rumah tangga. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a, b, dan c, (istri tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai istri, istri cacat badan atau berpenyakit yang tidak dapat
disembuhkan, tidak dapat melahirkan keturunan) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 adalah
bukan alasan penjatuhan talak terhadap istri, tetapi sebagai alasan mendapatkan izin untuk
berpoligami.
1.Harus ada KTUN (Ketetapan Tata Usaha Negara) dari Pejabat yang bersangkutan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
1.Perselisihan Hak
2.Perselisihan Kepentingan
a. adanya hak dan / atau kewenangan konstitusi Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945.
b. hak dan / atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh
berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian.
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-
tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya
undan-undang yang dimohonkan pengujian.
Perbuatan pidana dapat ditentukan melalui 2 (dua) rumusan, yaitu: Rumusan delik formil
dan delik materiil. Rumusan delik formil adalah delik yang perumusannya ditekankan pada
perbuatan apa yang dilarang. Sedangkan rumusan delik materiil adalah delik yang perumusannya
ditekankan pada akibat hukum yang dilakukan oleh Pelaku Tindak Pidana.