Anda di halaman 1dari 2

Nama :Teguh Wahyudi

NIM : 030911645
Prodi : Ilmu Pemerintahan

Kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial


yang berlaku universal bagi seluruh warga negara Indonesia adalah konsekuensi
dari amendemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 yang disetujui pada tanggal
18 Agustus 2000 terutama tentang Hak Asasi Manusia (“Setiap orang berhak atas
jaminan sosial …,” vide Pasal 28H ayat 3)[2], dan amendemen keempat yang
disetujui pada 10 Agustus 2002, khususnya revisi klausul kesejahteraan sosial,
yang menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 34 ayat 2)[3] Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan konvensi ILO Nomor
102 Tahun 1952. Rumusan dasar ideologi welfare statetadi (“memajukan
kesejahteraan umum” dan sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”) kemudian dimanifestasikan ke dalam batang tubuh konstitusi
negara Indonesia untuk dijadikan pedoman hidup berbangsa dan penyelenggaraan
kenegaraan. Dalam Pasal 34 UUD 1945 pra amandemen, negara menyatakan
bertanggung jawab untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pasca
amandemen keempat, tugas negara di bidang kesejahteraan sosial ini diperluas
dengan tambahan tanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan sosial
dan memberdayakan kelompok masyarakat miskin, serta memberikan pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum bagi rakyatnya.1
Berdasarkan dari pembahasan tentang konsep pembangunan yang
menyejahterakan masyarakat ini, ada hubungan antara konsep pembangunan yang
dikemukan oleh Seers (dalam Chaniago, 2012) dengan apa yang dikonsepsikan
oleh Marciano Vidal (dalam Purnomo, 2011) perihal karakteristik negara
kesejahteraan. Seers mengungkap bahwa gagasan-gagasan tentang pembangunan

1
Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar1945: ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabatkemanusiaan.”
makin mengakomodasi pentingnya martabat manusia dan kesejahteraan
masyarakat luas sebagai tujuan pokok pembangunan.2
Pembangunan belum bisa dikatakan berhasil bila salah satu atau dua dari
tiga kondisi, yaitu kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan menjadi lebih
buruk meskipun pendapatan perkapita melambung tinggi. Demikian juga apa yang
diutarakan Marciano, mengenai karakteristik negara kesejahteraan. Ia
mengungkapkan bahwa secara konseptual negara itu dikatakan sejahtera bila
memenuhi empat kriteria pokok, yaitu komitmen negara dalam menciptakan
peluang lapangan pekerjaan untuk mengakomodasi melimpahnya angkatan kerja,
adanya jaminan asuransi sosial yang berlaku bagi semua warga negara,
terselenggaranya pendidikan yang terjangkau dan kebijakan sosial sebagai upaya
retribusi kekayaan.3
Selain adanya hubungan dua konsep yang tersebut di atas, penulis
mendukung model pembangunan yang menyejahterakan di Indonesia, seperti
yang dikemukakan Damanhuri (2014) bahwa yang menjadi persoalan justru
karena pendekatan statis dan pragmatis yang tidak berupaya mengaitkan dengan
kandungan nilai-nilai ideologis Pancasila, sehingga pembangunan tidak
beridentitas. Identitas Indonesia dalam model pembangunannya seyogianya
berbasiskan ideologi negara (UUD 1945 dan Pancasila), namun dengan
pendekatan dinamis (historis-empiris), yakni bagaimana proses pembangunan
mampu mereaktualisasikan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi
modal sosial. Hal itu baik berdasarkan nilai perilaku perorangan maupun kolektif
(agama, tradisi serta kelembagaan) yang justru telah terbukti misalnya dalam
distribusi aset produktif, pendapatan dan sosial yang adil di masa lalu dan bahkan
hingga sekarang.4

2
A Andrinof Chaniago. Gagalnya Pembangunan Membaca Ulang Keruntuhan Orde Baru.
(Jakarta: LP3ES, 2012).
3
B. A. Purnomo, Solidarisme dan Kesejahteraan Sosial. Kompas. 7 November 2011.
4
S Didin Damanhuri. Ekonomi-Politik Indonesia dan Antarbangsa dari Perlunya Membongkar
GDP-Oriented, Kasus Century, Ekonomi Kerakyatan ASEAN hingga Demokrasi Timur Tengah
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014).

Anda mungkin juga menyukai