Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun oleh:

DOBBY ALDINATHA JUCE


(P07220116010)

Prodi D3 Keperawatan Samarinda


Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
Samarinda
Tahun 2018
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).

b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)

D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C
suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a) Wajah tegang, merah
b) Mondar-mandir
c) Mata melotot rahang mengatup
d) Tangan mengepal
e) Keluar keringat banyak
f) Mata merah

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik


Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang
akan di lakukan.

2. Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi
obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada


Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di
ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

F. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi


Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan koping Klien dan Keluarga

G. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.

2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang
diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
a) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan
dan merapikan pakaian.
b) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
c) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
d) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri
H. Analisa data
Data Subyektif Data Obyektif
 Klien mengatakan  Tampak bicara dan ketawa sendiri.
melihat atau mendengar  Mulut seperti bicara tapi tidak keluar
sesuatu. Klien tidak suara.
mampu mengenal  Berhenti bicara seolah mendengar atau
tempat, waktu, orang. melihat sesuatu. Gerakan mata yang
 Klien mengatakan cepat.
merasa kesepian.  Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
 Klien mengatakan tidak  Tidak konsentrasi dan pikiran mudah
dapat berhubungan beralih saat bicara.
sosial.  Tidak ada kontak mata.
 Klien mengatakan tidak  Ekspresi wajah murung, sedih.
berguna.  Tampak larut dalam pikiran dan
 Klien mengungkapkan ingatannya sendiri.
takut.  Kurang aktivitas.
 Klien mengungkapkan 10. Tidak komunikatif.
apa yang dilihat dan 11. Wajah klien tampak tegang, merah.
didengar mengancam 12. Mata merah dan melotot.
dan membuatnya takut. 13. Rahang mengatup.
14. Tangan mengepal.
15. Mondar mandir.

I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK

sensori: halusinasi keperawatan selama 3 x 24 jam Klien

klien mampu 
mengontrol Bina hubungan saling percaya

halusinasi dengan kriteria hasil:  Adakan kontak sering dan singkat secara
 Klien dapat membina bertahap
hubungan saling percaya  Observasi tingkah laku klien terkait

 Klien dapat mengenal halusinasinya

halusinasinya; jenis, isi, waktu,  Tanyakan keluhan yang dirasakan

dan frekuensi halusinasi, klien

respon terhadap halusinasi,  Jika klien tidak sedang berhalusinasi

dan tindakan yg sudah klarifikasi tentang adanya pengalaman

dilakukan halusinasi, diskusikan dengan klien

 Klien dapat menyebutkan dan tentang halusinasinya meliputi :

mempraktekan cara mengntrol SP I

halusinasi yaitu dengan  Identifikasi jenis halusinasi Klien

menghardik, bercakap-cakap  Identifikasi isi halusinasi Klien

dengan orang lain, terlibat/  Identifikasi waktu halusinasi Klien

melakukan kegiatan, dan  Identifikasi frekuensi halusinasi Klien

minum obat  Identifikasi situasi yang menimbulkan

 Klien dapat dukungan keluarga halusinasi

dalam mengontrol  Identifikasi respons Klien terhadap

halusinasinya halusinasi

 Klien dapat minum obat  Ajarkan Klien menghardik halusinasi

dengan bantuan minimal  Anjurkan Klien memasukkan cara

 Mengungkapkan halusinasi menghardik halusinasi dalam jadwal

sudah hilang atau terkontrol kegiatan harian

SP II

 Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

 Latih Klien mengendalikan halusinasi

dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain

 Anjurkan Klien memasukkan dalam


jadwal kegiatan harian

SP III
 Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

 Latih Klien mengendalikan halusinasi

dengan melakukan kegiatan

(kegiatan yang biasa dilakukan Klien

di rumah)

 Anjurkan Klien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian

SP IV

 Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

 Berikan pendidikan kesehatan

tentang penggunaan obat secara

teratur

 Anjurkan Klien memasukkan dalam

jadwal kegiatan harian

 Beri pujian jika klien menggunakan

obat dengan benar.

Keluarga

 Diskusikan masalah yang dirasakn

keluarga dalam merawat Klien

 Jelaskan pengertian tanda dan gejala,

dan jenis halusinasi yang dialami

Klien serta proses terjadinya

 Jelaskan dan latih cara-cara merawat

Klien halusinasi

 Latih keluarga melakukan cara

merawat Klien halusinasi secara

langsung
 Discharge planning : jadwal aktivitas

dan minum obat


Daftar Pustaka
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai